Anda di halaman 1dari 27

I.

DASAR TEORI

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Golongan alkaloid adalah golongan senyawa yang mempunyai struktur heterosiklik dan
mengandung atom N di dalam intinya. Sifat umum yang dimiliki oleh golongan senyawa ini
adalah basa, rasa pahit, umumnya berasal dari tumbuhan dan berkhasiat secara farmakologis.
Struktur golongan alkaloid amat beragam, dari yang sederhana sampai yang rumit. nikotin adalah
contoh yang sederhana (Lexicons, 1896).
Alkaloid telah dikenal karena pengaruh fisiologinya terhadap mamalia dan pemakaiannya di
bidang farmasi, tetapi fungsinya dalam tumbuhan hampir sama sekali kabur. Sifat alkaloid :
Mengandung atom N dan bersifat basa
Bereaksi dengan logam dan mengendap
Alkaloid yang mengandung atom O bersifat padat dan dapat dkristalkan pada suhu kamar,
kecuali poliketida dan arekolin
Alkaloid yang tidak mengandung atom O bersifat cairan dan mudah menguap serta
menimbulkan bau yang sangat kuat
Banyak terdapat di tumbuhan daripada di hewan
Disintesis dari asam amino
Larut membentuk garam, yang bersifat lebih larut dalam air pelarut organik, sebaliknya. alkaloid
sendiri lebih larut dalam pelarut organik daripada air
Semula disarankan oleh Liebig bahwa alkaloid, karena sebagian besar bersifat basa, dapat
mengganti basa mineral dalam mempertahankan kesetimbangan ion dalam tumbuhan
(Padmawinata, 1995).
Senyawa yang mengandung alkaloid lainnya adalah opium. Opium adalah getah mentah dari
polong biji tumbuhan opium. Jika getah ini dimurnikan, diperoleh dua alkaloid penting, morfina
dan kodeina yang dapat dipisahkan dalam bentuk murni. Morfina adalah obat anti nyeri paling
mujarab, banyak digunakan untuk mengatasi kesulitan manusia. Kodeina adalah analgetika yang
manjur dan penekan batuk. Senyawa ini sejak lama dipakai sebagai obat batuk, tetapi telah
diganti oleh dekstrometorfan, alkaloid sintetik yang sama ampuhnya (Lide, 1981).
Efedrin (EPH) adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan efedra yang biasa tumbuh di
daerah Asia tengah. Tanaman ini biasanya hijau sepanjang tahun dan biji keringnya digunakan
sebagai obat. Efedrin biasanya digunakan sebagai obat asma dan penurun berat badan. Efedrin
dijual dalam bentuk garam hidroklorida dan sulfat. Efedrin pertama kali diisolasi dari
tanaman Ephedra vulgaris pada tahun 1885 oleh Nagayoshi Nagai. Di Cina, efedrin di jual
dalam bentuk jamu dengan nama Ma Huang. Saat ini industri efedrin telah menghasilkan US $13
juta untuk ekspor 30.000 ton efedrin setiap tahun, 10 kali lebih besar dari obat tradisional Cina.
(Wikipedia, 2008).

II. ALAT DAN BAHAN


Alat :

Tabung reaksi
Rak tabung
Pipet tetes

Kertas saring
Corong
Gelas kimia

Bahan :

III.

Sampel
Pereaksi mayer
NaOH
KMnO4
FeCl3

PROSEDUR
SAMPEL

Uji kelarutan

Reaksi sublimat

IV.

DATA HASIL PENGAMATAN


Penentuan
Sampel 32
Uji Golongan alkaloida

Sampel 11

Sampel + pereaksi mayer


Sampel + pereaksi mayer
tidak
ada
ada endapan
endapan

Dugaan

Bukan golongan alkaloid

Golongan alkaloid

Uji Penegasan

Sampel+ NaOH + KMnO4


hijau

Sampel + FeCl3
Coklat

Sampel + FeCl3
Kuning
terang
Dugaan

V.

Antalgin

PEMBAHASAN

Lidocain HCL

Sampel 32

Pengujian golongan alkaloid terhadap sampel 32 dilakukan dengan penambahan pereaksi


mayer ,dan hasil yang didapat adalah negative untuk golongan alkaloid . Kemudian dilanjutkan
dalam uji penegasan dan memberikan hasil larutan berwarna hijau setelah direaksikan dengan
NaOH dan KMnO4. Untuk lebih memastikan ,sampel diuji kembali dan bereaksi ketika
ditambahkan FeCl3 yang memberi warna kuning terang . maka dapat disimpulkan sampel 32
merupakan golongan anastesi lidocain HCl .
Sampel 11
Sampel no 11 tidak dapat larut dalam aquadest ,tidak larut dalam basa (NaOH) dan juga tidak
larut dalam pelarut organic . Karena sampel tidak dapat larut maka dilakukan filtrasi . Residu
diambil dan dilakukan pengujian golongan alkaloid . Residu direaksikan dengan pereaksi mayer
dan dapat bereaksi karena hasilnya membentuk endapan putih . sampel 11 merupakan golongan
alkaloid . Senyawa alkaloid mempunyai kemampuan bereaksi dengan pereaksi mayer karena
dalam senyawa alkaloid terdapat gugus nitrogen yang masih memiliki satu pasangan electron
bebas yang menyebabkan senyawa alkaloid bersifat nukleofilik. Akibatnya senyawa alkaloid
mampu mengikat ion logam berat yang bermuatan positive dan membentuk senyawa kompleks
tertentu yang berwarna. Selanjutnya dilakukan uji penegasan ,memberikan hasil positive dan
bereaksi dengan FeCl3 yang membentuk larutan coklat .

VI.

KESIPULAN
Sampel 11 merupakan golongan alkaloid karena mempunyai kemampuan bereaksi dengan
pereaksi mayer karena dalam senyawa alkaloid terdapat gugus nitrogen yang masih
memilikinsatu pasangan electron bebas yang menyebabkan senyawa alkaloid bersifat nukleofilik.
Sampel 32 merupakan golongan anastesi ,karena dalam uji penggolongan alkaloid tidak ada
endapan .

VII.

DAFTAR PUSTAKA
DepKes.1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik
Jakarta.

Indonesia ;

Riawan, S .1990 . Kimia Organik. Binapura Aksara ; Jakarta .


http://ounongsfarm.blogspot.com/2014/09/laporan-praktikum-kimia-farmasi.html
E.

Dasar Teori
Definisi alkaloid : Dari namanya alkaloid berasal dari suku kata alkali, yang
artinya basa mengandung atom N. jadi alkaloid adalah senyawa organik yang
mengandung atom N dan bersifat basa (memiliki pasangan elektron bebas) serta
memiliki efek farmakologi bagi manusia atau hewan. Dalam arti lain Alkaloid adalah
sebuah

golongan

senyawa basa bernitrogen

yang

kebanyakan heterosiklik dan

terdapat di tetumbuhan (tetapi ini tidak mengecualikan senyawa yang berasal


dari hewan). Asam amino, peptida, protein, nukleotid, asam nukleik, gula amino dan
antibiotik biasanya tidak digolongkan sebagai alkaloid. Dan dengan prinsip yang
sama, senyawa netral yang secara biogenetik berhubungan dengan alkaloid
termasuk digolongan ini.
http://biologigonz.blogspot.com/2011/02/alkaloid.html

Sejarah

alkaloid

: Alkaloid

dihasilkan

oleh

banyak

organisme,

mulai

dari bakteria, fungi(jamur), tumbuhan, dan hewan. Ekstraksi secara kasar biasanya
dengan

mudah

dapat

dilakukan

melalui

teknik

ekstraksi

asam-basa.

Rasa pahit atau getir yang dirasakan lidah dapat disebabkan oleh alkaloid. Istilah
"alkaloid" (berarti "mirip alkali", karena dianggap bersifat basa) pertama kali dipakai
oleh Carl Friedrich Wilhelm Meissner (1819), seorang apoteker dari Halle (Jerman)
untuk menyebut berbagai senyawa yang diperoleh dari ekstraksi tumbuhan yang
bersifat

basa

(pada

waktu

itu

sudah

dikenal,

misalnya, morfina, striknina,

serta solanina). Hingga sekarang dikenal sekitar 10.000 senyawa yang tergolong
alkaloid dengan struktur sangat beragam, sehingga hingga sekarang tidak ada
batasan yang jelas untuknya.
http://id.wikipedia.org/wiki/Alkaloid

Sifat alkaloid :
1.

Mengandung atom N dan bersifat basa

2.

Bereaksi dengan logam dan mengendap

3.

Alkaloid yang mengandung atom O bersifat padat dan dapat dkristalkan pada suhu
kamar, kecuali poliketida dan arekolin

4.

Alkaloid yang tidak mengandung atom O bersifat cairan dan mudah menguap
serta menimbulkan bau yang sangat kuat

5.

Banyak terdapat di tumbuhan daripada di hewan

6.

Disintesis dari asam amino

7.

Larut membentuk garam, yang bersifat lebih larut dalam air pelarut organik,
sebaliknya alkaloid sendiri lebih larut dalam pelarut organik daripada air
Contoh alkaloid : Efedrin (EPH) adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan
efedra yang biasa tumbuh di daerah Asia tengah. Tanaman ini biasanya hijau
sepanjang tahun dan biji keringnya digunakan sebagai obat. Efedrin biasanya
digunakan sebagai obat asma dan penurun berat badan. Efedrin dijual dalam
bentuk

garam

hidroklorida

dan

sulfat.

Efedrin

pertama

kali

diisolasi

dari

tanaman Ephedra vulgaris pada tahun 1885 oleh Nagayoshi Nagai. Di Cina, efedrin
di jual dalam bentuk jamu dengan nama Ma Huang. Saat ini industri efedrin telah
menghasilkan US $13 juta untuk ekspor 30.000 ton efedrin setiap tahun, 10 kali
lebih besar dari obat tradisional Cina. (Wikipedia, 2008).
Contoh obat yang mengandung efedrin (Hardjasaputra et al, 2002):

Dalam

tiap

tablet

mixadin

(Dankos,

obat

batuk)

mengandung

12,5

mg

efedrin.HCl. Efedrin.HCl merupakan suatu simpatomimetik yang berfungsi untuk


melonggarkan saluran nafas dan melegakan pernafasan.

Dalam tiap tablet demacolin (Coronet, obat demam) mengandung efedrin.HCl 7,5
mg. Dalam tiap tablet asmasolon(Westmont, antiasma) mengandung 12,5 mg
efedrin.HCl.

Dalam tiap 5 mL noscapax (Nicholas, sirup obat batuk) mengandung 8 mg


efedrin.HCl. Efedrin HCl mempunyai efek bronkodilatasi untuk memperlancar
jalannya pernafasan.

Dalam tiap 5 mL oskadryl (Supra FF, sirup obat batuk) mengandung 10 mg


efedrin.HCl. Dalam tiap tablet prinasma(Medikon, obat antiasma) mengandung 2,5
mg efedrin.HCl.
www.inpcrc.files.wordpress.com/2008/08/makalah-seminar-narkoba1.doc

F.

Alat dan Bahan


Alat :

1.

Pipet tetes

2.

Spirtus

3.

Kaki tiga

4.

Tabung reaksi

5.

Rak tabung

6.

Gelas kimia
Bahan :

1.

Sample 44 dan 57

2.

Amoniak, NaOH, DAB HCl, aquadest, H2SO4, CuSO4, Parry, dll

G. Prosedur Kerja
-

Pemeriksaan organoleptik :
Sample 44 : Warna putih kekuningan
Bentuk serbuk halus
Rasa pahit
Bau netral
Sample 57 : Warna putih
Bentuk serbuk
Rasa pahit
Bau netral

Uji Golongan :
Golongan Xantin : Sample + P. Parry + Amoniak P Kuning
Golongan Pirazolon : Sample + FeCl Biru kehijauan

Uji penegasan :
Sample 44 + AgNO3 Ungu dengan endapan perak metalik
Sample 57 + P. Parry Ungu
Sample 57 + Aqua panas + AgNO3 Endapan agak kental

H. Data dan Hasil Pengamatan


Uji organoleptis :

N
o

Sample

Warna

Bentu
k

Rasa

Bau

Dugaan

Simpul
an

44

Putih
kekunin
gan

Serbu
k
halus

Pahit

Netral

Antalgin,
Aminopili
n,
Reserpin

57

Putih

Serbu
k
halus

Pahit

Netral

Uji Golongan :
N
o

Cara Kerja

Hasil

Dugaan

Kesimpulan

Golongan Xantin : Sample


+ P. Parry + Amoniak

Kuning

Gol. Xantin

Golongan Pirazolon :
Sample + FeCl

Biru
kehijauan

Gol.
Pirazolon

Kesimpulan

Uji penegasan :
N
o

Cara Kerja

Hasil

Dugaan

Sample 44 + AgNO3

Ungu dengan
endapan
perak metalik

Antalgin

Sample 57 + P. Parry

Ungu

Teofilin

Sample 57 + aqua
panas + AgNO3

Cairan kental
putih

Teofilin

I.

Pembahasan
Pada praktikum kali ini akan mengidentifikasi senyawa alkaloid di dalam
sample. alkaloid adalah senyawa organik yang mengandung atom N dan bersifat
basa (memiliki pasangan elektron bebas) serta memiliki efek farmakologi bagi
manusia atau hewan. Alkaloid dalam paktikum ini dibagi kedalam beberapa
golongan, diantaranya golongan xantin, pirazolon, aniline, opium, dll.
Sample alkaloid yang akan dilakukan pengidentifikasian adalah sample nomor
44 dan 57. Pada pengujian organoleptik kedua sample ini berbentuk serbuk,
rasanya tentu pahit karena alkaloid ini didapat dari tumbuhan yang pada umumnya
berasa pahit. Pada sample nomor 44 berwarna putih kekuningan, sample 57
berwarna putih, keduanya mempunyai bau yang netral.
Pada pengujian golongan, dilakukan pengujian golongan xanthin terlebih
dahulu dengan cara mereaksikan dengan pereaksi parry dan ditambahkan dengan
amoniak pekat, kemudian akan didapat warna kuning. Dan jika dilarutkan dengan
parry bewarna ungu. Pada uji golongan pirazolon direaksikan antara sample dengan
FeCl akan menghasilkan warna biru kehijauan. Pada pengujian golongan ini
dilakukan juga pada golongan aniline dan opium, tetapi pada keduanya hasilnya
negative. Untuk uji golongan pirazolon dengan prediksi sample 44 adalah antalgin
dengan mereaksikan dengan AgNO3 dan menghasilkan warna larutan ungu keruh
dengan endapan perak metalik, tetapi dalam kenyataannya negate, hasil yang
benar adalah efedrin hcl yang etrdapat pada golongan lain-lain. Efedrin adalah
golongan alkaloid yang didapat dari tumbuhan Ephedra vulgaris dan biasa
digunakan sebagai obat asma. Untuk uji golongan yang xantin diprediksikan adalah
antara teofilin dan aminophilin. Tetapi setelah dilakukan dengan uji penegasan
dengan menggunakan aqua panas dan AgNO 3 dan menghasilkan endapan putih
dengan cairan kental, ini berarti positif untuk teofilin pada sample nomor 57.

J.

Kesimpulan

Sample 44 seharusnya adalah efedrin hcl, bukan antalgin. Diprediksina antalgin


karena pada organoleptis berwarna putih kekuningan dan terdapat reaksi warna
ungu endapan perak metalik dengan reaksi AgNO 3.

Sample 57 adalah benar teofilin, dengan reaksi Parry dan reaksi aqua panas
dengan campuran AgNO3.

K. Daftar Pustaka
Sumber : Diktat KFA 1 2011
http://biologigonz.blogspot.com/2011/02/alkaloid.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Alkaloid
www.inpcrc.files.wordpress.com/2008/08/makalah-seminar-narkoba1.doc

http://yoggazta.blogspot.com/2012/11/laporan-praktikum-alkaloida-kfa.html

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 TUJUAN PRAKTIKUM
1. Sebelum melakukan praktikum ini, mahasiswa diharapkan telah mengerti tentang apa
yang dimaksud dengan alkaloid dan penggolongannya.
2. Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa diharapkan dapat mengetahui identifikasi
alkaloid secara kimia dan kromatografi, serta cara penyarian alkaloid.
I.2 DASAR TEORI
I.2.1 Pengertian Alkaloid
Kata alkaloid pertama kali diperkenalkan oleh W. Meisner pada awal abad 19 untuk
senyawa bahan alam yang bereaksi seperti basa. Alkaloid adalah senyawa nitrogen
organik, lazimnya bagian cincin heterosiklik, bersufat basa, sering bersifat optis aktif dan
kebanyakan berbentuk kristal. (Tim Penyusun Penuntun Praktikum Farmakognosi. 2009).
Alkaloid dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Alkaloid sejati
Alkaloid sejati adalah senyawa yang mengandung nitrogen pada struktur heterosiklik,
struktur kompleks, distribusi terbatas yang menurut beberapa ahli hanya ada pada
tumbuhan. Alkaloid sejati ditemukan dalam bentuk garamnya dan dibentuk dari asam amino
sebagai bahan dasar biosintesis.
2. Pseudoalkaloid
Pseudoalkaloid memiliki sifat seperti alkaloid sejati tetapi tidak diturunkan dari asam amino.

Contoh : isoprenoid, terpenoid (coniin), dan alkaloid steroidal (paravallarine).


3. Protoalkaloid
Protoalkaloid adalah senyawa amin sederhana dengan nitrogen tidak berada pada cincin
heterosiklik. Contoh : mescaline, betanin, dan serotonin.
(Swastini, Dewa Ayu.2007).
Fungsi alkaloid dalam tanaman saat ini belum diketahui dengan jelas. Ada beberapa
dugaan fungsi alkaloid, yaitu sebagai metabolit sekunder yang berguna melindungi
tanaman dari predator, sebagai metabolit akhir yaitu limbah yang tidak berfungsi sebagai
substansi simpanan atau sebagai regulator pertumbuhan. Alkaloid banyak dimanfaatkan
oleh manusia karena memiliki efek farmakologi, diantaranya :
Depresan saraf pusat, yaitu morfin dan skopolamin
Simulan saraf pusat, yaitu strihnin dan kafein
Simpatomimetik, yaitu efedrin
Simpatolitik, yaitu yohimbin dan alkaloid ergot
Parasimpatomimetik, yaitu eserin dan pilokarpin
Antikolinergik, yaitu atoprin dan hiosiamin
Ganglioplegik, yaitu spartein dan nikotin
Anestesi lokal, yaitu kokain
Mengobati fibrilasi, yaitu quinidin
Antitumor, yaitu vinblastin dan eliptisin
Antibakteri, yaitu berberin
Amoebasida, yaitu emetin
Selain pada tumbuhan, alkaloid juga ditemukan pada bakteri seperti pyosianin yang
dihasilkan oleh Pseudomonas aeruginosa. Sementara pada fungi, terdapat alkaloid psilosin
dari jamur halusinogen dan ergomin dari Claviceps sp.
Alkaloid jarang ditemukan pada gymnospermae atau pteridophyta. Alkaloid banyak
ditemukan pada angiospermae (10-15%). Pada tanaman monokotil, alkaloid dapat
ditemukan pada tanaman dari famili Amaryllidaceae dan Liliaceae. Pada tanaman dikotil,
alkaloid dapat ditemukan pada famili Annonaceae, Apocynaceae, Fumariaceae, Lauraceae,
Loganiceae, Magnoliaceae, Menispermaceae, Papaveraceae, Ranunculaceae, Rubiaceae,
Rutaceae, dan Solanaceae.
Alkaloid juga ditemukan pada beberapa binatang, dalam beberapa kasus karena hewan
tersebut mengkonsumsi tanaman yang mengandung alkaloid, misalnya castoramin dari lili
air yang ditemukan pada berang-berang. Alkaloid sebagai produk metabolisme pada hewan
seperti pada salamander atau amfibi seperti bufo, phyllobates, dan dendrobates. Alkaloid
sebagai sekret dari kelenjar eksokrin banyak ditemukan pada arthropoda seperti
Hymenoptera, Neuroptera, Miriapoda, dan Coleoptera.
Pada tanaman, alkaloid ditemukan dalam bentuk garam larut air seperti sitrat, malat,
mekonat, tartrat, isobutirat, benzoat, atau kadang-kadang kombinasi dengan tanin. Secara

mikrokimia, ditemukan bahwa alkaloid banyak ditemukan pada jaringan perifer dari batang
atau akar. Alkaloid disintesis padatempat yang spesifik seperti pada akar yang sedang
tumbuh, kloroplas, dan sel laktiferus.
(Swastini, Dewa Ayu.2007).
Penggolongan alkaloid berdasarkan struktur cincin atau inti yang dimiliki, yaitu :

1. Alkaloid Piridin-Piperidin
Pada proses reduksi, basa tersier piridin dikonversi menjadi basa piperidin. Alkaloid dengan
struktur inti dari kelompok ini terbagi menjadi 3 sub kelompok, yaitu :
Derivat piperidin, contohnya lobelin dan lobelia
Derivat asam nikotinat, contohnya arekolin dari areca
Derivat piridin dan piperidin, contohnya nikotin dari tembakau
Contoh dari alkaloid ini adalah nikotin dari tembakau, areca dari tanaman areca catechu,
dan lobelia dari tanaman lobelia inflata.
2. Alkaloid Tropan
Alkaloid tropan memiliki struktur inti bisiklik, mengandung nitrogen yaitu azabisiklo [3,2,1]
oktan atau 8-metil-8-azabisiklo [3,2,1] oktan. Alkaloid tropan ditemukan pada
angiospermae, yaitu famili Solanaceae (Atropa, Brugmansia, Datura, Scopolia, Physalis),
Erythroxylaceae (Erythroxylem), Proteaceae (Belladena dan Darlingia) dan
Convoovulaceae (Convovulus dan Calystegia). Alkaloid tropan secara sporadis ditemukan
pada tanaman Bruguiera, Phyllanthus, dan Cochlearia. Karakter alkaloid yang mengandung
inti tropan adalah jika direaksikan dengan asam nitrat, kemudian residunya dilarutkan
dalam aseton maka akan muncul warna ungu gelap. Hal ini disebabkan karena munculnya
larutan etanol dalam KOH ( Reaksi Vitalli Morin). Contoh alkaloid tropan adalah dihasilkan
oleh Atropa belladone dan kokain yang dihasilkan oleh Erythroxylem coca.
3. Alkaloid Quinolin
Alkaloid yang memiliki struktur inti quinolin dihasilkan dari tanaman cinchona (kina). Alkaloid
yang tergolong quinolin diantaranya quinin, quinidin, cinchonin, dan cinchonidin. Alkaloid
cinchona saat ini merupakan satu-satunya kelompok alkaloid quinolin yang memiliki efek
terapeutik. Cinchonin yang merupakan isomer dari cinchonidin merupakan alkaloid orang
tua dari semua seri alkaloid quinin. Quinin dan isomernya yaitu quinidin merupakan 6metoksicinchonin.
4. Alkaloid Isoquinolin
Obat-obat penting yang berasal dari alkaloid isoquinolin adalah ipekak, emetin, hidrastin,
sanguinaria, kurare, tubokurarin, berberin, dan opium. Meskipun alkaloid isoquinolin
memiliki struktur yang kompleks tetapi biosintetsisnya sangat sederhana. Alkaloid

isoquinolin merupakan hasil kondensasi derivat feniletilamin dengan derivat fenilasetaldehid


dimana kedua senyawa ini merupakan derivat dari fenilalanin dan tirosin.
5. Alkaloid Indol
Obat-obat penting yang mengandung gugus indol adalah rauwolfia (reserpin), catharanthus
atau vinca (vinblastin dan vincristin ), nux vomica (strihnin dan brusin), physostigma
(fisostigmin), dan ergot (ergotamin dan ergonovin). Terdapat tiga kerangka monoterpenoid
yang membentuk kompleks indol yaitu kerangka tipe Aspidosperma, Corynanthe, dan
Iboga. Penamaan tipe kerangka ini berdasarkan tanaman yang banyak mengandung
alkaloid dengan inti monoterpen.

6. Alkaloid Imidazol
Cincin imidazol (glioxalin) adalah cincin utama dari pilokarpin yang dihasilkan oleh tanaman
Pilocarpus jaborandi. Pilokarpin adalah basa tersier yang mengandung gugus lakton dan
imidazol. Ditinjau dari strukturnya, alkaloid ini mungkin dibentuk dari histidin atau suatu
metabolit yang ekivalen.
7. Alkaloid steroid
Alkaloid steroid dikarakterisasi dengan adanya inti siklopentanofenantren. Alkaloid ini
biasanya dibentuk dari kolesterol dan memiliki prekursor yang sama dengan kolesterol.
Alkaloid steroid yang penting adalah veratrum.
8. Alkaloid Amin
Alkaloid dalam kelompok ini tidak memiliki atom nitrogen dalam cincin heterosiklik.
Kebanyakan merupakan derivat dari feniletilamin dan asam amino umum seperti fenilalanin
dan tirosin. Contoh alkaloid ini adalah efedrin dan kolkisin.
9. Basa Purin
Purin adalah inti heterosiklik yang mengandung anggota 6 cincin pirimidin yang bergabung
dengan anggota 5 cincin imidazol. Purin sendiri tidak ada di alam tetapi derivatnya
signifikan secara biologis. Alkaloid basa purin yang penting adalah kafein, teobromin, dan
teofilin.
(Swastini, Dewa Ayu.2007).
1.2.2 Identifikasi Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi adalah cara pemisahan zat berkhasiat dan zat lain yang ada dalam sediaan,
dengan jalan penyarian berfraksi, atau penyerapan, atau penukaran ion pada zat padat
berpori, menggunakan cairan atau gas yang mengalir. Zat yang diperoleh dapat digunakan
untuk percobaan identifikasi atau penetapan kadar. Kromatografi yang sering digunakan
adalah kromatografi kolom, kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, dan kromatografi
gas. Sebagai bahan penyerap selain kertas digunakan juga zat penyerap berpori, misalnya

aluminiumoksida yang diaktifkan, asam silikat atau silika gel kiselgur dan harsa sintetik.
Bahan tersebut dapat digunakan sebagai penyerap tunggal atau campurannya atau
sebagai penyangga bahan lain. Kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis umumnya
lebih berguna untuk percobaan identifikais karena cara ini khas dan mudah dilakukan untuk
zat dengan jumLah sedikit. Kromatografi gas memerlikan alat yang lebih rumit, tetapi cara
tersebut sangat berguan untuk percobaan identifikasi dan penetapan kadar. (Materia
Medika Indonesia Jilid V, hal 523)
1. Kromatografi Kolom
Kromatografi Penyerapan
Zat penyerap ( misalnya aluminium oksida yang telah diaktifakan, silika gel, kiselgut
terkalsinasi, dan kiselgur kromatografi murni ) dalam keadaan kering atau setelah dicampur
dengan sejumLah cairan dimapatkan kedalam tabung kaca atau tabung kuarsa denan
ukuran tertentu dan mempunyai lubang pengalir keluar dengan ukuran tertentu.
SejumLah sediaan yang diperiksa dilarutkan dalam sedikit pelarut ditambahkan pada
puncak kolom dan dibiarkan mengalir dalam zat penyerap. Zat berkhasiat diserap dari
larutan oleh bahan penyerap secara sempurna berupa pita sempit pada puncak kolom.
Dengan mengalirkan pelarut lebih lanjut, dengan atau tanpa tekanan udara, masing-masing
zat bergerak turun dengan kecepatan khas hingga terjadi pemisahan dalam kolom yang
disebut kromatogram. Kecepatan bergerak zat dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya
daya serap zat penyerap, sifat pelarut dan suhu dari sistem komatografi.
Kromatografi Pembagian
Pada kromatografi pembagian, zat yang harus dipisahkan terbagia atas dua cairan yang
tidak bercampur. Salah satu cairannya yaitu fase tidak gerak atau fase yang lebih polar
biasanya diserap oleh zat penyerap padat, karena itu memberikan daerah permukaan yang
sangat luas keada pelarut yang mengalir atau fase gerak atau fase yang kurang polar dan
menghasilkan pemisahan yang baik yang tidak dapat dicapai pada pengocokan.
Kromatografi pembagian dilakuakn dengan cara mirip dengan kromatografi penyerapan.
Dalam hal tertentu lebih baik zat yang diperiksa yang telah dilarutkan dalam fase tidak
bergerak ditambahkan pada sedikit zat penyerap, kemudian campuran ini dipindahkan pada
puncak kolom. (Materia Medika Indonesia Jilid V, hal 523).
2. Kromatografi Kertas
Pada kromatografi kertas sebagai penyerap digunakan sehelai kertas dengan susunan
serabut atau tebal yang cocok. Pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut
tunggal dengan proses yang analog dengan kromatografi penyerapan atau menggunakan
dua pelarut yang tidak dapat bercampur dengan proses analaog dengan kromatografi
pembagian. Pada kromatografi pembagian fase bergerak merambat perlahan-lahan melalui
fase tidak bergerak yang membungkus serabut kertas atau yang membentuk kompleks
dengan serabut kertas. Perbandingan jarak perambatan suatu zat terhadap jarak
perambatan fase bergerak dihitung dari titik penetesan larutan zat dinyatakan sebagai Rf

zat tersebut. Perbandingan jarak perambatan suatu zat dengan jarak perambatan zat
pembanding kimia dinyatakan sebagai Rr. Letak bercak yang diperoleh dari zat yang
dikromatografi dapat ditetapkan dengan cara berikut :
a. Pengamaatan langsung, jika tampak dengan cahaya biasa atau dengan sinar ultra violet
b. Pengamatan dengan cahaya biasa atau dengan sinar ultraviolet setelah kertas disemprot
dengan pereaksi yang dapat memberikan warna pada bercak.
c. menggunakan pencacah geiger-muler atau otora diografik jika ada zat radioaktif.
d. menempatkan pita atau potongan kertas pada medium perbiakan yang telah ditanami
untuk melihat hasil stimulasi atau pertumbuahan bakteri.
Alat yang digunakan berupa bejana kromatogarfi raltahan korosi , bak pelarut, batang kaca
anti sifon dan kertas kromatografi. (Materia Medika Indonesia Jilid V, hal 525).
3. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis digunakan untuk pemisahan zat secara cepat dengan
menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan serba rata pada lempeng
kaca. Lempeng yang dilapis, dapat dianggap sebagai kolom kromatografi terbuka dan
pemisahan didasarkan pada penyerapan pembagian atau gabungannya tergantung dari
jenis zat penyerap pembagian atau gabungannya tergantung dari jenis zat penyerap dan
cara pembuatan lapisan zat penyerap dan jenis pelarut. KLT dengan penyerap penukar ion
dapat digunakan untuk pemisahan senyawa polar. Harga Rf yang diperoleh pada KLT tidak
tetap jika dibandingkan dengan yang diperoleh pada kromatografi kertas karena itu pada
lempeng yang sama disamping kromatogram dari zat yang diperiksa perlu dibuat
kromatogram dari zat pembanding kimia lebih baik dengan kadar yang berbeda-beda.
Perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan 2 bercak dengan harga Rf dan ukuran
yang lebih kurang sama. Ukuran dan intensitas bercak dapat digunakan untuk
memperkirakan kadar. Penetapan kadar yang lebih teliti dapat digunakan dengan cara
densito metri atau dengan mengambil bercak dengan hati-hati dari lempeng, kemudian
disari dengan pelarut yang cocok, dan ditetapkan dengan cara spektrofotometri. Pada KLT
2 dimensi lempeng yang telah dievaluasi diputar 900 dan dievaluasi lagi umumnya
menggunakan bejana lain yang berisi pelarut lain. Alat yang digunakan adalah lempeng
kaca, baki lempeng, rak penyimpanan, zat penyerap, alat pembuat lapisan, bejana
kromatografi, sablon, pipet mikro, alat penyemprot pereaksi, pelarut, dan lampu ultraviolet.
(Materia Medika Indonesia Jilid V, hal 528).
4. Kromatografi Gas
Kromatografi gas adalah satu cara pemisahan kromatografi dimana sebagai fase bergerak
digunakan gas yang disebut gas pembawa. Jika sebagai fase tidak bergerak digunakan zat
padat yang disebut kromatografi gas padat dan jika sebagai fase tidak bergerak digunakan
cairan disebut kromatografi gas cairan. Alat yang digunakan antara lain : tempat
penyuntikan yang terletak dimuka kolom kromatografi, kolom kromatografi dari kaca atau
baja tahan karat berisi bahan padat penyangga halus yang cocok dan dilapisi dengan fase
tidak bergerak, detektor yang dihubungkan dengan alat pencatat. (Materia Medika

Indonesia Jilid V, hal 531).


1.2.3 Alat dan Bahan.
A. Identifikasi Umum dan Kimia Alkaloida
Alat :
1. Erlenmeyer
2. Beaker glass
3. Gelas ukur
4. Batang pengaduk
5. Sendok tanduk
6. Corong pisah
7. Tabung reaksi
8. Pipet tetes
9. Penangas air
10. Kertas perkamen
11. Kertas saring
12. Penjepit kayu
Bahan :
1. Simplisia Coffea Semen, Cacica papaya Flos, Nicotiana tabacum Folium, Chinae Cortex,
dan Piperis nigri Fructus.
2. HCL 2N
3. Amonia P
4. Eter P
5. Kloroform
6. Natrium Sulfat Anhidrat P
7. Mayer LP
8. Wagner LP
9. Dragendroff LP
10. Marme LP
11. Harger LP
12. Asam Sulfat P
13. Asam Nitrat P
14. Erdman LP
15. Kristal Kadminium Sulfat
16. Asam Sulfat Encer
17. Air
18. Arang jerap
B. Identifikasi Kromatografi Lapis Tipis
Alat :
1. Chamber

2. Plat KLT silica gel GF 254


3. Pipet Kapiler
4. Kertas saring
Bahan :
1. Chinae Cortex
2. Toluena-eter-dietilamina (55:35:10) v/v
3. 35 mg Kinina
4. Amoni 25 %
5. Kloroform
6. Metanol
7. Asam Sulfat pekat

B A B II
DATA PENGAMATAN HASIL PRAKTIKUM
Data pengamatan hasil praktikum terlampir.

B A B III
P E M BAHAS AN
Pada praktikum identifikasi glikosida ini, dilakukan uji identifikasi glikosida secara kimia
maupun secara kromatografi.
3.1 Identifikasi Umum
Pada identifikasi umum dilakukan 2 macam percobaan, yaitu reaksi pengendapan dan
reaksi warna. Namun, terlebih dahulu harus dilakukan penyiapan larutan percobaan.
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah simplisia Coffea Semen, Carica
papaya Flos, Nicotiana tabacum Folium, Chinae Cortex, dan Piperis nigri Fructus. Mulamula serbuk simplisia ditimbang sebanyak 250 mg, kemudian ditambahkan 0,5 mL HCl 2N
dan 4,5 mL air. Penambahan HCl 2 N bertujuan untuk menarik alkaloid dari dalam simplisia.
Alkaloid bersifat basa, sehingga dengan penambahan asam seperti HCl akan terbentuk
garam. Sedangkan fungsi penambahan air adalah untuk melarutkan garam alkaloid yang
terbentuk (Depkes RI, 1979). Setelah itu dilakukan pemanasan selama 2 menit di atas
penangas air, kemudian didinginkan lalu disaring. Pemanasan yang dilakukan bertujuan
untuk memecah ikatan antara alkaloid dengan asam klorida sehingga diperoleh alkaloid
yang bukan dalam bentuk garamnya. kemudian didinginkan dan disaring lalu diambil
filtratnya.
Coffea Semen terbentuk larutan berwarna coklat muda.
Carica papaya Flos terbentuk larutan berwarna orange.
Nicotiana tabacum Folium terbentuk larutan berwarna coklat kemerahan.
Chinae Cortex terbentuk larutan berwarna kuning jernih.
Piperis nigri Fructus terbentuk larutan berwarna orange.

Filtrat kemudian dipindahkan ke gelas arloji dan ditetesi dengan 2 tetes larutan Mayer LP.
Coffea Semen terbentuk larutan berwarna coklat muda dan tidak menggumpal.
Carica papaya Flos terbentuk larutan berwarna kuning muda dan tidak terbentuk endapan.
Nicotiana tabacum Folium terbentuk larutan berwarna kuning muda dan tidak terbentuk
endapan .
Chinae Cortex terbentuk larutan berwarna putih kekuningan dan terbentuk endapan.
Piperis nigri Fructus terbentuk larutan berwarna coklat muda dan terbentuk sedikit
endapan.
Berdasarkan uji di atas, diketahui bahwa Chinae Cortex mengandung alkaloid. Hal ini
ditandai dengan terbentuknya endapan. Berdasarkan pustaka, simplisia Chinae Cortex
mengandung alkaloid quinolin. (Buku ajar Farmakognosi. 2009).
Sisa filtrat kemudian digojog dalam corong pisah dan ditambahkan 3 mL amonia P untuk
membuat suasana basa dan 5 mL campuran (3 bagian eter, yaitu x 5 ml = 3,75 mL dan 1
bagian kloroform, yaitu x 5 ml = 1,25). Penambahan dua pelarut ini bertujuan untuk
melarutkan fase organik yaitu campuran klorofom dan eter serta fase non organik yaitu air.
Karena kedua fase ini memiliki massa jenis yang berbeda, maka fase organik dan fase non
organik pada filtrat akan terpisah, dimana fase organik filtrat berada pada bagian bawah
larutan, sedangkan air sebagai fase organik berada pada bagian atas larutan. Fase organik
mengandung alkaloid karena alkaloid memiliki sifat nonpolar sehingga larut dalam
kloroform. Setelah itu fase organik ditambahkan Na2SO4 anhidrat yang bersifat
higroskopis, sehingga mampu mengikat air yang tersisa pada filtrat. Kemudian, larutan
disaring dan filtrat dibagi 2 untuk reaksi pengendapan dan reaksi warna.

a. Reaksi Pengendapan
Pada reaksi pengendapan, filtrat diuapkan terlebih dahulu di atas penangas air untuk
menghilangkan atau menguapkan pelarut yang telah bercampur dengan alkaloid.
Kemudian, sisa filtrat yang telah diuapkan dilarutkan dalam HCl 2N. Penambahan HCl
berfungsi untuk membentuk garam alkaloid sehingga alkaloid dapat tertarik dari larutannya.
Alkaloid dalam bentuk garamnya inilah yang nantinya akan bereaksi dengan reagent atau
larutan pereaksi dan membentuk endapan. Adapun larutan pereaksi yang digunakan antara
lain:
Gol II : Wagner LP.
Gol III : Mayer LP dan Dragendroff LP.
Gol IV : Harger LP.
Tabel 1 : Hasil Uji Reaksi Pengendapan
Nama Simplisia Larutan Pereaksi

Wagner LP Mayer LP Dragendroff LP Harger LP


Coffea Semen - - Carica papaya Flos - - - Nicotiana tabacum Folium - - Chinae Cortex - - - Piperis nigri Fructus - - Ket:
: Terbentuk endapan
- : Tidak terbentuk endapan
Berdasarkan percobaan reaksi pengendapan di atas, diperoleh hasil bahwa tidak terdapat
simplisia yang mengandung alkaloid karena tidak terbentuk endapan dari sekurangkurangnya dua larutan pereaksi.(Depkes RI,1977). Hal ini tidak sesuai dengan pustaka
yang menyebutkan bahwa Chinae Cortex mengandung alkaloid qinolin. Berdasarkan
pustaka, disebutkan bahwa reaksi pengendapan dengan pereaksi golongan II jika bereaksi
dengan alkaloid akan membentuk endapan. Reaksi pengendapan dengan pereaksi
golongan III jika bereaksi dengan alkaloid akan membentuk senyawa adisi yang tidak larut.
Reaksi pengendapan dengan pereaksi golongan IV jika bereaksi dengan alkaloid akan
membentuk ikatan asam organik.(Depkes RI, 1980). Tidak terbentuknya endapan
disebabkan karena rusaknya larutan pereaksi atau kesalahan dalam proses pengerjaan,
misalnya pada proses penguapan dan penambahan HCl 2N.
b. Reaksi Warna
Pada reaksi ini, sebelum ditetesi dengan larutan pereaksi, sampel terlebih dahulu diupkan
di atas penangas air dengan menggunakan cawan porselen. Hal ini juga bertujuan untuk
menguapkan pelarut yang telah bercampur dengan alkaloid. Pada uji warna ini, digunakan
3 pereaksi, yaitu asam sulfat P, asam nitrat P, dan Erdman LP. Dari percobaan di atas,
diperoleh hasil :
Tabel 2 : Hasil Uji Reaksi Warna
Nama Simplisia Larutan percobaan
asam sulfat P asam nitrat P Erdman LP
Coffea Semen Coklat jernih Kuning jernih Coklat jernih
Carica papaya Flos Coklat muda Hijau muda Tetap bening
Nicotiana tabacum Folium Agak kekuningan Putih kekuningan Tetap bening
Chinae Cortex Agak kuning Tetap bening Tetap bening
Piperis nigri Fructus Kuning Hijau kekuningan kekuningan
Dari hasil percobaan, diperoleh hasil uji negatif ( - ) pada simplisia Carica papaya Folium,
Nicotiana tabacum Folium, dan Chinae Cortex karena ada yang tidak mengalami
perubahan warna setelah ditetesi dengan larutan percobaan tertentu. Adapun
penyimpangan hasil uji warna ini disebabkan oleh ketidaktelitian praktikan dalam

penambahan reagent atau larutan percobaan pada filtrat dan mungkin juga disebabkan
oleh proses penyarian filtrat yang kurang teliti.
Sedangkan diperoleh hasil uji positif (+) pada Coffea Semen dan Piperis nigri Fructus
karena terjadi perubahan warna oleh penambahan ketiga larutan percobaan. Adanya
perubahan warna disebabkan oleh adanya interaksi antara alkaloid yang bersifat basa
dengan larutan percobaan yang bersifat asam sehingga menimbulkan reaksi asam-basa
dan memicu timbulnya warna tertentu.
3.2 Identifikasi Kimia
3.2.1 Piperina
Pada identifikasi kimia terhadap serbuk piper nigrum dilakukan dengan cara 1-3 tetes sari
kloroform dari serbuk piper nigrum yang diteteskan pada objek gelas kemudian
ditambahkan dengan 1 tetes asam sulfat pekat terjadi warna coklat tua, karena merupakan
senyawa amida basa lemah yang dapat membentuk garam dengan asam mineral kuat. Uji
positif karena setelah diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran lemah (12,5 x 10)
membentuk kristal kadminium sulfat, yang berupa kristal berbentuk jarum, berwarna
kuning.
3.2.2 Kinina
Pada uji ini, digunakan 200 mg serbuk Chinae Cortex dimaserasi dengan 20 mL air dan 2
tetes Asam Sulfat encer selama 1 jam, diperoleh maserat berwarna coklat muda, disaring.
Maserasi bertujuan menarik alkaloid untuk bereaksi dengan asam membentuk garam yang
larut dalam air, sedangkan penambahan Asam Sulfat encer bertujuan untuk menarik
alkaloid karena alkaloid bersifat basa lemah dan bila direaksikan dengan asam maka akan
terbentuk garam yang larut dalam air sehingga garam alkaloid dapat terpisah menuju fase
cair dan dapat diisolasi. Setelah filtrat ditambahkan Asam Sulfat encer, didihkan dan
ditambahkan arang jerap untuk mengabsorpsi pengotor, kemudian diamati pada lampu UV,
terjadi flourosensi biru. Flourosensi ini terjadi karena larutan menyerap cahaya pada
panjang gelombang 366 nm. Dari hasil percobaan menunjukkan hasil positif untuk kinina
karena alkaloid kinina mampu menyerap gelombang cahaya unutk membentuk flourosensi
berwana biru. Hal ini menandakan bahwa simplisia Chinae Cortex memiliki kandungan
alkaloid kinina.

Gambar 1. Dilihat di bawah UV 254 nm

Gambar 2. Dilihat di bawah UV 366 nm


3.3 Identifikasi Alkaloid dengan Menggunakan Metode Kromatografi Lapis Tipis
Selain identifikasi alkaloid secara kimia, pemeriksaan alkaloid secara kromatografi lapis
tipis juga dilakukan. Kromatografi merupakan suatu metode pemisahan secara fisiko-kimia,
dimana pada dasarnya prinsip kerja dari kromatografi melawan gradient gravitasi bumi yang
menyebabkan larutan dalam percobaan akan bergerak ke atas melalui fase diamnya.
Fase diam yang digunakan dalam percobaan ini yaitu Silika gel GF254, dan fase geraknya
Toluena eter dietilamina (55 : 35 : 10). Toluen yang digunakan 2,75 ml, eter 1,75 ml,
dietil amina 0,5 ml. Dimana sebagai pembanding digunakan 35 mg kinina. Silika gel GF254
artinya silika gel yang terdapat pada plat KLT yaitu gypsum dengan fluoresensi pada
panjang gelombang () 254 nm. Bahan yang digunakan adalah golongan kinolin yaitu
serbuk Chinae cortex.
Langkah pertama, 250 mg serbuk Chinae cortex dibasahi dengan 5 tetes amonia 25%
untuk menciptakan suasana basa sehingga alkaloid lebih mudah disari. Kemudian
ditambahkan dengan kloroform dan digojog. Penambahan kloroform bertujuan untuk
menarik zat zat pengotor (Anonim b, 1979). Filtrat selanjutnya diuapkan sampai kering,
dan ditambahkan dengan 0,5 ml metanol. Metanol dalam hal ini berfungsi sebagai pelarut.
Larutan yang diperoleh ditotolkan sebanyak 5 10 mikroliter dengan pipet kapiler. Tujuan
digunakan pipet kapiler adalah untuk memperkecil luas permukaan penotolan, sehingga
elusi yang terjadi dapat lebih sempurna. Setelah pengembangan selesai, lempeng KLT
dipanaskan pada suhu 1000 C selama 10 menit. Setelah pengembangan selama 1 jam,
diamati di bawah sinar UV254, terbentuk spot antara lain :
Spot 1 berwarna lembayung gelap dengan jarak 1,5 cm
= = 0,1875
Spot 2 berwarna biru muda dengan jarak 3 cm
= = 0,375
Spot 3 berwarna biru tua dengan jarak 4 cm
= = 0,5
Spot 4 berwarna lembayung gelap dengan jarak 5 cm
= = 0,625
Spot 5 berwarna lembayung gelap dengan jarak 6 cm
= = 0,75
Setelah disemprot dengan 10 mL campuran methanol asam sulfat pekat (9:1) v/v dan
dipanaskan pada suhu 1050C dan dilihat pada UV366 terbentuk 8 spot, antara lain :

Spot 1 berwarna lembayung gelap dengan jarak 1 cm


= = 0,125
Spot 2 berwarna lembayung gelap dengan jarak 2 cm
= = 0,25

Spot 3 berwarna biru muda dengan jarak 2,5 cm


= = 0,313

Spot 4 berwarna ungu dengan jarak 3 cm


= = 0,375
Spot 5 berwarna biru muda dengan jarak 4 cm
= = 0,5
Spot 6 berwarna kuning dengan jarak 6 cm
= = 0,625
Spot 7 berwarna kuning dengan jarak 6 cm
= = 0,75
Spot 8 berwarna hijau dengan jarak 6,5 cm
= = 0,835
Berdasarkan percobaan pada simplisia Chinae Cortex diperoleh hasil uji positif
mengandung alkaloid yang ditandai dengan adanya pemadaman fluoresensi di bawah
UV254 nm. Pada UV 366 nm setelah disemprot campuran Metanol- Asam Sulfat Pekat
(9:1) v/v tidak terbentuk warna biru tua yang menyala.

Gambar 3. Dilihat di bawah UV 254 nm

Gambar 4. Dilihat di bawah UV 366 nm

KESIMPULAN
1. Pada uji identifikasi umum terhadap simplisia Coffea Semen, Carica Papaya Flos,
Nicotiana Tabacum Folium, Chinae Cortex, Piperis Nigri Fructus negatif mengandung
alkaloid.
2. Pada reaksi pengendapan suatu serbuk simplisia mengandung alkaloid sekurangkurangnya jika terbentuk endapan dengan dua larutan pereaksi.
3. Pada uji warna suatu simplisia mengandung alkaloid jika menghasilkan perubahan warna
dengan beberapa larutan pereaksi Wagner LP, Mayer LP, Dragendroff LP, dan Harger LP,
diperoleh hasil uji negatif ( - ) pada simplisia Carica Papaya Folium, Nicotiana tabacum
Folium, dan Chinae Cortex. Sedangkan diperoleh hasil uji positif (+) pada Coffea Semen
dan Piperis nigri Fructus.
4. Uji piperina menghasilkan reaksi positif mengandung alkaloid dengan terbentuknya
kristal kadminum sulfat berupa kristal berbentuk jarum, berwarna kuning.
5. Uji kinina menunjukkan hasil positif mengandung alkaloid yang ditunjukkan dengan
terbentuknya flourosensi berwana biru. Hal ini menandakan bahwa simplisia Chinae Cortex
memiliki kandungan alkaloid kinina.
6. Uji identifikasi alkaloid dengan menggunanakan metode KLT pada simplisia Chinae
Cortex menunjukkan hasil uji positif mengandung alkloida yang ditandai dengan adanya
pemadaman fluoresensi di bwah UV 254 nm. Sedangkan pada UV 366 nm setelah

disemprot campuran Metanol- Asam Sulfat Pekat (9:1) v/v tidak terbentuk warna biru tua
yang menyala.
http://jurnalilmiahfarmasi.blogspot.com/2010/10/identifikasi-alkaloid.html

Anda mungkin juga menyukai