Anda di halaman 1dari 3

Dalam menetukan kerapatan bulk, zat yaitu asam sitrat ditimbang sebanyak 1 gr.

Asam sitrat lalu dimasukkan kedalam gelas ukur, volume yang diperoleh sebanyak 5 ml.
Untuk memperoleh kerapatan bulk ditimbang dengan membagi bobot asam sitrat dengan
volume, sehingga diperoleh nilai kerapatan bulk 0,4 gr. Pada penentuan kerapatan mampat
masih digunakan asam sitrat yang sama, gelas ukur yang berisi asam sitrat biketuk 3 kali.
Pengetukan dilakukan agar kerapatan lebih mampat dan diperoleh hasil 3.8 ml. Dengan
perhitungan yang sama, diperoleh kerapatan mampat sebesar 0,526 gram/ml. Pada penentuan
kerapatan sejati, digunakan piknometer kosong yang ditimbang beserta dengan penutupnya.
Diperoleh sebesar 26 gram. Piknometer yang bersih, dipegang menggunakan tissue. Hal ini
dikarenakan pada tangan manusia tedapat partikel atau zat yang dapat mempengaruhi bobot
piknometer yang sesungguhnya. Asam sitrat diamasukkan 1/3 volume piknometer dan
ditimbang. Ditambahkan parafin cair hingga tidak terdapat gelembung udara didalamnya.
Ditimbang dan diganti dengan paraffin cair, lalu kembali ditimbang. Dilakukan perhitungan
dan diperoleh hasil kerapatan sejati 1 gr/ml.

Pada penentuan bobot jenis zat, piknometer yang bersih ditimbang dan di isi dengan
air suling hingga penuh. Piknometer berisi air suling diganti denganb alkohol dan ditimbang.
Dilakukan perhitungan dan diperoleh hasil 0,78 gr/ml. Bobot jenis zat lain yaitu gliserin 1,25
gr/ml, minyak kelapa 0,918 gr/ml, paraffin cair 0,859 gr/ml dan sirup DHT 1,32 gr/ml.
Adanya perbedaan bobot jenis pada tiap-tiap zat cair dikarenakan kurangnya ketelitian pada
saat penimbangan dan bobot tiap piknometer yang berbeda-beda. Alat yang digunakan pada
percobaan ini adalah piknometer. Piknometer digunakan untuk mencari bobot jenis.
Piknometer biasanya terbuat dari kaca untuk erlenmeyer kecil dengan kapasitas antara 10ml-
40ml.

Untuk melakukan percobaan penetapan bobot jenis, piknometer dibersihkan dengan


menggunakan aquadest, kemudian dibilas untuk mempercepat pengeringan piknometer
kosong tadi. Pembilasan dilakukan untuk menghilangkan sisa dari permbersihan, karena
biasanya pencucian meninggalkan tetesan pada dinding alat yang dibersihkan, sehinggga
dapat mempengaruhi hasil penimbangan piknometer kosong, yang akhirnya juga
mempengaruhi nilai bobot jenis sampel. Jadi sisa-sisa yang tidak diinginkan dapat hilang
dengan baik, baik yang ada di luar, maupun yang ada di dalam piknometer itu sendiri.
Setelah piknometer dibersihkan, piknometer kemudian dikeringkan. Setelah kering
piknometer ditimbang pada timbangan analitik dalam keadaan kosong. Setelah ditimbang
kosong, piknometer lalu diisikan dengan sampel, sebagai pembanding nantinya dengan
sampel yang lain.

Pengisiannya harus melalui bagian dinding dalam dari piknometer untuk


mengelakkan terjadinya gelembung udara. Proses pemindahan piknometer harus dengan
menggunakan tissue. Akhirnya piknometer yang berisi sampel ditimbang. Adapun
keuntungan dari penentuan bobot jenis dengan menggunakan piknometer adalah mudah
dalam pengerjaan. Sedangkan kerugiannya yaitu berkaitan dengan ketelitian dalam
penimbangan. Jika proses penimbangan tidak teliti maka hasil yang diperoleh tidak sesuai
dengan hasil yang ditetapkan literatur. Disamping itu penentuan bobot jenis dengan
menggunakan piknometer memerlukan waktu yang lama,maka bobot jenis dengan
menggunakan hidrometer lebih cepat dari pada penentuan bobot jenis dengan menggunakan
piknometer, tetapi biasanya dapat menunjukkan hasil yang tidak tepat.

3. Volume zat, jika volume zat besar maka bobot jenisnya akan berpengaruh
tergantung pula dari massa zat itu sendiri, dimana ukuran partikel dari zat, bobot
molekulnya serta kekentalan dari suatu zat dapat mempengaruhi bobot jenisnya.

4. Kekentalan/viskositas suatu zat dapat juga mempengaruhi berat jenisnya. Hal ini
dapat dilihat dari rumus :

Digunakannya parafin cair dalam penentuan kerapatan sejati karena asam borat tidak
dapat larut dalam air, dan selain itu parafin cair dapat menutup semua pori asam borat. Adapun
perbedaan hasil ini kemungkinan disebabkan oleh :

1. Kesalahan pembacaan skala pada alat

2. Cairan yang digunakan sudah tidak murni lagi sehingga mempengaruhi bobot jenisnya

3. Pengaruh suhu dari pemegang alat, juga berpengaruh pada alat

4. Kesalahan-kesalahan praktikan seperti tidak sengaja memegang piknometer

5. Pemanasan pada piknometer tidak sempurna, terdapat gelembung atu titik air dalam piknomter
setelah dipanaskan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, 2013. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika I. Universitas Muslim Indonesia

2. Ansel, C Howard. 2006. Kalkulasi Farmasetik. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta

3. Ditjen POM.1979.”Farmakope Indonesia Edisi III”.:Jakarta

4. Martin,Alfred.1990.Farmasi Fisika I.Penerbit universitas Indonesia : Jakarta

5. Lachman,Leon.1994.’’Teori Dan Praktek Farmasi Industri’’.Jakarta:Universitas


Indonesia.
1. Tungadi,R 2013. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika, Jurusan Farmasi, UNG,
Gorontalo.

6. Dirjen POM, 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV, Depkes RI, Jakarta.
7. Voigt, Rudolf, (1994), Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, edisi ke-5, UGM
Press, Yogyakarta.
8. Ansel, C., Howard, (1989), Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, UI Press, Jakarta.
9. Martin, Alfred, (1993), Farmasi Fisika, UI Press, Jakarta.
10. Ditjen POM, (1979), Farmakope Indonesia III, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
11. Ditjen POM, (1995), “Farmakope Indonesia, edisi IV, Depkes RI, Jakarta
12. Budavari, S., (1986), The Merck Index, 11th edition, Mach and Company

Anda mungkin juga menyukai