Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

STUDI KASUS FARMASI PRAKTIS

KASUS 7
“KONSTIPASI”

Dosen Pengampu :
apt. Ganet Eko Pramukantoro, M.Si.

Disusun Oleh :
Astika Salsabila Nurhidayati (2120414584)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER XLI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Swamedikasi adalah upaya seseorang dalam mengobati gejala sakit atau
penyakit tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Masyarakat tidak
hanya sekedar melakukan pengobatan saja, tetapi masyarakat juga mencari
informasi pilihan obat yang sesuai dengan keluhannya dengan bantuan tenaga
kefarmasian. Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan
dan penyakit ringan, seperti demam, nyeri, pusing, batuk, sakit maag, diare,
penyakit kulit, susah buang air besar dan lain-lain. Pemilihan obat dalam
melakukan swamedikasi harus sesuai dengan penyakit yang dikeluhkan.
Pelaksanaan swamedikasi harus memenuhi kriteria penggunaan obat yang
rasional, antara lain ketepatan golongan obat, ketepatan pemilihan obat, ketepatan
dosis obat, tidak adanya efek samping, tidak adanya kontraindikasi, dan tidak
adanya interaksi obat.
Konstipasi atau sembelit merupakan suatu gangguan proses defekasi yang
ditandai dengan berkurangnya frekuensi defekasi kurang dari tiga kali per minggu,
dengan konsistensi feses yang keras dan disertai rasa tidak enak di dalam
pencernaan. Konstipasi dapat dirasakan oleh semua umur baik dari anak – anak
sampai lanjut usia.
Gejala konstipasi disebabkan menurunnya gerakan peristaltik usus
sehingga menyebabkan konsistensi faeces menjadi keras dan usus tidak dapat
mendorong kotoran (faeces) ke arah rektum. Faktor – faktor seperti mengonsumsi
makanan yang tidak sesuai dan kurangnya aktivitas fisik dapat terjadinya
konstipasi. Pada orang normal, proses pergerakan peristaltis usus terjadi selama 24
– 48 jam, pada pasien konstipasi, pergerakan peristaltik ususnya melambat
sehingga frekuensi defekasi kurang dari 3 kali dalam seminggu. Konstipasi sering
disertai faeces yang keras, defekasi terasa nyeri, dan rasa pengosongan perut tidak
sepenuhnya.
Penderita biasanya mengatasi keluhan ini dengan mengobati diri sendiri
(swamedikasi), apabila keluhan ini sudah kronis dan tidak dapat diatasi sendiri,
maka penderita konsultasi ke dokter. Swamedikasi untuk konstipasi dapat
dilakukan dengan perubahan pola makan atau aktivitas fisik dan dapat
menggunakan obat sintetik maupun obat herbal atau yang disebut laksatif,
contohnya obat seperti golongan bisakodil dan laktulosa yang selalu dijadikan
alternatif bagi penderita konstipasi. Efek samping dari obat laksatif ini adalah
perut kram, ketergantungan dan bisa sampai terjadi hipokalemia jika digunakan
dalam jangka waktu lama.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Konstipasi
Konstipasi adalah keadaan kesulitan waktu defeksi dengan feses yang
keras serta frekuensi buang air besar yang kurang dari 3 kali dalam seminggu.
Konstipasi adalah gejala defekasi yang tidak memuaskan, yang ditandai
dengan buang air besar kurang dari 3x dalam 1 minggu atau kesulitan dalam
evakuasi feses akibat feses yang keras.
Biasanya disebabkan karena makanan, stres, atau perbedaan lingkungan.
Sembelit kronik juga normal namun juga dapat merupakan tanda dari masalah
yang lebih serius. Meski begitu, orang yang berisiko menderita sembelit biasanya
adalah lansia, orang gemuk, wanita hamil, dan orang yang banyak duduk lama.
B. Penyebab Konstipasi
Konstipasi atau sembelit adalah keluhan pada sistem pencernaan yang
paling umum dan banyak ditemui di masyarakat luas termasuk di sekitar kita.
Bahkan diperkirakan sekitar 80% manusia pernah mengalami konstipasi atau
sembelit. Penyebab umum konstipasi atau sembelit yang berada disekitar kita
antara lain :
1. Kekurangan cairan tubuh atau dehidrasi
2. Menderita panas dalam
3. Stress atau depresi dan aktivitas yang terlalu berat.
4. Pengaruh hormon dalam tubuh (Misalnya dalam masa menstruasi atau
kehamilan)
5. Usus kurang elastis ( biasanya karena pada masa kemahilan atau usia lanjut)
6. Gaya hidup dan pola makan yang sulit diatur
7. Kelainan anatomis pada sistem saluran cerna
8. Efek samping akibat mengkonsumsi obat yang banyak mengandung kalsium
atau alumunium (misalnya obat antidiare, analgesik, antasida)
9. Kekurangan vitamin C atau kekurangan makanan berserat
10. Sering menahan rangsangan untuk buang air besar dalam jangka waktu yang
lama.
11. Jarang atau kurang berolahraga
12. Dari penyalahgunaan obat, seperti obat laksatif. Sebagai contoh, pemakaian
pencahar berguna untuk melancarkan gerakan peristaltik. Lama-kelamaan
usus menjadi terbiasa dan bergantung pada obat tersebut, mengakibatkan
reaksi usus menjadi lamban, dan menghambat gerak peristaltik mandiri usus.
13. Memakan buah atau sayuran tertentu yang dapat memadatkan kotoran secara
alami secara berlebihan seperti pisang.
14. Konsumsi obat yang menyebabkan konstipasi
Berikut adalah tabel obat-obat yang menyebabkan konstipasi :
Kelas Contoh
Obat yang diresepkan
- Opiat Morfin, Kodein, Doveri
- Antikolinergik Clidinium, beladona
- Antidepresan trisiklik Amitriptilin, nortriptilin
- Calcium Channel Blocker Verapamil hidroklorida
- Obat antiparkinson Amantadin hidroklorida
- Simpatomimetik Efedrin, terbutalin
- Antipsikotik Klorpromazin
- Diuretik Furosemid
- Antihistamin Difenhidramin
Obat tanpa resep
- Antasida Khususnya yang mengandung
aluminium
- Obat antidiare Loperamide, atapulgit
- NSAID Ibuprofen
- Fe Suplemen Fe

C. Patofisiologi Konstipasi
Proses defekasi yang normal memerlukan keadaan anotomi dan inervasi
yang normal dari ektum, muskulus puborectalis dan muskulus sfinger ani. Rectum
adalah organ senfitif yang mengawali proses defekasi.Tekanan pada dinding
rectum akan merangsang sistem saraf intrinsic rectum dan menyebabkan relaksasi
muskulus sfinger ani interna, yang dapat dirasakan sebagai keinginan untuk
defekasi. Muskulus sfinger ani eksterna kemudian akan relaksasi dan feses
dikeluarkan mengikuti gerakan peristaltic kolon lalu deses dibuang melalui anus.
Jika relaksasi muskulus sfinger ani interna tidak cukup kuat, maka muskulus
sfinger ani eksterna yang dibantu oleh muskulus puborectalis akan berkontraksi
secara reflex dan reflex muskulus sfinger ani interna akan menghilang, sehingga
keinginan defekasi juga menghilang.

Proses defekasi yang tidak lancer akan menyebabkan feces mengeras yang
kemudian dapat berakibat pada spasme mukulus sfinger ani. Feses yang terkumpul
di rectum dalam waktu yang lama akan menyebabkan dilatasi rectum yang
menngakibatkan kurangnya aktivitas peristaltic untuk mendorong feses keluar
sehingga menyebabkan retensi feses yang semakin banyak. Peningkatan volume
feses pada rectum menyebabkan kemampuan sensorik rectum berkurang sehingga
retensi feses makin mudah terjadi.

D. Faktor Resiko
Yang merupakan faktor resiko untuk terjadinya konstipasi adalah :
- Usia lebih dari 40 tahun
- Baru menjalani pembedahan abdominal atau perianal/panggul
- Hamil tua
- Aktifitas yang kurang
- Tidak adekuatnya asupan air dan serat
- Obat-obatan (poliformasi) terutama pada pasien usia lanjut
- Penyalahgunaan laksansia
- Perjalanan
- Faktor psikologi

E. Klasifikasi Konstipasi
Berdasarkan patofisiologis, konstipasi dapat diklasifikasikan menjadi
konstipasi akibat kelainan struktural dan konstipasi fungsional. Konstipasi akibat
kelainan struktural terjadi melalui proses obstruksi aliran tinja, sedangkan
konstipasi fungsional berhubungan dengan gangguan motilitas kolon atau
anorektal. Konstipasi yang dikeluhkan oleh sebagian besar pasien umumnya
merupakan konstipasi fungsional. Pada awalnya beberapa istilah pernah digunakan
untuk menerangkan konstipasi fungsional, seperti retensi tinja fungsional,
konstipasi retentif atau megakolon psikogenik. Istilah tersebut diberikan karena
adanya usaha anak untuk menahan buang air besar akibat adanya rasa takut untuk
berdefekasi. Retensi tinja fungsional umumnya mempunyai dua puncak kejadian,
yaitu pada saat latihan berhajat dan pada saat anak mulai bersekolah.

Konstipasi fungsional dapat dikelompokkan menjadi bentuk primer atau


sekunder bergantung pada ada tidaknya penyebab yang mendasarinya. Konstipasi
fungsional primer ditegakkan bila penyebab dasar konstipasi tidak dapat
ditentukan. Keadaan ini ditemukan pada sebagian besar pasien dengan
konstipasi.Konstipasi fungsional sekunder ditegakkan bila kita dapat menentukan
penyebab dasar keluhan tersebut. Penyakit sistemik dan efek samping pemakaian
beberapa obat tertentu merupakan penyebab konstipasi fungsional yang sering
dilaporkan. Klasifikasi lain yang perlu dibedakan pula adalah apakah keluhan
tersebut bersifat akut atau kronis. Konstipasi akut bila kejadian baru berlangsung
selama 1-4 minggu, sedangkan konstipasi kronis bila keluhan telah berlangsung
lebih dari 4 minggu.

F. Gejala Konstipasi
Gejala dan tanda akan berbeda antara seseorang dengan seseorang yang
lain, karena pola makan, hormon,gaya hidup dan bentuk usus besar setiap orang
berbeda-beda, tetapi biasanya gejala dan tanda yang umum ditemukan pada
sebagian besar atau kadang-kadang beberapa penderitanya adalah sebagai berikut:
1. Perut terasa begah, penuh, dan bahkan terasa kaku karena tumpukan tinja (jika
tinja sudah tertumpuk sekitar 1 minggu atau lebih, perut penderita dapat terlihat
seperti sedang hamil).
2. Tinja menjadi lebih keras, panas, berwarna lebih gelap, jumlahnya lebih sedikit
daripada biasanya (kurang dari 30 gram), dan bahkan dapat berbentuk bulat-
bulat kecil bila sudah parah.
3. Pada saat buang air besar tinja sulit dikeluarkan atau dibuang, kadang-kadang
harus mengejan ataupun menekan-nekan perut terlebih dahulu supaya dapat
mengeluarkan tinja (bahkan sampai mengalami ambeien dan berkeringat
dingin).
4. Terdengar bunyi-bunyian dalam perut.
5. Bagian anus terasa penuh, dan seperti terganjal sesuatu disertai sakit akibat
bergesekan dengan tinja yang panas dan keras.
6. Frekuensi buang angin meningkat disertai bau yang lebih busuk daripada
biasanya (bahkan terkadang penderita akan kesulitan atau sama sekali tidak bisa
buang angin).
7. Menurunnya frekuensi buang air besar, dan meningkatnya waktu transit buang
air besar (biasanya buang air besar menjadi 3 hari sekali atau lebih).
8. Terkadang mengalami mual bahkan muntah jika sudah parah.

G. Pencegahan Konstipasi
Konstipasi termasuk kondisi kesehatan yang bisa kita hindari. Beberapa
langkah sederhana untuk mencegah kondisi ini adalah :
1. Memperbanyak konsumsi serat, misalnya dengan makan sayur, buah, beras
merah, sereal, biji-bijian, serta kacang-kacangan.
2. Meningkatkan konsumsi cairan, setidaknya 1,5-2 liter tiap hari.
3. Menghindari terlalu banyak mengonsumsi susu dan kafein. Konsumsi terlalu
banyak susu dapat meningkatkan kemungkinan konstipasi, sedangkan kafein
dapat menimbulkan dehidrasi yang bisa memicu sembelit.
4. Rutin berolahraga setidaknya 30 menit sehari.
5. Jangan mengabaikan keinginan untuk buang air besar. Kebiasaan menahan
keinginan buang air besar akan meningkatkan risiko konstipasi.
6. Mengatur kebiasaan buang air besar agar dapat dilakukan dengan leluasa dan
nyaman
H. Terapi Non- Farmakologi
Terapi non-farmakologis digunakan untuk meningkatkan frekuensi BAB
pada pasien konstipasi.
1. Meningkatkan konsumsi makanan berserat (seperti buah, sayur, dan gandum)
dan minum air putih yang cukup (minimal 30-50 cc/kgBB/hari untuk orang
dewasa sehat dengan aktivitas normal).
2. Mengkonsumsi probiotik (strain Bifidobacterium sp. Seperti Bifidobancterium
animalis lacyis DN-173 010, misalnya ACTIVA).
3. Meningkatkan aktivitas fisik
4. Mengatur kebiasaan defekasi :
- Menghindari mengejan
- Membiasakan buang air besar setelah makan (melatih reflex post-prandial
bowel movement) atau waktu yang dianggap sesuai dan cukup.
5. Menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi.

I. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologis dengan obat laksatif/ pencahar digunakan untuk
meningkatkan frekuensi BAB dan untuk mengurangi konsistensi feses yang kering
dan keras. Secara umum, mekanisme kerja obat pencahar meliputi pengurangan
absorpsi air dan elektrolit, meningkatkan osmolalitas dalam lumen, dan
meningkatkan tekanan hidrostatik dalam usus. Obat pencahar ini mengubah kolon,
yang normalnya merupakan organ tempat terjadinya penyerapan cairan menjadi
organ yang mensekresikan air dan elektrolit (Dipiro et al, 2015).
Obat pencahar sendiri dapat dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu: (1)
pencahar yang melunakkan feses dalam waktu 1-3 hari (pencahar bulk-forming,
docusates, dan laktulosa). (2) pencahar yang mampu menghasilkan feses yang
lunak atau semi cair dalam waktu 6-12 jam (derivat difenilmetan dan derivat
antrakuinon), serta (3) pencahar yang mampu menghasilkan pengeluaran feses
yang cair dalam waktu 1-6 jam (saline cathartics, minyak castor, larutan elektrolit
polietilenglikol).
Pencahar yang melunakkan feses secara umum merupakan senyawa yang
tidak diabsorpsi dalam saluran pencernaan dan beraksi dengan meningkatkan
volume padatan feses dan melunakkan feses supaya lebih mudah dikeluarkan.
Pencahar bulk-forming meningkatkan volume feses dengan menarik air dan
membentuk suatu hidrogel sehingga terjadi peregangan dinding saluran cerna dan
merangsang gerak peristaltik. Penggunaan obat pencahar ini perlu memperhatikan
asupan cairan kedalam tubuh harus mencukupi, jika tidah bahaya terjadi dehidrasi.
Saline cathartics merupakan garam anorganik yang mengandung ion-ion
seperti Mg, S, P, dan sitrat, yang bekerja dengan mempertahankan air tetap dalam
saluran cerna sehingga terjadi peregangan pada dinding usus, yang kemudian
merangsang pergerakan usus (peristaltik). Selain itu, Mg juga merangsang sekresi
kolesitokinin, suatu hormon yang merangsang pergerakan usus besar dan sekresi
cairan.
J. Obat-obat yang digunakan untuk swamedikasi konstipasi
Jenis Obat Dosis lazim
Bulk laxative ( Pembentuk massa feses)
Ispaghula sekam
(Nama obat : Mulax) ½-1 sachet 1-3 kali sehari, bubuk
dicampur dg 200 ml air

Plantago ovate 1 sendok makan dalam 240 cc air


dingin p.o , 1-3 kali/hari

Bulk powder : 1 sendok teh dalam


Psyllium cairan, per oral 1-3 kali/hari.
3,25 gram dalam 150 cc cairan per
oral, 1 -3 kali/hari
Laksatif Osmotik (Pencahar Osmotik)
Garam Magnesium magnesium hidroksida: jika perlu 2-4
Nama dagang : Garam inggris g sebagai 8% suspensi dalam air;
magnesium sulfat: 5-10 g dengan
segelas air penuh

Laktulosa konstipasi, mula-mula 10 g dua kali


Nama dagang : (Constipen, Constuloz, sehari kemudian disesuaikan menurut
Dulcolactol, Duphalac, Extralac, kebutuhan pasien; anak-anak (lihat
Graphalac, Lactulax, Lactulax Coklat, juga 1.4) di bawah 1 tahun 1,5 g dalam
Laktulosa, Lantulos, Laxadilac, 25 mL larutan, 1-5 tahun 3 g dalam 5
Opilax, Pralax, Pralax, Solac) mL larutan, 5-10 tahun 2 kali sehari.
Ensefalopati hepatik, 20-30 g 3 kali
sehari kemudian disesuaikan sampai
feses menjadi lunak, 2-3 kali sehari.
Saran: serbuk dapat ditaruh di atas
lidah dan dibasuh dengan air atau
cairan lain atau ditebarkan pada
makanan, atau dicampur dengan air
atau cairan lain sebelum ditelan.

Sorbitol
Sorbitol Corsa Dewasa 3 sachet/ hari, anak ¼ dosis
(Contoh lain : Aminovel, Microlax dws. Konstipasi 2 sachet menjelang
enema) tidur malam & 1 sachet sebelum
makan pagi.
Laksatif Stimulan (Stimulan)
Bisacodyl
Dulcolax (Tab 5 mg) 1-2 tab sehari sebelum tidur
Contoh lain : Laxacod, Laxamex,
Laxana, Prolaxan, Stolax, Dulcolax
suppositoria,Bisacodyl tab.

Gliserol
Laxadine. Dosis dewasa : 15-30 ml sekali sehari
Contoh lain : Triolax, Fleet Glyserin diminum sebelum tidur. Anak : 6-12 th
Suppoitories. :7,5-15 ml per hari dikonsumsi
sebelum tidur

Natrium dokusat
Laxatab 50-300 mg/hari dalam dosis terbagi.

Natrium Pikosulfat
Laxoberon Dws: 10-20 tetes; 4-10 th: 5-10 tetes
pada malam hari.
Senna
Senna sediaan sirup 8,8 mg 2-6 thn: 2,5-7,5 ml/hr; 6-12 tahun: 15
ml/hari
Pelunak feses
Parafin Cair
Laxadine Dws: 1-2 sdm (15-30ml) 1xsehari
sebelum tidur. 6-12 thtn: ½ dosis dws
Lubricant (Pelicin)
Mineral oil/ Minyak mineral < 1 tahun tidak direkomendasikan
15-30 ml/tahun umur, hingga 210ml/hr
Minyak zaitun 1 sendok makan sebelum tidur.

BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Kasus 7:
Seorang Bapak umur 50 tahun pergi ke apotek dengan keluhan susah buang air besar
sudah 3 hari, kalo dipaksa untuk BAB takut kalau wasirnya kambuh lagi. Sebelumnya
belum pernah mengalami penyakit ini, dulu pernah memiliki penyakit wasir, tidak
memiliki alergi.

Metode SBAR :
Subjective :
Susah buang air besar
Background :
- Sejak kapan merasakah keluhan ini ?
- Apakah sebelumnya sudah pernah merasakan keluhan ini?
- Apakah mempunyai riwayat penyakit wasir ?
- Apa yang dirasakan ? apakah perut terasa penuh ? atau bagaimana ?
- Apakah sudah minum obat untuk mengatasi keluhan yang dirasakan ?
- Apakah sedang mengkonsumsi obat tertentu ?
- Bagaimana pola makan pasien sehari-hari ?
- Apakah pasien memiliki alergi makanan ?
Assesment :
- Susah BAB karena pola makan yang kurang baik. (Kurang makan berserat) ->
konstipasi
- Susah BAB akibat obat tertentu -> ES. Obat
Recommendation :
- Mengatasi konstipasi dengan Dulcolax 5 mg, yang merupakan laksatif stimulant
dan meminta pasien konsumsi makanan yang berserat dan konsumsi air putih
yang banyak.
- Akibat Obat tertentu -> hentikan obat dan konsumsi makanan yang berserat serta
minum air putih yang banyak.
Depskripsi penyakit :
Konstipasi adalah keadaan kesulitan waktu defeksi dengan feses yang keras serta
frekuensi buang air besar yang kurang dari 3 kali dalam seminggu.

Pilihan obat untuk swamedikasi :


- Dulcolax tablet
- Laxacod tablet
- Laxamex tablet
- Laxana tablet
- Laxatab tablet
- Laxing
- Laxassia
- Laxadine sirup

Saran/yang dipilihkan untuk pasien :


- Obat : Dulcolax Tablet berisi Bisacodyl 5 mg
- Pasien diminta untuk mengkonsumsi makanan yang banyak serat seperti buah,
sayuran, gandum.
- Pasien diminta untuk banyak mengkonsumsi air putih yang banyak yakni 6-8 gelas
per hari.
- Pasien diminta untuk mengurangi minum kopinya
- Pasien diminta untuk olahraga ringan dan istirahat yang cukup
Simulasi Percakapan :
Bapak Johan datang ke Apotek “BELLA FARMA” untuk membeli obat
Johan : Permisi mbak
Bella : Iya Pak, Selamat sore selamat datang di Apotek “BELLA FARMA”. Ada
yang bisa saya bantu Pak?
Johan : Saya mau cari obat mbak
Bella : Oh cari obat ya, sebelumnya perkenalkan nama saya Bella, saya adalah
apoteker yang bertugas di apotek ini. Boleh saya tahu obatnya untuk siapa Pak ?
Johan : Untuk saya sendiri
Bella : saya bicara dengan Bapak siapa ya ?
Johan : dengan Pak Johan mba.
Bella : Oh Pak Johan, umurnya berapa Pak ?
Johan : 50 tahun mbaa
Bella : Apakah boleh tau alamat dan nomor teleponnya Pak ?
Johan : Boleh Mbak.
Bella : Alamatnya dimana Pak ?
Johan : Perumahan Sugihan Grobogan
Bella : Untuk nomor telponnya ?
Johan : 082 241 183 474 mbaa
Bella : Tadi kan Bapak bilang, obatnya untuk Bapak sendiri, kira-kira keluhannya
seperti apa ya Pak ?
Johan : Keluhan saya susah buang air besar mbak
Bella : Udah berapa lama itu Pak ?
Johan : Udah 3 harian mbaa. Soalnya kalo saya mau paksa untuk BAB takut kalo
wasirnya kambuh lagi mbaa.
Bella : Oh udah 3 hari dan punya riwayat wasir, Apakah sebelumnya pernah
mengalami keluhan seperti ini Pak ?
Johan : Belum mba, baru kali ini
Bella : Untuk keluhan susah BAB’nya apa yang bapak rasakan ya Pak ? Mungkin
perutnya terasa penuh atau sudah terasa ingin BAB tapi susah keluar Pak atau
bagaimana Pak?
Johan : Iya mbak perut saya rasanya penuh.
Bella : Baik, sebelumnya apakah bapak sudah minum obat untuk mengatasi keluhan
yang bapak rasakan ?
Johan : Belum minum obat mbaa, kemarin sudah saya coba makan buah papaya dan
minum air putih yang banyak mba tapi belum BAB jugaa mbaa.
Bella : Oh begitu, untuk pola makan sehari-hari Bapak seperti apa ya?
Johan : Kalau makan saya ya biasa aja mba, Cuma saya belakangan ini kurang suka
makan sayur mbaa. Dan saya suka minum kopi di pagi hari mbaa.
Bella : Oh kurang makan sayur yaa, Apakah bapak sedang mengkonsumsi obat-
obatan dari dokter ?
Johan : Tidak mbaak, saya tidak mengkonsumsi obat dari dokter.
Bella : Apakah bapak memiliki alargi obat atau makanan ?
Johan : Enggak ada deh mbaa kayaknya
Bella : Oh baik nggak ada ya, nah berdasarkan kondisi dan keluhan yang sudah
bapak utarakan kemungkinan bapak mengalami sembelit karena bapak kurang makan
sayur Pak.
Johan : Oh gitu ya mbakk
Bella : Iya Pak, baik sebentar Pak saya ambilkan obatnya dulu
Johan : Iyaa mbakk
30 detik kemudian
Bella : Terimakasih Pak, sudah menunggu. Jadi obatnya ini Dulcolax tablet Pak
untuk sembelit. Isinya Bisacodyl 5 mg. Diminumnya 1 kali sehari 1 tablet pada
malam hari setelah makan sebelum tidur kira-kira jam 9. Biasanya obatnya bereaksi 8
jam setelah diminum Pak.
Johan : Untuk harga obatnya berapa ya mbak ?
Bella : Dulcolax tablet ini harganya Rp.8.000 Pak
Johan : Oh baik, emm efek sampingnya ada nggak mba ?
Bella : efek sampingnya itu rasa tidak nyaman di perut dan diare. Tapi Pak Johan
gausah khawatir karena tidak semua pasien mengalami efek samping tersebut.
Johan : Oh begitu baik mba. Iya mbak saya mau obat ini.
Bella : Apakah bapak punya kotak obat dirumah ?
Johan : Ada mbakk
Bella : Baik, obatnya disimpan dikotak obat dan dijauhkan dari jangkauan anak-
anak ya Pak.
Johan : Iya mba
Bella : Apabila dalam 3 hari setelah mengkonsumsi obat ini belum bisa BAB, saya
sarankan untuk konsultasi ke dokter ya Pak.
Johan : Iya mbaak
Bella : Apakah Pak Johan sudah mengerti, dengan penjelasan saya tadi Pak ?
Johan : sudah mbak
Bella : Bisa diulang penjelasan saya tadi mbak ?
Johan : Bisa mbak, jadi saya mendapatkan obat Dulcolax tablet untuk mengatasi
sembelit saya. Terus diminumnya 1 kali sehari 1 tablet diminumnya pada malam hari
setelah makan sebelum tidur kira-kira jam 9 malam kan mbak. Terus obatnya kira-
kira akan bekerja 8 jam setelah diminum. Terus obatnya disimpan dikotak obat dan
dijauhkan dari jangkauan anak-anak. Begitu kan mbak ?
Bella : Iya benar, jadi penjelasan yang Pak Johan sampaikan sudah benar. Saya
sarankan banyak makan makanan yang berserat ya Pak. Seperti buah-buahan dan
sayuran. Kurangi minum kopinya. Dan jangan lupa banyak minum air putih 6 sampai
8 gelas per hari, melakukan olahraga ringan dan istirahat yang cukup ya Pak.
Johan : Oh iya baik mbak.
Bella : Ada yang ingin ditanyakan lagi Pak ?
Johan : Enggak ada mbak
Bella : Oh yaa, sebentar ya Pak saya bungkus dulu obatnya.
30 detik kemudian
Bella : Pak ini obatnya (sambil menyerahkan obat kepada pasien )
Johan : Rp. 10.000 ya mbakk. ( sambil menyerah obat kepada Apoteker)
Bella : Iya Pak. Jangan lupa obatnya diminum sesuai aturan pakai ya Pak.
Johan : Iya mbak
Bella : Terimakasih ya Pak dan semoga lekas sembuh.
Johan : iya, makasih mbak
Bella : Sama-sama Pak

DOKUMENTASI SWAMEDIKASI

Nama pasien Johan

Jenis Kelamin Laki-laki

Usia 50 tahun

Alamat Perumahan Sugihan Grobogan

No. Telepon 082 241 183 474

Tanggal pasien 27 Februari 2021


datang
Gejala yang Keluhan : susah buang air besar
diderita
Pemeriksaan : -
Riwayat alergi -
Riwayat Penyakit Wasir (Hemoroid)
sebelumnya
OBAT YANG DIBERIKAN
Nama Obat Dosis Cara Pemakaian No. Batch Tanggal ED
Dulcolax Tab 5 mg 1 x sesudah makan B 20050503 Mei 2023
malam hari
REKOMENDASI
Efek samping : rasa tidak nyaman diperut, diare, mual dan muntah

Penyimpanan : kotak obat atau wadah tertutup rapat pada suhu 30°C. Dan jauhkan dari jangkauan
anak-anak.
Purwdodadi, 27 Februari 2021
Yang menyerahkan,

Apt. Astika Salsabila N, S. Farm.


DAFTAR PUSTAKA

Dipiro JT, Wells BG, Schwinghammer TL. 2015. Pharmacotherapy Handbook Ninth
Edition. McGraw-Hill Education. Halaman 194-199.
Endaryi B dan Syarif B.H. 2004. Konstipasi Fungsional. Sari Pediatri. 6(2): 75-59.
MIMS. 2015. MIMS Petunjuk Konsultasi Edisi 14. Jakarta.PT. Bhuana Ilmu Populer
PGI (Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia). 2010. Konsensus Nasional
Penatalaksanaan Konstipasi Di Indonesia. Jakarta. Perkumpulan
Gastroenterologi Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai