Anda di halaman 1dari 45

UJI BIOAVAILABILITAS

DAN BIOEKIVALENSI
PENDAHULUAN
 Badan POM → menilai semua produk obat sebelum
dipasarkan, memberi izin pemasaran →
pengawasan obat tsb di pasaran  jaminan
kepada masyarakat bahwa memenuhi standar
efikasi, keamanan dan mutu yang dibutuhkan
 Produk obat → zat aktif berupa zat kimia baru
(new chemical entity = NCE) → penilaian
efikasi, keamanan, dan mutu secara lengkap
 NCE yang dipatenkan oleh pabrik penemunya
→ obat inovator →bioavailabilitas.
 Produk copy → bioekivalensi dengan produk
inovator sebagai produk pembanding
(reference product)
Komponen Persyaratan

 Innovator Multisource Generic

-Chemistry -Chemistry
-Manufacturing -Manufacturing
-Controls -Controls
-Labeling -Labeling
-Testing -Testing
-Preclinical/clinical studies -Bioequivalence
-Bioavailability -GMP/other
-GMP/other
Mengapa dilakukan Uji BA/BE

 Biaya kesehatan semakin hari semakin tinggi

 Dibutuhkan substitusi obat dengan obat copy generik yang


berkualitas.
 Obat substitusi harus ekivalen secara terapetik dengan obat
inovator. → dapat dijadikan alternatif selain produk inovator.
 Terapetik ekivalen diasumsikan sebagai bioekivalen
Dampak Uji BE

 Inovator:  Menghasilkan industri


Pengembangan NCE
generik yang kompetitif .
dinegara induk  Meningkatkan akses obat
yang terjangkau
 Generik:  Mendorong inovasi melalui
kompetisi.
Pengembangan formulasi  Meningkatkan peran
produk obat yang sudah
offpaten agar sama Indonesia dalam pasar
dengan inovator generik global.
 Meningkatkan riset obat
generik
Tujuan

 Umum:
Menjamin efikasi, keamanan dan mutu obat yang beredar

 Khusus:
1. Menjamin produk obat copy yang akan mendapat izin
bioekivalen dengan produk obat inovatornya
2. Menentukan bioavalabilitas absolut dan relatif suatu zat
kimia baru, serta bioekivalensi zat tersebut dalam
formulasi untuk uji klinik dan dalam produk yang akan
dipasarkan
Beberapa istilah dalam uji BA/BE:
1. Bioavailabilitas
2. Ekivalensi Farmasetik
3. Atrenatif Farmasetik
4. Bioekivalensi
 Persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu produk obat
yang mencapai/tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam
bentuk utuh/aktif setelah pemberian produk obat → diukur
kadarnya dalam darah terhadap waktu atau ekskresinya
dalam urin

 Bioavailabilitas absolut →Bila dibandingkan dengan


sediaan intravena yang bioavailabilitasnya 100 %

 Bioavailabilitas relatif →Bila dibandingkan dengan


sediaan bukan intravena
2. EKIVALENSI FARMASETIK
Dua produk obat yang dibandingkan mengandung
- zat aktif
- jumlah
- bentuk sediaan
SAMA

3. ALTERNATIF FARMASETIK
Dua obat yang dibandingkan mengandung zat
aktif yang sama tetapi berbeda dalam bentuk
kimia (garam, ester, dll) atau bentuk sediaan atau
kekuatan
4. BIOEKIVALENSI
Dua produk obat yang dibandingkan
mempunyai ekivalensi farmasetik atau
alternatif farmasetik  pemberian dengan
dosis molar sama  bioavailabilitas sebanding
 efek akan sama dalam hal efikasi maupun
keamanan.

Jika bioavailabilitasnya berbeda bermakna 


tidak memenuhi kriteria bioekivalen 
bioinekivalen
PRODUK OBAT PEMBANDING (REFERENCE
PRODUCT)

 Produk obat inovator yang telah diberi izin


pemasaran di Indonesia berdasarkan penilaian
dossier lengkap yang membuktikan efikasi, keamanan
dan mutu.
 Jika produk inovator tidak dipasarkan di Indonesia
atau tidak dikenali lagi (terlalu lama) → digunakan
produk dari primary market (efikasi, keamanan, dan
kualitas produk terdokumentasi baik) atau
merupakan market leader yang telah diberi izin
pemasaran di Indonesia dan telah lolos penilaian
efikasi, keamanan dan mutu
 Produk Obat pembanding harus disetujui oleh Badan
POM
PRODUK OBAT COPY

Mempunyai ekivalensi farmasetik atau alternatif


farmasetik dengan produk inovator → dapat
dipasarkan dengan nama generik atau nama
dagang.
KRITERIA UNTUK UJI EKIVALENSI
1. Produk obat yang memerlukan uji ekivalensi in vivo
1.1 Produk obat oral lepas cepat yang bekerja sistemik dan memenuhi
satu atau lebih kriteria berikut:
a. Batas keamanan/indeks terapi sempit;kurva dosis-respons yang
curam. misal: digoksin, antiaritmia, antikoagulan, sitostatika, litium
fenitoin, hipoglikemik, siklosporin, teofilin, dll
b. Indikasi untuk kondisi serius → memerlukan respons
pasti. misal: anti TBC, antibakteri, antiaritmia, obat gagal jantung,
antiangina, antiepilepsi, antiasma, antimalaria, antiretroviral,
antihipertensi, kontrasepsi oral
c. Terbukti ada masalah BA or BE dengan obat ybs or obat dengan
struktur kimia or formulasi yang mirip (tidak berhubungan dengan
masalah disolusi), misal:
- Absorpsi bervariasi atau tidak lengkap, mis: tetrasiklin
- Farmakokinetik nonlinier, mis: Difenilhidantoin
- Eliminasi presistemik yang tinggi (>70 %)
mis: nitrat organik, verapamil
- Sifat fisikokimia yang tidak menguntungkan
misal : - Kelarutan rendah, mis: glukokortikoid, hormon sex
steroid
- Tidak stabil, mis: nifedipin
- permeabilitas rendah

d. Eksipien dan proses pembuatannya diketahui mempengaruhi


bioekivalensi.
1.2.Produk obat non oral dan non parenteral → sistemik
 Sediaan transdermal (nitrat organik, hormon)
 Supositoria (teofilin), permen karet nikotin, gel testosteron dan
kontrasepsi bawah kulit

1.3.Produk lepas lambat atau termodifikasi bekerja sistemik


 Diklofenak SR, nifedipin oros, felodipin ER

1.4. Produk kombinasi tetap yang sistemik yang paling sedikit


salah satu zat aktifnya memerlukan studi in vivo
 Rifampisin+INH, pirazinamid dll (diukur rifampisin)
 Levodopa + karbidopa
 Etinilestradiol + levonorgestrel,etinilestradiol+ noretisteron

1.5. Produk bukan larutan → non sistemik (oral, nasal, okular, dermal,
rektal, vaginal, dsb) → lokal
  uji bioekivalensi → studi klinik atau farmakodinamik,
dermatofarmakokinetik komparatif dan/atau studi in vitro.
 Kadar dalam darah kadang diperlukan → melihat absorpsi yang
tidak diinginkan
Produk Obat yang cukup dilakukan uji ekivalensi
in vitro (uji disolusi terbanding)

1. Obat yang tidak memerlukan studi in vivo


2. Produk obat copy yang hanya berbeda kekuatan→ uji disolusi
terbanding dapat diterima untuk kekuatan lebih renda
berdasarkan perbandingan profil disolusi
a. Tablet lepas cepat
Produk obat copy dengan kekuatan berbeda, dibuat pabrik
sama,tempat produksi sama, jika:
▪ semua kekuatan mempunyai proporsi zat aktif dan inaktif yang
persis sama or untuk zat aktif yang sangat poten, zat inaktifnya
sama banyak untuk semua kekuatan
▪ studi ekivalensi telah dilakukan sedikitnya pada salah satu
kekuatan
▪ profil disolusinya mirip antar kekuatan
b. Kapsul berisi butir-butir lepas lambat
Jika kekuatannya berbeda hanya dalam jumlah butir yang
mengandung zat aktif

c. tablet lepas lambat


Jika produk uji dalam bentuk sediaan yang sama beda kekuatan
dan proporsi zat aktif dan inaktif persis sama or untuk zat aktif
yang sangat poten (sampai 10 mg per satuan dosis) zat inaktif
sama banyak, mekanisme pelepasan obat sama, kekuatan yang
lebih rendah tidak memerlukan studi in vivo jika menunjukkan
profil disolusi yang mirip, dst.
Produk obat yang tidak memerlukan uji ekivalensi

1. Produk copy intravena (larutan dalam air) yang mengandung zat


aktif yang sama/ molar sama dengan pembanding
2. Produk copy parenteral lain (intramuskular, subkutan) sbg larutan
dalam air yang mengandung zat aktif yang sama/ molar sama dan
eksipien yang sama or mirip dalam kadar yang sebanding dengan
pembanding. Eksipien ttt (bufer, pengawet, antioksidan) boleh
berbeda asalkan tidak mempengaruhi keamanan dan/atau efikasi
obat
3. Produk copy larutan untuk oral (sirup, eliksir, tingtur or bentuk
larutan lain bukan suspensi) yang mengandung zat aktif yang
sama/ molar sama dengan pembanding → hanya mengandung
eksipien yang tidak berefek terhadap transit or perneabilitas dalam
sal. Cerna → absorpsi or stabilitas zat aktif dalam sal.cerna
4. Produk copy berupa bubuk untuk dilarutkan → larutannya
memenuhi kriteria 1,2 or 3.
5. Produk copy berupa gas
6. Sediaan obat mata or telinga sebagai larutan dalam air
7. Sediaan obat topikal sebagai larutan dalam air
8.Produk copy berupa larutan untuk aerosol or inhalasi or semprot
hidung yang digunakan dengan or tanpa alat yang praktis sama.
Golongan Obat Contoh senyawa obatnya

Antidiabetic glimepiride, gliclazide,


glibenclamide, glipizide

Antibacterial ofloxacin, levofloxacine, rifampicin

Antiprotozoa artemether, artesunate

ARV lamivudine, lamivudine +


zidovudine, stavudine, nevirapin,
evafirenz

ACE-inhibitor captopril, captopril + HCT,


enalapril, lisinopril, ramipril
Golongan Obat Senyawa obat

Diuretic furosemide, indapamide,


spironolactone

Angiotensin Receptor Blockers irbesartan, losartan

Antiaritmia digoxin, amiodarone,


disopyramide

Ca-antagonist nifedipine, amlodipine, nimodipin,


felodipine

Anticonvulsant/antiepileptic valproic acid, carbamazepine,


phenytoin, gabapentin
Beta- blocker carvediol
Golongan obat Senyawa obat

Antiparkinson levodopa + carbidova, levodopa +


benserazide

Antidote naltrexone

Antiasthma theophylline

Antimicotic ketoconazole, itraconazole

Contraceptives medroxyprogesterone acetate, EE


+ levonorgestrel
 Untuk hal regulasi, uji BA/BE sebelumnya ditangani oleh
Direktorat Penilaian → sekarang ditangani oleh Subdirektorat
Standardisasi dan Penilaian Bioavailabilitas/Bioekivalensi Obat
 di bawah Direktorat Standardisasi Produk Terapeutik dan
PKRT

 Badan POM telah menunjuk beberapa laboratorium → UI, ITB,


UGM, UNAIR, UBAYA, dan swasta lainnya → memenuhi
standar mutu lab pengujian menurut SNI 19-17025-2000 
kompetensi lab pengujian dan lab kalibrasi → adopsi dari
ISO/EC 17025-2005
ALUR PERMOHONAN UJI BA/BE OBAT

Lab Uji BE/Sponsor

Konsultasi
Protokol

KI/KE

Perbaikan
BPOM

Disetujui

Persetujuan Pelaksanaan Uji BE


Izin Import Obat Uji BE
TAHAPAN PELAKSANAAN STUDI BA/BE
Laboratorium BA/BE

Bidang Bioanalisis Bidang Klinis

Optimasi Preparasi sampel


Skrining Subyek
Dan metode bioanalisis

Validasi metode bioanalisis Sampling

Metode bioanalisis
Sampel matriks biologi
yang valid

Analisis rutin sampel


Dalam kegiatan uji biovailabilitas
bioekivalensi, melibatkan 2 aspek penting
yaitu:
1.Aspek Good Clinical Practice (GCP)
2.Aspek Good Laboratory Practice (GLP)
1. Aspek Good clinical practice (GCP) → ICH-GCP
(1996)

Pengakuan kesahihan data dari suatu uji klinik →


pelaksanaanya harus mengacu kepada standar yang disebut
The international Conference on Harmonization-Good Clinical
practice (ICH-GCP)

Good clinical practice atau cara uji klinik yang baik (CUKB)
adalah suatu standar kualitas etik dan ilmiah internasional
untuk mendisain, melaksanakan, mencatat dan melaporkan
uji klinik yang melibatkan partisipasi subyek manusia.

Mematuhi standar ini akan memberi kepastian kepada publik


bahwa hak, keamanan dan kesejahteraan subyek uji klinik
dilindungi, sesuai dengan prinsip yang bersal dari Deklarasi
Helsinki (1964) dan bahwa uji klinik tersebut dapat
dipercaya.
1. Kaji Etik
 Suatu uji klinik (manusia) → protokol harus lolos
Kaji Etik → studi dapat dimulai

Alur pengajuan ethical


clearance ke komisi etik
2. DESAIN
2-Way Crossover (Desain menyilang dua arah)
→ dua periode unrtuk pemberian dua produk obat pada setiap subyek
→ setiap subyek menjadi kontrolnya sendiri → menghilangkan variasi
biologik antar subyek dan memperkecil jumlah subyek

Kedua perlakuan dipisahkan oleh periode Washout

→ eliminasi obat pertama diberikan (>5 x t1/2 eliminasi yang dominan


dan/atau t1/2 terminal obat, lebih lama jika ada metabolit aktif dengan
t1/2 panjang)

Kalau t1/2 panjang → 2 kelompok paralel


DISAIN STUDI
 Standard Two sequence, Two Period Crossover Design

R
A Period
N
Sequence 1
 Subjects D I II
O
M Reference W Test
I Sequence 2 A
Z Test S Reference
A H
T
I
O
O U
N T
Tahapan Kegiatan bidang klinik dalam uji BA/BE

a. Kegiatan skrining subyek uji


Setelah ethical clearance dari komisi etik sudah keluar dan akan
dilakukan studi maka akan dilakukan skrining subyek uji. Pada
kegiatan skrining ini, subyek yang akan diikutsertakan dalam studi
harus melewati atau lolos dari 2 pemeriksaan yaitu pemeriksaan fisik
dan laboratorium dengan tujuan untuk mengetahui apakah subyek
itu sehat atau tidak
CONT’D

Kriteria Seleksi
Kriteria inklusi dan eksklusi harus jelas dalam protokol
 Sukarelawan sehat (fisik, riwayat penyakit dan uji lab klinis baku)
 Hematologi rutin, hati, ginjal, gula darah, urinalisis
 Pria atau wanita
 Umur 18 – 55 tahun
 Berat badan normal (IMT = BB (kg)/TB2(m)=18 – 25)
 Pemeriksaan khusus → sebelum, selama, selesai studi bergantung
pada kelas terapi dan profil keamanan obat
 Bukan perokok dan bukan pengguna alkohol/obat terlarang
 Tidak sedang menggunakan obat lain/pengobatan jangka panjang
 Untuk obat yang sangat toksik (sitostatika, antiaritmia) →penderita
dengan indikasi sesuai
 Uji serologis thd Hepatitis B (HBsAg), Hepatitis C (anti HCV) dan HIV
(anti HIV) harus negatif
b. Sampling

Kondisi studi harus dibakukan → mengurangi variabilitas

Lama puasa

 12 jam (minimal 10 jam) sebelum obat diberikan sampai 4 jam


setelah obat diberikan
 Jika obat pembanding diberikan bersama makanan → makanan std
harus diberikan pada jarak waktu yang ditentukan sebelum pemberian
obat
 Volume air yang diminum bersama obat harus konstan (150-200ml)
→ mempengaruhi pengosongan lambung
 Semua makanan dan minuman yang dikonsumsi harus dibakukan
komposisi dan waktu pemberiannya selama periode pengambilan
darah.
- Air boleh diminum kapan saja kecuali 1 jam sebelum dan 2 jam
sesudah pemberian obat
- Makanan std → tidak kurang 4 jam setelah pemberian obat
CONT’D
 Subyek tidak boleh makan obat lain (termasuk obat
bebas dan tradisional) selama beberapa waktu sebelum
(1 minggu) dan selama penelitian

 Tidak boleh mengkonsumsi makanan/minuman yang


dapat berinteraksi dengan fungsi sirkulasi, sal cerna,
hati atau ginjal selama 24 jam sebelum dan selama
periode pengambilan darah

 Posisi tubuh dan aktivitas fisik harus distandardisir


sepanjang hari → mempengaruhi waktu transit dalam
sal cerna dan aliran darah usus
Contoh gambar kegiatan sampling (bidang klinik)
pada uji BE :

1. Kegiatan randomisasi
Dalam kegiatan ini subyek melakukan pengambilan
nomor undian untuk menentukkan nomor urut
subyek dan jenis obat yang akan diminum terlebih
dahulu apakah obat uji atau obat pembanding
2. Kegiatan pemberian obat kepada subyek dan
subyek meminum obat
3. Kegiatan Pengambilan darah

4. Kegiatan Pemeriksaan dokter


5. Kegiatan pemberian Makanan dan minuman yang
terstandar

6. Kegiatan pemisahan plasma dari darah


2. Aspek Good laboratory practice (GLP)

Good laboratory practice (GLP) atau cara


berlaboratorium yang baik merupakan suatu
quality system yang fokus kepada proses dan
kondisi yang ada di dalam laboratorium yang pada
setiap pelaksanaanya direncanakan, dimonitor,
direkam, diarsipkan dan dilaporkan. GLP
merupakan penjaminan terhadap quality, integrity
dan reliability dari data.

Dari segi aspek GLP, laboratorium BE harus


memenuhi kompetensi untuk laboratorium
pengujian yaitu ISO 17025:2005.
Penerapan GLP bertujuan untuk menyakinkan
bahwa data hasil pengujian yang dilakukan
telah mempertimbangkan perencanaan dan
pelaksanaan yang benar (Good Planning and
Execution) serta memiliki keterpaduan antara :
Good sampling practice, Good Analytical
practice, Good measurement Practice, Good
documentation Practice and Good
Housejeeping Practice.
Jadi GLP adalah keterpaduan suatu proses
organisasi, fasilitas, personel dan kondisi
lingkungan laboratorium yang benar
sehingga menjamin pengujian di
laboratorium selalu direncanakan,
dilaksanakan, dipantau, direkam dan
dilaporkan sesuai dengan persyaratan
kesehatan keselamatan dan perdagangan.
PARAMETER BIOAVAILABILITAS

Bentuk kurva
dan AUC

Menilai jumlah dan


Kec absorpsi
Profil ekskresi ginjal
Kumulatif dan kec
ekskresi
Parameter Bioavailabilitas dari Sampel Darah

Dosis Tunggal
 AUCt = area di bawah kurva kadar obat (metabolit) dalam
plasma/serum/darah vs waktu dari 0 – akhir kadar diukur
(dihitung secara trapezoidal)
 AUC = AUC dari 0 sampai tak terhingga
= AUCt + Ct/ke
= jumlah obat yang bioavailabel
 Cmax = kadar maks obat/metabolit dalam plasma yg teramati
 tmax = waktu sejak obat diberikan sampai Cmax
 t1/2 = waktu paruh obat/metabolit dalam plasma/serum
 AUC dan Cmax → paling relevan untuk penilaian BE
 AUCt → paling dapat dipercaya → besar absorpsi → obat yang
bioavailabel
Parameter bioavailabilitas dari sampel urin

Dosis Tunggal
 Aet = jumlah kumulatif obat utuh/metabolit dalam urin dari
waktu 0 – akhir kadar diukur
 Ae = Ae dari 0 – tak terhingga (ekstrapolasi)
= jumlah obat max yang diekskresi dalam urin
= sebanding dengan jumlah obat yang bioavailabel
 dAe/dt= kec ekskresi obat dalam urin
 (dAe/dt)max = kec max ekskresi obat dalam urin → terjadi pada t
max (plasma) → tergantung pada jumlah dan kec absorpsi
 Ae dan (dAe/dt)max → paling relevan untuk penilaian BE
 Aet → paling dipercaya untuk besarnya absorpsi (jumlah obat
bioavailabel)
Kriteria Bioekivalen

Produk uji (test=T) dan produk pembanding (R)


dikatakan bioekivalen bila :

A. Rasio nilai rata2 geometrik (AUC)T / (AUC)R = 1,00 dengan


90 %CI= 80 – 125 %. Untuk indeks terapi sempit 90-111%.
B. Rasio nilai rata2 geometrik (Cmax)T / (Cmax)R = 1.00 dengan
90% CI=80-125% , 75-133% or 70 – 143% (diterima untuk obat
yang relatif aman)
C. Perbandingan tmax dilakukan hanya jika ada klaim yang relevan
secara klinik
BE Criteria
 Ratio AUC : 80-125 %
 Narrow safety : 90-111 %
 Ratio Cmax : 80-125 %
75-133 % or 70-143 % for drug
that relatively safe

Statistic Analysis :
 AUC & Cmax logaritmic
transformation ANOVA-2 way crossover

Anda mungkin juga menyukai