Anda di halaman 1dari 15

FARMAKOKINETIKA KLINIK

PHENYTOIN
KELOMPOK 9 :
- Windi Khaira (1801119)
- Tri Maryanti (1801123)
- Icha Maulid Dayansa (1801128)
- Ivony Yunita (1801129)
- Prathiwy Yulandha (1801133)
- Iltanul Husna (19013011)

2018B
PHENYTOIN
Phenytoin adalah obat untuk mencegah dan meredakan kejang
pada penderita epilepsi. Obat ini juga terkadang bisa digunakan
untuk mengatasi neuralgia trigeminal, yaitu rasa nyeri di wajah
akibat adanya gangguan pada saraf kelima. Phenytoin atau
fenitoin tersedia dalam bentuk kapsul dan suntik.
Phenytoin termasuk obat golongan obat resep (keras)
Sifat Khusus Phenytoin
Meningkatkan kadar phenytoin dalam darah jika digunakan
dengan amiodarone, ketoconazole,
capecitabine, chloramphenicol, disulfiram, fluorouracil,
fluoxetine, fluvoxamine, cimetidine, isoniazid, omeprazole,
sertraline, ticlopidine, asam valproate, atau warfarin
Menurunkan kadar phenytoin dalam darah jika digunakan
dengan bleomycin, carbamazepine, asam
folat, phenobarbital, atau sukralfat
Mekanisme Kerja
Phenytoin
Secara farmakologi, phenytoin (fenitoin) bekerja sebagai
antikonvulsan dengan cara meningkatkan efluks atau
menurunkan influks ion natrium di membran neuron pada
korteks motorik. Hal ini dapat menstabilisasi neuron dan
mencegah hipereksitabilitas. Obat ini akan dimetabolisme
di hati kemudian dieliminasi melalui urine.
Farmakodinami
k Pada dosis terapeutik, phenytoin dapat
menginaktivasi voltage channel natrium di neuron
korteks motorik. Obat ini meningkatkan
pengeluaran (refluks) dan menurunkan pemasukan
(influks) natrium. Akibatnya, membran sel neuron
menjadi lebih stabil. Efek phenytoin ini lebih efektif
pada keadaan high-frequency repetition
stimulation (keadaan neuron saat kejang)
dibandingkan keadaan neuron yang normal.
Farmakokinetik
1. Absorbsi
Fenitoin tergantung cara pemberiannya apakah peroral atau suntikan. Absorbsi fenitoin di
dalam lambung sangat sedikit karena fenitoin tidak larut dalam lambung yang bersifat asam.
Absorbsi fenitoin yang diberikan per oral berlangsung lambat, dan sesekali tidak lengkap.
Pemberian 10% dosis yang diberikan per oral diekskresi bersama tinjadalam bentuk yang
utuh, pada duodenum yang mempunyai PH 7-7,5 fenitoin lebih mudah larut.
Absorbsi maksimal terjadi di duodenum sedangkan di yeyunum dan ileum lebih lambat, lalu
dikolon sangat sedikit, dan di rektum tidak terjadi absorbsi. Kadar puncak pemberian peroral
dicapai dalam 4-8 jam setelah pemberian, ada yang menyebutkan 3-12 jam.
Farmakokinetik
2. Distribusi
Pengikatan fenitoin oleh protein, terutama oleh albumin plasma kira-kira 90%. Orang sehat,
termasuk wanita hamil dan wanita pemakai obat kontrasepsi oral, fraksi bebasnya kira-kira
10%, sedangkan diketahui bahwa efek farmakologik fenitoin hanya tergantung dari bentuk
bebasnya.
Distribusi obat ke berbagai bagian tubuh ternyata tidak sama, misalnya konsentrasi fenitoin
di otak ternyata 1-3 kali dari konsentrasi di plasma. Juga diketahui bahwa beberapa obat
yang mempunyai sifat yang sama dengan fenitoin, yaitu terikat dengan protein plasma,
apabila obat tersebut diminum bersama fenitoin maka akan menjadi kompetisi untuk
mengikat albumin, tergantung afinitas terhadap albumin mana yang lebih kuat.
Farmakokinetik
3. Metabolime
Phenytoin dimetabolisme di hati oleh enzim mayor CYP2C9 dan CYP2C19, serta enzim minor
CYP3A4. Phenytoin akan menghasilkan metabolit berupa hidroksiphenytoin yang tidak aktif
Farmakokinetik
4. Eksresi
Hampir sebagian besar metabolit fenitoin diekskresi bersama empedu, kemudian
mengalami reabsorbsi dan biotransformasi lanjutan dan diekskresi melalui ginjal. Ekskresi di
ginjal, metabolit utamanya mengalami sekresi oleh tubuli, sedangkan bentuk utuhnya
mengalami reabsorbsi.
Metabolit akhir sifatnya larut dalam air. Eksresi melalui feses hanya sebagian kecil saja.
Eksresi lengkap dari fenitoin terjadi setelah 72-120 jam.
DOSIS PHENYTOIN
Kondisi: Epilesi
Dewasa: Dosis awal adalah 3–4 mg/kgBB atau 150–300 mg per hari. Dosis pemeliharaan adalah 200–
500 mg per hari.
Anak-anak: Dosis awal adalah 5 mg/kgBB per hari, dapat dibagi ke dalam 2 jadwal konsumsi. Dosis
pemeliharaan adalah 4–8 mg/kgBB per hari, dapat dibagi ke dalam beberapa jadwal konsumsi. Dosis
maksimal adalah 300 mg per hari
Kondisi: Status epileptikus atau kejang terus-menerus
Dewasa: 10–15 mg/kgBB diberikan melalui suntikan pembuluh darah (intravena/IV) lambat. Dosis
pemeliharaan adalah 100 mg 3–4 kali sehari.
Anak-anak: 15–20 mg/kgBB diberikan melalui infus IV dengan kecepatan lambat.
(Drugs.com 2020)
Penggunaan pada populasi
khusus fenitoin

Tidak disarankan mengkonsumsi obat ini jika


memiliki masalah darah. juga tidak
diperkenankan bagi penderita diabetes, gagal
jantung,hipotensi, limfadenopati,porphyria
hingga gangguan ginjal. Ibu hamil dan
menyusui tidak di anjurkan.
Peringatan yang harus diperhatikan terkait
phenytoin penggunaan pada kondisi khusus
seperti penyakit kardiovaskular, hipotiroid, dan
diabetes mellitus.
 

Kasus 1
JM adalah pasien epilepsy yang diraat dengan fenitoin. Dia memiliki hypoalbuminemia ( albumin =2,2 g/dL) dan fugsi ginjal
normal (CrCL = 90 mL menit).
Konsentrasi fenitoin totalnya adalah 7,5/mL
Dengan asumsi baha setiap konsentrasi yang tidak terikat yang dilakukan oleh laboratorium klinis akan akan dilakukan pada
suhu 25 celcius, hitung perkiraan fenitoin yang dinominasikan untuk pasien ini.

Jawaban :
(pilih persamaan yang sesuai untuk memperkirakan konsentrasi fenitoin total yang dinormalisasi pada suhu yang sesuai).
C normal binding = C / (0,25 x Alb + 0,1) = (7,5 /mL) / (0,25 x 2,2 g/dL + 0,1) = 11,5/mL

Perkiraan konsentrasi fenitoin total yang dinormalisasi pasien ini diharapkan memberikan konsentrasi tidak terikat yang
setara dengan konsentrasi fenitoin total 11,5 /mL untuk pasien dengan ikatan protein obat normal ( Cf EST = 1,2 /mL ).
Karena diperkirakan total nilai berada dalam kisaran terapeutik 10-20/mL, ada kemungkinan bahwa pasien memiliki
konsentrasi fenitoin yang tidak terikat dalam rentang terapeutik. Jika memungkinkan, ini harus dikonfirmasikan dengan
memperoleh konsentrasi fenitoin terikat yang sebenarnya dan terukur.
 
Kasus 2
FA adalah pasien epilepsy yang dirawat dengan fenitoin. Dia memiliki hypoalbuminemia (albumin 2,2 g/dL) dan fungsi ginjal
yang buruk (bersihan kreatinin = 10 mL / menit). Konsentrasi fenitoin totalnya adalah 7,5/mL. hitung perkiraan konsentrasi
fenitoin yang dinormalisasi untuk pasien ini.

Jawaban :
(pilih persamaan yang sesuai untuk memperkirakan konsentrasi fenitoin total yang dinormalisasi)
C normal binding = C / (0,1 x Alb + 0,1) = (7,5 /mL) / (0,1 x 2,2 g/dL + 0,1) = 23,4/mL
CfEST = 0,1 x C normal binding = 0,1 x 23,4/mL =2,3/mL

Penjelasan rumus:
Cnormal binding = C/(X x Alb + 0,1)
*C Normal binding = konsentrasi fenitoin total yang dinormalisasikan dalam/mL
*C adalah konsentrasi fenitoin yang diukur actual dalam/mL
*X adalah konstanta = 0,2 jika pengukuran pengikatan protein dilakukan pada 37 celcius atau 0,25 jika dilakukan pada 25
celcius
*Alb adalah konsentrasi albumin dala g/dL
Jika pasien ESRD ( CrCl <10-15 mL/ menit), maka X = 0,1
Karena metode ini menganggap fraksi yang tidak terikat normal dari fenitoin adalah 10%, perkiraan konsentrasi fenitoin
tidak terikat (CfEST ) di hitung dengan menggunakan rumus berikut
(CfEST ) = 0,1 x C normal binding
DAFTAR PUSTAKA

Chang KW. Ototoxicity. In: Johnson JT, Rosen CA, Newlands S, Amin M, Branstetter B,
Casselbrant M, et al, eds. Bailey’s head and neck surgery–otolaryngology. 5th
ed. Vol 2. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins; 2014. p. 2542-8.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Pelayanan Kefarmasian untuk Orang dengan
Gangguan Epilepsi. Jakarta : Bakti Husada
Roland NJ, Mcrae RDR, Mccombe AW. Ototoxicity. In: Roland NJ, Mcrae RDR,
Mccombe AW, eds. Key topics in otolaryngology and head and neck surgery. 2nd
ed. Oxford: Bios scientific publishers Ltd; 2001. p. 229-30.
Mylonas I. Antibiotic chemotherapy during pregnancy and lactation period: aspects
for consideration. Archieve Gynecology Obstetric 2011: 287:7-18.
THANK YOU FOR YOUR ATTENTION
Fresh cartoon teaching template
Pupil

Anda mungkin juga menyukai