Anda di halaman 1dari 9

COMPUTER AIDED DRUG DESIGN – CADD

(PERANCANGAN OBAT BERBANTUAN KOMPUTASI)

Proses penemuan dan mendesan obat baru merupakan proses yang panjang dan
kompleks yang dapat memakan waktu bertahun-tahun dan biaya tinggi sebelum sampai di
tangan konsumen. Diperkirakan bahwa siklus penemuan obat, dari identifikasi lead hingga uji
klinis dapat memakan waktu lebih dari 14 tahun.

Siklus tahapan dari penemuan dan pengembangan obat rasional modern

Hal ini menjadi tantangan bagi peneliti dalam strategi dan upaya ekonomis dalam
penemuan obat. Ini adalah mengapa pemanfaatan metode kimia komputasi dikembangkan.
Sebuah teknologi yang muncul, Computer Aided Drug Design (CADD) mempercepat
pengembangan obat dengan memanfaatkan informasi dari obat dan penyakit yang ada,
dikombinasikan dengan input antar-disiplin dari bidang lain. Teknologi ini secara luas
menggunakan model matematika dan alat simulasi berdasarkan evaluasi risiko potensial dari
keamanan obat dan desain ekperimen dari uji-uji yang baru. IUPAC memberikan pengertian
kimia komputasi sebagai disiplin ilmu yang menggunakan metode matematika untuk
menghitung sifat molekuler atau untuk menstimulasi kelakuan sistem molekuler.
Dalam CADD, perangkat komputasi dan perangkat lunak digunakan untuk
mensimulasikan interaksi reseptor obat. Ekspansi cepat di bidang ini dimungkinkan oleh
kemajuan daya komputasi dan kecanggihan perangkat lunak dan perangkat keras, identifikasi
target molekuler, dan peningkatan database struktur protein target yang tersedia untuk umum.
Perancangan CADD atau in silico digunakan untuk mempercepat dan memudahkan
identifikasi hit (kandidat obat aktif), seleksi hit-to-lead (kemungkinan kandidat untuk
evaluasi lebih lanjut), mengoptimalkan leads yaitu mengubah senyawa yang aktif secara
biologis menjadi obat yang sesuai dengan meningkatkan sifat fisikokimia, farmasetik,
ADMET (absorpsi, distribusi, metabolisme, ekskresi, profil toksisitas)/PK (farmakokinetik),
dan menghidari masalah keamanan efek samping obat. Tujuan CADD adalah untuk

1
mengidentifikasi dan merancang molekul kecil yang memiliki efek terapi klinik yang effisien
dan efektif. Dasar teoritis CADD melibatkan mekanika kuantum dan studi pemodelan
molekul seperti desain obat berbasis struktur; desain obat berbasis ligan; pencarian basis data
dan prediksi afinitas yang mengikat.
Ketika target dipilih untuk desain lead compounds baru, tiga situasi berbeda yang
dapat dihadapi mengenai sejumlah informasi sistem/keadaan yang tersedia:
1) struktur reseptor target sudah diketahui dan konformasi bioaktif dari ligan tidak diketahui.
2) hanya konformasi bioaktif dari ligan yang diketahui.
3) struktur target dan konformasi bioaktif dari ligan tidak diketahui.
Sebagian besar obat memberikan efeknya melalui interaksi dengan makromolekul
spesifik dalam tubuh. Banyak dari target obat makromolekul ini adalah protein. Protein
adalah rantai polimer panjang dari residu asam amino yang dapat diulang dan dilipat untuk
menghasilkan alur, rongga, dan celah yang merupakan tempat yang ideal untuk interaksi
dengan molekul besar atau kecil. Obat lain memberikan efeknya dengan berinteraksi dengan
kelas makromolekul berbeda yang disebut asam nukleat, yang terdiri dari rantai panjang
residu nukleotida. Contohnya: model obat molekul kecil (daunomycin) yang berinteraksi
dengan target asam nukleat.
Beberapa obat berinteraksi dengan target dapat berupa interaksi kovalen dan interaksi
nonkovalen yang bertanggung jawab untuk afinitas antara obat dan target. Klasifikasi utama
dari gaya tarik nonkovalen adalah interaksi ionik, interaksi ion-dipol, interaksi dipol-dipol,
ikatan hidrogen, kompleks transfer muatan, interaksi hidrofobik, interaksi kation-p, ikatan
halogen, dan gaya van der Waals. Misalnya, muatan yang bermuatan negatif pada obat akan
tertarik ke residu bermuatan positif pada target, atau cincin fenil pada obat akan tertarik ke
rantai samping hidrofobik dari asam amino seperti fenilalanin, leusin, valin, dan lain-lain.
Contoh gambar yang menunjukkan secara skematis beberapa interaksi nonkovalen dari
zanamivir (Relenza) dengan targetnya, neuraminidase, enzim yang sangat penting dalam
siklus reproduksi virus influenza.

2
Gambar di atas mengilustrasikan bagaimana beberapa interaksi nonkovalen dapat bergabung
untuk menghasilkan afinitas obat yang tinggi untuk target. Interaksi non-kovalen yang
penting untuk interaksi target obat dibahas lebih lanjut.
Protein tertentu sebagai target obat karena peran yang dimainkannya dalam tubuh:

Reseptor adalah protein yang fungsinya untuk berinteraksi dengan ("menerima")


molekul lain (ligan reseptor), sehingga mendorong reseptor untuk melakukan beberapa
tindakan lebih lanjut. Banyak reseptor berperan menerjemahkan sinyal dari luar sel untuk
dihantarkan beraksi di dalam sel. Menggambarkan protein reseptor pada membran sel. Ligan
reseptor berikatan dengan daerah protein yang berada di luar sel, menyebabkan perubahan
pada daerah protein yang ada di dalam sel, sehingga memicu peristiwa intraseluler lebih
lanjut (peristiwa di dalam sel). Bergantung pada penyakitnya, mungkin diinginkan untuk
merancang obat yang mempromosikan pemicu ini (agonis reseptor) atau memblokirnya
(antagonis reseptor). Dasar kimia organik untuk desain dan aksi obat-obatan yang
mempromosikan atau menghambat aksi reseptor dibahas lebih rinci.
Protein lain bertindak sebagai transporter. Protein ini juga menjangkau selaput sel, di
mana perannya adalah untuk membawa atau mengangkut molekul atau ion dari satu sisi sel
ke sisi lainnya. Contoh obat yang memodulasi tindakan transporter dibahas lebih lanjut.
Enzim adalah kelas protein lain yang berfungsi sebagai target obat yang sangat
penting. Nama resmi suatu enzim biasanya berakhir dengan akhiran “-ase”. Enzim adalah
katalis biologis yang memfasilitasi konversi satu atau lebih reaktan (substrat) menjadi satu
produk baru atau lebih. Sebagai contoh, enzim asetilkolinesterase mengkatalisasi pemecahan
asetilkolin neurotransmitter rangsang, yang penting untuk pembelajaran dan memori (salah
satunya).

Reaksi pemecahan asetilkolin yang dikatalisis oleh enzyme acetylcholinesterase

Pemecahan asetilkolin oleh asetilkolinesterase ini adalah mekanisme dimana efek asetilkolin
dimatikan oleh tubuh. Obat yang menghambat enzim ini akan memperpanjang kerja

3
asetilkolin. Jadi, misalnya, inhibitor asetilkolinesterase seperti rivastigmine (Exelon) yang
telah digunakan untuk pengobatan gejala penyakit Alzheimer. Contoh target obat lainnya
adalah HMGCoA reductase, suatu enzim dalam jalur biosintesis kolesterol.

Peran enzyme HMG-CoA reductase dalam biosintesis kolesterol

Inhibitor enzim ini berfungsi untuk mengurangi produksi kolesterol dan, oleh karena itu, obat
diperlukan bagi pasien dengan kolesterol berlebih dalam aliran darahnya. Contoh-contoh
tersebut meliputi penghambatan enzim merupakan strategi untuk mempromosikan aksi dari
asetilkolin (dengan mencegah pemecahannya) atau penghambatan enzim merupakan strategi
untuk aksi kolesterol dengan menghambat biosintesisnya. Contoh lebih lanjut dari kimia
organik dari desain dan aksi penghambat enzim dibahas lebih lanjut.
Asam nukleat, misalnya, DNA, memiliki peran penting dalam replikasi sel, dan obat-
obatan yang berikatan dengan DNA dapat mengganggu fungsi ini. Mekanisme ini
bertanggung jawab atas aksi beberapa obat antikanker dan anti-infeksi yang masing-masing
mengganggu replikasi sel kanker dan organisme menular. Dasar kimia organik untuk desain
dan aksi obat yang mengganggu fungsi asam nukleat dibahas lebih lanjut.
Ada dua pendekatan utama dalam CADD:
1. Desain obat berbasis ligan (Ligand Based Drug Design – LBDD)
2. Desain obat berbasis struktur (Structure Based Drug Design – SBDD)

4
Beberapa metode komputasi

LIGAND BASED DRUG DESIGN – LBDD


LBDD yaitu rancangan obat berdasarkan ligan yang sudah diketahui. Ligan dalam
hal ini adalah obat, dan biasanya ligan obat yang sudah diketahui strukturnya. LBBD bisa
diterapkan ketika struktur protein target tidak diketahui. Pendekatan penemuan obat
berbantuan komputer (LBDD) berbasis ligan, yang melibatkan analisis ligan yang diketahui
berinteraksi dengan target yang diinginkan. Metode-metode ini menggunakan suatu seri dari
senyawa yang diketahui berinteraksi dengan target yang diinginkan dan menganalisis struktur
2D atau 3D seri senyawa tersebut. Tujuan keseluruhan adalah untuk mempertahankan sifat
fisikokimia (dari seri senyawa) yang paling penting untuk interaksi yang diinginkan dan
membuang yang tidak relevan dengan interaksi. Ini dianggap sebagai pendekatan tidak
langsung terhadap penemuan obat karena tidak memerlukan pengetahuan tentang struktur
target yang diinginkan. Dua pendekatan mendasar dari LBDD adalah :
(1) pemilihan senyawa berdasarkan kesamaan kimia dengan aktivitas yang diketahui
menggunakan beberapa ukuran kesamaan.
(2) konstruksi model hubungan kuantitatif struktur aktivitas (QSAR) yang memprediksi
aktivitas biologis dari struktur kimia (berupa persamaan HKSA).
Metode ini diterapkan untuk skrining in silico untuk senyawa baru yang memiliki aktivitas
biologis yang menarik, hit-to-lead dan lead-to drug optimization, dan juga untuk optimasi
sifat ADMET. LBDD didasarkan bahwa molekul yang secara struktural mirip cenderung
memiliki sifat yang serupa. Pendekatan LBDD berbeda dengan pendekatan SBDD yaitu
bahwa LBDD juga dapat diterapkan ketika struktur target biologis tidak diketahui.
Jadi LBDD memanfaatkan informasi sifat fisiko-kimia senyawa aktif sebagai
landasan mendesain senyawa baru. Metode LBDD yang lazim digunakan adalah
pharmacophore discovery, hubungan kuantitatif struktur-aktivitas (HKSA/QSAR) dan
database mining.
Pada farmakofor, harus dicari bagian mana dari senyawa tersebut yang berperan.
Molekul-molekul lain ini dapat digunakan untuk memperoleh model farmakofor yang
mendefinisikan karakteristik struktural minimum yang diperlukan yang harus dimiliki suatu
molekul untuk mengikat pada target. Dengan kata lain, model target biologis dapat dibangun

5
berdasarkan pengetahuan tentang apa yang mengikatnya, dan model ini selanjutnya dapat
digunakan untuk merancang entitas molekul baru yang berinteraksi dengan target.
IUPAC mendifinisikan bahwa farmakofor adalah gabungan kerangka fitur sterik dan
elektronik yang diperlukan untuk memastikan interaksi supramolekul optimal dengan struktur
target biologis yang spesifik dan memicu respon biologis. Fitur farmakofor adalah topografi
dari gugus-gugus fungsi atau atom-atom yang memberikan respon kepada aktivitas biologi.
Fitur farmakofor menggambarkan tata ulang dari atom-atom atau gugus-gugus fungsi yang
penting untuk menghasilkan aktivitas biologi. Farmakofor ditampilkan dalam bentuk 3-D
dari fitur-fitur kimia yang bertanggung jawab dalam aktivitas biologis.
Fitur-fitur kimia dalam farmakofor dapat diuraikan oleh beberapa deskriptor seperti
juga dalam HKSA, seperti efek sterik, elektronik, dan hidrofobik dari pengaruh substituen
dalam senyawa yang bertanggung jawab pada aktivitas biologi. Pola farmakofor dalam
sesuatu molekul dipengaruhi oleh stereokimia, sterik (atom-atom yang diakses ke protein),
dan elektrostatik.
Pada HKSA (Hubungan Kuantitatif Struktur dan Aktivitas) atau QSAR (Quantitative
Structure Activity Relationship), adalah suatu hubungan antara struktur dan aktivitas biologi
yang dinyatakan secara matematis. Hal ini berarti adanya hubungan kuantitatif yang dapat
dihasilkan dari hubungan antara sifat-sifat molekul yang dihitung dan aktivitas biologisnya
yang ditentukan secara eksperimental. Hubungan QSAR ini pada gilirannya dapat digunakan
untuk memprediksi aktivitas analog baru.
Maksud dan tujuan HKSA adalah:
1. Mengetahui deskriptor yang berpengaruh terhadap aktivitas dari suatu senyawa.
2. Membuat persamaan garis linier yang dapat menjelaskan tentang deskriptor yang
berpengaruh terhadap aktivitas suatu senyawa.
3. Mengusulkan senyawa baru yang lebih baik dibandingkan senyawa yang sudah ada.
Persyaratan dalam studi HKSA antara lain:
1. Semua senyawa analog merupakan seri senyawa homolog.
2. Semua senyawa analog mempunyai mekanisme aksi yang sama.
3. Semua senyawa analog terikat pada reseptor yang sama.
4. Efek penggantian isosterik dapat diprediksikan.
5. Binding affinity berkaitan dengan energi interaksi.
6. Aktivitas biologis berkaitan dengan binding affinity.

STRUCTURE BASED DRUG DESIGN – SBDD


SBDD yaitu rancangan obat berdasarkan struktur target yang didasarkan pada struktur
target yang bertanggung jawab atas toksisitas dan aktivitas satu senyawa di dalam tubuh.
Dengan demikan untuk mendesain obat perlu diketahui makromolekul tempat kerja obat
tersebut (target obat) sebagai templatenya. Pendekatan ini memerlukan pemahaman interaksi
makromolekul-ligan. SBDD memanfaatkan informasi dari struktur protein target untuk
mencari sisi aktif protein yang berikatan dengan senyawa obat. Berdasarkan prediksi sisi

6
aktif dapat dirancang senyawa yang diharapkan berikatan dengan protein target tersebut dan
memiliki aktivitas biologis. Struktur protein target dapat dimodelkan dari data struktur
kristalografi sinar-X (pemodelan homologi) (www.rsch.org) ataupun hasil analisis NMR
(nuclear magnetic resonance) maupun data genomik (bioinformatics). Aplikasi SBDD
adalah : desain de novo dan docking molekular.
Dalam proses desain obat berbasis struktur, setelah identifikasi lead compound,
pengamatan struktur 3D lead compound yang terikat ke target. Struktur kompleks target-ligan
diamati dan interaksi yang dibuat molekul kecil (ligan) dengan target diidentifikasi. Lebih
lanjut, ketersediaan struktur target protein biasanya membantu dalam mengidentifikasi
potensi interaksi ligan. Pendekatan tersebut biasanya melibatkan docking molekul ligan ke
situs pengikatan makromolekul sehingga menghasilkan prediksi mode pengikatan untuk
setiap senyawa kandidat, berupa prediksi konformasi ligan dan orientasi (atau posing) dalam
suatu ikatan dan upaya untuk menempatkan ligan pada binding site (konfigurasi dan
konformasi yang tepat) untuk berinteraksi dengan protein. Interaksi penting ini diperoleh
setelah memasukkan ligan yang diketahui ke dalam situs pengikatan makromolekul yang
berguna dalam merancang senyawa yang sama sekali baru dan juga untuk lead optimization.
Pada metode docking molekuler didasarkan pada pemanfaatan informasi struktur
target maupun sifat fisikokimia ligan untuk melakukan uji interaksi senyawa obat pada
prediksi sisi aktif protein. Berdasarkan informasi yang diperoleh dirancang senyawa baru
yang diharapkan lebih aktif dari senyawa-senyawa yang telah tersedia. Fleksibilitas protein
dan interaksinya dengan suatu senyawa dianalisis dengan mengaplikasikan simulasi
Molecular Dynamics (MD), yaitu simulasi yang menganalisis perubahan struktur suatu
senyawa sebagai fungsi waktu berdasarkan parameter-parameter tertentu (Trieb dkk., 2004).
Senyawa baru mempunyai aktivitas tertentu, untuk memperkuat keyakinan bahwa senyawa
tersebut mempunyai suatu aktivitas bisa dilakukan dengan docking. Tiap protein mempunyai
ligan spesifik, dengan demikian obat dikembangkan berdasarkan ligan tersebut. Parameter
interaksi obat dengan protein adalah energi, jika energi yang dibutuhkan untuk berinteraksi
lebih kecil, artinya ikatan ini lebih stabil, demikian sebaliknya.
Proses docking terdiri atas beberapa tahab yang kompleks. Proses ini diawali dengan
penerapan docking algarithm yang memposisikan ligan pada sisi aktif dengan konformasi
tertentu dan urutan pencarian konformasi tertentu, kemudian scoring function yang
melengkapi docking algarithm akan mengevaluasi konformasi dengan melakukan
perhitungan berdasarkan sifat fisikokimia untuk memperoleh struktur molekul yang optimal.
Berdasarkan proses tersebut maka suatu program penambatan molekul merupakan kombinasi
dari fungsi scoring dan algoritme.
Pada metode desain de novo, struktur protein target harus sudah dapat dilihat secara
jelas dengan kristalografi dan spektrofotometer NMR kemudian dimodelkan di komputer
terutama pada tempat ikatannya. Protein diisolasi sehingga bisa diketahui struktur
penyusunnya. Meskipun protein ukurannya besar namun hanya bagian tertentu yang
berikatan dengan obat saja yang dianalisis. Jika struktur protein sudah diketahui, maka

7
obatnya baru dirancang untuk memperoleh obat yang sesuai dengan protein yang sudah
diisolasi tersebut. Sedangkan dalam hal ini struktur atau ligannya belum diketahui. Untuk
kepentingan tersebut, struktur senyawa kimia dibentuk menggunakan fragmen-fragmen atau
potongan gugus-gugus fungsi yang sesuai sisi pengikatan (binding site) protein target. Target
pendekatan ini melengkapi sifat tempat pengikatan 3-dimensi dari protein target. Sifat ini
dapat termasuk elektrostatik, ukuran, bentuk, lipofilisitas, aromatisitas dan sebagainya.
Tahapan dalam rancangan de novo pertama-tama harus mencari tahu residu-residu
asam amino apa saja yang ikut berperan dalam binding site suatu protein target. Kemudian
mencari fragmen-fragmen yang diperlukan dalam menyusun obat, maka berbagai macam
senyawa dengan gugus tertentu dimasukkan untuk dilihat interaksinya dengan residu-residu
asam amino dalam binding site. Jika energinya rendah (ikatan bagus/stabil), maka fragmen
tersebut adalah kandidat untuk bagian obat yang akan dirancang nanti.

TINJAUAN ALUR KERJA DESAIN OBAT YANG DIBANTU KOMPUTER

8
TUGAS
SEBAGAI GANTI SOAL UJIAN UNTUK MATERI DRUG DESIGN

Silakan membuat makalah singkat dengan mengambil salah satu bagian kecil dari isi
naskah ini yang bisa dituliskan berupa (pilih salah satu nomer saja yang dikerjakan):
1. Menjelaskan lebih lanjut / menambahi keterangan atau ulasan yang ada dalam
literatur / jurnal yang ada.
2. Memberi contoh salah satu penerapan CADD berdasarkan pendekatan LBDD
(analisis HKSA) atau SBDD (docking molekuler) dengan membuat review jurnal
dan jurnal harus dilampirkan.

Anda mungkin juga menyukai