Anda di halaman 1dari 18

PRAKTIKUM FITOKIMIA

TUGAS 4
IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ALKALOID (Ekstrak
Piper nigrum L.)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitokimia

KELOMPOK : 9

KELAS : G

1. Adella Oktavia Tri Ajeng (201810410311340)


2. Savana Sonia Savira (201810410311341)
3. Pungky Setyo Lestari (201810410311342)
4. Novita Dewi Anggraeni (201810410311343)
5. Ghina Mazyyah Faizun (201810410311344)

DOSEN PEMBIMBING :
apt. Siti Rofida, M. Farm.
apt. Amaliyah Dina A., M. Farm.

PROGRAM STUDY FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2021

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lada berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan, hal ini
diindikasikan dengan banyaknya jenis lada liar di wilayah tersebut. Tanaman
lada kemudian menyebar ke Ghat Barat (India) yang terjadi jutaan tahun yang
lalu. Tanaman lada yang saat ini dibudidayakan di Indonesia juga diprediksi
berasal dari India karena pada tahun 100 – 600 SM banyak koloni Hindu
yang datang ke Pulau Jawa dengan membawa bibit lada.
Daerah penghasil lada di Indonesia adalah Lampung dan Bangka,
dimana Lampung daerah penghasil lada hitam, sedangkan Bangka penghasil
lada putih. Produksi lada pada kedua daerah tersebut mencapai 90% dari
seluruh produksi lada di Indonesia. (Wandani, 2015)
Piper nigrum dalam ekstrak aquoeous, ekstrak metanol dan ekstrak
etanol positif mengandung karbohidrat, protein, tannin, fenol, kumarin,
alkaloid dan antrakuinon. Kandungan alkaloid Piper nigrum sebanyak 5-9%
mengandung senyawa utama piperin, piperidin, piperetin, dan piperenin
(Kadam et al, 2013). Asha et al (2014) menggunakan pelarut etanol dengan
metode sokletasi juga dapat menyaring komponen alkaloid sebesar 14,6%,
flavonoid 81,2%, dan tanin 17%. Flavonoid dan tanin merupakan senyawa
telah dikenal memiliki aktivitas antibakteri. (Amaliyah, 2019)
Lada hitam (Piper nigrum) beberapa digunakan untuk mengobati
berbagai keluhan pada pencernaan, demam, obesitas dan keluhan pernafasan
yang disebabkan oleh berbagai patogen, diantaranya bakteri, virus maupun
jamur. (Amaliyah, 2019)
Piperin memiliki efek sebagai anti-kanker dan anti-mikroba (Gorgani,
2017)(Dwivedi, 2016). Ekstrak etanol dari lada hitam ditampilkan pada anti-
mikroba dengan spektrum yang luas dan efek antibakteri yang signifikan
terhadap bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif. (Amaliyah, 2019)
Lada hitam merupakan salah satu tanaman yang telah terbukti memiliki
aktivitas antibakteri. Aktivitas P. nigrum dalam menghambat pertumbuhan
beberapa bakteri telah dilaporkan pada penelitian sebelumnya seperti

2
Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Streptococcus facealis,
Pseudomonas aeruginosa dan Escherichia coli. (Amaliyah, 2019)
Pada uji Wagner, ion logam K+ akan membentuk ikatan kovalen
koordinat dengan nitrogen pada alkaloid membentuk kompleks kalium-
alkaloid yang mengendap. Pereaksi meyer bertujuan untuk mendeteksi
alkaloid, dimana pereaksiini berikatan dengan alkaloid melalui
ikatankoordinasi antara atom N alkaloid dan Hg pereaksi meyersehingga
menghasilkan senyawa kompleks merkuri yang nonpolar mengendap
berwarna putih. (Marliana, Suryanti and Suyono, 2005)
KLT merupakan suatu teknik pemisahan dengan menggunakan
adsorben (fase stasioner) berupa lapisan tipis seragam yang disalutkan pada
permukaan bidang datar berupa lempeng kaca, plat aluminium, atau plat
plastik. Pengembangan kromatografi terjadi ketika fase gerak tertapis
melewati adsorben (Wulandari, 2018).

1.2 Tujuan
Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan alkaloida
dalam tanaman.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lada Hitam
Lada berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan, hal ini
diindikasikan dengan banyaknya jenis lada liar di wilayah tersebut. Tanaman
lada kemudian menyebar ke Ghat Barat (India) yang terjadi jutaan tahun yang
lalu. Tanaman lada yang saat ini dibudidayakan di Indonesia juga diprediksi
berasal dari India karena pada tahun 100 – 600 SM banyak koloni Hindu
yang datang ke Pulau Jawa dengan membawa bibit lada.
Daerah penghasil lada di Indonesia adalah Lampung dan Bangka,
dimana Lampung daerah penghasil lada hitam, sedangkan Bangka penghasil
lada putih. Produksi lada pada kedua daerah tersebut mencapai 90% dari
seluruh produksi lada di Indonesia. (Wandani, 2015)

2.2 Lada Hitam (Piper nigrum L.)


Taksonomi
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionata
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliopsida
Kelas : Magnoliidae
Sub-kelas : Monocotyledonae
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper nigrum L.
Nama Lokal : Lada Hitam

2.3 Morfologi
Tanaman ini adalah batang pokok berkayu, beruas-ruas dan tumbuh
merambat dengan menggunakan akar pelekat pada tiang panjat atau menjalar

4
di atas permukaan tanah. Tanaman lada merupakan akar tunggang dan
memiliki daun tunggal, berseling dan tersebar.
Daun berbentuk bulat telur sampai memanjang dengan ujung
meruncing (Rismunandar, 2007). Buah merupakan produksi pokok daripada
hasil tanaman lada. Buah lada berbentuk bulat, berbiji keras dan berkulit buah
yang lunak. Kulit buah yang masih muda berwarna hijau, sedangkan yang tua
berwarna kuning. Buah yang sudah masak berwarna merah, berlendir dengan
rasa manis. Sesudah dikeringkan lada berwarna hitam. buah lada merupakan
buah duduk, yang melekat pada malai. Besar kulit dan bijinya 4-6 mm,
sedangkan besarnya biji 3-4 mm. Berat 100 biji kurang lebih 38 gram atau
rata-rata 4,5 gram. Kulit buah atau pericarp terdiri dari 3 bagian, yaitu epicarp
(kulit luar), mesocarp (kulit tengah), endocarp (kulit dalam). (Mutiara, 2016)

2.4 Kandungan Kimia


Piper nigrum dalam ekstrak aquoeous, ekstrak metanol dan ekstrak
etanol positif mengandung karbohidrat, protein, tannin, fenol, kumarin,
alkaloid dan antrakuinon. Kandungan alkaloid Piper nigrum sebanyak 5-9%
mengandung senyawa utama piperin, piperidin, piperetin, dan piperenin
(Kadam et al, 2013). Asha et al (2014) menggunakan pelarut etanol dengan
metode sokletasi juga dapat menyaring komponen alkaloid sebesar 14,6%,
flavonoid 81,2%, dan tanin 17%. Flavonoid dan tanin merupakan senyawa
telah dikenal memiliki aktivitas antibakteri. (Amaliyah, 2019)

2.5 Manfaat Lada Hitam


Lada hitam (Piper nigrum) beberapa digunakan untuk mengobati
berbagai keluhan pada pencernaan, demam, obesitas dan keluhan pernafasan
yang disebabkan oleh berbagai patogen, diantaranya bakteri, virus maupun
jamur. (Amaliyah, 2019)
Piperin memiliki efek sebagai anti-kanker dan anti-mikroba (Gorgani,
2017)(Dwivedi, 2016). Ekstrak etanol dari lada hitam ditampilkan pada anti-
mikroba dengan spektrum yang luas dan efek antibakteri yang signifikan
terhadap bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif. (Amaliyah, 2019)

5
Lada hitam merupakan salah satu tanaman yang telah terbukti memiliki
aktivitas antibakteri. Aktivitas P. nigrum dalam menghambat pertumbuhan
beberapa bakteri telah dilaporkan pada penelitian sebelumnya seperti
Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Streptococcus facealis,
Pseudomonas aeruginosa dan Escherichia coli. (Amaliyah, 2019)

2.6 Tinjauan Senyawa Golongan Alkaloida


Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang
kebanyakan heterosiklik dan terdapat pada tumbuh-tumbuhan tetapi tidak
mengecualikan senyawa yang berasal dari hewan. Asam amino, peptida,
protein, nukleotid, asam nukleik, gula amino dan antibiotik biasanya tidak
digolongkan sebagai alkaloid. Pada prinsip yang sama, senyawa netral yang
secara biogenetik berhubungan dengan alkaloid termasuk digolongan ini.
(Kurniawan, 2017)
Akaloid dibagi menjadi 3 tipe yaitu alkaloid sejati, protoalkaloid dan
pseudoalkaloid. Alkaloid sejati dibentuk dari asam amino yang mempunyai
unsur N dalam sistem heterosiklik, memiliki aktivitas biologis, rasa pahit dan
berbentuk padatan warna putih. Protoalkaloid memiliki unsur N bukan dalam
sistem heterosiklik, strukturnya sederhana dan biasanya merupakan alkaloid
minor. Pseudoalkaloid memiliki unsure N dalam kerangka karbon yang tidak
atau bukan berasal dari asam amino, tetapi pada kenyataannya berkaitan
dengan pembentuk asam amino atau sebagai hasil reaksi aminasi dan
tansaminasi. (Kurniawan, 2017)
Banyak senyawa dalam tumbuhan mengandung atom nitrogen basa dan
dapat diekstrak dengan asam encer. Senyawa ini disebut alkaloid yang artinya
“mirip alkali” (Fessenden, 1989). Ada sekitar 5500 alkaloid yang telah
diketahui, alkaloid tersebut merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang
terbesar. Alkaloid seringkali beracun bagi manusia dan banyak yang
mempunyai aktivitas fisiologi yang menonjol, jadi digunakan secara luas
dalam bidang pengobatan. (Kurniawan, 2017)
Alkaloid Merupakan golongan senyawa organik yang paling banyak
ditemukan dalam tumbuhan. Alkaloid merupakan senyawa yang menyerupai

6
basa, terbukti dari asal namanya alkali (basa) dan oid (menyerupai). Dalam
struktur dasarnya alkaloid banyak mengandung gugus atom N. (Kurniawan,
2017)

2.7 Identifikasi Senyawa Golongan Alkaloida


2.7.1. Reaksi Pengendapan dengan Pereaksi Wagner
Pada pembuatan pereaksi Wagner, iodin bereaksi dengan ion I-
dari kalium iodida menghasilkan ion I3 - yang berwarna coklat. Pada
uji Wagner, ion logam K+ akan membentuk ikatan kovalen koordinat
dengan nitrogen pada alkaloid membentuk kompleks kalium-alkaloid
yang mengendap. (Marliana, Suryanti and Suyono, 2005)

Hasil positif alkaloid pada uji Wagner ditandai dengan


terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning. Diperkirakan
endapan tersebut adalah kalium-alkaloid. (Marliana, Suryanti and
Suyono, 2005)

2.7.2. Reaksi Pengendapan dengan Pereaksi Mayer


Pereaksi meyer bertujuan untuk mendeteksi alkaloid, dimana
pereaksiini berikatan dengan alkaloid melalui ikatan koordinasi antara
atom N alkaloid dan Hg pereaksi meyer sehingga menghasilkan
senyawa kompleks merkuri yang nonpolar mengendap berwarna
putih. Reaksi pada uji alkaloid ini dengan pereaksi meyer adalah :
N +KHgI4--------› Hg-N (Putih)
Atom N menyumbangkan pasangan electron bebas keatom Hg
sehingga membentuk senyawa kompleks yang mengandung atom N
sebagai ligannya. Setelah pengujian dilakukan, ternyata terdapat

7
endapan berwarna putih yang menandakan terbentuknya kompleks Hg
dengan N. Dengan adanya endapan berwarna putih tersebut dapat
dinyatakan bahwa pada sampel (daun rambutan) memang positif
mengandung senyawa Alkaloid. (Marliana, Suryanti and Suyono,
2005)

Hasil positif alkaloid pada uji Mayer ditandai dengan


terbentuknya endapan putih. Diperkirakan endapan tersebut adalah
kompleks kalium-alkaloid (Marliana, Suryanti and Suyono, 2005).

2.7.3. Reaksi Pengendapan dengan Pereaksi Dragendorf


Pada pembuatan pereaksi Dragendorff, bismut nitrat dilarutkan
dalam HCl agar tidak terjadi reaksi hidrolisis karena garam-garam
bismut mudah terhidrolisis membentuk ion bismutil (BiO+ ).

Agar ion Bi3+ tetap berada dalam larutan, maka larutan itu
ditambah asam sehingga kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri.
Selanjutnya ion Bi3+ dari bismut nitrat bereaksi dengan kalium iodida
membentuk endapan hitam Bismut(III) iodida yang kemudian melarut
dalam kalium iodida berlebih membentuk kalium tetraiodobismutat
(Svehla, 1990). Pada uji alkaloid dengan pereaksi Dragendorff,
nitrogen digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinat
dengan K+ yang merupakan ion logam (Marliana, Suryanti and
Suyono, 2005). Reaksi pada uji Dragendorff yaitu :

8
Hasil positif alkaloid pada uji Dragendorff juga ditandai dengan
terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning (Marliana, Suryanti
and Suyono, 2005).

2.8 Kromatografi Lapis Tipis


KLT merupakan suatu teknik pemisahan dengan menggunakan
adsorben (fase stasioner) berupa lapisan tipis seragam yang disalutkan pada
permukaan bidang datar berupa lempeng kaca, plat aluminium, atau plat
plastik. Pengembangan kromatografi terjadi ketika fase gerak tertapis
melewati adsorben (Wulandari, 2018).
Kromatografi lapis tipis (KLT) di kembangkan oleh Izmailoff dan
Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar,
selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi
kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada
kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform)
pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat
aluminium, atau pelat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini
dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom. (Syiah,
2017)
Keuntungan dari penggunaan KLT adalah memerlukan waktu analisis
yang cepat, penggunaan alat–alatnya sedikit, sederhana, harga murah, serta
memiliki daya analisa yang baik (Wardhani & Nanik, 2012). Secara luas KLT
banyak digunakan untuk berbagai analisis tumbuhan obat. Kromatogram yang
dihasilkan merupakan pola yang menggambarkan senyawa dalam setiap

9
tumbuhan obat sehingga bermanfaat dalam kendali mutu tumbuhan obat baik
untuk pencirian bahan mentah maupun produk akhir. (Wulandari, 2018)
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan suatu metode yang dapat
memisahkan suatu senyawa dari campurannya dengan menggunakan 2 fase
yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam yang digunakan adalah silika gel,
sedangkan fase geraknya adalah asam asetat glacial. (Syiah, 2017)
Cairan pengembang, yang merupakan fase gerak, dapat melewati fase
diam karena dampak kapiler pada ekspansi naik atau gravitasi pada ekspansi
menurun. Kromatografi lapis tipis lebih sederhana dan lebih murah untuk
diperkenalkan daripada kromatografi kolom. Hal yang sama juga berlaku
untuk alat yang digunakan. Peralatan yang digunakan dalam kromatografi
lapis tipis lebih mudah, dan hampir setiap laboratorium akan melakukannya
dengan akurat setiap saat. (Syiah, 2017)
Beberapa keuntungan lain kromatografi lapis tipis adalah :
1. Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis
2. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi
warna, fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan sinar ultra violet
3. Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending),
atau dengan cara elusi 2 dimensi
4. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan
ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.

2.7.1. Fase Diam


Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap
berukuranan kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin
kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran
ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal
efisiensinya dan resolusinya. Lempeng KLT disiapkan dengan
melapiskan penjerap ke permukaan lapisan kaca, gelas, atau
aluminium dengan ketebalan 250 µm. Lempeng KLT telah tersedia di
pasaran dengan berbagai ukuran dan telah ditambah dengan reagen
fluoresen untuk memfasilitasi deteksi bercak solut. Di samping itu,

10
lempeng KLT yang tersedia di pasaran sudah ditambah dengan agen
pengikat, seperti kalsium sulfat. (Syiah, 2017)

2.7.2. Fase Gerak


Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih
sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya
sebentar. Sistem paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik
karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur
sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal.
Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi
fase gerak : (Syiah, 2017)
1. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi
karena KLT merupakan teknik yang sensitif.
2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga
harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan
pemisahan.
3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti
silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan
migrasi solut yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan
pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam
pelarut non polar seperti metil benzene akan meningkatkan harga
Rf secara signifikan.
4. Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan
campuran pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan
metanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam
etanoat atau amonia masing-masing akan meningkatkan solute-
solut yang bersifat basa dan asam

2.7.3. Nilai Rf
Faktor retardasi (Retardation Factor = Rf) adalah parameter
yang digunakan untuk menggambarkan migrasi senyawa dalam KLT.
Nilai Rf merupakan parameter yang menyatakan posisi noda pada fase

11
diam setelah dielusi. Penentuan harga Rf analit, yaitu membandingkan
jarak migrasi noda analit dengan jarak migrasi fase gerak/eluen.
Retardasi faktor dapat dihitung sebagai rasio :
Jarak migrasi analit Zs
Rf = =
Jaran migrasi eluen Zf
Nilai Rf berkisar antara 0 dan 1 dan nilai Rf terbaik antara 0,2-
0,8 untuk deteksi UV dan 0,2-0,9 untuk deteksi visibel serta 20-80
untuk Rf relatif pada deteksi UV. Pada Rf kurang 0,2 belum terjadi
kesetimbangan antara komponen senyawa dengan fase diam dan fase
gerak sehingga bentuk noda biasanya kurang simetris. Sedangkan
pada Rf diatas 0,8 noda analit akan diganggu oleh absorbansi pengotor
lempeng fase diam yang teramati pada visualisasi dengan lampu UV.
Sedangkan pada deteksi visibel Rf dapat lebih tinggi dari deteksi UV,
hal ini disebabkan pengotor fase diam tidak bereaksi dengan
penampak noda sehingga noda yang berada pada Rf 0,2-0,9 masih
dapat diamati dengan baik. Dengan mengontrol kondisi
pengembangan seperti kejenuhan chamber, komposisi campuran
pelarut yang konstan, temperatur konstan dan lain-lain akan didapat
nilai Rf yang reprodusibel. (Wulandari, 2018)

12
BAB III

PROSEDUR KERJA

3.1 Bagan Alir


3.1.1. Preparasi Sampel

0,9 gram ekstrak Panaskan di atas Setelah dingin + 0,3


Piper nigrum + penangas air selama 2-3 gram NaCl, diaduk rata
etanol ad larut menit, sambil diaduk kemudian di saring

Filtrak ditambah Filtrat dibagi 3


5 ml HCl 2 N. bagian

3.1.2. Reaksi Pengendapan


Larutan IA + pereaksi Mayer, Adanya kekeruhan
larutan IB + pereaksi Wagner, atau endapan
larutan IC dipakai sebagai menunjukkan adanya
blanko. alkaloid.

3.1.3. Kromatografi Lapis Tipis


Larutan IC + NH4OH ekstraksi dengan 5 Filtrat (Fase
pekat 28% sampai ml kloroform (dalam CHCL3) diuapkan
larutan menjadi basa tabung reaksi). sampai kering

larutkan dalam metanol Totolkan sampel Eluasi plat KLT


(1 mL) dan siap untuk pada fase diam dengan eluen CHCL3
pemeriksan dengan KLT. (Kiesel Gel 254) – Etil asetat (1:1)

Semprotkan penampak noda Timbulnya noda berwarna kuning, kuning


(Pereaksi Dragendorf) kemudian coklat, merah ungu atau hijau ungu
panaskan hingga terlihat noda, menunjukkan adanya senyawa antrakinon.

13
3.2 Deskripsi Prosedur Kerja
3.2.1. Preparasi Sampel
1. Ekstrak sebanyak 0,9 gram ditambah etanol ad larut, ditambah 5 ml
HCl 2N, dipanaskan di atas penangas air selama 2-3 menit, sambil
diaduk.
2. Setelah dingin ditambah 0.3 gram NaCl, diaduk rata kemudian
disaring.
3. Filtrat ditambah 5 ml HCl 2N. Filtrat dibagi tiga bagian dan disebut
sebagai larutan IA,IB dan IC.

3.2.2. Reaksi Pengendapan


1. Larutan IA ditambah pereaksi Mayer, larutan IB ditambah dengan
pereaksi Wagner dan larutan IC dipakai sebagai blanko.
2. Adanya kekeruhan atau endapan menunjukkan adanya alkaloid.

3.2.3. Kromatografi Lapis Tipis


1. Larutan IC ditambah NH4OH pekat 28% sampai larutan menjadi basa,
kemudian diekstraksi dengan 5 ml kloroform (dalam tabung reaksi).
2. Filtrat (Fase CHCL3) diuapkan sampai kering, kemudian dilarutkan
dalam metanol (1 mL) dan siap untuk pemeriksan dengan KLT.
Fase diam : Kiesel gel GF 254
Fase gerak : CHCL3 – Etil asetat (1:1)
Penampak noda : Pereaksi Dragendorf
3. Jika timbul warna jingga menunjukkan adanya alkaloid dalam ekstrak.

14
15
16
17
DAFTAR PUSTAKA

Amaliah, Mudrika. 2019. Uji Efek Antimikroba Ekstrak Etanol Buah Lada Hitam
(Piper nigrum) Terhadap Pertumbuhan Salmonella typhi Secara In Vitro.
Undergraduate (S1) thesis, University of Muhammadiyah Malang.
Kurniawan, Johan. 2017. Evaluasi Kadar Antioksidan Dan Tingkat Kesukaan
Daun Pepaya ( Carica papaya L.) Dengan Variasi Media Perebusan.
Skripsi thesis, Universitas Mercu Buana Yogyakarta.

Marliana, S. D., Suryanti, V. and Suyono, 2005, Skrining Fitokimia dan Analisis
Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam ( Sechium
edule Jacq . Swartz .) dalam Ekstrak Etanol, Biofarmasi, 3(1), pp. 26–31.
Mutiara, Indah. 2016. Uji Aktivitas Antagonisme Isolat Alkaloid Lada (Piper
nigrum Linn.) Pada Reseptor Asetilkolin Otot Polos Ileum Marmut
Terisolasi: Studi In Vitro Dan In Silico. Undergraduate (S1) thesis,
University of Muhammadiyah Yogyakarta.
Saleem, A., Durrani, A.I., Awan, F.B., Irfan, A., Noreen, M., Kamran, M.A. and
Arif, D., 2019. Preparation of Marketable Functional Food to Control
Hypertension using Basil (ocimum basillium) and Peppermint (mentha
piperita). International Journal of Innovations in Science & Technology,
1(1), pp.15-32.
Syiah, Siti Chalida. 2017. Analisis Pengawet Metil Paraben (Nipagin) Pada Selai
Tanpa Merek Yang Diperjualbelikan Di Pasar Pedurungan Kota
Semarang. Undergraduate thesis, Universitas Muhammadiyah Semarang.
Wandani, Ayu Putri. 2015. Pengaruh Waktu Destilasi Terhadap Kadar Minyak
Atsiri dan Penentuan Kadar Air pada Lada Hitam. Universitas Sumatera
Utara.
Wulandari, Evi. 2018. Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Etanol Buah Limonia
acidissima L. Terhadap Bakteri Escherichia coli Dengan Metode Difusi
Cakram. Undergraduate (S1) thesis, University of Muhammadiyah
Malang.

18

Anda mungkin juga menyukai