Anda di halaman 1dari 26

Hubungan struktur, kelarutan

dan aktivitas biologis obat

Bambang Tri Purwanto


Sifat hidrofilik Gugus polar / hidrofilik Kelarutan dalam air

Sifat lipofilik Gugus nonpolar/lipofilik Kelarutan dalam lemak

SIFAT GUGUS
Kuat -OSO2ONa, -COONa, -SO2Na, -OSO2H
Hidrofilik Sedang -OH, -SH, -O-, =C=O, -CHO, -NO2, -NH2, -NHR, -
NR2, -CN, -CNS, -COOH, -COOR, -OPO3H2, -
OS 2O2H
Ikatan takjenuh -Cº CH, -CH=CH2
Lipofilik Rantai hidrokarbon alifatik, alkil, aril,
hidrokarbon polisiklik
Sifat khas

Gugus halogen

Efek elektronegatif kuat

Bila disubtitusikan pada cincin aromatik mjd


bersifat lipofilik

Gugus I, Cl, Br Sifat lipofilik

Gugus F Sifat hidrofilik


Sifat kelarutan berhubungan dengan
aktivitas biologis dari senyawa seri homolog.
Overton (1901)  kelarutan senyawa organik
dalam lemak berhubungan dengan
penembusan membran sel.
Senyawa non polar bersifat mudah larut
dalam lemak  nilai koefisien partisi
lemak/air besar  mudah menembus
membran sel secara difusi pasif  jumlah
obat yang akan berinteraksi dengan reseptor
meningkat  mempengaruhi intensitas
aktivitas biologis obat.
Hubungan sifat kelarutan dalam lemak dan aktivitas
antivirus turunan isatin-b-tiosemikarbason

4
3
5 N NH C NH2
R
6 1 S
2 N O
7 H

Substituen (R) Kelarutan dalam Aktivitas antivirus


kloroform relatif
7-COOH 0 0
5-OCH3 3 0,03
4-CH3 8 3,4
4-Cl 10 8,6
6-F 16 39,8
7-Cl 29 85
Tidak tersubstitusi 32 100
Hubungan koefisien partisi lemak/air (P) terhadap
absorpsi bentuk tak terionisasi Turunan Barbiturat

100 Heksetal
Sekobarbital

50
Pentobarbital
P
(CH 3Cl/H 2O)
Siklobarbital
10 Butetal
Asam alilbarbiturat

5
Aprobarbital
Fenobarbital
1
Barbital

0 20 40 60
Persen (%) obat yang diabsorpsi
Aktivitas biologis senyawa seri homolog

Seri homolog skr


Perbedaan jumlah dan panjang rantai
terdisosiasi
atom karbon

Menentukan
Atom karbon intensitas
Kel dlm air <<< aktivitas biologis
mkn panjang

Teg permukaan >>>


Kenaikan titik Koef partisi >>>
didih Kekentalan >>>
Hubungan kelarutan dan aktivitas antibakteri n-alkohol
primer terhadap B. typhosus (A) dan S. aureus (B)
C Garis Kejenuhan

B S. aureus
6,2
A B. typhosus

5,4
Log kadar toksik
-6 Butanol
( x 10 grl/l )
4,6
Amilalkohol
Heksanol
3,8 Heptanol
Oktanol

3,0

3,2 4,0 4,8 5,6 6,4

-6
Log Kelarutan ( x 10 grl/l )
Jumlah atom karbon >>> Respon biologis ???

Aktivitas antibakteri maks pd


Seri homolog n-alkohol
jumlah atom karbon = 8
(B.tyhposus)

Aktivitas antibakteri maks pd


Turunan alkohol bercabang jumlah atom karbon = 5
(S.aureus)

Aktivitas antibakteri <<< , kel


dlm air >>, kel lemak<<<

Turunan alkohol dengan Aktivitas antibakteri <<< , kel


ikatan rangkap air >>, kel lmk<<
Hubungan jumlah atom C dengan aktivitas antibakteri
seri homolog n-alifatis alkohol

 Atom C , Aktivitas  ad maks.


Staphylococcus aureus  Atom C  , Aktivitas  

Aktivitas
Pengaruh percabangan dan ikatan
rangkap  Kelarutan air 
Bacilus typhosus

Kuadran kiri  Aktivitas 


Aktivitas n-heksanol > heksanol
sekunder > heksanol tersier
2 4 5 6 8 10 terhadap B. typhosus
Jumlah atom C Kuadran kanan  Aktivitas 
Aktivitas antibakteri maks
Seri homolog 4-n-alkilresorsinol pd jumlah atom karbon = 6
(B.tyhposus)

Aktivitas antibakteri maks


pd jumlah atom karbon = 9
(S.aureus)

Seri homolog ester asam p-hidroksibenzoat

Aktivitas antibakteri >>> dng semakin panjang atom karbon


Aktivitas antibakteri seri homolog 4-n-alkilresorsinol
terhadap Bacillus typhosus

60

50
Koefisien
Fenol 40

30

20

10

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Jumlah atom karbon pada rantai samping

Terhadap S. aureus   atom C maks = 9


Hubungan struktur ester asam p-hidroksibenzoat
dengan nilai koefisien partisi lemak/air dan aktivitas
antibakteri terhadap Staphylococcus aureus

O
HO C
OR
Ester (R) P (Koef. Partisi) Koefisien Fenol
CH3Cl/H2O thd
S. aureus
-CH3 1,2 2,6
-CH2CH3 3,4 7,1
-CH2CH2CH3 13 15
-CH(CH3)2 7,3 13
-CH2CH=CH2 7,6 12
-CH2CH2CH2CH3 17 37
-C H 119 83
Hubungan Koefisien Partisi & Efek Anestesi Sistemik

Overton dan Meyer (1899)  tiga postulat yang berhubungan dengan


efek anestesi suatu senyawa (teori lemak), sbb.:
1. Senyawa kimia yang tidak reaktif dan mudah larut dalam lemak, seperti
eter, hidrokarbon dan hidrokarbon terhalogenasi, dapat memberikan
efek narkosis pada jaringan hidup sesuai dengan kemampuannya untuk
terdistribusi ke dalam jaringan sel.
2. Efek terlihat jelas terutama pada sel-sel yang banyak mengandung
lemak, seperti sel saraf.
3. Efisiensi anestesi tergantung pada koefisien partisi (P) lemak/air atau
distribusi senyawa dalam fasa lemak dan fasa air jaringan.
Hubungan Koefisien Partisi & Efek Anestesi Sistemik

ada hubungan antara aktivitas anestesi dengan P


lemak/air.

Hanya mengemukakan afinitas suatu senyawa terhadap


tempat aksi dan tidak menunjukkan mekanisme kerja
biologisnya

Tidak dapat menjelaskan mengapa suatu senyawa yang


mempunyai P lemak/air tinggi tidak selalu
menimbulkan efek anestesi.
Ferguson  kadar molar toksik ditentukan oleh keseimbangan distribusi
pada fasa eksternal dan biofasa. Pada keadaan kesetimbangan
kecenderungan obat untuk meninggalkan biofasa dan fasa eksternal adalah
sama, walau kadar obat dalam masing-masing fasa berbeda.
Kecenderungan obat untuk meninggalkan fasa disebut aktivitas
termodinamik.

molekul obat

cairan ekstra sel


(fasa eksternal)
cairan dalam sel
(biofasa)
inti sel

dinding sel
Model kerja obat  Senyawa berstruktur tidak
spesifik dan Senyawa berstruktur spesifik.

1. Senyawa Berstruktur Tidak Spesifik


 Struktur kimia bervariasi
 Tidak berinteraksi dengan reseptor spesifik
 Aktivitas biologisnya lebih dipengaruhi oleh sifat-sifat
kimia fisika, seperti derajat ionisasi, kelarutan, aktivitas
termodinamik, tegangan permukaan dan redoks
potensial
 Efek biologis terjadi karena akumulasi obat pada daerah
yang penting dari sel sehingga menyebabkan
ketidakteraturan rantai proses metabolisme.
Karakteristik senyawa berstruktur tidak spesifik

1. Efek biologis berhubungan langsung dengan


aktivitas termodinamik ( a = 0,01-1)  dosis
relatif besar.
2. Walaupun perbedaan struktur kimia besar, asal
aktivitas termodinamik hampir sama akan
memberikan efek yang sama.
3. Ada kesetimbangan kadar obat dalam biofasa
dan fasa eksternal  aktivitas termodinamik
masing-masing fasa harus sama.
Karakteristik senyawa berstruktur tidak spesifik

4. Pengukuran aktivitas termodinamik pada fasa eksternal


mencerminkan aktivitas termodinamik biofasa.

5. Senyawa dengan derajat kejenuhan sama, mempunyai


aktivitas termodinamik sama sehingga derajat efek biologis
sama pula  larutan jenuh senyawa dengan struktur berbeda
dapat memberikan efek yang sama
Penentuan Aktivitas Termodinamik

Aktivitas termodinamik (a) obat yang berupa gas atau uap :


a = Pt/Ps
Pt : tekanan parsial senyawa untuk menimbulkan efek biologis
Ps : tekanan uap jenuh senyawa.

Untuk obat yang berupa larutan :

a = St/So

St : kadar molar senyawa untuk menimbulkan efek biologis


So : kelarutan senyawa.
Hubungan kadar isoanestesi beberapa obat anestesi (uap atau
gas) dengan aktivitas termodinamik (a), pada manusia (37oC)

Nama Gas/Uap P uap P parsial (a) Kadar Anestesi

(Ps ) mm. (Pt) mm. (Pt/Ps ) (% vol)


Nitrogen oksida 59,300 760 0,01 100
Etilen 49,500 610 0,01 80
Asetilen 51,700 495 0,01 65
Etil klorida 1,780 38 0,02 5
Etil eter 830 38 0,05 5
Vinil eter 760 30 0,01 4
Etil bromida 725 14 0,02 1.9
Kloroform 324 4 0,01 0,5
Hubungan kadar bakterisid insektisida yang mudah menguap
terhadap Salmonella typhosa dengan aktivitas termodinamik (a)

Nama Kadar Bakterisid Kelarutan (a)


Insektisida (St), molar (So) molar, 25oC (St/So)
Timol 0,0022 0,0057 0,38
Oktanol 0,0034 0,004 0,88
o-Kresol 0,039 0,23 0,17
Fenol 0,097 0,90 0,11
Anilin 0,17 0,40 0,44
Sikloheksanol 0,18 0,38 0,47
Metilpropilketon 0,39 0,70 0,56
Metiletilketon 1,25 3,13 0,40
Butiraldehid 0,39 0,51 0,76
Propaldehid 1,08 2,88 0,37
Resorsinol 3,09 6,08 0,54
Aseton 3,89 ~ 0,40
Metanol 10,8 ~ 0,33
Senyawa Berstruktur Spesifik

 Senyawa yang memberikan efek dengan mengikat reseptor


spesifik.
Aktivitas tidak tergantung pada aktivitas termodinamik (a <
0,01)  lebih tergantung pada struktur kimia yang spesifik.
Reaktifitas kimia, bentuk, ukuran dan pengaturan
stereokimia molekul, distribusi gugus fungsional, efek
induksi dan resonansi, distribusi elektronik dan interaksi
dengan reseptor  berperan menentukan untuk terjadinya
aktivitas biologis.
Senyawa Berstruktur Spesifik
Karakteristik :
1. Efektif pada kadar rendah.

2. Melibatkan kesetimbangan obat dalam biofasa dan fasa


eksternal, pada keadaan ini  aktivitas biologis maksimal.

3. Melibatkan ikatan kimia yang lebih kuat dibanding senyawa


berstruktur tidak spesifik.

4. Sifat fisik dan kimia berperan dalam menentukan efek


biologis.

5. Mempunyai struktur dasar karakteristik yang bertanggung


jawab terhadap efek biologis senyawa analog.
Sedikit perubahan struktur dapat mempengaruhi
aktivitas biologis obat
O
+
R C O CH2 CH2N (CH3)3
Senyawa kolinergik R
CH3 : Asetilkolin - kolinergik, masa kerja pendek
NH2 : Karbamilkolin - kolinergik, masa kerja panjang

HO CH CH2NH R
OH
Turunan feniletilamin HO
R
CH3 : Epinefrin - menaikkan tekanan darah
CH(CH3)2: Isoproterenol - menurunkan tekanan darah

OH R
R
N CH3 : Timin
Turunan pirimidin - metabolit normal
HO F : 5-Fluorourasil - antimetabolit
Pada obat tertentu  struktur berbeda, efek farmakologis sama, dan
perubahan sedikit struktur tidak mempengaruhi efek.
Contoh : obat diuretik  struktur kimia bervariasi (turunan merkuri
organik, turunan sulfamid, turunan tiazid, dan spironolakton)  masing-
masing turunan mempengaruhi proses biokimia yang berbeda 
mekanisme aksi diuretiknya berbeda.
H3COCHN S SO2NH2
OCH3
H2NCONHCH2 CH CH2 Hg . Cl
N N

Klormerodrin Asetazolamid

(Mengikat gugus SH enzim K,Na-dependent-ATP-ase) (Penghambat enzim karbonik anhidrase)


O

CH3 O
H
Cl N
CH3
NH
H2NO2S S
O2 O SCOCH3

Hidroklorotiazid Spironolakton
(Menghambat reabsorpsi Na di ginjal) (Aldosteron antagonis)

Anda mungkin juga menyukai