DI SUSUN OLEH :
NIM : 51603070
1
DAFTAR ISI
- SAMPUL ............................................................................................. 1
- BAB I PENDAHULUAN
- Bab II Pembahasan
Penggunaan Obat........................................................................ 13
Kesimpulan ....................................................................................... 15
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-
Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul Makalah ini berisikan tentang "Praktik
Farmasi Klinis Dalam Penggunaan Obat" Diharapkan Makalah ini dapat memberikan
informasi kepada kita semua. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah
SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
BAB I
PENDAHULUAN
3
konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker/asisten apoteker sebagai tenaga farmasi
dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat berinteraksi
langsung dengan pasien.
Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sumber daya (SDM, sarana prasarana,
sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta administrasi) dan pelayanan farmasi klinik
(penerimaan resep, peracikan obat, penyerahan obat, informasi obat dan
pencatatan/penyimpanan resep) dengan memanfaatkan tenaga, dana, prasarana, sarana dan
metode tatalaksana yang sesuai dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan.
Di kalangan farmasis mulai ada panggilan untuk meningkatkan peranannya dalam
pelayanan kesehatan, sehingga munculah konsep pharmaceutical care . Konsep pelayanan
kefarmasian (pharmaceutical care) merupakan pelayanan yang dibutuhkan dan diterima
pasien untuk menjamin keamanan dan penggunaan obat yang rasional, baik sebelum,
selama, maupun sesudah penggunaan obat.
Keinginan yang kuat untuk mengembalikan peran seorang farmasis di dunia
kesehatan membuat pelayanan kefarmasian berkembang menjadi farmasis klinik (clinical
pharmacist). Clinical pharmacist merupakan istilah untuk farmasis yang menjalankan
praktik kefarmasian di klinik atau di rumah sakit. Keberadaan praktik profesional dari
farmasis ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk
menggantikan peranan dokter, tetapi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan
pelayanan kesehatan terkait adanya peresepan ganda untuk satu orang pasien, banyaknya
obat-obat baru yang bermunculan, kebutuhan akan informasi obat, angka kesakitan dan
kematian yang terkait dengan penggunaan obat serta tingginya pengeluaran pasien untuk
biaya kesehatan akibat penggunaan obat yang tidak tepat.
Ruang lingkup dalam pelayanan farmasi harus dilaksanakan dalam kerangka sistem
pelayanan kesehatan yang berorientasi pada pasien. Ruang lingkup pelayanan farmasi
tersebut meliputi tanggung jawab farmasis dalam menjamin ketersediaan obat dan alat
kesehatan, menjamin kualitas obat yang diberikan aman dan efektif dengan memperhatikan
keunikan individu, menjamin pengguna obat atau alat kesehatan dapat menggunakan dengan
cara yang paling baik, dan bersama dengan tenaga kesehatan lain bertanggungjawab dalam
menghasilkan therapeutic outcomes yang optimal.
4
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah
Pelayanan Kefarmasian di Klinik dan untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari
meluasnya pembahasan, maka dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada :
1. Pengertian pelayanan kefarmasian di klinik
2. Tujuan pelayanan farmasi
3. Tahap-tahap pelayanan farmasi dalam Penggunaan obat
4. Karakteristik praktek pelayanan farmasi dalam penggunaan obat
a. Bab I pasal 1
Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
b. Bab V pasal 42
Pekerjaan kefarmasian harus dilakukan dalam rangka menjaga mutu sediaan
farmasi yang beredar.
c. Bab VI pasal 63
5
Pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi dan pelayanan
sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan untuk itu.
d. Bab X pasal 82
Barangsiapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja melakukan
pekerjaan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam pasal 63 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp
100.000.000 (seratus juta rupiah).
1.2.5 Kepmenkes No. 125/Kab/B VII/th 1971 tentang Wajib Daftar Obat
Melakukan konseling
MESO
Pencampuran obat suntik secara aseptis
Menganalisis efektivitas biaya
Penentuan kadar obat dalam darah
Penanganan obat sitostatika
Penyiapan Total Parenteral Nutrisi
Pemantauan penggunaan obat
Pengkajian penggunaan obat
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN
Pengertian Pelayanan Farmasi di Klinik adalah Semua kegiatan pelayanan kefarmasian yang
dilakukan oleh Farmasis di klinik yang berorientasi kepada pasien (patient oriented). Selain itu,
pelayanan farmasi juga bisa disebut dengan semua pelayanan yang diberikan oleh farmasis
dalam usaha meningkatkan pengobatan rasional yang aman, tepat dan ekonomis
Ph care is the responsible provision of pharmaco-therapy for the purpose of achieve definite
outcomes that improve or maintain a patient’s quality of life. It is a collaborative process that
aims to prevent or identify and solve medicinal product and health related problems. This is a
continous quality improvement process for the use of medicinal products.
Menurut ESCP, farmasi klinik merupakan pelayanan yang diberikan oleh apoteker di RS,
apotek, perawatan di rumah, klinik, dan di manapun, dimana terjadi peresepan dan penggunaan
obat. Adapun tujuan secara menyeluruh aktivitas farmasi klinik adalah meningkatkan
penggunaan obat yang tepat dan rasional, dan hal ini berarti:
7
Memaksimalkan efek pengobatan yaitu penggunaan obat yang paling efektif untuk setiap
kondisi tertentu pasien.
Meminimalkan risiko terjadinya adverse effect, yaitu dengan cara memantau terapi dan
kepatuhan pasien terhadap terapi.
Meminimalkan biaya pengobatan yang harus dikeluarkan oleh pasien atau pemerintah
(ESCP, 2009).
Orientasi pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser lebih ke arah pelayanan kefarmasian
klinik (Pharmaceutical Care), yaitu bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi
apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
2.2. TUJUAN
Tujuan Pelayanan Farmasi di Klinik adalah mendukung penggunaan obat & perbekalan
kesehatan yang rasional, dengan cara :
A. Sebelum peresepan
Uji klinis
Uji klinis adalah suatu pengujian penyakit pada pasien yang dilakukan oleh dokter.
8
Formulasi
Formulasi adalah campuran bahan aktif dengan bahan lainnya yang mempunyai daya
kerja dalam sutu obat
Pelayanan Informasi obat
Pelayanan Informasi obat harus benar, jelas, mudah dimengerti, akurat, tidak bias,
etis, bijaksana dan terkini sangat diperlukan dalam upaya penggunaan obat yang
rasional oleh pasien. Sumber informasi obat adalah Buku Farmakope Indonesia,
Informasi Spesialite Obat Indonesia (ISO), Informasi Obat Nasional Indonesia (IONI),
Farmakologi dan Terapi, serta buku-buku lainnya. Informasi obat juga dapat diperoleh
dari setiap kemasan atau brosur obat yang berisi :
a. Waktu penggunaan obat, misalnya berapa kali obat digunakan dalam sehari, apakah di
waktu pagi, siang, sore, atau malam. Dalam hal ini termasuk apakah obat diminum
sebelum atau sesudah makan.
b. Lama penggunaan obat, apakah selama keluhan masih ada atau harus dihabiskan
meskipun sudah terasa sembuh. Obat antibiotika harus dihabiskan untuk mencegah
timbulnya resistensi.
c. Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan keberhasilan pengobatan. Oleh
karena itu pasien harus mendapat penjelasan mengenai cara penggunaan obat yang benar
terutama untuk sediaan farmasi tertentu seperti obat oral obat tetes mata, salep mata, obat
tetes hidung, obat semprot hidung, tetes telinga, suppositoria dan krim/salep rektal dan
tablet vagina.
9
B. Selama peresepan
Konseling
Pelayanan Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada
apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan
perundangan yang berlaku.Pelayanan resep adalah proses kegiatan yang meliputi aspek
teknis dan non teknis yang harus dikerjakan mulai dari penerimaan resep, peracikan obat
sampai dengan penyerahan obat kepada pasien. Pelayanan resep dilakukan sebagai berikut :
Penerimaan Resep
Setelah menerima resep dari pasien, dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Pemeriksaan kelengkapan administratif resep, yaitu : nama dokter, nomor surat izin
praktek (SIP), alamat praktek dokter, paraf dokter, tanggal, penulisan resep, nama
obat, jumlah obat, cara penggunaan, nama pasien, umur pasien, dan jenis kelamin
pasien.
b. Pemeriksaan kesesuaian farmasetik, yaitu bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
cara dan lama penggunaan obat.
c. Pertimbangkan klinik, seperti alergi, efek samping, interaksi dan kesesuaian dosis.
d. Konsultasikan dengan dokter apabila ditemukan keraguan pada resep atau obatnya
tidak tersedia
C. Sesudah peresepan
Konseling
Konseling adalah suatu proses untuk membantu individu mengatasi hambatan-hambatan
perkembangan dirinya dan untuk mencapai perkembangan yang optimal
Penyiapan formulasi kepada pasien
Peracikan Obat
Setelah memeriksa resep, dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Pengambilan obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan menggunakan alat, dengan
memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik obat.
10
b. Peracikan obat.
c. Pemberian etiket warna putih untuk obat dalam/oral dan etiket warna biru untuk obat
luar, serta menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan obat dalam bentuk
larutan.
d. Memasukkan obat ke dalam wadah yang sesuai dan terpisah untuk obat yang berbeda
untuk menjaga mutu obat dan penggunaan yang salah.
Penyerahan Obat
Setelah peracikan obat, dilakukan hal-hal sebagai berikut :
11
Bertanggung jawab terhadap setiap saran atau tindakan yang dilakukan
Menjadi mitra dan pendamping dokter
12
Kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan tenaga kesehatan yang lain
untuk mendukung terapi obat yang rasional dan efektif
Masalah pelayanan kefarmasian yang terkait dalam obat .Semua masalah yang terkait dengan
pengobatan yang dapat menyebabkan pengobatan menjadi tidak optimal, bahkan dapat
menyebabkan kejadian yang merugikan bagi pasien.
Interaksi obat
BAB III
KESIMPULAN
Pengertian Pelayanan Farmasi di Klinik adalah Semua kegiatan pelayanan kefarmasian yang
dilakukan oleh Farmasis di klinik yang berorientasi kepada pasien (patient oriented) dengan
bekerja sama dengan dokter dan atau tenaga medis yang lain sesuai dengan konsep pelayanan
kefarmasian (pharmaceutical care) sehingga dapat memberikan pelayanan yang dibutuhkan dan
diterima pasien
dalam hal kefarmasian untuk menjamin keamanan dan penggunaan obat yang rasional, baik
sebelum, selama, maupun sesudah penggunaan obat. Tahap-tahap pelayanan kefarmasian serta
karakteristiknya hampir sama seperti pada pelayanan kefarmasian di medical center yang lainnya
yakni rumah sakit dan puskesmas. Tahap-tahapnya antara lain yang dilakukan sebelum
peresepan adalah Sebelum peresepan adalah Uji klinis, Formulasi dan Pelayanan Informasi obat,
kegiatan selama peresepan antara lain Konseling, pelayanan resep, dan penerimaan resep, dan
setelah peresepan adalah Konseling, Penyiapan formulasi kepada pasien, Peracikan Obat,
Penyerahan Obat, Evaluasi penggunaan obat, Memantau efek terapi, dan Studi farmakoekonomi,
sehingga dapat tercapai tujuan pelayanan kefarmasian yaitu mendukung penggunaan obat dan
perbekalan kesehatan yang rasional, aman, tepat dan ekonomis.
13
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Referensi..
Aslam M, Tan, CK dan Prayitno, A., 2003, Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy), PT Elex Media
Jakarta
Herfindal, ET., Gourley, DR.,2000, Textbook of Therapeutic Drug and Disease Management,
W&W Publ., Philadelphia
Hughes, J., Donelly R., Chatgilton, JG., 1998, Clinical Pharmacy : A Practical Approach, The
SHPAus, Sidney
Jones, WN., Campbell S., 1993, Designing and Recomending Pharmacist Care Plan, Clinical
Skill Program, ASHPh
14
Ikawati, Zullies. 2010. Pelayanan Farmasi Klinik pada Era Genomik: Sebuah Tantangnan dan
Departemen Kesehatan RI, 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor No
436/ MenKes/SK/VI/1993 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
15