Anda di halaman 1dari 53

KIMIA MEDISINAL

APT. IKA JULIANTI TAMBUNAN, S.FARM., M.FARM.


FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
UNIVERSITAS TJUT NYAK DHIEN
MEDAN
HUBUNGAN ASPEK STEREOKIMIA DAN
AKTIVITAS
BIOLOGIS OBAT
A. MODIFIKASI ISOSTERISME DENGAN
AKTIVITAS BIOLOGIS OBAT

 obat dengan aktivitas yang lebih tinggi,


 toksisitas rendah,

 dan bekerja lebih selektif,  perlu dilakukan


modifikasi struktur molekul obat.
 isosterisme digunakan untuk menggambarkan
seleksi dari bagian struktur yang karena
karakterisasi sterik, elektronik dan sifat
kelarutannya, memungkinkan untuk saling dapat
dipergantikan pada modifikasi struktur molekul
obat.
 Langmuir (1919),mencari hubungan yang
dapat menjelaskan adanya persamaan sifat
fisik dari molekul yang non isomer,
 dan memberikan batasan bahwa
 isosteris
adalah senyawa-senyawa, kelompok
atom-atom, radikal atau molekul yang
mempunyai jumlah dan pengaturan electron
sama, bersifat isoelektrik dan mempunyai
kemiripan sifat-sifat fisik.
 Contoh:

Molekul N2 dan CO, masing-masing


mempunyai total electron = 14, sama-
sama tidak bermuatan dan  sifat fisik
yang relative sama, seperti kekentalan,
kerapatan, indeks refraksi, tetapan
dielektrik dan kelarutan.
 Hal ini berlaku pula untuk molekul-
molekul N2O dan CO2, N3- dan NCO-.
 Grimm (1925),  hukum pergantian hidrida
yang menyatakan : penambahan atom H,
suatu electron sunyi, pada atom atau
molekul yang kekurangan electron pada
orbital terluarnya (pseudo atom),
menghasilkan pasangan isosterik.
 Erlenmeyer (1948), memperluas definisi
isosteris yaitu atom, ion atau molekul yang
jumlah, bentuk, ukuran dan polaritas
electron pada lapisan terluar sama.
 isosteris (umum): kelompok atom dalam molekul,
yang mempunyai sifat kimia atau fisika serupa,
karena mempunyai persamaan ukuran,
keelektronegatifan atau stereokimia nya.
 Contoh pasangan isosterik yang mempunyai sifat
sterik dan konfigurasi elektronik sama antara lain
adalah:
 Ion karboksilat (COO-) dan ion sulfonamide (SO2NR-)
 Keton (CO) dan sulfon (SO2).

 Klorida (Cl) dan trifluorometil (CF3).


 Secara umum prinsip isosterisme ini dapat dipergunakan
untuk:
a. Mengubah struktur senyawa  didapatkan senyawa
dengan aktivitas biologis yang dikehendaki.
b. Mengembangkan analog dengan efek biologis yang lebih
selektif.
c. Mengubah struktur senyawa  bersifat antagonis
terhadap normal metabolit (antimetabolit).

 Pada modifikasi isosterisme tidak ada hukum yang


secara umum dapat memperkirakan apakah akan terjadi
peningkatan atau penurunan aktivitas biologic.
 Contoh modifikasi isosterisme:
Penggantian gugus sulfide (-S-) pada sistem cincin
fenotiazin dan cincin tioxanten, dengan gugus etilen (-
CH2CH2-), akan menghasilkan sistem cincin
dihidrobenzazepin dan dibenzosikloheptadien yang
berkhasiat berlawanan.
 Gugus S pada promazin dan klorprotixen, suatu obat
penekan sistem saraf pusat (tranquilizer), bila diganti
dengan gugus etilen, akan menghasilkan imipramin
dan amitriptilin yang berkhasiat sebagai perangsang
sistem saraf pusat (antidepresi).
Penekan sistem Perangsang sistem
saraf pusat Saraf pusat
S

N
N
R R= CH2CH2CH2N(CH3)2
Promazin Imipramin R
(Cincin Fenotiazin) (Cincin dihidrobenzazepin)

Cl

HC-CH2CH2N(CH3)2
HC-CH2CH2N(CH3)2
chloroprothixene Amitriptilin
(cincin tioxanten) (cincin dibenzosikloheptadien)
2. Turunan dialkiletilamin

R – X – CH2-CH2-N-(R’)2

X = O, NH, CH2, S : senyawa


antihistamin
X = COO, CONH, COS : senyawa
pemblokan
adrenergik
3. Turunan ester etiltrimetilamonium

R-COO-CH2-CH2-N+(CH3)3

R = CH3 : asetilkolin, masa kerja muskarinik


singkat
R = NH2: karbamilkolin, masa kerja muskarinik
panjang
 Penggantian gugus CH3 dengan gugus NH2 yang bersifat
penarik electron dapat meningkatkan kestabilan ester
terhadap proses metabolism sehingga karbamilkolin
mempunyai masa kerja muskarinik yang lebih panjang
dibanding asetilkolin.
4. Obat antidiabetes turunan  Gugus CH3 pada struktur
sulfonamide tolbutamid merupakan
gugus yang relative labil
O dibanding gugus Cl, dan
R SO2NH-C-NH-R' pada in vivo mudah
teroksidasi menjadi asam
karboksilat (t1/2 = 5,7
R R’ jam).
NH2 n-C4H9 : Karbutamid  Gugus Cl pada
CH3 n-C4H9 : Tolbutamid klorpropamid lebih tahan
Cl n-C3H7 : Klorpropamid terhadap proses oksidasi,
sehingga masa kerja obat
lebih panjang (t1/2 lebih
besar dari 33 jam).
4. Obat antidiabetes turunan sulfonamide
R R’
NH2 n-C4H9 : Karbutamid
CH3 n-C4H9 : Tolbutamid
Cl n-C3H7 : Klorpropamid
O

R SO2NH-C-NH-R'

Tolbutamid dan klorpropamid mempunyai waktu


paro biologis (t1/2) lebih panjang dan toksisitas
yang lebih rendah dibanding karbutamid karena
gugus NH2 pada karbutamid sangat mudah
termetabolisis.
5. Prokain dan prokainamida

NH2 C-X-CH2CH2N(C2H5)2

X = O : Prokain, anestesi setempat


X = NH: Prokainamida, antiaritmia

 Gugus dipole C = O mempunyai peranan yang khas dalam


konduksi saraf.
 Adanya resonansi dari gugus amida prokainamida akan
menurunkan kekuatan dipolar gugus C=O, prokainamida
mempunyai aktivitas anestesi setempat yang < prokain.
 Struktur prokainamida lebih stabil dari prokain  tidak
dipengaruhi oleh enzim esterase,  secara oral:
pengobatan aritmia jantung.
6. Antimetabolit purin

R = NH2 : Adenin - metabolit normal


N N R = OH : Hipoxantin - metabolit normal
2 3 4
R = SH : 6-Merkaptopurin – antimetabolit
1
N
5 N
6
R

 Gugus NH2 dan OH pada C6 memegang peranan penting


pada interaksi yang melibatkan ikatan hydrogen dari kedua
basa, pada proses replikasi asam nukleat dalam
biosintesis protein sel.
 Jika ggs NH2 dan OH diganti dgn gugus SH (6-
merkaptopurin),  memperlemah ikatan hydrogen, terjadi
hambatan sebagian dari proses interaksi diatas,sehingga
kecepatan sintesis sel menurun dan senyawa dapat
berfungsi sebagai antimetabolit (antikanker).
7. ANTIMETABOLIT ASAM FOLAT

R
N CH2-N CONH-CH-CH2CH2COOH
N
R' COOH

NH2 N N

R R’  Aminopterin dan metotreksat


OH H : Asam folat merupakan obat antikanker
yang bekerja sebagai
- metabolit normal
antimetabolit asam folat.
NH2 H : Aminopterin  Mekanisme kerjanya adalah
- antimetabolit menghambat pembentukan
asam tetrahidrofolat dari sel
NH2 CH3 : Metotreksat
kanker.
- antimetabolit
B. PENGARUH ISOMER TERHADAP AKTIVITAS
BIOLOGIS OBAT

 Sebagian besar obat  golongan farmakologis sama,


umumnya  gambaran struktur tertentu.
 Gambaran struktur ini  oleh orientasi gugus-gugus
fungsional dalam ruang dan pola yang sama.
 Untuk berinteraksi dengan reseptor, molekul obat harus
dapat mencapai sisi reseptor dan sesuai dengan permukaan
reseptor.
 Factor sterik yang ditentukan oleh stereo kimia molekul obat
dan permukaan sisi reseptor, memegang peranan penting
dalam menentukan efisiensi interaksi obat-reseptor.
 Oleh karena itu agar dapat  dengan reseptor dan 
respons biologis, molekul obat harus mempunyai struktur
dengan derajat kekhasan tinggi.
 Dari gambaran sterik dikenal beberapa
macam struktur isomeri, antara lain:
- isomer cis-trans,
- isomer konformasi,
- diastereoisomer dan
- isomer optic.
 Bentuk isomer tsb dapat
mempengaruhi aktivitas biologis obat.
1. Isomer Cis-trans dan Aktivitas Biologis

 Isomer cis-trans atau isomer geometric:


isomer yang disebabkan oleh adanya atom-
atom atau gugus-gugus yang terikat secara
lansung pada suatu ikatan rangkap atau
dalam suatu sistem alisiklik.
 Ikatan rangkap dan sistem alisiklik tsb
membatasi gerakan atom untuk mencapai
kedudukan yang stabil  terbentuk isomer
cis-trans.
 Isomercis-trans menahan gugus-gugus
dalam molekul pada ruang berbeda
sehingga:
Berbeda sifat kimia fisika
Berbeda jumlah distribusi isomer dalam
media biologis
Berbeda jumlah isomer yang berinteraksi
dengan reseptor
Berbeda kemampuan isomer berinteraksi
dengan reseptor biologis
Interaksi salah satu model isomer cis dan trans
dengan reseptor, dapat dijelaskan sbb:

 Pada bentuk pengaturan cis, keempat gugus


senyawa akan mengikat reseptor secara serasi,
dan ini dapat menjelaskan respons biologis yang
diharapkan.
 Trans-Dietilstilbestrol dipengaruhi oleh resonansi dan
efek sterik yang minimal, cenderung untuk menahan
agar kedua gugus fenol dan gugus etil terletak pada
bidang datar yang berlawanan,  bentuk isomer trans
lebih stabil dibanding isomer cis.
 Pada isomer trans, “jarak identitas” antara kedua gugus
hidroksil fenol 14,5 Å, dan ini hampir sama dengan “jarak
identitas” dua gugus OH pada struktur estradiol, suatu
hormon estrogen, sehingga keduanya dapat  secara
serasi dengan reseptor estrogen.
 Isomer cis mempunyai “jarak identitas” yang jauh
berbeda.
 Adanya perbedaan kestabilan dan “jarak identitas”
tersebut  isomer trans mempunyai aktivitas estrogenic
14 kali lebih besar dibanding isomer cis.
2. Isomer Konformasi dan Aktivitas Biologis
 Isomer konformasi : isomer yang terjadi karena
ada perbedaan pengaturan ruang dari atom-atom
atau gugus-gugus dalam struktur molekul obat.
 Isomer konformasi lebih stabil pada struktur
senyawa non aromatic.
Contoh: a a
e
 Sikloheksana e e

a a
a = aksial
e
e = ekuatorial e
a
e

Bentuk kursi
ISOMER KONFORMASI

Terjadi karena ada perbedaan pengaturan


ruang dari atom atau gugus dalam struktur
molekul obat
Isomer
konformasi

Bentuk Bentuk Bentuk


kursi perahu melipat
 Sikloheksan cenderung dalam bentuk konformasi
kursi dibanding bentuk konformasi perahu (1000
: 1, pada suhu kamar).
 Substituent atau gugus pada cincin sikloheksan
cenderung ditahan pada kedudukan ekuatorial 
bentuk aksial lebih mudah terpengaruh oleh efek
sterik.
 Pada bentuk 1,3-diaksial, substituent-
substituennya cenderung tolak menolak satu
sama lain sehingga mengubah kelenturan cincin
dan menempatkan substituent pada kedudukan
ekuatorial, yang kurang terpengaruh oleh efek
sterik.
Trimeperidin: (narkotik-analgesik yang kuat).

 Pada struktur molekulnya bentuk konformasi


ekuatorial atau aksial ditunjang dan berorientasi
pada gugus fenil dan gugus alisiklik.
 Gugus fenil cenderung dipertahankan dalam
bidang cincin pada kedudukan ekuatorial.
 Untuk mengubah kekedudukan aksial
dibutuhkan energy 7 kkal/mol.
 Isomer aksial dan ekuatorial dari trimeperidin
mempunyai potensi analgesic sama.
 Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh bentuk
isomer konformasi terhadap aktivitas analgesic
trimeperidin sangat kecil.
 Kadang-kadang satu molekul senyawa tertentu
memberikan lebih dari satu efek biologis  mempunyai
bentuk konformasi yang unik dan lentur  dapat
berinteraksi dengan reseptor-reseptor biologis yang
berbeda.
Contoh:
1. Asetilkolin: mempunyai dua bentuk konformasi,
a. Bentuk konformasi tertutup (aquasi ring =cisoid)

 Pada bentuk ini, atom H dari N-metil letaknya


berdekatan dengan atom O dari gugus asetoksi  ikatan
hydrogen intermolekul membentuk struktur tertutup.
Bentuk konformasi ini dapat dengan reseptor nikotinik
dari ganglia dan penghubung saraf otot.
2. Bentuk konformasi memanjang penuh (transoid)

 Pada bentuk ini, atom H dari N-metil letaknya berjauhan


dengan atom O  membentuk struktur yang
memanjang. Bentuk konformasi ini dapat  dengan
reseptor muskarinik dari saraf post ganglionik
parasimpatik dan mudah dihidrolisis oleh enzim
asetilkolinesterase
H
H
C H
C H H CH3

H CH3 N+
O CH3 CH3
H N+ O H
H
CH3 C C C H
C C C H
H3C O H
H O H

Bentuk konformasi memanjang bentuk konformasi tertutup


3. Trans-diaksial 3- Trimetilamonium-2-
asetoksi-dekalin
Senyawa ini mempunyai bentuk struktur
dengan derajat kekakuan cukup besar
sehingga mempunyai efek muskarinik yang
cukup besar. O
O C
CH3
H

H
N+(CH3)3

 Trans –diaksial-3-trimetilamonium-2-asetoksi
dekalin
4. Histamine: mempunyai tiga bentuk isomer
konformasi yaitu bentuk konformasi
memanjang (A dan B) dan bentuk
konformasi tertutup (C). O C NH3+
H H NH3+ C
HN H H
O C C H H
HN H H N
N
4,55 Å 3,60 Å
Bentuk konformasi A Bentuk konformasi B
H2
O C
HN CH2 Bentuk konformasi C
N
NH2+
H
 Pada bentuk konformasi A, jarak atom N cincin imidazol dengan N
rantai samping 4,55Å, sedangkan pada bentuk konformasi B
jaraknya 3,60Å. Bentuk konformasi C tertutup karena ada ikatan
hydrogen intramolekul.Reseptor histamine dapat dibedakan
menjadi tiga, yaitu reseptor histamine H1, H2 danH3.

a. Reseptor histamine H1
 Bila reseptor ini diduduki oleh histamine, timbul efek rangsangan
otot polos saluran cerna dan bronki serta dilatasi pada pra dan
post arteri kapiler.
 Reseptor ini diblok secara kompetitif oleh obat antihistamin klasik,
seperti tripolidin, klortrimeton, antazolin dan difenhidramin.
b. Reseptor histamine H2
 Bila reseptor ini diduduki oleh histamine, dapat terjadi
rangsangan sekresi asam lambung. Reseptor ini tidak
diblok oleh obat antihistamin klasik tetapi dapat diblok
oleh senyawa antagonis H2, seperti burinamid, simetidin,
ranitidin dan famotidin.
c. Reseptor histamine H3
 Bila reseptor ini diduduki oleh histamine, terjadi
vasodilatasi buluh darah yang berpengaruh terhadap
fungsi-fungsi perifer, seperti gerakan saluran cerna atau
kontrol tonus simpati. Reseptor ini diblok oleh senyawa
antagonis H3, seperti tioperamid dan impromidin.
3. Diastereoisomer dan Aktivitas Biologis

 Diastereoisomer: isomer yang disebabkan oleh senyawa


yang mempunyai dua atau lebih pusat atom asimetrik,
mempunyai gugus fungsional sama dan memberikan tipe
reaksi yang sama pula.
 Kedudukan gugus-gugus substitusi terletak pada ruang
yang relative berbeda sehingga diastereoisomer
mempunyai sifat fisik, kecepatan reaksi dan sifat biologis
yang berbeda pula.
 Perbedaan sifat-sifat diatas akan berpengaruh terhadap
distribusi, metabolism dan interaksi isomer dengan
reseptor.
 Perbedaan interaksi dengan reseptor dari
senyawa-senyawa diastereoisomer dapat dilihat
pada Gambar 1.
 Gambar 1. Interaksi diastereoisomer
dengan reseptor biologis.
Keterangan:
 Nilai koefisien partisi lemak/air isomer cis
tidak sama dengan isomer trans atau log P
(cis)  log P (trans)
 A, B dan C : gugus pada isomer

 A’, B’ dan C’ : tempat yang sesuai pada


reseptor
Diastereoisomer kemungkinan juga mempunyai
aktivitas optic.
Contoh: Efedrin, mempunyai 2 atom C asimetrik
dengan 4 bentuk aktif optis, dapat membentuk
diastereoisomer eritro dan treo, yang dapat dilihat
pada Gambar 2.
Efedrin (eritro) Pseudoefedrin (treo)
(+)R,S (-)S,R (+)S,S (-)R,R

 H C OH HO C H H C OH HO C H

 H C - NHCH3 H3CHN C - H H3CHN C - H H C - NHCH3


CH3 CH3 CH3 CH3

Gambar 2. Bentuk diastereoisomer efedrin.


Tabel 1. Hubungan isomer efedrin dan aktivitas presor
relative (APR)
Isomer APR
D (-) efedrin 36
L(+) efedrin 11
D (-) Pseudo efedrin 7
L (+) Pseudo efedrin 1
DL (±) efedrin 26
DL(±) Pseudo efedrin 4
Dari Gambar 2 dan Tabel 1 dapat dilihat bahwa
aktivitas maksimal dicapai bila pusat C berada pada
kedudukan (S) dan pusat Cβ pada kedudukan (R). jadi
hanya bentuk D(-) efedrin yang secara nyata dapat
memblok reseptor β-adrenergik dan menurunkan
tekanan darah.
4. Isomer Optik dan Aktivitas Biologis

 Isomer optic (Enantiomorph, Optical antipode): isomer yang


disebabkan oleh senyawa yang mempunyai atom C asimetrik.
 Isomer optic mempunyai sifat kimia fisika sama dan hanya
berbeda pada kemampuan dalam memutar bidang cahaya
terpolarisasi atau berbeda rotasi optiknya.
 Masing-masing isomer hanya dapat memutar bidang cahaya
terpolarisasi kekiri atau kekanan saja dengan sudut pemutaran
sama.
 Isomer optic kadang-kadang mempunyai aktivitas biologis yang
berbeda karena ada perbedaan dalam interaksi isomer-isomer
dengan reseptor bilogis. Menurut Beckett, perbedaan interaksi
isomer-isomer optic dengan reseptor biologis, dapat diilustrasikan
seperti pada Gambar 3.
Keterangan:
 Nilai koefisien partisi
lemak/air dari isomer (+)
sama dengan isomer (-)
atau log P(+) = log P(-).

A,B dan C: gugus-gugus pada


isomer
A’,B’ dan C’: tempat yang
sesuai pada reseptor

Gambar 3. Interaksi isomer optic


dengan reseptor biologis.
Contoh obat yang membentuk isomer optic dengan
aktivitas biologis berbeda:
1. (-) Hiosiamin, aktivitas midriatiknya 15 -20 kali >
dibanding isomer (+).
2. D(-) Adrenalin, aktivitas vasokonstriksinya 12 –
15 kali > dibanding isomer (+).
3. (-) Sinefrin, aktivitas presornya 60 kali >
dibanding isomer (+).
4. D(-) treo-Kloramfenikol  efek antibaktreri,
sedang isomer L(+) eritro efeknya negative.
5. (+) Norhomoepinefrin, aktivitas presornya 160
kali > dibanding isomer (-).
7. (+) –Propoksifen  efek analgesic, sedang
isomer (-)  efek anti batuk.
8. L(+) Asam askorbat  efek antiskorbut, sedang
isomer (-) efeknya negative.
9. S(+) Indometasin mempunyai efek antiradang,
sedang isomer R(-) efeknya negative.
10. (+) Kortison aktif sebagai antiradang, campuran
rasematnya mempunyai aktivitas setengahnya,
sedang isomer (-) tidak menimbulkan aktivitas.
11. Isomer (-) dan (+) dari klorokuin  efek
antimalaria yang sama, hal ini berarti bahwa
aspek stereokimia sedikit berpengaruh terhadap
aktivitas biologis dari klorokuin.
C. JARAK ANTAR ATOM DAN AKTIVITAS
BIOLOGIS
 Hubungan antara struktur kimia dengan
aktivitas biologis sering ditunjang oleh
konsep kelenturan reseptor.
 Pada beberapa tipe kerja biologis, jarak
antar gugus-gugus fungsional molekul obat
dapat berpengaruh terhadap aktivitas
biologisnya.
 Hal ini dapat diperkirakan dari “jarak
identitas” struktur protein yang memanjang,
seperti terlihat pada Gambar 4.
R H O
H
C N C
N C C N
H
H O R H

31,6 Å

“jarak identitas”
Gambar 4. Bentuk struktur protein yang
memanjang
Contoh:
1. Obat parasimpatomimetik, seperti turunan asetilkolin
dan parasimpatolitik, seperti obat pemblok adrenergic,
jarak antara ester karbonil denga atom N-metil adalah
7,2 Å yang berarti 2 x 3,16 Å.
2. Obat kurare, jarak antar atom N-kuarterner adalah
14,5Å, yang berarti 4 x 3,61Å.
3. Hormone estrogen non steroid, seperti dietilstilbestrol,
gugus hidroksilnya juga dipisahkan oleh ikatan hydrogen
dengan jarak 14,5Å.
Selain jarak antar ikatan peptide, jarak antara dua struktur
α-heliks protein (5,5Å) didapatkan sama dengan jarak
antar gugus-gugus fungsional dari banyak obat.
Contoh:
Obat yang mengandung struktur seperti dibawah ini:

R - X - CH2 - CH2 N - R'


5,5Å
“jarak identitas”
 Didapatkan pada obat-obat yang termasuk golongan anestesi
setempat (mis prokain), antihistamin (mis difenhidramin),
spamolitik (mis adifenin) dan obat pemblok adrenergic (mis
piperoksan).
 Contoh-contoh diatas menunjukkan bahwa jarak antar atom dari
gugus-gugus fungsional kemungkinan berperan dalam proses
interaksi obat dengan sisi reseptor khas.

Anda mungkin juga menyukai