Anda di halaman 1dari 14

I.

Tujuan Praktikum
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang kaitan antara polaritas eluen dengan harga Rf

II. Tinjauan Pustaka


2.1 Kolesterol

Kolesterol adalah metabolit yang mengandung lemak sterol yang ditemukan pada
membran sel dan disirkulasikan dalam plasma darah. merupakan sejenis lipid yang
merupakan molekul lemak atau yang menyerupainya. Kolesterol ialah jenis khusus lipid
yang disebut steroid. Steroids ialah lipid yang memiliki struktur kimia khusus. Struktur
ini terdiri atas 4 cincin atom karbon. Steroid lain termasuk steroid hormon seperti kortisol,
estrogen, dan testosteron. Nyatanya, semua hormon steroid terbuat dari perubahan
struktur dasar kimia kolesterol.(Simanjuntak, 2004)

2.2 Kromatografi Lapis Tipis


Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan komponen
menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben inert. KLT
merupakan salah satu jenis kromatografi analitik. KLT sering digunakan untuk
identifikasi awal, karena banyak keuntungan menggunakan KLT, di antaranya adalah
sederhana dan murah. KLT termasuk dalam kategori kromatografi planar, selain
kromatografi kertas. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan
bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya. KLT dapat digunakan untuk
memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida dan
hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna
untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari
kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa
murni skala kecil (Fessenden,2003).
Kromatografi lapis tipis merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi
senyawa murni dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan kromatografi juga
merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik menyerap maupun
merupakan cuplikan KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang
sifatnya hidrofilik seperti lipid-lipid dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan
kromatografi kertas. KLT juga dapat digunakan untuk mencari kromatografi kolom,
identifikasi senyawa secara kromatografi dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis.
Bahan lapis tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi-
pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat( Fessenden, 2003).

KLT merupakan contoh dari kromatografi adsorpsi. Fase diam berupa padatan dan f
ase geraknya dapat berupa cairan dan gas. Zat terlarut yang diadsorpsi oleh permukaan
partikel padat. Prinsip KLT adalah adsorbsi dan partisi dimana adsorbsi adalah penyerap
an pada pemukaan, sedangkan partisi adalah penyebaran atau kemampuan suatu zat yan
g ada dalam larutan untuk berpisah kedalam pelarut yang digunakan. Kecepatan gerak se
nyawa-senyawa ke atas pada lempengan tergantung pada (Soebagio,2002).
Bagaimana kelarutan senyawa dalam pelarut, hal ini bergantung pada bagaimana be
sar atraksi antara molekul-molekul senyawa dengan pelarut. Bagaimana senyawa melek
at pada fase diam, misalnya gel silika. Hal ini tergantung pada bagaimana besar atraksi a
ntara senyawa dengan gel silika. Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang d
ilapisi dengan adsorben seperti silika gel, aluminium oksida (alumina) maupun selulosa.
Adsorben tersebut berperan sebagai fasa diam Fasa gerak yang digunakan dalam KLT se
ring disebut dengan eluen. Pemilihan eluen didasarkan pada polaritas senyawa dan biasa
nya merupakan campuran beberapa cairan yang berbeda polaritas, sehingga didapatkan p
erbandingan tertentu. Eluen KLT dipilih dengan cara trial and error. Kepolaran eluen san
gat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh (Gandjar,2007).
Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal terseb
ut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam sampel. Se
nyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begit
u juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebi
h polar akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah.
Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakuka
n adalah mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya (Gandjar, 2007).
KLT digunakan pada pemisahan zat secara cepat dengan menggunakan zat penyerap
berupa serbuk halus yang dilapiskan sama rata pada lempeng kaca. Pemisahan didasarkan
pada penyerapan, pembagian atau gabungannya, tergantung dari jenis zat penyerap dan ca
rapembuatan lapisan zat penyerap dan jenis pelarut. Harga Rf yang diperoleh pada KLT ti
dak tetap jika dibandingkan dengan yang diperoleh pada kromatografi ketas. Karena itu p
adalempeng yang sama disamping kromatogram dari zat yang diperiksa perlu dibuat krom
atogram zat pembanding kimia, lebih baik dengan kadar yang berbeda-beda. Perkiraan ide
ntifikasi diperoleh dengan pengamatan 2 bercak dengan harga Rf dan ukuran yang lebih k
urang sama. (Gandjar, 2007).

2.3 Klasifikasi Eluen


Eluen adalah pelarut yang dipakai dalam proses migrasi/pergerakan dalam membawa
komponen-komponen zat sampel atau fasa yang bergerak melalui fasa diam dan
membawa komponen-komponen senyawa yang akan dipisahkan. Fase gerak atau eluen
biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan
berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh
polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel
(Johnson, 1991).
Dalam kromatografi cair komposisi pelarut atau fase gerak adalah satu variabel
yang mempengaruhi pemisahan. Terdapat keragaman yang luas dari fase gerak yang
digunakan dalam semua mode KCKT, tetapi ada beberapa sifat-sifat yang diinginkan
yang mana umumnya harus dipenuhi oleh semua fase gerak. Fase gerak harus:
 Murni; tidak ada pencemar/kontaminan
 Tidak bereaksi dengan pengemas
 Sesuai dengan detektor
 Melarutkan cuplikan
 Mempunyai viskositas rendah
 Mudah rekoveri cuplikan, bila diinginkan
 Tersedia diperdagangan dengan harga yang pantas
Umumnya, pelarut-pelarut dibuang setelah digunakan karena prosedur pemurnian
kembali membosankan dan mahal. Dari semua persyaratan di atas, 4 persyaratan pertama
adalah yang paling penting. Gelembung udara (degassing) yang ada harus dihilangkan
dari pelarut, karena udara yang terlarut keluar melewati detektor dapat menghasilkan
banyak noise sehingga data tidak dapat digunakan (Johnson, 1991).
 n-heksana (Gritter,1991)

Nama resmi : Hexaminumum


Nama lain : Heksamina
RM/BM : C6H12N4 / 140,19
Pemerian : Hablur mengkilap, tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak
berbau, rasa membakar, manis kemudian agak pahit. Jika
dipanaskan dalam suhu ±260º menyublim.
Kelarutan : Larut dalam 1,5 bagian air, dalam 12,5 metanol (95%) P dan
dalam lebih kurang 10 bagian kloroform P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

 Etil asetat

Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus CH3CH2OC(O)CH3. Senyawa


ini merupakan ester dari etanol dan asam asetat. Senyawa ini berwujud cairan tak
berwarna, memiliki aroma khas. Senyawa ini sering disingkat EtOAc, dengan Et
mewakili gugus etil dan OAc mewakili asetat. Etil asetat diproduksi dalam skala besar
sebagai pelarut. (Gritter,1991)

Etil asetat adalah pelarut polar menengah yang volatil (mudah menguap), tidak
beracun, dan tidak higroskopis. Etil asetat merupakan penerima ikatan hidrogen yang
lemah, dan bukan suatu donor ikatan hidrogen karena tidak adanya proton yang
bersifat asam yaitu hidrogen yang terikat pada atom elektronegatif seperti flor, oksigen,
dan nitrogen. Etil asetat dapat melarutkan air hingga 3%, dan larut dalam air
hingga kelarutan 8% pada suhu kamar. Kelarutannya meningkat pada suhu yang lebih
tinggi. Namun, senyawa ini tidak stabil dalam air yang mengandung basa atau asam.
(Gritter,1991)

 Kloroform

Nama resmi : Chloroform


Sinonim : Kloroform
RM/BM : CHCL3/ 119, 38
Pemerian : Cairan mudah menguap, tidak berwarna, bau khas, rasa manis
dan membakar.
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 200 bagian air, mudah larut dalam
etanol mutlak P, dalam eter P, dalam sebagian besar pelarut
organic, dalam minyak atsiri dan dalam minyak lemak
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, bersumbat kaca, terlindung dari
cahaya.
Khasiat : Anestetikumum, pengawet, zat tambahan
Kegunaan : Reagensia/ eluen (Gritter,1991)

 Metanol

Nama resmi : Metanol P


Sinonim : Metil alkohol P (merupakan murni pereaksi)
RM/BM : CH3OH/32,04
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, bau khas
Kelarutan : dapat bercampur dengan air, membentuk cairan jernih tidak
berwarna
BJ 0,796 sampai 0,798, jarak didih tidak kurang dari 95% tersuling pada suhu antara
64,50 dan 65,50. Indeks bis 1,328 sampai 1,329. (Gritter,1991)

2.4 Harga Rf
Nilai Rf didefinisikan sebagi perbandingan jarak yang ditempuh oleh senyawa pada
permukaan fase diam dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut sebagai fase
gerak. Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak bergeraknya
senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis. Saat membandingkan dua sampel
yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila
senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat
kromatografi lapis tipis ( Handayani, 2008).
Rumus Rf:

Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut
dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam sampel.
Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah,
begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang
lebih polar akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang
rendah. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus
dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya (Ewing Galen Wood,
1985).

Ada beberapa faktor yang menentukan harga Rf yaitu:


1. Pelarut, disebabkan pentingnya koefisien partisi, maka perubahan-perubahan yang
sangat kecil dalam komposisi pelarut dapat menyebabkan perubahan-perubahan
harga Rf.
2. Suhu, perubahan dalam suhu merubah koefisien partisi dan juga kecepatan aliran.
3. Ukuran dari bejana, volume dari bejana mempengaruhi homogenitas dari atmosfer
jadi mempengaruhi kecepatan penguapan dari komponen-komponen pelarut dari
kertas. Jika bejana besar digunakan, ada tendensi perambatan lebih lama, seperti
perubahan komposisi pelarut sepanjang kertas, maka koefisien partisi akan berubah
juga. Dua faktor yaitu penguapan dan kompisisi mempengaruhi harga Rf.
4. Kertas, pengaruh utama kertas pada harga Rf timbul dari perubahan ion dan serapan,
yang berbeda untuk macam-macam kertas. Kertas mempengaruhi kecepatan aliran
juga mempengaruhi kesetimbangan partisi.
5. Sifat dari campuran, berbagai senyawa mengalami partisi diantara volume-volume
yang sama dari fasa tetap dan bergerak. Mereka hampir selalu mempengaruhi
karakteristik dari kelarutan satu terhadap lainnya hingga terhadap harga Rf mereka.

Kemampuan suatu analit terikat pada permukaan silika gel dengan adanya pelarut
tertentu dapat dilihat sebagai pengabungan 2 interaksi yang saling berkompetisi. Pertama,
gugus polar dalam pelarut dapat berkompetisi dengan analit untuk terikat pada permukaan
silika gel. Dengan demikian, jika pelarut yang sangat polar digunakan, pelarut akan
berinteraksi kuat dengan permukaan silika gel dan hanya menyisakan sedikit tempat bagi
analit untuk terikat pada silika gel. Akibatnya, analit akan bergerak cepat melewati fasa
diam dan keluar dari kolom tanpa pemisahan. Dengan cara yang sama, gugus polar pada
pelarut dapat berinteraksi kuat dengan gugus polar dalam analit dan mencegah interaksi
analit pada permukaan silika gel. Pengaruh ini juga menyebabkan analit dengan cepat
meninggalkan fasa diam. Kepolaran suatu pelarut yang dapat digunakan untuk
kromatografi dapat dievaluasi dengan memperhatikan tetapan dielektrik (ε) dan momen
dipol (δ) pelarut. Semakin besar kedua tetapan tersebut, semakin polar pelarut tesebut.
Sebagai tambahan, kemampuan berikatan hidrogen pelarut dengan fasa diam harus
dipertimbangkan. (Underwood, 1999).

2.5 Indeks Polaritas dan Konstanta Dielektrik


Parameter fasa gerak yang di pilih untuk fase gerak untuk KLT adalah parameter kelarutan,
indeks polaritas, dan kemampuannya sebagai solvent. Parameter kelarutan bertujuan untuk
melihat kemampuannya untuk bercampur dengan beragam pelarut lain. Indeks polaritas
menunjukan besaran empiris yang digunakan untuk mengukur ketertarikan antar molekul
dalam solute dengan molekul dalam solvent pada parameter kelarutan solvent yang
bersangkutan dalam keadaan murninya. Sementara kelarutan pelarut dinyatakan sebagai
bilangan antar satuan yang berkisar antara -0, 25 sampai +1, 3 yang ditentukan melalui energy
adsorbs leh molekul sovent pada solvent yang bersangkutan.
Table Tinjauan Polaritas
Tabel Sifat – Sifat Pelarut
Prosedur Kerja

2.6 Alat dan Bahan

Alat
 Pipet kapiler
 Plat KLT (4)
 Cawan porselen
 Pipet tetes

Bahan
 Larutan kolesterol
 Kloroform
 n-Heksan
 Etil asetat
 Metanol
Penampak noda anisaldehida asam sulfat
III.Hasil
Perhitungan nilai Rf :
6,2
- Plat 1 : = 0,78
8
3
- Plat 2 : 8 = 0,38
6,7
- Plat 3 : = 0,84
8
4,5
- Plat 4 : = 0,56
8
Harga konstanta dielektrik campuran eluen
- Eluen 1 = n-heksane 50% KD:2,00 : Etil asetat 50% KD: 6,00
(50𝑋2,00)+(50𝑋6,00)
KD = = 4,00
100
- Eluen 2 = n-heksan 80% KD: 2,00 : Etil asetat 20% KD : 6,00
(80𝑋2,00)+(20𝑋6,00)
KD = = 2,80
100
- Eluen 3 = Kloroform 80% KD: 4,8 : Metanol 20% KD : 33,1
(80𝑋4,8)+(20𝑋33,0)
KD = = 10,46
100
- Eluen 4 = Kloroform 80% KD: 4,8 : Etil asetat 20% KD : 6,00
(80𝑋4,8)+(20𝑋6,00)
KD = = 5,04
100
Setelah dieluasi sinar UV 365 Setelah di eluasi Sinar UV 254

1 2 3 4 3 4
1 2

2 3 4
1

Keterangan plat (fase gerak) :


Plat 1 : n-Heksana-etil asetat (1:1)
Plat 2 : n-Heksana-etil asetat (4:1)
Plat 3 : Kloroform-metanol (4:1)
Plat 4 : Kloroform-etil asetat (4:1)

Tampak Visual diberi penampak noda Anisaldehid


asam sulfat
DAFTAR PUSTAKA

Ewing, Galen Wood. 1985. Instrumental of Chemical Analysis Fifth edition. McGraw-Hill.
Singapore
Fessenden R.J dan J.S Fessenden., 2003, Dasar-dasar kimia organik. Jakarta, Erlangga
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman., 2007,Kimia Farmasi Analisis, pustaka pelajar,
yogyakarta
Gritter, G.dkk.1991. Pengantar Kromatografi, Bandung: Penerbit ITB
Soebagio., 2002, Kimia Analitik, Universitas Negeri Makassar Fakultas MIPA, Makassar.
Simanjuntak, jojo.2004. Intisari Kimia Farmasi Edisi II. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Underwood.1999.Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi VI. Erlangga. Jakarta.
JURNAL PRAKTIKUM

TUGAS VI

“ UJI KLT DENGAN BERBAGAI ELUEN ”

Disusun Oleh :

Nama : Nelsa Fitriyani

NIM : 201510410311002

Kelompok :6

Kelas : Farmasi A

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2018

1.1 Skema Kerja


Disiapkan 4 macam eluen:

n-Heksan – etil asetat (1:1)

n-Heksan – etil asetat (4:1)

Kloroform – metnol (4:1)

Dilarutkan sedikit Kloroform – etil asetat (4:1)


kolesterol ke Ditotolkan pada
dalam kloroform 4 plat KLT

Semprot penampak
noda anisaldehid
asam sulfat

Dilakukan eluasi pada


masing-masing eluen

Dihitung Rf
masing-masing
plat

Panaskan 100o C ad
timbul noda merah
ungu/ungu.

Diskusikan, mengapa harga


Rf pada masing-masing
plat berbeda

Anda mungkin juga menyukai