Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

RUANG LINGKUP FARMASI KLINIK


Disusun untuk memenuhi Tugas
Mata Kuliah Pengantar Farmasi Klinik
Dosen Pengampu: apt. Heni Purwantiningrum, M.Farm

Disusun Oleh:
Kelompok 1
1. Rahmat Ardiyanto 19080101
2. Hasna Afiyah 19080102
3. Ajeng Ayu N 19080103
4. Shella Majid 19080104
5. M. robith In’amul A 19080105
6. Ria Riyanti 19080107

5D FARMASI

PROGRAM STUDI DIII FARMASI


POLITEKNIK HARAPAN BERSAMA KOTA TEGAL
2021
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………….
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………….
1.1. Latar Belakang…………………………...
…………………………...
1.2. Rumusan
Masalah…………………………………………………….
1.3. Tujuan
Penulisan……………………………………………………...
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………..
2.1. Pengertian Farmasi
Klinik……………………………………………
2.2. Tujuan Farmasi
Klinik………………………………………………..
2.3. Sejarah Farmasi
Klinik……………………………………………….
2.4. Ruang Lingkup Farmasi
Klinik………………………………………
2.5. Aktivitas dan Pelayanan Farmasi
Klinik……………………………..
BAB III PENUTUP……………………………………………………………..
3.1. Kesimpulan…………………………………………………………...
3.2. Saran………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pada fungsi farmasis yang bekerja langsung bersentuhan dengan
pasien. Saat itu farmasi klinik merupakan suatu disiplin ilmu dan profesi
yang relatif baru, di mana munculnya disiplin ini berawal dari
ketidakpuasan atas norma praktek pelayanan kesehatan pada saat itu dan
adanya kebutuhan yang meningkat terhadap tenaga kesehatan
profesional yang memiliki pengetahuan komprehensif mengenai
pengobatan. Gerakan munculnya farmasi klinik dimulai dari University
of Michigan dan Univesity of Kentucky pada tahun 1960-
an(Miller,1981).
Menurut Europe Science Clinical Pharmacy (ESCP), Farmasi
Klinik merupakan pelayanan yang diberikan oleh Apoteker di Rumah
Sakit, apotek, perawatan di rumah, klinik dan di manapun, dimana
terjadi peresepan dan penggunaan obat. Praktek pelayanan Farmasi
Klinik di Indonesia relatif baru berkembang tahun 2000-an, dengan
dimulainya Apoteker yang belajar farmasi klinik di berbagai institusi di
luar negeri. Belum sepenuhnya penerimaan konsep farmasi klinik oleh
tenagakesehatan di Rumah Sakit merupakan salah satu faktor lambatnya
perkembangan pelayanan farmasi klinik di Indonesia. Merupakan
keganjilan jika apoteker yang semula berfungsi menyiapkan obat di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit, kemudian ikut masuk ke bangsal
perawatan dan memantau perkembangan pengobatan pasien, apalagi jika
turut memberikan rekomendasi pengobatan, seperti yang lazim terjadi di
negara maju. Farmasi selama ini terkesan kurang meyakinkan untuk bisa
memainkan peran dalam pengobatan. Hal ini kemungkinan besar
disebabkan oleh sejarah pendidikan farmasi yang bersifat monovalen
dengan muatan sains yang masih cukup besar(sebelum tahun 2001),
sementara pendidikan ke arah klinik masih sangat terbatas, sehingga
menyebabkan farmasis merasa gamang berbicara tentang penyakit dan
pengobatan(Pemenkes,2014).
Dalam farmasi klinik ini, seorang apoteker tidak hanya dituntut
untuk memahami berbagai aspek dari obat-obatan, tapi lebih dari itu
apoteker juga harus mempunyai kompetensi dalam
mengimplementasikan pengetahuannya sesuai kondisi individual dari
masing-masing pasien. Selain itu apoteker juga harus mampu
bekerjasama dengan profesi lain yang ikut menangani pasien, yaitu
dokter dan perawat, sehingga dapat memberikan pelayanan yang
terpadu.

1.2. Rumusan Masalah


a. Apa pengertian Farmasi Klinik?
b. Apa saja tujuan dari Farmasi Klinik?
c. Bagaimana sejarah Farmasi Klinik?
d. Apa saja ruang lingkup dari Farmasi Klinik?
e. Bagaimana aktivitas dan pelayanan Farmasi Klinik?
1.3. Tujuan Penulisan
a. Mengetahui pengertian Farmasi Klinik
b. Mengetahui tujuan dari Farmasi Klinik
c. Mengetahui sejarah Farmasi Klinik
d. Mengetahui ruang linkup dalam Farmasi Klinik
e. Mengetahui bagaimana pelayanan di Farmasi Klinik
BAB II
PEMBAHASAN

1.1. Pengertian Farmasi Klinik


Farmasi klinik didefinisikan sebagai suatu penerapan
pengetahuan obat untuk kepentingan penderita, dengan memperhatikan
kondisi penyakit penderita dan kebutuhannya untuk mengerti terapi
pbatnya, dan pelayanan ini memerlukan hubungan profesional antara
apoteker, penderita, dokter, perawat, dan yang terlibat dalam medis.
Farmasi klinik merupakan ilmu kefarmasian yang relatif baru
berkembang di Indonesia. Istilah farmasi klinik mulai muncul pada
tahun 1960-an di Amerika, yaitu suatu disiplin ilmu farmasi yang
menekankan fungsi farmasis untuk memberikan asuhan
kefarmasian(Pharmaceutical Care) kepada pasien. Bertujuan untuk
meningkatkan outcome pengobatan. Secara filosofis, tujuan farmasi
klinik adalah untuk memaksimalkan efek terapi, meminimalkan resiko,
meminimalkan biaya pengobatan, serta menghormati pilihan pasien.
Clinical Resources and Audit Group(1996) mendefinisikan farmasi
klinik sebagai:
“A dicipline concerned with the application of pharmaceutical
expertise to help maximise drug efficacy and minimize drug toxicity in
individual patient”.
Sedangkan menuurut Siregar(2004) didefisikan sebagai suatu
keahlian khas ilmu kesehatan yang bertanggung jawab untuk
memastikan penggunaan obat yang aman dan seseuai dengan kebutuhan
pasien, melalui penerapan pengetahuan dan berbagai fungsi
terspesialisasi dalam perawatan pasien yang memerlukan pendidikan
khusus dan atau pelatihan yang terstuktur. kesimpulannya, farmasi
klinik merupakan suatu disiplin ilmu kesehatan di mana farmasis
memberikan asuhan("care“ bukan hanya jasa pelayanan klinis) kepada
pasien dengan tujuan untuk mengoptimalkan terapi obat dan
mempromosikan kesehatan, wellness dan provensi penyakit.
1.2. Tujuan Farmasi Klinik
1. Memaksimalkan efek terapeutik, meliputi:
 Ketepatan indikasi
 Ketepatan pemilihan obat
 Ketepatan pengaturan dosis sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi pasien
 Evaluasi terapi
2. Meminimalkan resiko:
 Memastikan resiko sekecil mungkin bagi pasien
 Meminmalkan masalah ketidak”aman”an pemakaina
obat, meliputi ESO, dosis, interaksi dan kontraindikasi
3. Meminimalkan biaya:
 Jenis obat yang dipilih adalah yang paling efektif dalam
hal biaya dan rasionalitas
 Terjangkau oleh kemampuan pasien atau rumah sakit
4. Menghormati pilihan pasien:
 Keterlibatan pasien dalam proses pengobatan akan
menentukan keberhasilan terapi
 Hak pasien harus diakui dan diterima semua pihak
1.3. Sejarah Farmasi Klinik
Secara historis, perubahan-perubahan dalam profesi kefarmasian di
Inggris, khususnya dalam abad ke-20, dapat dibagai dalam periode atau
tahap:
a) Periode/tahap tradisional
Dalam periode tradisional ini, fungsi farmasis yaitu
menyediakan, membuat, dan mendistribusikan produk yang
berkhasiat obat. Tenaga farmasi sangat dibutuhkan di apotek
sebagai peracik obat. Periode ini mulai goyah saat terjadi
revolusi indutri dimana terjadi perkembangan pesat di bidang
industri tidak terkecuali industri farmasi. Ketika itu sediaan obat
jadi dibuat oleh industri farmasi dalam jumlah besar-besaran.
Dengan beralihnya sebagian besar pembuatan obat oleh industri
maka fungsi dan tugas farmasis berubah. Dalam pelayanan resep
dokter, farmasis tidak lagi tidak banyak berperan dalam
peracikan obat karena obat yang tertulis di resep sudah bentuk
obat jadi yang tinggal diserahkan kepada pasien. Dengan
demikian peran profesi kefarmasian makin menyempit.
b) Tahap Transisional (1960-1970) Tahap Transisional (1960-1970)
Perkembangan-perkembangan dan kecenderungan tahun
1960-an/1970-an
 Ilmu kedokteran cenderung semakin spesialistis
Kemajuan dalam ilmu kedokteran yang pesat, khusunya
dalam bidang farmakologi dan banyaknya macam obat
yang mulai membanjiri dunia menyebabkan para dokter
merasa ketinggalan dalam ilmunya. Selain ini kemajuan
dalam ilmu diagnosa, aalat-alat diagnosa baru serta
penyakit-penyakit yang baru muncul (atau yangbaru
dapat didefinisikan) membingungkan para dokter. Satu
profesi tiadak dapat lagi menangani semua pengetahuan
yang berkembang dengan pesat.
 Obat-obat baru yang efektif secara terapeutik
berkembang pesat sekali dalam dekade-dekade tersebut.
Akan tetapi keuntungan dari segi terapi ini membawa
masalah-masalah tersendiri dengan meningkatnya pula
masalah baru yang menyangkut obat; antara lain efek
samping obat, teratogenesis, interaksi obat-obat, interaksi
obat-makanan, dan interaksi obat-uji laboratorium.
 Meningkatnya biaya kesehatan sektor publik amtara lain
disebabkan oleh penggunaan teknologi canggih yang
mahal, meningkatnya permintaan pelayanan kesehatan
secara kualitatif maupun kuantitatif, serta meningkatnya
jumlah penduduk lansia dalam struktur demografi di
negara-negara maju, seperti Inggris. Karena tekanan
biaya kesehatan yang semakin mahal, pemerintah
melakuakn berbagai kebijakan untuk meningkatkan
efektifitas biaya (cost-effectiveness), termasuk dalam hal
belanja obat (drugs expenditure).
 Tuntunan masyarakat untuk pelayanan medis dan farmasi
yang bermutu tinggi disertai tuntunan
pertanggungjawaban peran para dokter dan farmasis,
sampai gugatan atas setiap kekurangan atau kesalahan
pengobatan.Kecenderungan-kecenderungan tersebut
terjadi secara paralel dengan perubahan peranan farmasis
yang semakin sempit. Banyak orang mempertanyakan
peranan farmasis yang overtrained dan underutilised,
yaitu pendidikan yang tinggi akan tetapi tidak
dimanfaatkan sesuai dengan pendidikan mereka. Situasi
ini memunculkan perkembangan farmasi bangsal (ward
pharmacy) atau farmasi klinis (clinical pharmacy).
Farmasi klinis lahir pada tahun 1960-an di
Amerika Serikat dan Inggris dalam periode transisi ini.
Masa transisi ini adalah masa perubahan yang cepat dari
perkembangan fungsi dan peningkatan jenis-jenis
pelayanan profesional yang dilakukan oleh bebrapa
perintis dan sifatnya masih individual. Yang paling
menonjol adalah kehadiran farmasis di ruang rawat
rumah sakit, meskipun masukan mereka masih terbatas.
Banyak farmasis mulai mengembangkan fungsi-fungsi
baru dan mencoba menerapkannya. Akan tetapi
tampaknya, perkembangannya masih cukup lambat.
Diantara para dokter, farmasis dan perawat, ada yang
mendukung, tetapi adapula yang menolaknya.
c) Tahap Masa Kini Tahap Masa Kini
Pada periode ini mulai terjadi pergeseran paradigma yang
semula pelayanan farmasi berorientasi pada produk, beralih ke
pelayanan farmasi yang berorientasi lebih pada pasien. Farmasis
ditekankan pada kemampuan memberian pelayanan pengobatan
rasional. Terjadi perubahan yang mencolok pada praktek
kefarmasian khususnya di rumah sakit, yaitu dengan ikut
sertanya tenaga farmasi di bangsal dan terlibat langsung dalam
pengobatan pasien. 
Karakteristik pelayanan farmasi klinik di rumah sakit adalah :
 Berorientasi kepada pasien
 Terlibat langsung di ruang perawatan di rumah sakit
(bangsal)
  Bersifat pasif, dengan melakukan intervensi setelah
pengobatan dimulai dan memberi informasi bila
diperlukan
 Bersifat aktif, dengan memberi  masukan kepada dokter
sebelum pengobatan dimulai, atau menerbitkan buletin
informasi obat atau pengobatan
 Bertanggung jawab atas semua saran atau tindakan yang
dilakukan
 Menjadi mitra dan pendamping dokter.Dalam sistem
pelayanan kesehatan  pada konteks farmasi klinik,
farmasis adalah ahli pengobatan dalam terapi. Mereka
bertugas melakukan evalusi pengobatan dan memberikan
rekomendasi pengobatan, baik kepada pasien maupun
tenaga kesehatan lain. Farmasis merupakan sumber
utama informasi ilmiah terkait dengan penggunaan obat
yang aman, tepat dan cost effective.
d)  Tahap Masa Depan Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical
Care)  Tahap Masa Depan Pelayanan Kefarmasian
(Pharmaceutical Care)
Gagasan ini masih dalam proses perkembangan.
Diberikan disini untuk perluasan wawasan karena kita akan
sering mendengar konsep ini. Pelayanan kefarmasiaan
(Pharmaceutical Care) didefinisikan oleh Cipolle, Strand, dan
Morley (1998) sebagai: “A practice in which the practitioner
takes responsibility for a patient’s drug therapy needs, and is
held accountable for this commitment”. Dalam prakteknya,
tanggung jawab terapi obat diwujudkan pada pencapaian hasil
positif bagi pasien.
Proses pelayanan kefarmasian dapat dibagi menjadi tiga
komponen, yaitu;
 Penilaian (assessment): untuk menjamin bahwa semua
terapi obat yang diiberikan kepada pasien terindikasikan,
berkasiat, aman dan sesuai serta untuk mengidentifikasi
setiap masalah terapi obat yang muncul, atau memerlikan
pencegahan dini.
 Pengembangan perencanaan perawatan (Development of
a Care Plan): secara bersama – sama, pasien dan praktisi
membuat suatu perencanaan untuk menyelesaikan dan
mencegah masalah terapi obat dan untuk mencapai tujuan
terapi. Tujuan ini (dan intervensi) didesain untuk:
a. Menyelesaikan setiap masalah terapi yang muncul
b. Mencapai tujuan terapi individual
c. Mencegah masalah terapi obat yang potensial terjadi kemudian
 Evaluasi: mencatat hasil terapi, untuk mengkaji
perkembangan dalam pencapaian tujuan terapi dan
menilai kembali munculnya masalah baru.
Ketiga tahap proses ini terjadi secara terus – menerus
bagi seorang pasien. Konsep perencanaan pelayanan
kefarmasian telah dirangkai oleh banyak praktisi farmasi
klinis. Meskipun definisi pelayanan kefarmasian telah
diterapkan secara berbeda dalam negara yang berbeda,
gagasan dasar  adalah farmasis bertanggungjawab
terhadap hasil penggunaan obat oleh/untuk pasien sama
seperti seorang dokter atau perawat bertanggungjawab
terhadap pelayanan medis dan keperawatan yang mereka
berikan. Dengan kata lain, praktek ini berorientasi pada
pelayanan yang terpusat kepada pasien dan
tanggungjawab farmasis terhadap morbiditas dan
mortalitas yang berkaitan dengan obat.
1.4. Ruang Lingkup Farmasi Klinik
1. Pelayanan Informasi Obat
Informasi obat adalah suatu pengetahuan atau data yang
terdokumentasi yang disebarkan secara ilmiah dan obyektif yang
mencakup:
- Farmakologi
- Toksikologi
- Indikasi obat
- Nama kimia, struktur dan sifat-sifatnya
- Mekanisme kerja, waktu onset dan durasi kerja
- Dosis yang direkomendasikan
- Jadwal pemberian, cara pemberian
- Absorpsi, metabolisme, detoksifikasi, ekskresi
- Efek samping, kontraindikasi, interaksi
2. Pelayanan Pendidikan/Konseling Penderita
Pelayanan konseling adalah pemberian nasehat atau saran
tentang hal-hal yang berkaitan dengan terapi obat kepada
penderita atau kepada anggota tim kesehatan lainnya.
3. Pemantauan dan Pelaporan Reaksi Obat yang merugikan:
- Reaksi Obat Merugikan(ROM) menurut WHO adalah setiap
respon tubuh terhadap obat yang berbahaya dan atau tidak
diharapkan dan muncul pada dosis terapi dan digunakan pada
manusia untuk keperluan pencegahan, terapi diagnostik dan
untuk mengubah atau memodifikasi fisiologi tubuh.
- Pemantauan ROM adalah kegiatan pemantauan setiap respon
terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang
terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia
untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi.
Kegiatan Monitoring ESO, meliputi:
- Menganalisa laporan efek samping obat
- Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai
resiko tinggi mengalami efek samping obat
- Mengisi formulir efek samping obat
- Melaporkan ke panitia Efek Samping Obat Nasional
4. Partisipasi dalam Evaluasi dan Pemantauan Terapi Obat
- Pemantauan terapi obat adalah proses yang menjamin bahwa
penderita mendapat pengobatan dengan biaya yang rendah,
obat yang berkhasiat dan mendapat manfaat yang maksimal
dengan efek samping yang minimal
- Penerapan prinsip farmakokinetika obat seperti absorpsi,
distribusi, metabolisme, dan ekskresi termasuk sifat
fisikokimia obat dalammenyeleksi dosis dan interval dosis
yang tepat pada pengobatan untuk pengobatan penderita
secara individu.
Pemantauan terapi obat yang dilakukan mencakup:
- Kesesuaian terapi dengan regimen obat
- Duplikasi terapi dalam regimen obat
- Kesesuaian rute dan metode pemberian
- Tingkat pemenuhan regimen obat
- Interaksi obat = mengevaluasi efektifitas terapi/mengatasi
ESO
- Toksisitas atau efek yang merugikan
- Adanya gejala fisik/klinik yang sesuai dengan terapi obat
pada penderita
- Memeriksa kadar obat dengan indeks terapi sempit atas
permintaan dokter
5. Pencatatan Pengobatan Penderita dan Profil Pengobatan
Penderita:
- Sejarah pengobatan adalah rekaman yang ringkas tetapi
lengkap mengenai terapi pengobatan yang meliputi obat
resep dan obat bebas yang digunakan pada masa lalu dan
sekarang
- Profil pengobatan penderita adalah rekaman yang berisi
informasi mengenai terapi obat yang digunakan penderita
selama di rumah sakit
6. Memberi Saran Kepada Direktur Rumah Sakit dan Dokter
- Berpartisipasi dalam Komite Farmasi dan Terapi
- Aktif dalam penyusunan Formularium
- Merasionalkan penggunaan obat
- Ikut menyusun kebijakan penulisan resep(protokol/pedoman
pengobatan)
- Memberi informasi tentang pemakaian obat secara finansial
- Membuat kajian obat-obat baru
- Ikut aktif dalam pengendalian infeksi=Penyusunan Pedoman
Penggunaan Antibiotika
1.5. Aktivitas dan Pelayanan Farmasi Klinik
a. Pemantauan dan pemeriksaan peresepan
b. Menayakan riwayat pemakaian obat saat pasien masuk rumah
sakit
c. Mewawancara pasien
d. Mencermati penyiapan dan penyimpanan obat
e. Memeriksa ketepatan penggunaan obat
f. Menilai kesesuaian bentuk sediaan obat yang digunakan
g. Membuat penilaian terapeutik
h. Mengidentifikasi pasien dan faktor resiko medikasi
i. Memeriksa kesesuaian obat dan ketepatan dosis obat yang
dipergunakan memberikan informasi obat
j. Memantau terapi obat
k. Mengkonsultasi pasien
l. Mengelola rekam medis
m. Menerapkan kebijakan dan pedoman peresepan
n. Membantu memformulasikan dan menerapkan kebijakan
peresepan
o. Terlibat dalam penelitian dan uji coba

Pelayanan Farmasi Klinik:


a. Konseling
b. Monitoring ESO
c. Pencampuran obat suntik secara aseptis
d. Analisa efektivitas biaya
e. Penentuan kadar obat dalam darah
f. Penanganan obat sitostatika
g. TPN(Total Parenteral Nutrisi)
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Farmasi klinik merupakan ilmu kefarmasian yang relatif baru
berkembang di Indonesia. Istilah farmasi klinik mulai muncul pada
tahun 1960-an di Amerika, yaitu suatu disiplin ilmu farmasi yang
menekankan fungsi farmasis untuk memberikan asuhan
kefarmasian(Pharmaceutical Care) kepada pasien. Bertujuan untuk
meningkatkan outcome pengobatan. Secara filosofis, tujuan farmasi
klinik adalah untuk memaksimalkan efek terapi, meminimalkan resiko,
meminimalkan biaya pengobatan, serta menghormati pilihan pasien.
Tujuan dari Farmasi Klinik yaitu: memaksimalkan efek
terapeutik, meminimalkan resiko, meminimalkan biaya, menghormati
pilihan pasien. Perkembangan Farmasi Klinik dibagi menjadi 4 tahap,
yaitu: periode tradisional, periode transisional, periode farmasi
klinis(masa kini) dan periode Pharmaceutical Care(masa depan). Ruang
lingkup farmasi klinik mencakup pelayanan informasi obat, pelayanan
pendidikan/konseling penderita, pemantauan dan pelaporan reaksi obat
yang merugikan, partisipasi dalam evaluasi dan pemantauan terapi obat,
pencatatan pengobatan penderita dan profil pengobatan penderita,
memberi saran kepada direktur rumah sakit dan dokter.
Aktivitas Farmasi Klinik meliputi: pemantauan dan pemeriksaan
peresepan, menayakan riwayat pemakaian obat saat pasien masuk rumah
sakit, mewawancara pasien, mencermati penyiapan dan penyimpanan
obat, memeriksa ketepatan penggunaan obat. dan pelayanannya
meliputi: konseling monitoring eso, pencampuran obat suntik secara
aseptis, analisa efektivitas biaya, penentuan kadar obat dalam darah,
penanganan obat sitostatika, tpn(total parenteral nutrisi).
3.2. Saran
Pada umumnya apoteker sekarang masih kurang peduli dalam
memberikan penyuluhan atau pemahaman terhadap pasien mengenai
obat, tata cara penggunaan dan indikasi obat. Dalam prakteknya,
apoteker hanya melayani resep obat kemudian menyerahkannya kepada
pasien, padahal tujuan utama tugas apoteker bukan hanya itu. Apoteker
wajib memberikan pemahaman atau penyuluhan mengenai obat yang
telahapoteker berikan kepada pasiennya. Karenaitulah Apoteker harus
memiliki rasa peduli kepada pasiennya.

DAFTAR PUSTAKA

S P, Firman. 2017. “SEJARAH FARMASI KLINIK”


https://sidfirman82.blogspot.com/2017/07/sejarah-farmasi-klinik-pengertian-
dan.html?m=1. Diakses 28 September 2021.

Slideshare.net. 2015. “Pengantar Farmasi Klinik”


https://www.slideshare.net/ChafaNick/pengantar-farmasi-klinik. Diakses 28
September 2021.

Anda mungkin juga menyukai