Anda di halaman 1dari 18

JURNAL PRAKTIKUM FITOKIMIA

UJI KLT DENGAN BERBAGAI ELUEN

Oleh:

FARADESY EMADA
201510410311049

FARMASI A

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018
A. TUJUAN
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang kaitan antara polaritas eluen
dengan harga Rf.

B. TINJAUAN PUSTAKA

a. Klasifikasi Eluen
Eluen adalah pelarut yang dipakai dalam proses migrasi/pergerakan
dalam membawa komponen-komponen zat sampel atau fasa yang bergerak
melalui fasa diam dan membawa komponen-komponen senyawa yang
akan dipisahkan. Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran
pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam
daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh
polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-
komponen sampel (Johnson, 1991).
Umumnya, pelarut-pelarut dibuang setelah digunakan karena
prosedur pemurnian kembali membosankan dan mahal. Dari semua
persyaratan di atas, 4 persyaratan pertama adalah yang paling penting.
Gelembung udara (degassing) yang ada harus dihilangkan dari pelarut,
karena udara yang terlarut keluar melewati detektor dapat menghasilkan
banyak noise sehingga data tidak dapat digunakan.
Dalam kromatografi cair komposisi pelarut atau fase gerak adalah
satu variabel yang mempengaruhi pemisahan. Terdapat keragaman yang
luas dari fase gerak yang digunakan dalam semua mode KCKT, tetapi ada
beberapa sifat-sifat yang diinginkan yang mana umumnya harus dipenuhi
oleh semua fase gerak. Fase gerak harus:
 Murni; tidak ada pencemar/kontaminan
 Tidak bereaksi dengan pengemas
 Sesuai dengan detektor
 Melarutkan cuplikan
 Mempunyai viskositas rendah
 Mudah rekoveri cuplikan, bila diinginkan
 Tersedia diperdagangan dengan harga yang pantas (Johnson,
1991).
b. n-heksana (Ditjen POM, 1979)

Nama resmi : Hexaminumum


Nama lain : Heksamina
RM/BM : C6H12N4 / 140,19
Pemerian :Hablur mengkilap, tidak berwarna atau serbuk
hablur putih, tidak berbau, rasa membakar, manis
kemudian agak pahit. Jika dipanaskan dalam suhu
±260º menyublim.
Kelarutan : Larut dalam 1,5 bagian air, dalam 12,5 metanol
(95%) P dan dalam lebih kurang 10 bagian
kloroform P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

c. Etil asetat

Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus


CH3CH2OC(O)CH3. Senyawa ini merupakan ester dari etanol dan asam
asetat. Senyawa ini berwujud cairan tak berwarna, memiliki aroma khas.
Senyawa ini sering disingkat EtOAc, dengan Et mewakili gugus etil dan
OAc mewakili asetat. Etil asetat diproduksi dalam skala besar sebagai
pelarut.

Etil asetat adalah pelarut polar menengah yang volatil (mudah


menguap), tidak beracun, dan tidak higroskopis. Etil asetat merupakan
penerima ikatan hidrogen yang lemah, dan bukan suatu donor ikatan
hidrogen karena tidak adanya proton yang bersifat asam yaitu hidrogen
yang terikat pada atom elektronegatif seperti flor, oksigen, dan nitrogen.
Etil asetat dapat melarutkan air hingga 3%, dan larut dalam air
hingga kelarutan 8% pada suhu kamar. Kelarutannya meningkat pada
suhu yang lebih tinggi. Namun, senyawa ini tidak stabil dalam air yang
mengandung basa atau asam.
d. Kloroform

Nama resmi : Chloroform

Sinonim : Kloroform

RM/BM : CHCL3/ 119, 38

Pemerian : Cairan mudah menguap, tidak berwarna, bau khas,


rasa manis dan membakar.

Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 200 bagian air, mudah


larut dalam etanol mutlak P, dalam eter P, dalam
sebagian besar pelarut organic, dalam minyak atsiri
dan dalam minyak lemak

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, bersumbat kaca,


terlindung dari cahaya.

Khasiat : Anestetikumum, pengawet, zat tambahan

Kegunaan : Reagensia/ eluen

e. Metanol

Nama resmi : Metanol P

Sinonim : Metil alkohol P (merupakan murni pereaksi)

RM/BM : CH3OH/32,04

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, bau khas

Kelarutan : dapat bercampur dengan air, membentuk cairan


jernih tidak berwarna

BJ 0,796 sampai 0,798, jarak didih tidak kurang dari 95% tersuling
pada suhu antara 64,50 dan 65,50. Indeks bis 1,328 sampai 1,329.
f. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi adalah cara pemisahan zat berkhasiat dan zat lain yang
ada dalam sediaan, dengan jalan penyarian berfraksi, atau penyerapan ,
atau penukaran ion pada zat padat berpori, menggunakan cairan atau gas
yang mengalir. Zat yang diperoleh dapat digunakan untuk percobaan
identifikasi atau penetapan kadar (Materia Medika Jilid V-VI : 523)

Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan


komponen menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan
adsorben inert. KLT merupakan salah satu jenis kromatografi analitik.
KLT sering digunakan untuk identifikasi awal, karena banyak keuntungan
menggunakan KLT, di antaranya adalah sederhana dan murah. KLT
termasuk dalam kategori kromatografi planar, selain kromatografi kertas.
Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan
sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya. KLT dapat digunakan
untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti
lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan
kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk
kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi
kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa
murni skala kecil (Fessenden, 2003).

Kromatografi lapis tipis merupakan cara pemisahan campuran


senyawa menjadi senyawa murni dan mengetahui kuantitasnya yang
menggunakan kromatografi juga merupakan analisis cepat yang
memerlukan bahan sangat sedikit, baik menyerap maupun merupakan
cuplikan KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang
sifatnya hidrofilik seperti lipid-lipid dan hidrokarbon yang sukar
dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat digunakan untuk
mencari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi
dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapis tipis seperti
silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi-pereaksi
yang lebih reaktif seperti asam sulfat( Fessenden, 2003).
KLT merupakan contoh dari kromatografi adsorpsi. Fase diam
berupa padatan dan fase geraknya dapat berupa cairan dan gas. Zat
terlarut yang diadsorpsi oleh permukaan partikel padat.Prinsip KLT adalah
adsorbsi dan partisi dimana adsorbsi adalah penyerapan pada pemukaan,
sedangkan partisi adalah penyebaran atau kemampuan suatu zat yang ada
dalam larutan untuk berpisah kedalam pelarut yang digunakan. Kecepatan
gerak senyawa-senyawa ke atas pada lempengan tergantung pada
(Soebagio,2002).
Bagaimana kelarutan senyawa dalam pelarut, hal ini bergantung
pada bagaimana besar atraksi antara molekul-molekul senyawa dengan
pelarut. Bagaimana senyawa melekat pada fase diam, misalnya gel silika.
Hal ini tergantung pada bagaimana besar atraksi antara senyawa dengan
gel silika. Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang dilapisi
dengan adsorben seperti silika gel, aluminium oksida (alumina) maupun
selulosa. Adsorben tersebut berperan sebagai fasa diam Fasa gerak yang
digunakan dalam KLT sering disebut dengan eluen. Pemilihan eluen
didasarkan pada polaritas senyawa dan biasanya merupakan campuran
beberapa cairan yang berbeda polaritas, sehingga didapatkan perbandingan
tertentu. Eluen KLT dipilih dengan cara trial and error. Kepolaran eluen
sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh
(Gandjar,2007).
Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen
tertentu. Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya
perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih
besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya.
Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih
polar akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf
yang rendah. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu
tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan
sebaliknya (Gandjar, 2007).
KLT digunakan pada pemisahan zat secara cepat dengan
menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan sama rata
pada lempeng kaca. Pemisahan didasarkan pada penyerapan, pembagian
atau gabungannya, tergantung dari jenis zat penyerap dan carapembuatan
lapisan zat penyerap dan jenis pelarut. Harga Rf yang diperoleh pada KLT
tidak tetap jika dibandingkan dengan yang diperoleh pada kromatografi
ketas. Karena itu padalempeng yang sama disamping kromatogram dari
zat yang diperiksa perlu dibuat kromatogram zat pembanding kimia, lebih
baik dengan kadar yang berbeda-beda. Perkiraan identifikasi diperoleh
dengan pengamatan 2 bercak dengan harga Rf dan ukuran yang lebih
kurang sama (Underwood, 1999).
FaseDiam
Fasa diam dapat digunakan silika gel, alumina dan serbuk selulosa.
Partikel silika gel mengandung gugus hidroksil pada permukaannya yang
akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul polar air. Pada
kromatografi lapis tipis, sebuah garis digambarkan dibagian atas dan
bawah lempengan dan setetes pelarut dari campuran pewarna di tempatkan
pada garis yang telah ditentukan. Diberikan penandaan pada garis
dilempengan untuk menunjukkan posisi awal dari tetesan. Jika dilakukan
dengan tinta, pewarna dari tinta akan bergerak selayaknya kromatogram di
bentuk (Roy J. 1991).
Alumina (Al2O3) dan silika gel (SiO2). Alumina lebih polar
daripada silika gel, dan senyawa ini sering dinyatakan lebih aktif
daripada silika gel. Alumina lebih cocok untuk analisis senyawa-
senyawa yang nonpolar atau kurang polar (seperti hidrokarbon, eter,
aldehida, keton, dan alkil halida) karena senyawa-senyawa polar sangat
kuat teradsorbsi pada adsorbent ini. Analisis KLT senyawa-senyawa
polar pada alumina umumnya menghasilkan harga Rf yang rendah dan
pemisahan yang minimal. Sebaliknya silika gel dipilih sebagai adsorbent
untuk senyawa-senyawa polar (asam karbokislat, alkohol, amina) karena
senyawa-senyawa non polar teradsorbsi lemah pada silika gel. Analisis
KLT senyawa-senyawa nonpolar pada silika gel umumnya memberikan
harga Rf yang tinggi dan pemisahan yang maksimal (Firdaus. 2011).
Fase Gerak
Fase gerak dapat digolongkan menurut ukan kekuatan
teradsorbsinya pelarut atau campuran pelarut tersebut pada adsorben dan
dalam hal ini yang banyak digunakan adalah jenis adsoberben alumina
atau sebuah lapis tipis silica, Penggolongan ini dikenal sebagai deret
elutropik pelarut. Suatu pelarut yang bersifat larutan relative polar, dapat
mengusir pelarut yang relative tak polar dari ikatannyadengan alumina /
silica gel. Fasa gerak yang digunakan dalam KLT sering disebut dengan
eluen (Roy J. 1991).

g. Tinjauan pustaka harga Rf


Nilai Rf didefinisikan sebagi perbandingan jarak yang ditempuh oleh
senyawa pada permukaan fase diam dibagi dengan jarak yang ditempuh
oleh pelarut sebagai fase gerak. Semakin besar nilai Rf dari sampel maka
semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa tersebut pada plat
kromatografi lapis tipis. Saat membandingkan dua sampel yang berbeda di
bawah kondisi kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa
tersebut kurang polar dan berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat
kromatografi lapis tipis ( Handayani, 2008).
Rumus Rf:

Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen


tertentu. Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya
perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih
besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya.
Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih
polar akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf
yang rendah. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu
tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan
sebaliknya (Ewing Galen Wood, 1985).

Ada beberapa faktor yang menentukan harga Rf yaitu:


1. Pelarut, disebabkan pentingnya koefisien partisi, maka perubahan-
perubahan yang sangat kecil dalam komposisi pelarut dapat
menyebabkan perubahan-perubahan harga Rf.
2. Suhu, perubahan dalam suhu merubah koefisien partisi dan juga
kecepatan aliran.
3. Ukuran dari bejana, volume dari bejana mempengaruhi homogenitas
dari atmosfer jadi mempengaruhi kecepatan penguapan dari
komponen-komponen pelarut dari kertas. Jika bejana besar
digunakan, ada tendensi perambatan lebih lama, seperti perubahan
komposisi pelarut sepanjang kertas, maka koefisien partisi akan
berubah juga. Dua faktor yaitu penguapan dan kompisisi
mempengaruhi harga Rf.
4. Kertas, pengaruh utama kertas pada harga Rf timbul dari perubahan
ion dan serapan, yang berbeda untuk macam-macam kertas. Kertas
mempengaruhi kecepatan aliran juga mempengaruhi kesetimbangan
partisi.
5. Sifat dari campuran, berbagai senyawa mengalami partisi diantara
volume-volume yang sama dari fasa tetap dan bergerak. Mereka
hampir selalu mempengaruhi karakteristik dari kelarutan satu
terhadap lainnya hingga terhadap harga Rf mereka.
Kemampuan suatu analit terikat pada permukaan silika gel dengan
adanya pelarut tertentu dapat dilihat sebagai pengabungan 2 interaksi yang
saling berkompetisi. Pertama, gugus polar dalam pelarut dapat
berkompetisi dengan analit untuk terikat pada permukaan silika gel.
Dengan demikian, jika pelarut yang sangat polar digunakan, pelarut akan
berinteraksi kuat dengan permukaan silika gel dan hanya menyisakan
sedikit tempat bagi analit untuk terikat pada silika gel. Akibatnya, analit
akan bergerak cepat melewati fasa diam dan keluar dari kolom tanpa
pemisahan. Dengan cara yang sama, gugus polar pada pelarut dapat
berinteraksi kuat dengan gugus polar dalam analit dan mencegah interaksi
analit pada permukaan silika gel. Pengaruh ini juga menyebabkan analit
dengan cepat meninggalkan fasa diam. Kepolaran suatu pelarut yang dapat
digunakan untuk kromatografi dapat dievaluasi dengan memperhatikan
tetapan dielektrik (ε) dan momen dipol (δ) pelarut. Semakin besar kedua
tetapan tersebut, semakin polar pelarut tesebut. Sebagai tambahan,
kemampuan berikatan hidrogen pelarut dengan fasa diam harus
dipertimbangkan (Underwood, 1999).

h. Tinjauan pustaka Indeks Polaritas


Parameter fasa gerak yang di pilih untuk fase gerak untuk KLT
adalah parameter kelarutan, indeks polaritas, dan kemampuannya sebagai
solvent. Parameter kelarutan bertujuan untuk melihat kemampuannya
untuk bercampur dengan beragam pelarut lain. Indeks polaritas
menunjukan besaran empiris yang digunakan untuk mengukur ketertarikan
antar molekul dalam solute dengan molekul dalam solvent pada parameter
kelarutan solvent yang bersangkutan dalam keadaan murninya. Sementara
kelarutan pelarut dinyatakan sebagai bilangan antar satuan yang berkisar
antara -0, 25 sampai +1, 3 yang ditentukan melalui energy adsorbs leh
molekul sovent pada solvent yang bersangkutan (Firdaus. 2011).

Tabel Indeks Polaritas


C. PROSEDUR KERJA

Alat dan Bahan


Alat Bahan
Pipet kapiler Larutan Kolesterol
Plat KLT (4) Kloroform
Cawan porselen n-Heksana
Pipet tetes Etil asetat
Chamber Metanol
Penampak noda anisaldehida
asam sulfat
D. BAGAN ALIR

Larutan sedikit kolesterol ke dalam kloroform

Totolkan pada 4 plat KLT (Kiesel Gel 254)

Siapkan 4 macam eluen (fase gerak) yaitu:

n-Heksan-etil asetat (1:1)

n-Heksan-etil asetat (4:1)

Kkloroform-metanol (4:1)

Kloroform: etil asetat (4:1)

Eluasi 4 plat KLT tersebut dengan eluen yang dibuat

Semprot dengan penampak noda anisaldehid asam


sulfat

Panaskan 100°C sampai timbul noda berwarna


merah ungu/ungu.

Hitung harga Rf pada masing-masing plat KLT

Diskusikan, mengapa harga Rf pada masing-


masing plat berbeda.
E. SKEMA KERJA

Disiapkan 4 macam eluen:

n-Heksan – etil asetat (1:1)

n-Heksan – etil asetat (4:1)

Kloroform – metnol (4:1)

Dilarutkan sedikit Kloroform – etil asetat (4:1)


kolesterol ke Ditotolkan pada
dalam kloroform 4 plat KLT

Semprot penampak
noda anisaldehid
asam sulfat

Dilakukan eluasi pada


masing-masing eluen

Dihitung Rf
masing-masing
plat

Panaskan 100o C ad
timbul noda merah
ungu/ungu.
F. HASIL

n-Heksan-etil asetat (1:1)


Hasil kelompok kami setelah pemanasan di atas hotplate berwarna ungu
yang terlihat pada plat KLT dengan nilai Rf yaitu 0,84

Sebelum di Tampak Visual Setelah dieluasi


eluasi Sinar UV Anisaldehid Sinar UV 365
254 asam sulfat

n-Heksan-etil asetat (4:1)

Hasil kelompok kami setelah pemanasan di atas hotplate berwarna ungu


yang terlihat pada plat KLT dengan nilai Rf yaitu 0,39

Sebelum di Tampak Visual Setelah dieluasi


eluasi Sinar UV Anisaldehid Sinar UV 365
254 asam sulfat
Kloroform-metanol (4:1)

Hasil kelompok kami setelah pemanasan di atas hotplate berwarna ungu


yang terlihat pada plat KLT dengan nilai Rf yaitu 0,86

Sebelum di Tampak Visual Setelah dieluasi


eluasi Sinar UV Anisaldehid Sinar UV 365
254 asam sulfat

Kloroform-etil-asetat (4:1)

Hasil kelompok kami setelah pemanasan di atas hotplate berwarna


ungu yang terlihat pada plat KLT dengan nilai Rf yaitu 0,74

Sebelum di Tampak Visual Setelah dieluasi


eluasi Sinar UV Anisaldehid Sinar UV 365
254 asam sulfat
HASIL Rf

1. N-Heksan- etil asetat (1:1)


6,7/8 = 0,84
2. N-Heksan- etil asetat (4:1)
3,1/8 = 0,39
3. Kloroform- Metanol (4:1)
7/8 = 0,86
4. Kloroform- etil asetat (4:1)
5,9/ 8 = 0,74

HASIL PERHITUNGAN POLARITAS


Konstanta dielektrik:
n- Heksan = 2,0
Metanol = 33,62
Kloroform = 4,80
Etil asetat = 6,02
1. N-Heksan- etil asetat (1:1)
2,0 𝑥 10+6,02 𝑥 10
= 4,01
20

2. N-Heksan- etil asetat (4:1)


2,0 𝑥 16+6,02 𝑥 4
= 2,80
20

3. Kloroform- etil asetat (4:1)


4,8 𝑥 16+6,02 𝑥 4
= 5,04
20

4. Kloroform- metanol (4:1)


4,8 𝑥 16+33,6 𝑥 4
= 10,56
20
DAFTAR PUSTAKA

Aditya, Firdaus. 2011. Implementasi Teknologi Jaringaan Virtual LAN (VLAN).


PT Telkom Drive IV Semarang. Semarang.

Anonim. 2012. Kromatografi Lapis Tipis. http:/id.wikipedia.org/. diakses tanggal


25 April 2018

“Ethyl acetate”. Immediately Dangerousnto life and Health. National Institute for
Occupational Safety and Health (NIOSH).
Day, R.A. dan A.L Underwood.2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi keenam.
Penerbit Erlangga. Jakarta.
Depkes RI (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI . Cetakan Keenam. Jakarta:
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan

Ditjen POM. Farmakope Indonesia, Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
1997.
Ewing, Galen Wood. Instrumen of chemical Analysis fifth edition. Singapore:
McGraw-Hill.1985.
Handayani , Wiwik dan Andi Sulistyo Haribowo. 2008. Asuhan keperawatan
pada klien dengan gangguan sistem hematologi. Salemba Medika :
Jakarta.
Fessenden R.J dan J.S Fessenden., 2003, Dasar-dasar kimia organik. Jakarta,
Erlangga

Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman., 2007,Kimia Farmasi Analisis, pustaka
pelajar, yogyakarta

Gritter, R, J., 1991, Pengantar Kromatografi Edisi II, Institut Teknologi Bandung,
Bandung

Johnson, E.L., dan Stevenson, R., 1991, Dasar Kromatografi Cair Kinerja Tinggi,
Penerbit ITB Bandung.

Soebagio., 2002, Kimia Analitik, Universitas Negeri Makassar Fakultas MIPA,


Makassar.

Anda mungkin juga menyukai