PENGANTAR COMPOUNDING
OLEH:
NIM : D1A120113
KELAS : A
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
TINJAUAN PUSTAKA
A. COMPOUNDING
1) Pengertian Coumpouding
1. Personil percikan harus terampil, terdidik, diberikan arahan dan pelatihan untuk
melakukan kegiatan compounding steril.
2. Bahan-bahan memiliki identitas, kualitas, dan kemurnian yang sesuai. 3. Bahan-
bahan yang sudah dibuka atau telah digunakan harus di simpan dengan benar.
Bahan-bahan tidak dapat digunakan lagi jika secara visual, wadah, penutup, segel
rusak.
3. Air-mengandung CSP yang tidak steril selama fase penggabungan prosedur
disterilkan dalam 6 jam setelah menyelesaikan persiapan secara berurutan untuk
meminimalkan generasi endotoksin bakteri.
4. Metode sterilisasi untuk mempertahankan label, kekuatan bahan aktif dan
integritas fisik kemasan.
5. Mengukur, mencampur, mensterilkan, dan memurnikan perangkat bersih, tepat
akurat, dan efektif untuk tujuan penggunaannya.
6. Adanya Potensi bahaya dari zat yang ditambahkan dan perbedaan tingkat
bioavailabilitas bahan aktif sehingga diperlukan evaluasi sebelum CSP dikelola
dan dibagikan.
7. Kemasan yang dipilih untuk CSP sesuai untuk menjaga sterilitas dan kekuatan
sampai BUD.
8. Lingkungan peracikan harus mempertahankan sterilitas atau kemurnian
presterilisasi sesuai CSP.
9. Label pada CSP mencantumkan nama dan jumlah atau konsentrasi aktif bahan,
dan label atau label suntikan.
10. BUD yaitu dasar pengujian langsung atau ekstrapolasi dari sumber pustaka dan
dokumentasinya yang sesuai.
11. Prosedur untuk mengukur, mencampur, pengenceran, pemurnian, sterilisasi,
pengemasan, dan pelabelan sesuai dengan urutan yang benar dan kualitas yang
ditetapkan untuk CSP yang ditentukan.
12. Kekurangan dalam peracikan, pelabelan, pengemasan, dan pengujian kualitas dan
inspeksi dapat diidentifikasi dan diperbaiki dengan cepat.
13. Prosedur dipisahkan dari pemeriksaan kualitas postcompounding dan diperiksa
sebelum CSP dibagikan (State Department of Health - Health Systems Quality
Assurance - Construction Review Services, 2008).\
2) Tujuan compounding
Untuk memenuhi kebutuhan terapeutik pada obat racikan, apoteker harus
memahami bahwa obat racikan digunakan untuk memenuhi kebutuhan khusus dari
pasien,di antaranya adalah sebagai berikut (Minghetti dkk., 2014).
a Pasien alergi karena eksipien yang terdapat dalam produk obat yang diproduksi
oleh industri farmasi.
b Peracikan obat untuk pasien pediatri karena industri farmasi tidak
menngembangkan sediaan yang dikhususkan untuk anak.
c Meningkatkan kepatuhan pasien untuk mendapatkan efek tambahan yang sinergis.
d Penggunaan orphan drug, yaitu obat yang telah dikembangkan secara khusus untuk
mengobati kondisi medis yang langka.
e Obat-obat yang digunakan untuk keperluan penelitian klinis di rumah sakit.
f Menyesuaikan terapi/personalisasi terapi.
g Obat-obatan yang memiliki masalah stabilitas, dalam hal ini penyiapan obat
racikan sangat penting.
h Obat-obatan yang belum dipasarkan, peracik/apoteker dapat meracik obat tersebut
jika zat aktif nya diketahui dan sudah dipasarkan.
f) Pelabelan
a. Peracik memberikan label setelah persiapan compounding sediaan yang
terdapat informasi yang diwajibkan oleh hukum negara dan standar praktik
yang diterima 2.
b. Peracik harus memberi label pada produk digunakan seperti, nomor kontrol
yang ditetapkan, dan tanggal penggunaan berdasarkan pada pengujian yang
sesuai, data yang dipublikasikan, atau standar USP-NF.
B. Manufacturing
Manifacturing adalah proses produksi obat berskala industri oleh industri farmasi,
untuk dijual kembali secara massal. Awal proses bisa dimulai dari sintesis zat aktif
maupun sekadar mengolah bahan baku yang sudah tersedia. Dosisnya merupakan
dosis rata-rata, bukan dosis individual. Dalam kaderisasi, proses semacam
manufacturing ini bisa dilakukan dengan dauroh ataupun proses-proses massal
sejenisnya. Dauroh merupakan cara yang efisien untuk mengolah kader agar siap
‘mengobati’ lingkungannya. Akan sangat bagus jika dari dalam proses ini bisa
diproduksi ‘kader baru’, bukan hanya memformulasi bahan baku yang dipasok dari
‘industri’ lain.
Good Manufacturing Practice atau GMP (juga disebut sebagai 'cGMP' atau
'saat ini Good Manufacturing Practice') adalah istilah yang diakui di seluruh dunia
untuk kontrol dan manajemen manufaktur dan pengujian kontrol kualitas makanan dan
produk farmasi.
Karena pengambilan sampel produk secara statistik hanya akan memastikan
bahwa sampel itu sendiri (dan mungkin area yang berdekatan dengan tempat sampel
diambil) sesuai untuk digunakan, dan pengujian titik akhir bergantung pada
pengambilan sampel, GMP mengambil pendekatan holistik untuk mengatur
pembuatan dan pengujian laboratorium lingkungan itu sendiri. Bagian yang sangat
penting dari GMP adalah dokumentasi dari setiap aspek proses, aktivitas, dan operasi
yang terkait dengan pembuatan obat dan alat kesehatan.
Jika dokumentasi yang menunjukkan bagaimana produk dibuat dan diuji (yang
memungkinkan ketertelusuran dan, jika terjadi masalah di masa mendatang, penarikan
kembali dari pasar) tidak benar dan teratur, maka produk tersebut tidak memenuhi
spesifikasi yang diperlukan dan dianggap terkontaminasi ( dipalsukan di AS). Selain
itu, GMP mensyaratkan bahwa semua manufaktur dan peralatan pengujian telah
memenuhi syarat untuk digunakan, dan bahwa semua metodologi dan prosedur
operasional (seperti manufaktur, pembersihan, dan pengujian analitik) yang digunakan
dalam proses pembuatan obat telah divalidasi (sesuai dengan spesifikasi yang telah
ditentukan sebelumnya. ), untuk mendemonstrasikan bahwa mereka dapat melakukan
fungsi yang diklaim.
Di AS, frasa "praktik manufaktur yang baik saat ini" muncul di 501 (B) dari
Undang-Undang Makanan, Obat, dan Kosmetik 1938 (21USC351). Pengadilan AS
secara teoritis dapat menyatakan bahwa produk obat dipalsukan meskipun tidak ada
persyaratan peraturan khusus yang dilanggar selama proses tersebut tidak dilakukan
sesuai dengan standar industri.
a. Pelayanan Resep
1) Persyaratan Administratif :
- Informasi lainnya
b. Penyiapan obat
1) Peracikan
3) Kemasan
4) Penyerahan Obat
5) Informasi Obat
6) Konseling
Oleh sebab itu, seorang apoteker di Indonsia harus memenuhi standar kompetensi
apoteker yang di buat oleh Ikatan Apoteker Indonesia, dalam melakukan dispensing
apoteker harus menguasai kompetensi inti dalam melakukan dispensing. Kompetensi inti
tersebut adalah sebagai berikut (Ikatan Apoteker Indonesia, 2016).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Allen, L. V., Bassani, G.S., Elder, E.J., Parr, A.F., 2014. Strength and Stability Testing
for Compounded Preparations.
Burch, J., 2017. Compounding Pharmacists Provide Customized Care. N. C. Med. J. 78,
191–194.
Minghetti, P., Pantano, D., Gennari, C.G.M., Casiraghi, A., 2014. Regulatory framework
of pharmaceutical compounding and actual developments of legislation in
Europe. Health
Wiedyaningsih, C dan Oetari, R, 2004, Tinjauan Terhadap Bentuk Sediaan Obat : Kajian
Resep-Resep di Apotek Kotamadya Yogyakarta, Majalah farmasi Indonesia
14(4) hal : 201-207.
Wiedyaningsih, C., Kristina, S., Widyakusuma, N., Aditama, H., 2017. Opinion and
Expectation Of Pharmacists On Providing Extemporaneous Compounding In
Jogjakarta and Central Java Province, Indonesia, International Journal of
Pharmacy and Pharmaceutical Sciences.
Yancey, V., Yakimo, R., Perry, A., Mcpherson, T.B., 2008. compounding services. J.
Am. Pharm. Assoc. 48, 508–514