2191046
D3 Farmasi
Zat terlarut yang sifatnya polar akan mudah larut dalam solvent yang polar pula.
Misalnya garam-garam anorganik larut dalam air.
Sedangkan zat terlarut yang nonpolar larut dalam solvent yang nonpolar pula.
Misalnya, alkaloid basa (umumnya senyawa organik) larut dalam kloroform.
Misalnya luminal tidak larut dalam air, tetapi larut dalam campuran air dan
gliserin atau solutio petit.
3. Kelarutan
Zat yang mudah larut memerlukan sedikit pelarut, sedangkan zat yang sukar larut
memerlukan banyak pelarut. Kelarutan zat anorganik yang digunakan dalam farmasi
umumnya adalah:
4. Temperatur
Zat padat umumnya bertambah larut bila suhunya dinaikkan, zat padat tersebut
dikatakan bersifat endoterm karena pada proses kelarutannya membutuhkan
panas.
Contoh:
Zat terlarut + pelarut + panas → larutan.
Beberapa zat yang lain justru kenaikan temperatur menyebabkan tidak larut, zat
tersebut dikatakan bersifat eksoterm, karena pada proses kelarutannya
menghasilkan panas.
Contoh:
Zat terlarut + pelarut → larutan + panas Misalnya zat KOH dan K2SO4.
Berdasarkan pengaruh ini maka beberapa sediaan farmasi tidak boleh dipanaskan,
misalnya:
5. Salting out
Salting Out adalah peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai
kelarutan lebih besar dibanding zat utama, akan menyebabkan penurunan
kelarutan zat utama atau terbentuknya endapan karena ada reaksi kimia.
Contohnya: kelarutan minyak atsiri dalam air akan turun bila ke dalam air tersebut
ditambahkan larutan NaCl jenuh.
6. Salting in
Salting in adalah adanya zat terlarut tertentu yang menyebabkan kelarutan zat
utama dalam solvent menjadi lebih besar.
Contohnya: Riboflavin tidak larut dalam air tetapi larut dalam larutan yang
mengandung Nicotinamida.
7. Pembentukan kompleks