Anda di halaman 1dari 5

Faktor yang Mempengaruhi Penetrasi Obat kedalam Obat

A. Faktor Fisiologis „
1. Keadaan dan fungsi dari kornea dan konjungtiva
Kornea dan konjungtiva merupakan bagian yang penting terhadap penetrasi obat
ke dalam mata. Melewati kornea lebih besar dibanding dengan konjungtiva.
Penetrasi pada konjungtiva akan lebih besar bila terjadi iritasi oleh bahan asing,
bahan kimia atau mekain, yang dapat menyebabkan naiknya permeabilitas kornea
dan konjungtiva (menaikkan jumlah obat yang berpenetrasi dalam kornea atau
konjungtiva sehingga menimbulkan efek sistemik yang tidak diharapkan. Penetrasi
melalui kornea akan lebih besar bila terjadi penyempitan atau kecepatan aliran
darah menurun dalam konjungtiva dengan adanya bahan adstringens.

2. Ikatan Protein dalam Air mata dengan obat


Adanya protein dalam air mata kadang-kadang dapat mengikat suatu bahan aktif
sehingga kecepatan penetrasi bahan aktif tersebut menjadi kecil. Hal ini terjadi
karena air mata terdiri dari protein, kolagen dan elektrolit sehingga bisa terjadi
Ikatan molekul obat dengan protein pada air mata dan memungkinkan
adanya„penguraian metabolisme obat ( oleh enzym dalam air mata)

B. Faktor Fisika-kimia
1. Tonisitas
Tonisitas berarti tekanan osmotik yang diberikan oleh garam-garam dalam
larutan berair. Air mata dan cairan tubuh lainnya menunjukkan tekanan osmotik
setara dengan larutan garam normal 0,9% NaCl. Karena kandungan elektrolit dan
koloid di dalamnya, cairan air mata memiliki tekanan osmotik, yang nilainya sama
dengan darah dan cairan jaringan. Mata dapat mentoleransi larutan dengan rentang
nilai tonisitas ekivalen dengan 0,5% sampai 1,6% larutan natrium klorida tanpa
menibulkan rasa tidak nyaman. Oleh karena itu, Sediaan tetes mata sebaiknya
dibuat mendekati isotonis agar dapat diterima tanpa rasa nyeri dan tidak dapat
menyebabkan keluarnya air mata, yang dapat mencuci keluar bahan obatnya.
NaCl tidak ada pengaruh terhadap permeabilitas kornea dan konjungtiva.
Konsentrasi NaCl yang hipertonis ini malah hanya akan mempertinggi koefisien
partisi bahan aktif dalam larutan tersebut. Sedangkan larutan yang hipotonis akan
berpengaruh terhadap permeabilitas kornea dan konjungtiva tetapi pengaruh
terhadap penetrasi bahan aktif akan lebih kecil dibandingkan dengan larutan
hipertonis.
Oleh karena itu, Konsentrasi senyawa dalam obat mata tidak boleh
menyebabkan hipertonisitas yang melebihi batas yang dapat diterima, namun jika
tekanan osmotic dari obat diperlukan berada pada konsentrasi yang melebihi
kesetaraan osmotik dengan cairan mata, maka tidak ada yang dapat dilakukan
karena larutan bersifat hipertonis. Sebagai contoh larutan 10% dan 30%
sulfasemid natrium bersifat hipertonis karena jika konsentrasi kurang dari 10%
tidak akan menimbulkan efek klinis yang diharapkan. Untuk larutan hipotonik,
dapat dibuat isotonik dengan menghitung zat tambahan yang diperlukan. Pengaruh
tonisitas pada permeabilitas epitel kornea telah diteliti oleh Maurice dengan hasil
bahwa tidak ada peningkatan permeabilitas pada konsentrasi antara 0,9-10% NaCl,
sedangkan pada larutan yang hipotonik, akan terjadi peningkatan permeabilitas
kornea.

2. pH (pendaparan) „
Obat memiliki aktivitas terapeutik tertinggi pada pH yang mengandung molekul
yang tak terion. Untuk Basa lemah terionisasi pada pH > pKa sedangkan asam
lemah terionisasi pada pH < pKa pH-pKa = log konsentrasi asam konsentrasi
garam. Ditinjau dari sudut fisiologis PH ideal suatu obat tetes mata adalah 7,4 -
7,65.
Secara ideal obat tetes mata harus mempunyai pH yang sama dengan larutan mata,
tetapi hal ini tidak selalu dapat dilakukan karena pada pH 7,4 banyak obat yang
tidak cukup larut ataupun tidak stabil pada pH 7,4. Oleh karena itu system dapar
harus dipilih sedekat mungkin dengan pH fisiologis yaitu 7,4 dan tidak
menyebabkan pengendapan atau mempercepat kerusakan obat. Jika harga pH yang
di tetapkan atas dasar stabilitas berada diluar daerah yang dapat di terima secara
fisiologis, maka kita wajib menambahkan larutan dapar dan melakukan pengaturan
pH melalui penambahan asam atau basa.
Pemilihan biasanya mendahulukan masalah stabilitas dalam batasan PH terbaik
yang dapat diterima oleh mata. Jadi sangat diperlukan mencari kondisi PH yang
dapat memenuhi syarat stabilitas, toleransi dan efektivitas. Oleh karena itu,
Larutan dapar isotonik pada PH 7,4 – 9,6 tidak memberikan efek iritasi terhadap
mata. Perasaan sakit yang timbul mungkin disebabkan karena sifat aktifnya
sendiri.
Cairan lakrimal mempunyai sistem dapar 7,4 yang dengan cepat dapat
mengubah derajat keasaman sediaan dengan PH 3,5 – 10,5 dengan kapasitas dapar
rendah ke PH yang dapat diterima, yaitu sekitar 7,4. Semakin tinggi nilai pH maka
semakin rendah nilai koefisien partisi dan begitu juga sebaliknya. Semakin besar
nilai koefisien partisinya maka jumlah atau kecepatan penetrasi bahan aktif
tersebut akan semakin besar dan begitu pula sebaliknya.
3. Pengaruh Konsentrasi Zat Aktif
Zat aktif berpenetrasi ke dalam kornea dengan cara difusi pasif yang jika
berdasarkan Hukum Fick maka jumlah yang berpentrasi tergantung pada
konsentrasi. Bila 1 tetes obat tetes mata bervolume 0,05 ml sampai 0.075 ml dan
diencerkan oleh air mata 0,01 ml. Untuk garam-garam alkaloid, sistem
pengenceran penting untuk perubahan pH àmeningkatkan Km. Untuk zat aktif
yang mengiritasi mata, zat aktif akan keluar dengan air mata sehingga penetrasi
tidak terjadi.
·
4. Kekentalan
· Tujuan penambahan zat pengental pada sediaan mata :
a. Sebagai air mata buatan
b. Sebagai bahan pelicin untuk lensa kontak
c. Untuk meningkatkan kekentalan larutan agar waktu kontak sediaan dengan
kornea semakin lama dengan begitu semakin tinggi jumlah zat aktif yang bisa
terpenetrasi sehingga meninggikan tercapainya harapan efek terapi
· Salah satu contohnya pada bahan pengental senyawa makromolekul seperti
metil selulosa, akan menjerat zat aktif. Sehingga konsentrasi zat aktif yang bisa
terpentrasi berkurang. Caranya dengan pembentukan misel, meningkatkan aksi
obat (pilokarpin, kloramfenikol) serta regenerasi sel epitel kornea. Pemilihan zat
pengental harus positif terhadap ketersediaan hayati zat aktif. Pada penambahan
metil selulosa adanya penigkatan efek midriasis dalam kolirium homatripon atau
efek miosis dari pilokarpin dengan penambahan pengental yang sama.

5. Surfaktan
Surfaktan adalah zat aktif permukaan yang mempunyai ujung berbeda yaitu
hidrofilik dan hidrofobik atau disebut juga dengan molekuk amfifilik atau
menyukai air dan minyak. Dengan 2 bagian yang berbeda maka surfaktan juga
dapat mendispersikan serta menstabilkan dua atau lebih cairan yang tidak
bercampur satu sama lain. Fungsi utama surfaktan sering digunakan dalam sediaan
mata terutama obat tetes mata karena surfaktan sebagai pembasah atau zat
penetrasi. Adanya surfaktan dalam sediaan mata ini berfungsi untuk menurunkan
tengangan antar permukaan , meningkatkan tercampurnya obat dengan air mata,
memperluas permukaan epitel kornea, meningkatkan kontak obat dengan kornea
dan konjungtiva , meningkatkan penembuasan dan penyerapan obat.
Adapun syarat syarat pemakaian surfaktan pada obat tetes mata harus
memenuhi berbagai aspek yaitu Sebagai antimikroba (surfaktan gol. Kationik, spt:
Benzalkonium Klorida, Setil Piridinium Klorida) , menurunkan tegangan
permukaan antara obat mata dengan kornea yang dapat meningkatkan efek terapi
obat , meningkatkan ketercampuran antara obat mata dengan kornea sehingga
meningkatkan kontak zat aktif dengan kornea dan konjungtiva sehingga
menigkatkan penembusan dan penetrasi obat dan tidak boleh meningkatkan
pengeluaran air mata, tidak boleh iritan, danmerusak kornea contohnya pada
surfaktan non ionik lebih dapat diterima dibanding surfaktan golongan lain.
Agoes, Goeswin. 2009. Sediaan Farmasi Steril. Bandung : ITB
Martin, Alfred, dkk, 1990,Farmasi Fisik . Dasar-dasar Farmasi Fisik Dalam
IlmuFarmasetik, Universitas Indonesia Press, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai