DOSEN
Septi Muharni, , M.Farm,Apt
DISUSUN OLEH:
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah dengan judul Kegiatan Pelayanan
Farmasi Klinik (1) ini dengan baik.
Makalah ini di ambil dari berbagai sumber-sumber terpercaya dan sudah banyak di
kenal masyarakat yang saya rangkum menjadi satu kesatuan. Makalah ini diharapkan mampu
membantu saya dan anda sekalian yang membacanya untuk memperdalam pemahaman
tentang interaksi antar hormon dan segala hal yang berkaitan dengan hormon. Selain itu,
makalah ini juga di harapkan dapat menjadi bacaan dan bahan ajaran para pembaca sekalian.
Akhir kata saya ucapkan terima kasih pada para pembaca yang berkenan untuk
membaca makalah ini dan untuk dosen pembimbing. Sebagai penyusun saya begitu berharap
agar makalah ini dapat bermanfaat. Kritik dan saran selalu saya nantikan untuk
pengembangan dan kesempurnaan makalah ini agar menjadi layak untuk di pelajari.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II ISI
3.1 KESIMPULAN..............................................................................................23
3.2 SARAN..........................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui apa saja yang dilakukan pada wawancara riwayat pengobatan.
2. Mengetahui dan memahami bagaimana penyusunan rencana asuhan kefarmasian.
3. Mengetahui bagaimana penentuan terapi obat.
BAB II
PEMBAHASAN
8. Alergi
Salah satu saat kritis pada pengkajian pasien oleh farmasis adalah ketika mengajukan
pertanyaan kepada pasien. Untuk memperoleh informasi yang berguna, farmasis harus
menggunakan keterampilan yang tepat dalam mewawancarai pasien.
a. Lingkungan
Sebelum farmasis berbicara kepada pasien atau mendapatkan data pengkajian pasien
(misalnya: tekanan darah), lingkungan di mana interaksi berlangsung harus
dipersiapkan. Interaksi dapat terjadi pada berbagai situasi dan kondisi (setting) yang
bervariasi, misalnya farmasi komunitas, ruang periksa di rumah sakit, atau kamar
pemeriksaan di klinik. Namun, karakteristik lingkungan dasar haruslah konsisten dari
satu situasi ke situasi yang lain untuk membantu menjamin interaksi farmasis dan
pasien yang lancar dan produktif. Karakteristik lingkungan yang sesuai meliputi:
1. Suhu ruangan yang nyaman.
2. Pencahayaan ruang yang memadai bagi farmasis dan pasien untuk dapat
melihat satu sama lain dengan jelas dan semua materi tertulis yang mungkin
digunakan.
3. Lingkungan yang tenang, karena suara bising dari satu atau beberapa sumber
akan mengalihkan perhatian pasien maupun farmasis dan dapat menyebabkan
kesalahan menafsirkan informasi pasien yang penting. Tempat yang bersih
dan terorganisir, karena benda-benda yang mengalihkan perhatian dan barang
lain yang berantakan tidak menciptakan atmosfer profesional.
4. Jarak empat sampai lima kaki antara farmasis dan pasien; secara umum jarak
yang lebih dekat dapat menimbulkan kegelisahan dan jarak yang lebih jauh
menyiratkan ketidaktertarikan terhadap pasien.
5. Privasi: pasien perlu untuk merasa nyaman berbicara tentang masalahmasalah
kesehatan pribadi dan farmasis perlu untuk dapat memperoleh data
pengkajian pasien secara berhati-hati.
6. Posisi duduk yang sama rata atau berdiri pada posisi sejajar mata dan
berhadapan atau membentuk sudut 90 derajat. Semua penghalang harus
dipindahkan antara farmasis dan pasien (misalnya: meja peresepan, pemisah
keamanan dari kaca atau plastik, lemari). Dalam pengaturan di rumah sakit,
farmasis harus duduk sejajar mata dengan pasien untuk interaksi tatap muka.
Berdiri di hadapan pasien yang terbaring di tempat tidur dapat menyiratkan
superioritas, mungkin menyebabkan pasien merasa lebih rendah maupun
tidak nyaman.
b. Kalimat Pembuka
Kalimat-kalimat pembuka antara farmasis dan pasien menentukan tahap
interaksi. Pasien sebaiknya dipanggil dengan nama keluarganya (apabila diketahui).
Farmasis harus memperkenalkan dirinya dan menjelaskan alasan perlunya interaksi
apabila pasien belum mengenalnya. Sebagai tambahan, pasien perlu diberi tahu
perkiraan jumlah waktu yang diperlukan untuk interaksi. Sebagai contoh, Nyonya
Smith, Saya Dr. Mark Davis, Farmasis. Saya ingin berbicara dengan anda untuk
melihat bagaimana keadaan anda selama terapi. Ini hanya perlu beberapa menit saja.
Karena jenis interaksi ini mungkin merupakan hal baru bagi beberapa pasien,
farmasis harus siap untuk menjawab pertanyaanpertanyaan yang berkaitan
(misalnya:Mengapa anda perlu berbicara kepada saya? Farmasis lain tidak
melakukan ini.). Penjelasan singkat tambahan dalam interaksi biasanya dapat
mengatasi setiap kebingungan.
c. Jenis-jenis Pertanyaan
Melanjutkan perkenalan singkat, farmasis harus menanyakan kepada pasien
beragam pertanyaan. Agar dialog antara pasien dan farmasis dapat efektif dan
produktif, perlu digunakan kombinasi pertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup.
Secara umum, pertanyaan-pertanyaan terbuka digunakan pada saat awal, untuk
mengumpulkan informasi umum, dan selanjutnya diikuti dengan pertanyaan-
pertanyaan tertutup, apabila sesuai, untuk mengumpulkan data pasien yang lebih
spesifik.
d. Verifikasi Informasi Pasien
Sementara pasien menjawab pertanyaan-pertanyaan farmasis, farmasis harus
menanggapi secara tepat untuk melanjutkan dialog. Seringkali, farmasis juga perlu
untuk memverifikasi detil tertentu mengenai pasien untuk memastikan bahwa dia
mengerti benar apa yang pasien katakan. Beberapa teknik umpan balik dapat berguna
dalam membimbing farmasis dengan kedua proses ini. Teknik-teknik tersebut
meliputi: (i) klarifikasi, (ii) refleksi, (iii) empati, (iv) fasilitasi, (v) keheningan, dan
(vi) ringkasan.
e. Ringkasan
Ringkasan komunikasikan. adalah Pernyataan ulasan dari apa yang pasien
verbalisasi telah dari ringkasan merupakan pemahaman farmasis terhadap informasi
pasien, dan ini dapat digunakan pada setiap waktu selama atau pada akhir
wawancara. Hal ini juga memungkinkan pasien untuk setuju atau tidak setuju dan
apabila diperlukan, untuk memperbaiki interpretasi farmasis. Sebagai contoh, pada
bagian akhir ketika pasien menjelaskan permasalahan pengobatannya, farmasis
menanggapi Baik Harry, yang anda katakan kepada saya adalah bahwa anda berpikir
obat diabetes anda, metformin, mengakibatkan anda sakit perut dan diare. Anda juga
meminum obat tekanan darah, lisinopril, tetapi tidak meminum obat bebas rutin
apapun dan belum mencoba apapun untuk gejala-gejala saluran cerna anda. Apakah
ini benar?.
f. Komunikasi Nonverbal
Komunikasi yang tepat melibatkan tidak hanya keahlian-keahlian verbal
tetapi juga nonverbal, di mana media pertukaran merupakan sesuatu selain kata-kata
yang diucapkan. Komunikasi nonverbal mencerminkan pemikiran dan perasaan
mendalam seseorang dan secara konstan bekerja, bahkan bila orang itu tidak
menyadarinya. Elemen-elemen komunikasi nonverbal meliputi: (i) jarak, (ii) postur
tubuh, (iii) kontak mata, (iv) ekspresi wajah, dan (v) gerak isyarat. Untuk pertemuan
farmasis-pasien yang berhasil, komunikasi verbal dan nonverbal harus seiring. Hal
ini sangat penting dalam menciptakan relasi dengan pasien.
g. Pernyataan Penutup
Membawa wawancara kepada penutupan yang tepat merupakan bagian
penting dari proses komunikasi. Banyak kali, pasien akan mengevaluasi keseluruhan
interaksi berdasarkan pada pernyataanpernyataan terakhir; oleh karena itu, farmasis
tidak seharusnya mengakhiri wawancara secara mendadak. Cara efektif untuk
menutup interaksi adalah memberikan ringkasan singkat. Hal ini memungkinkan
untuk farmasis dan pasien mengulas apa yang telah didiskusikan dan menjernihkan
setiap informasi yang salah. Ketika kedua belah pihak telah menentukan bahwa
informasi sudah benar, farmasis dapat menyimpulkan dengan sebuah pertanyaan
tertutup sederhana (misalnya: Apakah anda memiliki pertanyaan?) atau pernyataan
tulus (misalnya: Terima kasih untuk waktu anda. Jika anda memiliki pertanyaan
ketika anda sampai di rumah, silakan hubungi saya.). Petunjuk-petunjuk nonverbal
(misalnya: mengatur pekerjaan tulis menulis untuk rekam medis pasien atau berdiri
dari kursi) juga dapat berguna ketika digabungkan dengan ringkasan atau sebuah
pertanyaan atau pernyataan penutup (Tindall dkk, 2003).
2.2.2 Kategorikan database pasien yang diperlukan dalam kategori subjektif dan
objektif.
Subjektif Objektif
Keluhan Pasien - Riwayat penyakit terdahulu
- Diagnosa klinis/dokter
- Data laboratorium
- Tanda-tanda vital pasien
c. Swamedikasi
1. Melakukan pengumpulan data pasien
Keluhan pasien mengenai penyakit yang dialaminya
Riwayat Alergi
Pengobatan yang sudah dilakukan untuk mengobati penyakit
2. Mempersiapkan diri dan melengkapi peralatan yang memadai untuk melakukan
skrining terhadap kondisi atau penyakit tertentu, tanpa melampaui kewenangan
seorang dokter. Misalnya, melakukan pengukuran tekanan darah untuk melakukan
pemantauan tekanan darah pada pasien hipertensi.
3. Mempelajari gejala-gejala umum dari penyakit-penyakit yang dapat diatasi tanpa
harus ke dokter.
4. Menentukan apakah kondisi pasien sesuai untuk pengobatan sendiri atau harus
melakukan pemeriksaan lebih lanjut ke dokter.
2.2.4 Strategi untuk Melakukan Asuhan Kefarmasian
a. Rawat Inap
1. Ikut berperan aktif melakukan visite/kunjungan ke pasien, baik secara mandiri atau
bersama tim tenaga kesehatan lain untuk mengamati kondisi pasien secara
langsung.
2. Melakukan penilaian/evaluasi informasi dari data subjektif dan objektif yang telah
dikumpulkan untuk menetapkan masalah pasien.
3. Melakukan penilaian rasionalitas pengobatan
4. Mengidentifikasi potensi terjadinya efek samping obat
5. Mengidentifikasi adanya Adverse Drug Reaction (ADR)
Mengkonfirmasi ADR yang muncul ke dokter yang membuat Resep.
Mengusulkan rekomendasi kepada dokter terkait ADR yang terjadi.
Mmendokumentasikan solusi rekomendasi yang di usulkan kepada dokter.
6. Melakukan Monitoring dan Evaluasi Terapi
a) Menilai efektifitas pengobatan
Melakukan wawancara langsung kepada pasien untuk menanyakan
kondisi pasien setelah diberi terapi
Menilai tingkat keberhasilan terapi dengan melihat hasil tes
laboratorium setelah pemberian terapi.
b) Efek Samping Obat
Menilai secara teoritis obat-obat yang dicurigai menimbulkan efek
samping ke pasien, bertanya langsung ke pasien apakah ada keluhan
baru setelah di berikan terapi.
Memberikan rekomendasi penanganan efek samping obat kepada
dokter, seperti penghantian obat apabila efek samping tidak dapat
ditoleransi dan dapat membahayakan pasien, atau memberikan
alternative pengobatan lain yang lebih aman.
Bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain dalam pencegahan atau
penanganan apabila terjadi efek samping obat.
c) Memberikan perhatian lebih kepada pasien yang menggunakan terapi obat
dengan indeks terapi sempit, misalnya penggunaan digoksin dan obat
antiepilepsi.
7. Mendokumentasikan semua kegiatan dalam data medik pasien ataupun rekam
pengobatan pasien.
8. Memberikan KIE kepada pasien ataupun keluarga pasien.
Memberikan pemahaman kepada pasien tentang pentingnya kepatuhan
minum obat demi kesembuhan dirinya sendiri.
Memberikan arahan kepada keluarga pasien untuk selalu memberikan
support (untuk memberikan dukungan moril kepada pasien).
b. Rawat Jalan
1. Melakukan penilaian/evaluasi informasi dari data subjektif dan objektif yang telah
dikumpulkan untuk menetapkan masalah pasien.
2. Melakukan penilaian rasionalitas peresepan.
3. Mengidentifikasi potensi terjadinya efek samping obat.
4. Mengidentifikasi adanya masalah terkait obat (Drug Related Problem)
Mengkonfirmasi DRP yang muncul ke dokter yang membuat Resep.
Mengusulkan rekomendasi kepada dokter terkait ADR yang terjadi.
Mendokumentasikan solusi rekomendasi yang di usulkan kepada dokter.
5. Melakukan Monitoring dan Evaluasi pengobatan
Menilai efektifitas pengobatan : melakukan wawancara langsung kepada
pasien untuk menanyakan kondisi pasien setelah diberi terapi apabila
pasien kembali ke apotek untuk menebus obat.
Efek Samping Obat : melakukan wawancara langsung saat pasien kembali
ke apotek untuk menanyakan apakah ada keluhan baru setelah di berikan
obat.
6. Memberikan rekomendasi penanganan efek samping obat kepada dokter, seperti
penghentian obat apabila efek samping tidak dapat ditoleransi dan dapat
membahayakan pasien, atau memberikan alternative pengobatan lain yang lebih
aman.
7. Mendokumentasikan ke dalam rekam pengobatan pasien
8. Memberikan KIE
Memberikan informasi kepada pasien tentang tata cara penggunaan obat yang
meliputi aturan pakai, dosis, penyimpanan obat serta efek samping yang mungkin
muncul dari penggunaan obatnya.
c. Swamedikasi
1. Membangun hubungan professional antara farmasis dengan pasien
2. Mencari solusi dari masalah yang dialami pasien.
3. Memilih terapi yang sesuai dengan keluhan pasien berdasarkan efektifitas,
kecocokan, kepraktisan biaya dan keamanan (untuk kasus-kasus penyakit ringan)
4. Memberikan informasi kepada pasien tentang tata cara penggunaan obat yang
meliputi aturan pakai, dosis, penyimpanan obat serta efek samping yang mungkin
muncul dari penggunaan obatnya.
5. Melakukan pengawasan yaitu tindak lanjut kepada penderita seperti menelepon
penderita 2 hari setelah pemberian obat antibiotic, atau menghubungi penderita
hipertensi (apabila pasien memang sering menkonsumsi obat tersebut sesuai
peresepan dokter) 7 hari setelah pemberian obat untuk menentukan efek samping
obat yang merugikan.
6. Merekomendasikan pasien untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut ke dokter,
apabila pengobatan dengan swamedikasi tidak efektif (sakit masih berlanjut lebih 3
hari.
2.3 TATALAKSANA PEMANTAUAN TERAPI OBAT
2.3.1 Seleksi Pasien
Pemantauan terapi obat (PTO) seharusnya dilaksanakan untuk seluruh pasien.
Mengingat terbatasnya jumlah apoteker dibandingkan dengan jumlah pasien, maka perlu
ditentukan prioritas pasien yang akan dipantau. Seleksi dapat dilakukan berdasarkan:
a. Kondisi Pasien.
1. Pasien yang masuk rumah sakit dengan multi penyakit sehingga menerima
polifarmasi.
2. Pasien kanker yang menerima terapi sitostatika.
3. Pasien dengan gangguan fungsi organ terutama hati dan ginjal.
4. Pasien geriatri dan pediatri.
5. Pasien hamil dan menyusui.
6. Pasien dengan perawatan intensif.
b. Obat
1) Jenis Obat
Pasien yang menerima obat dengan risiko tinggi seperti :
obat dengan indeks terapi sempit (contoh: digoksin,fenitoin).
obat yang bersifat nefrotoksik (contoh: gentamisin) danhepatotoksik (contoh:
OAT).
sitostatika (contoh: metotreksat)
antikoagulan (contoh: warfarin, heparin)
obat yang sering menimbulkan ROTD (contoh: metoklopramid, AINS)
obat kardiovaskular (contoh: nitrogliserin).
2) Kompleksitas regimen
Polifarmasi
Variasi rute pemberian
Variasi aturan pakai
Cara pemberian khusus (contoh: inhalasi)
a. Rekam Medik
Rekam medik merupakan kumpulan data medik seorang pasien mengenai
pemeriksaan, pengobatan dan perawatannya di rumah sakit. Data yang dapat diperoleh dari
rekam medik, antara lain: data demografi pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit terdahulu, riwayat penggunaan obat, riwayat keluarga, riwayat sosial,
pemeriksaan fisik, laboratorium, diagnostik, diagnosis dan terapi. Data tersebut di pelayanan
komunitas dapat diperoleh melalui wawancara dengan pasien, meskipun data yang diperoleh
terbatas.
S : Subjective
Data subyektif adalah gejala yang dikeluhkan oleh pasien.
Contoh : pusing, mual, nyeri, sesak nafas.
O : Objective
Data obyektif adalah tanda/gejala yang terukur oleh tenagakesehatan.Tanda-
tanda obyektif mencakup tanda vital(tekanan darah, suhu tubuh, denyut nadi,
kecepatanpernafasan), hasil pemeriksaan laboratorium dan diagnostik.
A : Assessment
Berdasarkan data subyektif dan obyektif dilakukan analisisuntuk menilai
keberhasilan terapi, meminimalkan efek yangtidak dikehendaki dan
kemungkinan adanya masalah baruterkait obat.
P : Plans
Setelah dilakukan SOA maka langkah berikutnya adalahmenyusun rencana
yang dapat dilakukan untukmenyelesaikan masalah.Rekomendasi yang dapat
diberikan:
Memberikan alternatif terapi, menghentikan pemberianobat,
memodifikasi dosis atau interval pemberian,merubah rute pemberian.
Mengedukasi pasien.
Pemeriksaan laboratorium.
Perubahan pola makan atau penggunaan nutrisiparenteral/enteral.
Pemeriksaan parameter klinis lebih sering.
2.3.6 Tindak Lanjut
Hasil identifikasi masalah terkait obat dan rekomendasi yang telah dibuat oleh
apoteker harus dikomunikasikan kepada tenaga kesehatan terkait. Kerjasama dengan tenaga
kesehatan lain diperlukan untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan terapi. Informasi dari
dokter tentang kondisi pasien yang menyeluruh diperlukan untuk menetap kantarget terapi
yang optimal.
Komunikasi yang efektif dengan tenaga kesehatan lain harus selalu dilakukan untuk
mencegah kemungkinan timbulnya masalah baru.K egagalan terapi dapat disebabkan karena
ketidak patuhan pasien dankurangnya informasi obat. Sebagai tindak lanjut pasien harus
mendapatkan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) secara tepat. Informasi yang tepat
sebaiknya:
a. Tidak bertentangan/berbeda dengan informasi dari tenagakesehatan lain
b. Tidak menimbulkan keraguan pasien dalam menggunakan obat
c. Dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam penggunaan obat
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Wawancara riwayat pengobatan merupakan langkah mengenal pasien untuk
mendapatkan informasi mengenai berbagai aspek penggunaan obat pasien sehingga
dapat membantu pengobatan secara keseluruhan
2. Hal-hal yang harus diperhatikan farmasis saat akan mewawancarai pasien adalah
lingkungan yang nyaman, kalimat pembuka, jenis-jenis pertanyaan, verifikasi
informasi pasien, ringkasan, komunikasi nonverbal dan pernyataan penutup
3. Riwayat kesehatan sangat penting untuk mengetahui informasi ringkasan singkat dari
permasalahan-permasalahan medis saat ini dan lampau, riwayat pengobatan, riwayat
keluarga, riwayat sosial, dan ulasan sistem dari pasien
4. Tahap-tahap pelayanan kefarmasian serta karakteristiknya hampir sama seperti pada
pelayanan kefarmasian di medical center yang lainnya yakni rumah sakit dan
puskesmas.
5. Tujuan pelayanan kefarmasian yaitu mendukung penggunaan obat dan perbekalan
kesehatan yang rasional, aman, tepat dan ekonomis.
3.2 SARAN
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami
sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun agar dalam pembuatan
makalah selanjutnya bisa lebih baik lagi, atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Aslam M, Tan, CK dan Prayitno, A., 2003, Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy), PT Elex
Media Jakarta
Coulehan JL, Block JR. 2006. The Medical Interview: Mastering Skills for Clinical Practice,
5th ed. Philadelphia: FA Davis
Inditz MES, Artz MB, 1999. Value Added to Health by Pharmacists. Soc Sci Med, 48:647-60.
Ikawati, Zullies. 2010. Pelayanan Farmasi Klinik pada Era Genomik: Sebuah Tantangnan
dan Peluang. Farmasi Klinik Fakultas Farmasi UGM
Siregar, Charles J.P., Amalia, L., 2003, Farmasi Rumah Sakit : Teori dan Penerapan,Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Tietze KJ. 2004. Communication skills for the pharmacist In: Clinical Skills for Pharmacists:
A Patient-focused Approach, 2nd ed. St. Louis: Mosby-Year Book
Tindall WN, Beardsley RS, Kimberlin CL. 2003. Communication Skills in Pharmacy
Practice: A Practical Guide for Students and Practi tioners, 4th ed. Baltimore: Lea & Febiger