Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FITOKIMIA

EKSTRAKSI CAIR-CAIR
DAN OPTIMASI FASE GERAK UNTUK KCV

Dosen Pengampu :
Fitri Kurniasari, M.Farm, Apt.

Disusun Oleh :
Nama : Munika Cahyaningtiyas
NIM : 24185643A
Kelompok :I

LABORATORIUM FITOKIMIA
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA
2020
I. Judul
Ekstraksi cair-cair dan optimasi fase gerak untuk KCV
II. Tujuan
Setelah melakukan praktikum para mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan pemisahan/fraksinasi ekstrak tanaman menggunakan metode ekstraksi
cair-cair
2. Menentukan fase gerak yang cocok untuk pemisahan senyawa menggunakan
metode KLT
III. Dasar Teori
Fraksinasi merupakan proses pemisahan antara zat cair denga zat cair. Fraksinasi

dilakukan secara bertingkat berdasarkan tingkat kepolaran, yaitu daru non polar, semi

polar dan polar. Senyawa yang memiliki sifat non polar akan larut dalam pelarut non

polar, yang semi polar akan larut dalam pelarut semi polar dan yang bersifat polar

akan larut dalam pelarut polar (Harborne, 1987). Fraksinasi ini umumnya dilakukan

dengan metode corong pisah atau kromatografi kolom. Kromatografi kolom

merupakan salah satu metode pemurnian senyawa dengan menggunakan kolom

(Trifani, 2012). Corong pisah merupakan peralatan laboratorium yang digunakan

untuk memisahkan komponen-komponen dalam camuran antara dua fase pelarut yang

memiliki massa jenis berbda yang tidak bercampur (Haznawati, 2012). Umumnya

salah satu fase berupa larutan air dan yang lain berupa pelarut organik lipofilik seperti

eter, MTBE, diklormetana, kloroform atau etil asetat. Kebanyakan pelarut organik

berada diatas fase air kecuali pelarut yang memiliki atom unsur halogen.

Corong pisah berbentuk kerucut yang ditutupi setengah bola. Corong pisah

mempunyai penyumbat diatasnya dan keran dibawahnya. Corong pisah yang

digunakan dalam laboratorium terbuat dari kaca borosilikat dan kerannya terbuat dari

kaca ataupun teflon. Ukuran corong pisah bervariasi antara 50ml sampai 3 liter. Untuk

menggunakan corong ini, campuran dua fase pelarut dimasukkan kedalam corong dari

atas dengan corong keran terttutup. Corong ditutup dan digoyangkan dengan kuat
untuk membuat fase larutan tercampur. Corong dibalik dan keran dibuka untuk

melepaskan tekanan uap yang berlebihan. Corong kemudian didiamkan agar

pemisahan antara dua fase berlangsung. Lalu penyumbat dan keran corong dibuka.

Dua fase larutan dipisahkan dengan mengontrol keran pada corong pisah.

Macam-macam proses farksinasi :

1. Proses fraksinasi kering

Farksinasi kering adalah suatu proses fraksinasi yang didasarkan pada berat

molekul dan komposisi dari suatu material. Proses ini lebih murah dibandingkan

dengan proses lain, namun hasil kemurnian fraksinasinya rendah.

2. Proses fraksinasi basah

Fraksinasi basah adalah suatu proses fraksinasi denga menggunakan zat

pembasah atau dsebut proses hydrophilization atau detergen proses. Hasil

fraksinasi dari proses ini sama dengan proses fraksinasi kering.

3. Proses farksinasi dengan solvent

Adalah suatu proses fraksinasi dengan menggunakan pelarut. Dimana pelarut

yang digunakan adalah aseton. Proses fraksinasi ini lebih mahal dibandingkan

denga proses fraksinasi lainnya karena menggunakan bahan pelarut.

4. Proses fraksinasi dengan pengembunan

Merupakan proses fraksinasi didasarkan pada titik didih dari suatu zat atau bahan

sehingga dihasilkan suatu produk dengan kemuarnian yang tinggi. Fraksinasi

pengembunan ini membutuhkan biaya yang cukup tinggi namun proses

produksinya lebih cepat dan kemurniannya lebih tinggi.

Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan tertentu.

Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase yaoitu fase tetap

(stationary) dan fase gerak (mobile). Pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari
dua fase tersebut. Cara kromatografi dapat digolongkan ssesuai dengan sifat dari fase

tetap yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fase ditetapkan berupa zat padat

maka cara tersebut dikenal denga kromatografi serapan. Jika zat cair dikenal sebagai

kromatografi partisi. Karena fase geraknya dapat berupa zat cair atau zat gas maka

semua ada 4 macam sistem kromatografi yaitu kromatografi serapan, yang terdiri dari

kromatografi lapis tipis dan kromatografi penukar ion, kromatografi padat,

kromatografi partisi dan kromatografi kolom kapiler ( Hostatman dkk, 1993).

Kromatografi lapis tipis (KLT) adalag suatu contoh kromatografi planar. Fase

diam berbentuk lapis tipis yang melekat pada gelas atau kaca, plastik, alumunium.

Sedangkan fase eraknya berupa cairan atau campuran cairan, biasana pelarut organik

dan kadang – kadang juga air. Fase diam yang berupa lapisan tipis ini dapat dibuat

dengan membentangkan atau meratakan fase diam diatas plat atau lempengan kaca

p;astik maupun alumunium.

Sifat fase diam yang satu dengan yang lain berbeda karena strukturnyam

ukurannnya, kemurniannya, zat tambahan sebagai pengikat dan lain – lain. Silika gel

merupakan fase diam yang digunakan pada KLT. Silika gel memiliki bervariasi

ukuran dengan diameter 10-40µm dan luas permukaan dengan ukuran 300-1000 m2/g.

Bersifat higroskopis, pada kelembaban relatif 45-75% dapat mengikat air 7-20%.

Silika gel dengan pengikat dan indikator flouresensi. Jenis silika gel ini memiliki

bahan tambahan zat berfluorensi yang bila diperiksa dibawah lampu UV a, panjang

atau pendek. Sebagai indikator digunakan timah kadmium sulfida atau mangan timah

silikat. Jenis ini disebut dengan silika gel GF atau silika gel GF 254 (berfluorensasi

pada panjang gelombang 25nm).

Fase gerak yang digunakan biasanya adalah pelarut organik atau dapat juga

digunakan satu macam pelarut organik saja atau campuran . fase gerak merupakan
campuran pelarut organik dengan air maka mekanisme pemisahan adalah partisi.

Pemilihan pelarut organik sangat penting karna akan menentykan keberhasilan

pemisahan. Pendekatan polaritas adalah yang paling sesuai dengan pemilihan pelarut

senyawa polar akan lebih mudah terelusi oleh fase gerak yang bersifat polar dan pada

fase gerak yang non polar. Pelarut organik yang sering digunakan sebagai fase gerak

adalah sebagai berikut

Non Polar
Parafin cair
Petrolium eter
Sikloheksana
Karbon tetraklorida
Benzena
Toluen
Kloroform
Dietil eter
Etilasetat
Aseton
n-propanol
Etanol
Asetonitrit
Metanol

Air

Polar
Tablel 1. Pelarut organik yang sering digunakan sebagai fase gerak

Sampel atau cuplikan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Air digunakan hanya

bila tidak dapat dicari pelarut organik yang sesuai. Pada umumnya ditototlkan 1-20µl
larutan yang megandung 50-100µg sampel tiap bercak untuk kromatografi absorbsi

dan 5-20 µg sampel untuk kromatografi partisi. Penotolan dilakukan dengan gelas

kapiler atau dengan pipet mikro. Jika untuk keperluan kuantitatif digunakan

quantitative microsyringe. Pada plat KLT sampel ditotolkan sebagai bercak bulat atau

garis 1,5-20cm ditepi bawah. Untuk memudahkan penotolan bercak dibuat garis

lemah dengan pensil disebut dengan garis awal. Pada garis awal ditotolkan bercak

dengan garis 3-6mm dan diusahakan bercak diameternya seragam. Penotolan

dilakukan berulang dan hati-hati agar plat tidak rusak. Penotolan sampel terlalu

banyak menyebabkan bercak hasil pengembangan tidak bulat (asimetri) dan

perubahan harga Rf. Jika totolan sampel lelah kering maka plat siap dielusikan.

KLT dikembangkan dengan cara menarik dalam bejana (chamber) pengembang

dari gelas. Dalam bejana dimasukkan fase gerak hingga kedalaman 0,5cm pada

dinding sebelah dalam bejana ditempelkan kertas saring setinggi 20cm yang ujung

bawah tercelup dalam fase diam. Fase diam akan merambat keatas saring, sehingga

ruang dalam bejana tertutup inilebih cepat dijenuh dengan uap pelarut. Setelah semua

ruangan bejana penuh dengan fase uap gerak, plat KLT dimasukkan dalam bejana dan

dimulai pengembangan. Fase gerak akan merambat naik membawa komponen

sampel. Kecepatan merambat tiap komponen berbeda tergantung kekuatan ikatan

hidrogen yang terjadi antara fase diam, senyawa komponen, fase gerak. Komponen

yang membentuk ikatan hidrogen lebih kuat dengan fase akan terelusi lebih cepat dan

sebaliknya jika ikatan hidrogen lebih kuat dengan fase diam, komponen akan

merambat lambat. Pengembangan dihentikan saat fase gerak menapai jarak tertentu,

biasanya 1cm sebelum ujung akhir plat yang biasanya sudah ditandai sebelum

pengembangan. Bila telah mencapai garis akhir plat diangkat dikeluarkan dari bejana.
Cara mengamati bercak pada KLT dapat digolongkan menjadi dua yaitu dengan

cara merusak atau mereaksikan komponen senyawa yang ada bercak itu dan kedua

tanpa atau merusak komponen, teksnik pertama merupakan penyemprotan pereaksi

penanda. Contoh pereaksi semprot yang umum untuk senyawa organik adalah asam

sulfat dalam metanol. Selanjutnya bercak dipanaskan dalam oven pada suhu 110 ◦C

selama 10 menit. Perubahan bercak selama pemanasan menjadi bercak warna hitam.

Pada dasarnya adalah reaksi oksidasi pada senyawa organik oleh asam sulfat. Pereaksi

semprot dapat degan larutan iodium dengan cara memasukkan plat kedalam bejana

yang berisi uap iodium. Cara kedua yang tidak merusak komponen atau senyawa

bercak. Untuk senyawa berwarna atau berpendar dibawah lampu UV (berflourensadu)

menggunakan silika tanpa tambahan zat terpendar. Sedangkan untuk senyawa yang

tidak berpendar dibawah lampu UV deigunakan fase diam dengan tambahan zat

berpendar.

Terjadinya pemisahan senyawa obat dalam campuran obat atau produk

berdasarkan kelarutan dan absorbsi dari senyawa obat yag terdiri dari sistem fase

gerak dan fase diam mengakhibatkan masing – masing senyawa obat campuran

menghasilkan kromatogram dengan jarak tempuh yang berbeda yang dinyatakan

dengan harga Rf yang bersifat karakteristik untuk setiap obat.

Nilai Rf dapat dihitung dengan jarak yang ditempuh senyawa obat dari garis awal

dibagi dengan jarak yang ditempuh senyawa obat oleh fase gerak dari garis awal.

Harga Rf berkisar antara 0 – 0,999.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam KLT yang dapat

mempengaruhi nilai Rf yaitu :

1) Struktur senyawa yang dipisahkan.

2) Sifat absorben dari derajat aktivasinya.


3) Tebal dan kerapatan lapisan absorben.

4) Pelarut fase gerak dan uap dalam bejana.

5) Teknik percobaan dapat dilakukan dari bawah ke atas atau dari atas kebawah.

6) Jumlah duplikasi yang digunakan penetasan jumlah cuplikan yang berlebih

memberikan pendensi penyebab noda dengan kemungkinan terbentuk ekor.

7) Suhu untuk mencgah perubahan dalam komposisi pelarut yang disebabkan oleh

penguapan atau perubahan fase.

IV. Alat & Bahan


 Alat : Corong pisah, batang pengaduk, Erlenmeyer, kertas saring, cawan,
lempeng KLT silika gel 60 F254, bak kromatografi, pipa kapiler, cawan penguap,
klem dan statif, lampu UV 254 nm dan 366 nm.
 Bahan : Ekstrak herba ciplukan, n-heksana, etil asetat, aquadest
V. Cara Kerja
 Ekstraksi Cair-Cair
Menimbang sejumlah tertentu ekstrak dan masukkan ke dalam beker gelas, lalu
tambahkan sejumlah tertentu etanol 96% secukupnya (jika perlu), tambahkan dengan
75 ml aquadest

Memasukkan larutan ke dalam corong pisah dan ekstraksi dengan 3 x 75 ml n-heksana

Memisahkan fase n-heksana dan kumpulkan

Mengekstraksi residu dengan 3 x 75 ml etil asetat

Memisahkan fase etil asetat dan kumpulkan

Memisahkan fase air

Mengambil masing-masing sebanyak 0,1 ml filtrat fase n-heksana, fase etil asetat, dan
fase air dan beri label.

Memekatkan seluruh fase n-heksana, etil asetat, dan air

Menimbang masing-masing ketiga fraksi yang didapat

Menghitung rendemen dari fraksi n-heksan, etil asetat, dan air

Idealnya ekstraksi cair-cair ekstrak tidak meninggalkan fraksi tidak larut. Jika terbentuk
fraksi tidak larut, keringkan fraksi tersebut dengan oven 50ºC, lalu timbang bobotnya
 Optimasi Fase Gerak Kromatografi Kolom dengan KLT
Menjenuhkan fase gerak pada chamber yang berisi campuran : (a) n-Heksana : etil
asetat (7:3); (b) Toluen : etil asetat : kloroform (5:1:4); (c) Etil asetat : asam
format : asam asetat glasial : air (8:0,5:0,5:1); (d) Etil asetat : metanol : air (6 : 3 :
1)

Menyiapkan ekstrak herba ciplukan dari proses maserasi dan sokhlet serta siapkan
fraksi n-heksana, fase etil asetat, dan fase air.

Menyiapkan lempeng KLT dengan ukuran 6x6 cm dan beri tanda batas kira-kira 1
cm dari batas dan bawah plat dengan pensil.

Menotolkan ekstrak dan fraksi herba ciplukan pada garis batas bawah plat KLT

Memasukkan lempeng KLT ke dalam chamber, kemudian amati lempeng KLT


hingga fase gerak mengelusi senyawa sampai batas atas

Mengambil lempeng dan mengeringanginkan

Mengamati bercaknya pada visibel, lampu UV 254 nm, dan UV 366 nm


dan hitung Rf.
VI. Hasil
A. Fraksinasi Ekstrak

Fraksi n-heksana Fraksi etil asetat Fraksi air


Organoleptis :
Warna
Bau
Rasa
Bobot Ekstrak (g)
Bobot Fraksi (g)
Rendemen Fraksi (%)

B. Optimasi Fase Gerak


Sinar
Sanpel
UV 254 mm UV 366 mm

n-Heksana, etil
asetat
(7:3)

Toluen,
etil asetat,
kloroform
(5:1:4)

Etil asetat, asam


format, asam
asetat, glasial,
air
(8:0,5:0,5:1)

Etil asetat,
metanol, air
(6 : 3 : 1)

VII. Pembahasan
Pada praktikum fraksinasi secara ekstraksi cair-cair ini bertujuan untuk
mampu melakukan fraksinasi ekstrak tumbuhan dengan ekstraksi cair-cair. Fraksinasi
adalah suatu proses pemisahan senyawa-senyawa berdasarkan tingkat kepolarannya.
Sedangkan ekstraksi cair-cair merupakan pemisahan komponen kimia diantara dua
fase pelarut yang tidak saling bercampur dimana sebagian komponen larut pada fase
pertama dan sebagiannya lagi larut pada fase kedua. Komponen kimia akan terpisah
didalam dua fase tersebuut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan
konsentrasi yang tepat.
Dalam praktikum ini digunakan sampel ekstrak hasil maserasi, remaserasi &
soklet herba ciplukan dengan etanol. Pada ekstraksi air yang digunakan ini berperan
sebagai pelarut polar. Proses fraksinasi yang dilakukan adalah fraksinasi cair-cair
dimana dilakukan dengan menggunakan n-heksana, etil asetat, dan air. Seluruh
ekstrak digunakan karena yang akan digunakan pada tahap selanjutnya dari percobaab
ini adalah fraksi-fraksi yang terbentuk dari proses frakasinasi ekstrak hasil maserasi,
remaserasi & soklet herba ciplukan denga etanol yaitu fraksi n-heksana, etil asetat,
dan air. Tujuan dari fraksinasi cair-cair ini adalah untuk memisahkan kandungan
senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak hasil maserasi & soklet herba
ciplukan dengan etanol berdasarkan tingkat kepolarannya juga bertujuan untuk
memisahkan komponen yang larut dalam air.
Pada percobaan digunakan alat corong pisah untuk melakukam fraksinasi.
Proses fraksinasi dilakukan dengan n-heksana, etil asetat, dan air, pelarut digunakan
untuk memisahkan senyawa yang terdapat dalam ekstrak hasil maserasi & soklet
dengan etanol dimana sampel mengandung pelarut yang memiliki senyawa polar dan
non polar, maka akan ditarik dengan pelarut yang sesui dengan kepolarannya,
kemudian dipisahkan bagian dari pelarutnya. Percobaan dimulai dengan memasukan
ekstrak hasil maserasi & soklet herba ciplukan dengan n-heksana dan air kedalam
corong pisah dan dikocok pada satu arah. Sesekali membuka keran pada corong pisah
untuk mengeluarkan udara hasil pengocokan. Kemudian tegakkan corong pisah, maka
akan terlihat adanya dua fase, dimana fase atas adalah ekstrak herba ciplukan dan
lapisan bawah adalah air. Kemudian buang fase air, dan ambil sedikit dari hasil fraksi
herba ciplukan. Lakukan fraksinasi kembali hingga didapat hasil yang ketiga. Lalu
diulangi percobaan yang sama untuk etil asetat, dan air. Hasil fraksi ke 1-3 dengan
masing-masing pelarut, kemudian sebagian dipekatkan dan sebagian diambil untuk
selanjutnya dilakukan optimasi fase gerak yang cocok untuk pemisahan senyawa yang
terdapat pada fraksi n-heksana, etil asetat, dan air dengan metode KLT.
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan
komponen menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben inert.
KLT merupakan salah satu jenis kromatografi analitik. KLT sering digunakan untuk
identifikasi awal, karena banyak keuntungan menggunakan KLT, di antaranya adalah
sederhana dan murah. KLT termasuk dalam kategori kromatografi planar, selain
kromatografi kertas.
Tujuan dilakukan pengamatan KLT yakni untuk mengetahuai cara
mengidentifikasi noda dengan menggunakan metode KLT. Prinsip dalam
kromatografi yakni adsorbsi dan partisi. Serta memiliki fase yakni fase gerak dan fase
diam. Pada prinsip adsorpsi yakni penyerapan eleun terhadap lempeng silika gel
termasuk dalam fase gerak. Dikatakan fase gerak yakni karena eluen bergerak naik
sampai batas eluen pada lempeng. Sedangkan prinsip pada partisi yakni pemisahan
noda yang dihasilkan pada lempeng yakni menggunakan fase diam untuk lempeng.
Dikatakan fase diam karena lempeng hanya diam dalam satu tempat tanpa harus
digerakkan.
Ekstrak yang digunakan pada praktikum ini yaitu ekstrak herba ciplukan
sebagai standar dan fraksi n-heksan, etil asetat, dan air. Fase diam yang digunakan
adalah silika gel 60 F254, untuk fase gerak yang digunakan ada 4 macam dan dengan
perbandingan yang berbeda, yaitu (a) n-Heksana : etil asetat (7:3); (b) Toluen : etil
asetat : kloroform (5:1:4); (c) Etil asetat : asam format : asam asetat glasial : air
(8:0,5:0,5:1); (d) Etil asetat : metanol : air (6 : 3 : 1).
Penjenuhan chamber sebelum digunakan bertujuan untuk menghilangkan uap
air didalam chamber agar nantinya tidak mempengaruhi perambatan noda pada
lempeng, selain itu agar tekanan yang ada didalam chamber tidak mempengaruhi
proses perambatan noda dengan adanya penjenuhan chamber. Alasan digunakan
lampu UV 254 nm ialah untuk pengamatan pada lempeng atau dikatakan untuk
melihat flouresensi pada lempeng. Mekanisme kerja pada UV 254 nm ialah terjadinya
flouresensi pada lempeng ini dikarenakan cahaya yang tampak merupakan emisi
cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut. Sehingga ketika elektron
tereksitasi yakni perubahan suatu energi rendah ketingkat energi tinggi ini dapat
menyebabkan energi yang dihasilkan akan terlepas. Alasan digunakan lampu UV 366
nm ialah untuk menampakkan nodanya atau dikatakan untuk melihat flouresensi pada
noda. Mekanisme kerja lampu UV 366 nm ialaha terjadinya flouresensi pada noda
atau penampakkan pada noda, ini disebabkan karena daya interaksi antara lampu UV
366 nm dengan gugus kromofor yang terdapat pada sampel merupakan emisi cahaya
yang dipancarkan oleh komponen tersebut. Sehingga ketika elektron tereksitasi yakni
perubahan suatu energi rendah ketingkat energi tinggi ini dapat menyebabkan energi
yang dihasilkan akan terlepas.
Pada KLT terdapat 4 totolan dengan totolan 1 (ekstrak ciplukan), totolan 2
(fraksi n-heksana), totolan 3 (fraksi etit asetat), totolan 4 (fraksi air), bercak noda
dilihat dibawah sinar UV 254nm dan sinar UV 366nm.
Dari hasil plat yang didapat untuk fase gerak (a) n-Heksana : etil asetat (7:3)
menunjukan dapat menaikan noda dari tototan fraksi n-heksan dan fraksi etil asetat
dengan cukup jauh dan tidak mengekor, hal ini karena fase gerak yang digunakan
sesuai dengan tingkat kepolaran fraksi sehingga dapat menaikkan senyawa dengan
optimal.
Untuk hasil plat fase gerak (b) Toluen : etil asetat : kloroform (5:1:4)
menunjukan noda yang tidak terlihat jelas baik disinar UV 254nm maupun sinar UV
366nm, sehingga sulit terdeteksi fase gerak yang cocok untuk ke 4 totolan.
Tetapi apabila dilihat dari fase gerak yang digunakan yang merupakan senyawa non
polar seharusnya dapat menaikan senyawa yang non polar juga, dimana disini adalah
fraksi n-heksan dan fraksi etil asetat
Hasil plat dengan fase gerak (c) Etil asetat : asam format : asam asetat glasial :
air (8:0,5:0,5:1) menunjukan dapat menaikan fraksi n-heksan dan fraksi etil asetat
yang belum terlalu optimal karena bercak yang terangkat masih berangsur, hal itu bisa
dipengaruhi karena komposis fase gerak. Dapat dilihat bahwa meskipun fase gerak
yang digunakan menggunakan air, tetapi tidak serta merta dapat menaikan fraksi air,
karena konsentarsi yang kecil
Untuk plat dengan fase gerak (d) Etil asetat : metanol : air (6 : 3 : 1)
menunjukan noda yang terangkat adalah dari fraksi air yang cukup jauh dan
mengekor, lalu disusul bercak dari fraksi etil asetat tetapi tidak cupuk jauh dan tetap
mengekor, hal ini karena fase gerak (d) merupakan fase gerak yang tingkat polarnya
lebih tinggi dari fase gerak sebelumnya, sehinga kurang cocok untuk memisahkan
senyawa yang bersifat non polar seperti n-heksan dan etil asetat
VIII. Kesimpulan
Berdasarkan fraksinasi mengunakan metode cair-cair, didapatkan 3 fraksi yaitu fraksi
n-heksana, etil asetat, dan air. Setelah dilakukan optimasi fase gerak yang sesuai
untuk senyawa dengan metode KLT, didapatkan fase gerak yang optimal untuk ke-3
fraksi adalah dengan komposisi n-Heksana : etil asetat (7:3) karena memiliki sifat
polaritas yang sama dengan fraksi sehingga dapat menaikkan senyawa dengan optimal
yang dapat dilihat dibawah sinar UV 254nm dan sinar UV 366nm.
IX. Daftar Pustaka
 Anonim. 2009. Farmakope Herbal Indonesia edisi I. Departemen Kesehatan

Republik Indoneisa. Jakarta.

 Harborne. 1987. Metode Fitokimia. Penerbit ITB. Bandung.

 Hostettmann. K. 1995. Cara Kromatografi Preparatif. Penerbit ITB. Bandung.

 Laddha. 1976. Transpot phenomena in Liquid-Liquid Ekstraktion. New Delhi :

Tata Mcgrow. Hill Publishing Co. Ltd.

Anda mungkin juga menyukai