Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

PENGANTAR PELAYANAN KEFARMASIAN


“FARMASI KLINIK”

DI SUSUN OLEH
KELOMPOK 3
KELAS STIFA E 2018
Muhammad Faris Hidayat 18.01.216 Nurwahidah Ramli 18.01.245
Suci Zakiyah Ramadhani 18.01.225 Tiara Tandi Payung 18.01.227
Andi Sri Nurul Fadilla 18.01.242 Rezki Widiastuti 18.01.221
Andi Nur Apriliani Dewi 18.01.243 Niken Larasati 18.01.238
Liveriya Glory Tangdilian 18.01.261 Hasniar 18.01.258
Ayu Mutiara Embatau 18.01.262 Marwah 18.01.235
Sarah Randalongi 18.01.236 Wa Nila 18.01.251
Mertiani Sanggalangi 18.01.231 Nurraihan 18.01.247

DOSEN PENGAMPUH : Rahmad Aksa S.Si.,M.Si.,Apt

PROGRAM STUDI STRATA SATU


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR
MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena
atas berkat dan limpahan rahmat-Nya maka kami bisa menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu. Makalah ini berisikan tentang “Farmasi Klinik”.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman dan juga berguna untuk menambah pengetahuan bagi para
pembaca.
Maka ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki sangat kurang oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukkan-masukkan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

Makassar, 15 Maret 2020

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Farmasi Klinik mulai muncul pada tahun 1960-an di Amerika, dengan
penekanan pada fungsi farmasis yang bekerja langsung bersentuhan dengan
pasien. Saat itu Farmasi Klinik merupakan suatu disiplin ilmu dan profesi yang
relatif baru, dimana munculnya disiplin ilmu ini berawal dari dari ketidakpuasan
atas norma praktek pelayanan kesehatan saat itu dan adanya kebutuhan yang
meningkat terhadap tenaga kesehatan professional yang memiliki pengetahuan
komprehensif mengenai pengobatan. Gerakan munculnya farmasi klinik dimulai
dari University of Michigan dan University of Kentucky pada tahun 1960-an
(Miller, 1981).
Menurut Europe Science Clinical Pharmacy (ESCP), Farmasi Klinik
merupakan pelayanan yang diberikan oleh Apoteker di Rumah Saki, apotek,
perawatan dirumah, klinik dan dimanapun, dimana terjadi peresepan dan
penggunaan obat. Adapun tujuan secara menyeluruh aktivitas Farmasi Klinik
adalah meningkatkan penggunaan obat yang tepat dan rasional dan hal ini berarti:
1. Memaksimalkan efek pengobatan yaitu penggunaan obat yang paling
efektif untuk setiap kondisi tertentu pasien.
2. Meminimalkan resiko terjadinya adverse effect yaitu dengan cara
memantau terapi dan kepatuhan pasien terhadap terapi.
3. Meminimalkan biaya pengobatan yang harus dikeluarkan oleh pasien ata
pemerintah.

Praktek pelayanan Farmasi Klinik di Indonesia relatif baru berkembang pada


tahun 2000-an, dengan dimulainya Apoteker yang belajar farmasi klinik
diberbagai institusi diluar negeri. Belum sepenuhnya penerimaan konsep farmasi
klinik oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit merupakan salah satu faktor
lambatnya perkembangan pelayanan farmasi klinik diindonesia. Merupakan
keganjilan jika apoteker yang semula bertugas menyiapkan obat di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit, kemudian ikut masuk kebangsal perawatan dan memantau
perkembangan pengobatan pasien, apalagi jika turut memberikan rekomendasi
pengobatan, seperti yang lazim terjadi dinegara maju. Farmasis selama ini
terkesan kurang meyakinkan untuk bisa memainkan peran dalam pengobatan.
Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh sejarah pendidikan farmasi yang
bersifat monovalent dengan muatan sains yang masih cukup besar (sebelum
tahun 2001), sementara pendidikan kearah klinik masih sangat terbatas, sehingga
menyebabkan farmasis merasa gamang berbicara tentang penyakit dan
pengobatan (Permenkes, 2014).
BAB II
TEORI UMUM
II.1 Farmasi klinik

II.1.1Definisi Farmasi
Klinik Farmasi klinik menurut Clinical Resource and Aundit Group
(1996) diartikan sebagai disiplin kerja yang berkonsentrasi pada
penerapan keahlian kefarmasian untuk membantu memaksimalkan efikasi
obat dan meminimalkan toksisitas obat pada pasien untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien yang dalam praktek pelayanannya memerlukan
pengetahuan, Keterampilan dan sikap yang ahli dalam memberikan
pelayanan pada pasien.
Farmasi klinik membawa orientasi drug oriented dan patient oriented
sehingga sangat erat kaitannya dengan filosofi pharmaceutical care.
Konsep adanya pharmaceutical care dengan latar belakang adanya ledakan
obat antara tahun1960-1990. Pada tahun 1961 ada 656 jenis obat dan pada
tahun 1999 ada 8000 jenis obat. Pada tahun 1971 sekitar 140.000 Kematian
dan 1 juta dirawat dengan 20% perawatan disebabkan karena kecelakaan
obat dan 45-65% pasien memakai obat tidak sesuai anjuran.
Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian adalah bentuk ptimalisasi
dari peran seorang apoteker dalam pengobatan yang berinteraksi langsung
dengan pasien guna meningkatakan pelayanan kesehatan dan
meningkatkan kualitas hidup pasien. Apoteker mempunyai peranan
penting dalam memberikan konsultasi, informasi, dan edukasi (KIE)
terkait dengan pengobatan yang sedang dijalani dan melakukan monitoring
hasil terapi pengobatan pasien serta berkolaborasi dengan tenaga kesehatan
lain untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (ISFI, 2000).
Perluasan orientasi dari drug oriented dan patient oriented menuntut
para apoteker untuk aktif dalam interaksi langsung dengan pasien. Oleh
karena itu, apoteker harus meningkatkan kompetensinya baik dalam aspek
pengetahuan, keterampilan dan perilaku sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup pasien (Depkes RI, 2008).
II.1.2 Sejarah Perkembangan Farmasi klinik
Pada masa 460-370 sebelum masehi belum dikenal adanya profesi
farmasi. Semua pekerjaan dari diagnosis sampai obat dikonsumsi oleh
pasien dilakukan oleh dokter. Seiring perkembangan zaman masalah obat
obatan semakin rumit sehingga memerlukan keahlian tersendiri. Pada
tahun 1240 sebelum masehi, Raja Jerman Frederick II memerintahkan
pemisahan secara resmi anatara Farmasi dan Kedokteran dalam dekret
yang dikenal dengan Two Silices.
Istilah farmasi klinik pertama muncul di Amerika pada tahun 1960an.
Pada masa ini fungsi farmasis diarahkan untuk kontak langsung dengan
pasien. Munculnya kegiatan baru dari profesi farmasi melatarbelakangi
banyaknya ketidakpuasan pasien atas praktek pelayanan kesehatan
sehingga menuntut adanya bidang yang memiliki pengetahuan yang
komprehensif mengenai pengobatan. Gerakan farmasi klinik pertama kali
muncul di University of Michigan dan University of Kentucky pada tahun
1960-an (Miller,1981).
II.1.3 Ruang Lingkup Farmasi Klinis
1. Pemantauan Pengobatan
Pemantauan pengobatan pasien merupakan suatu proses kegiatan
farmasi klinik baik diapotek maupun dirumah sakit dengan tujuan
untuk memastikan bahwa pasien telah minum obat dengan tepat, baik
tepat waktu pemberian maupun tepat cara penggunaan. Bila
pemantauan pengobatan dilakukan diapotek, tujuannya adalah
memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan obat yang sesuai
dengan kebutuhan pasien, gejala penyakit, obat ya ng dipilih selektif,
terjangkau oleh pasien dan aman bagi pasien dengan artian efek
samping yang minimal.
2. Seleksi Obat
Seleksi obat dilakukan oleh farmasis bekerja sama dengan dokter dan
pemegang kebijakan dibidang obat dalam penyusunan formularium
obat dan daftar obat yang digunakan. Salah satu peranan farmasi klinik
dalam hal proses penggunaan obat yang akan digunakan pasien adalah
dengan memberikan interfasi pada dokter terkait dengan obat yang
akan diberikan kepada pasien diantaranya memberikan edukasi,
informasi dan konseling mengenai obat yang telah diterima oleh
pasien.
3. Pemberian Informasi Obat
Farmasis bertanggung jawab mencari informasi dan melakukan
evaluasi literature ilmiah secara kritis dan kemudian mengatur
pelayanan informasi obat untuk praktisi pelayanan kesehatan dan
pasien.
4. Penyiapan dan Peracikan Obat
Kepedulian farmasis selain kegiatannya terjun langsung kepasien,
farmasis juga mampu menyiapkan dan melakukan peracikan obat
sesuai dengan kebutuhan pasien, selain itu juga disesuaikan dengan
lembar resep yang diterima pasien.
5. Penelitian dan Studi Penggunaan Obat
Kegiatan farmasi klinik antara lain meliputi studi penggunaan obat,
farmakoepidermiologi, farmakovigilansi dan farmakoekonomi.
Seorang farmasis harus mempunyai ilmu khusus tentang obat yang ter
up-date, karena ilmu baru yang berkaitan tentang obat tidak pernah
habis dan tidak pernah ketinggalan jaman, bahkan ada ilmu-ilmu baru
yang berkaitan dengan penemuan-penemuan obat baru.
6. Monitoring Efek Samping Obat
Kegiatan farmasi klinis salah satunya yaitu melakukan monitoring efek
samping obat. Efek samping obat merupakan salah satu reaksi yang
tidak diinginkan yang terjadi selama pasien menerima obat atau
merupakan reaksi yang merugikan. Efek samping ini tidak selalu
dengan cepat dideteksi atau diketahui selama pasien menggunakan
obat. Efek samping ada yang segera terjadi setelah pasien meminum
obat, contohnya pasien dengan keluhan alergi menggunakan obat
CTM, efek samping dari CTM yaitu mengantuk, efek samping ini
dapat segera dirasakan oleh pasien setelah menggunakan obat CTM,
sehingga pasien yang menggunakan CTM dianjurkan agar tidak
membawa kendaraan. Ada juga efek samping yang reaksinya diketahui
lama setelah obat digunakan contohnya seperti penggunaan obat
Catopril, pemakaian jangka lama dapat menyebabkan efek samping
berupa hipotensi.

II.1.4 Peranan Farmasi Klinik

1. Mengurangi biaya pelayanan kesehatan


Dengan adanya peranan dan keliatan farmasl klinik yang dilakukan
oleh tenaga farmasis di sarana pelayanan keschatan, kegiatan farmasi
klinik menguntungkan bagi pasien terutama dalam menekan atau
mengurangi biaya Pengobatan pasien.
2. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dapat diperoleh dengan
melakukan kegiatan pemantauan resep dan pelaporan efek samping
obat.
3. Menurunkan angka kematian di rumah sakit secara signifikan.
Tujuan dari adanya pelayanan farmasi klinik kepada semua lapisan
masyarakat khususnya pasien dalam hal ini yaitu meningkatkan
kualitas hidup pasien, dengan menerapkan atau menerapkan
pengobatan yang rasional shingga dapat mengurangi atau menurunkan
angka kematian dirumah sakit secara signifikan dikarenakan kesalahan
dari pengobatan.
4. Menurunkan kecepatan kejadian mortalitas di Rumah Sakit sebuat
studi observasional multisenter di USA menunjukkan bahwa kecepatan
kejadian mortalitas di RS menurun dengan meningkatnya tenaga
kesehatan di Rumah sakit seperti farmasis, dokter, perawat, teknik
kedokeran.
5. Meningkatkan efikasi terapi dan menurunkan reaksi dari obat yang
tidak dinginkan/merugikan.
Menurunkan kecepatan kejadian efek samping obat hingga 60%
kejadian efek samping obat dapat dicegah. Adanya pengurangan angka
kejadian efek samping obat yang disebabkan oleh pemakaian obat
menunjukkan bahwa partisipasi farmasis dalam kunjungan ke bangsal
perawatan terutama ICU sangat besar peranannya atau pengaruhnya.

Anda mungkin juga menyukai