Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN RESMI FARMAKOKINETIKA

PRAKTIKUM 1 “ANALISIS CAIRAN HAYATI”

Disusun oleh :
Kelompok : 12
Nama Mahasiswa: 1. Frans Cornelius Koreh (052201046)
2. Ni Made Budiarthi Astini (052201061)
3. Sri Widayanti (052201079)
5. Risky Yanuari Wahyuni (052201080)
Tanggal Praktikum: Rabu, 23 September 2020

PROGRAM STUDI S1 FARMASI TRANSFER


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
SEMARANG
2020
I. Tujuan
Agar mahasiswa dapat memahami langkah-langkah analisis
obat dalam cairan hayati.
II. Dasar Teori
Ilmu yang mempelajari mekanisme obat dalam tubuh adalah
farmakokinetik. Pada umumnya setiap obat yang masuk ke dalam tubuh akan
mengalami empat proses yaitu 1. absorbsi, proses obat memasuki sirkulasi
cairan tubuh; 2. Distribusi, proses obat diangkut ke area tubuh dimana obat
diharapkan bereaksi atau disimpan didalam tubuh; 3. Biotransformasi, proses
dimana obat diubah menjadi bentuk yang kurang aktif; dan 4. Eksresi adalah
obat dikeluarkan dari dalam tubuh (Priharjo, 1995).
Parameter farmakokinetika suatu obat diperoleh dari hasil
pengukuran kadar obat tak berubah atau metabolitnya di dalam cairan tubuh
(darah, urin, saliva atau cairan lainnya). Oleh karena itu, pemahaman terhadap
langkah-langkah analisis obat dalam cairan tubuh merupakan hal yang sangat
penting dalam penelitian farmakokinetika. Termasuk dalam langkah-langkah
tersebut meliputi: 1. mencari jangka waktu larutan obat memiliki resapan
tetap, 2. mencari panjang gelombang larutan obat dengan resapan terbesar, 3.
membuat kurva baku eksternal / internal. 4. mencari harga perolehan kembali
(ketelitian metode) 5. mencari koefisien variansi (ketepatan metode) (Tim
Penyusun, 2019).
Ketersediaan hayati zat aktif suatu obat timbul sejak adanya
ketidaksetaraan terapetikdiantara sediaan bermerk dagang yang mengandung
zat aktif yang sama dan dibuat dalam bentuk sediaan farmasetik yang serupa,
serta diberikan dengan dosis yang sama. Berbagai kejadian (zat aktif menjadi
tidak aktif atau menjadi toksik) dapat merupakan sebab ketidaksetaraan
tersebut (Utami dkk., 2009).
Penentuan ketersediaan hayati kebanyakan hanya untuk bentuk
sediaan obat seperti tablet dan kapsul yang digunakan peroral untuk
memperoleh efek sistematik. Hal ini bukan berarti ketersediaan hayati tidak
ada dalam bentuk sediaan obat yang lain selain bentuk padat atau penggunaan
bentuk obat melalui rute lain selain melalui mulut (Anief, 1995).
Dalam sebuah analisis obat dalam cairan hayati, ada hal - hal penting
dalam farmakokinetika yang digunakan sebagai parameter – parameter,
antara lain yaitu : Tetapan (laju) invasi atau tetapan absorpsi. Volume
distribusi yang menghubungkan jumlah obat di dalam tubuh dengan
konsentrasi obat ( C ) di dalam darah atau plasma. Ikatan protein. Laju
eliminasi dan waktu paruh dalam plasma (t1/2). Bersihan (Cleareance) renal,
ekstrarenal dan total. Luas di bawah kurva dalam plasma (AUC), dan
ketersediaan hayati (Tim Penyusun, 2019)
Untuk menganalisis darah total, komponen sel darah harus dilisis
demikian sehingga kandungannya bercampur merata dengan sonikator atau
ditentukan dalam jangka waktu tertentu lalu disonikasi. Plasma berbeda
dengan serum, serum adalah plasma yang fibrinogennya telah dihilangkan
dengan proses penjendalan, sedangkan plasma diperoleh dengan
menambahkan suatu pencegah penjendalan ke dalam darah. Bila darah tidak
diberi antikoagulan terjadilah penjendalan dan bila contoh seperti
dipusingkan maka beningannya adalah serum (James, 1991).
Dalam penetapan kadar obat dalam darah (cairan tubuh), metode yang
digunakan harus tepat, dan dalam pengerjaannya diperlukan suatu ketelitian
yang cukup tinggi agar diperoleh hasil yang akurat. Sehingga nantinya dapat
menghindari kesalahan yang fatal. Dalam analisis ini, kesalahan hasil tidak
boleh lebih dari 10% (tergantung pula alat apa yang digunakan dalam
analisis). Cepat, simpel, dan sensitive telah membuat spektrofotometer UV-
VIS menjadi suatu metode analisis farmasetika yang sangat popular untuk
pengukuran secara kuantitatif obat dan metabolit dalam sampel biologi (Tim
Penyusun, 2019). Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode analisa adalah
jika metode tersebut dapat memberikan nilai perolehan kembali yang tinggi
(75-90% atau lebih), kesalahan acak dan sistematik kurang dari 10% (Pasha
dkk., 1986).
III. Alat dan Bahan
A. Bahan:
- Natrium Salisilat
- Asam Klorida 1 N
- Merkuri Klorid
- Ferri Nitrat
- Antikoagulan (Larutan Kalium oksalat 2% dengan dosis 20 mg
Kalium oksalat /10 ml darah)
- Pengendap protein dan pewarna : 8 gr HgCl2, 8 gram Ferri Nitrat,
24 ml HCl 1 N dan aquadestad 200 ml
B. Alat:
- Labu takar
- Pipet volume 1,2, 5 ml
- Spektrofotometer & cuvet
- Skalpel / silet
- Sentrifuge
- Stopwatch
IV. Prosedur Kerja
Metode Spektrofotometri dengan pereaksi Trinder
A. Prosedur pembuatan Kurva baku:
1. Sediakan 2 larutan Na salisilat dalam air suling: larutan A: 1
mg/ml dan larutan B : 4 mg/ml
2. Buatlah satu seri larutan salisilat dengan kadar 100 µg/ml; 200
µg/ml; dan 300 µg/ml menggunakan larutan A, 400 µg/ml dan
500 µg/ml menggunakan larutan B.
3. Tambahkan 0.5 ml darah yang sudah diberi antikoagulan.
4. Tambahkan 0.5 ml pereaksi trinder. Campur baik- baik hingga
homogen
5. Campuran tersebut disentrifuge selama 5 menit dengan
kecepatan 2500 rpm
6. Ambil supernatant yang jernih dan serapannya dibaca dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm.
B. Prosedur penentuan perolehan kembali, kesalahan acak, dan kesalahan
sistemik
1. Sediakan larutan salisilat plasma 200 dan 500 µg/ml, masing-
masing 3 replikasi,
2. Kedalam 0.5 ml plasma yang telah diberi anti koagulan,
tambahkan 0.5 ml pereaksi trinder. Campur baik- baik hingga
homogen,
3. Campuran tersebut disentrifuge selama 5 menit dengan kecepatan
2500 rpm
4. Ambil supernatant yang jernih dan serapannya dibaca dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm.
5. Bandingkan dengan larutan baku salisilat, dan ditentukan kadar
masing-masing/hitung kadar rata-rata dan simpangan bakunya.
V. Hasil Pengamatan dan Perhitungan
A. Hasil Pengamatan
1. Data Kurva Baku
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
100 0,230
200 0,455
300 0,650
400 0,830
500 1,200
2. Data Pengamatan
Konsentrasi sampel 200 ppm dan 500 ppm
Konsentrasi Konsentrasi
No. Absorbansi No. Absorbansi
(ppm) (ppm)
1) 200 0,455 4 500 1,200
2) 200 0,450 5 500 1,250
3) 200 0,445 6 500 1,155
Absorbansi blanko = 0,001
B. Perhitungan
1. Regresi Linear
Nilai a = - 0,0215, b = 0,0023 , r = 0,9901
y = a + bx
y = - 0,0215 + 0,0023x
Gambar Kurva Baku Na Salisilat

2. Kadar Terukur Sampel


1) 𝑦 = 𝑎 + 𝑏𝑥
(0,455 − 0,001) = −0,0215 + 0,0023𝑥
0,454 = −0,0215 + 0,0023𝑥
0,454 + 0,0215 = 0,0023𝑥
0,4755 = 0,0023𝑥

0,4755
𝑥 = 0,0023

𝑥 = 206,739 ppm
2) 𝑦 = 𝑎 + 𝑏𝑥
(0,450 − 0,001) = −0,0215 + 0,0023𝑥
0,449 = −0,0215 + 0,0023𝑥
0,449 + 0,0215 = 0,0023𝑥
0,4705 = 0,0023𝑥

0,4705
𝑥 = 0,0023

𝑥 = 204,565 ppm
3) 𝑦 = 𝑎 + 𝑏𝑥
(0,445 − 0,001) = −0,0215 + 0,0023𝑥
0,444 = −0,0215 + 0,0023𝑥
0,444 + 0,0215 = 0,0023𝑥
0,4655 = 0,0023𝑥
0,4655
𝑥 = 0,0023

𝑥 = 202,391 ppm
4) 𝑦 = 𝑎 + 𝑏𝑥
(1,200 − 0,001) = −0,0215 + 0,0023𝑥
1,199 = −0,0215 + 0,0023𝑥
1,199 + 0,0215 = 0,0023𝑥
1,2205 = 0,0023𝑥
1,2205
𝑥 = 0,0023

𝑥 = 530,652 ppm
5) 𝑦 = 𝑎 + 𝑏𝑥
(1,250 − 0,001) = −0,0215 + 0,0023𝑥
1,249 = −0,0215 + 0,0023𝑥
1,249 + 0,0215 = 0,0023𝑥
1,2705 = 0,0023𝑥
1,2705
𝑥 = 0,0023

𝑥 = 552,391 ppm
6) 𝑦 = 𝑎 + 𝑏𝑥
(1,155 − 0,001) = −0,0215 + 0,0023𝑥
1,154 = −0,0215 + 0,0023𝑥
1,154 + 0,0215 = 0,0023𝑥
1,1755 = 0,0023𝑥
1,1755
𝑥 = 0,0023

𝑥 = 511,087 ppm
3. Analisa Cairan Hayati
Sampel Konsentrasi 200 ppm Sampel Konsentrasi 500 ppm
No. Kadar Terukur No. Kadar Terukur
Absorbansi Absorbansi
(ppm) (ppm)
1) 0,455 206,739 4) 1,200 530,652
2) 0,450 204,565 5) 1,250 552,391
3) 0,445 202,391 6) 1,155 511,087
Rata-rata 204,565 Rata-rata 531,377
Standar Deviasi 2,174 Standar Deviasi 20,662
a. Recovery / Perolehan Kembali (P)
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟
P = 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑘𝑒𝑡𝑎ℎ𝑢𝑖 × 100%
206,739
1) P = × 100% = 103,3695%
200
204,565
2) P = × 100% = 102,2825%
200
202,391
3) P = × 100% = 101,1955%
200
530,652
4) P = × 100% = 106,1304%
500
552,391
5) P = × 100% = 110,4782%
500
511,087
6) P = × 100% = 102,2174%
500

b. Kesalahan Sistemik
Kesalahan sistemik= 100 − P%
1) Kesalahan sistemik= 100 − 103,3695% = −3,3695%
2) Kesalahan sistemik= 100 − 102,2825% = −2,2825%
3) Kesalahan sistemik= 100 − 101,1955% = −1,1955%
4) Kesalahan sistemik= 100 − 106,1304% = −6,1304%
5) Kesalahan sistemik= 100 − 110,4782% = −10,4782%
6) Kesalahan sistemik= 100 − 102,2174% = −2,2174%
c. Kesalahan Acak
𝑆𝐷
Kesalahan Acak = 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 × 100%

a. Konsentrasi 200 ppm


2,174
Kesalahan Acak = 204,565 × 100% = 1,0627%

b. Konsentrasi 400 ppm


20,662
Kesalahan Acak = 531,377 × 100% = 3,8883%
VI. Pembahasan
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk dapat memahami langkah-
langkah analisis obat dalam cairan hayati. Ketersediaan hayati digunakan
untuk memberikan gambaran mengenai kecepatan dan keberadaan diabsorbsi
dari bentuk dan digambarkan dengan kurva kadar dan waktu setelah minum
obat dan berada pada jaringan biologis atau larutan seperti darah dan urin.
Obat yang digunakan adalah natrium salisilat yang diteliti dalam darah hewan
uji.
Pertama dilakukan pembuatan kurva baku yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara konsentrasi larutan dengan nilai absorbansinya
sehingga konsentrasi sampel dapat diketahui. Data pembuatan kurva baku
yang digunakan adalah dari larutan 5 seri dimana masing-masing konsentrasi
100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm dengan absorbansi
berturut-turut sebesar 0,230; 0,455; 0,650; 0,830 dan 1,200. Sehingga,
didaparkan persamaan regresi linier yang diperoleh y = - 0,0215 + 0,0023x
dengan r = 0,9901.
Selain itu juga dibuat larutan blanko yang berfungsi sebagai larutan
pembanding dalam analisis spektrofotometri. Kemudian larutan sampel yang
digunakan adalah natrium salisilat dengan konsentrasi 200 μg/mL dan 500
μg/mL, sedangkan cairan hayati yang digunakan dalam percobaan ini adalah
darah dari hewan uji. Alasan penggunaan darah yaitu karena darah
merupakan tempat yang paling cepat dicapai senyawa obat dalam proses
absorpsi dan juga merupakan perantara distribusi yang baik ke jaringan target
maupun organ eliminasi/ekskresi, sehingga kadar obat yang terkandung
paling mencerminkan kadar obat yang sebenarnya di dalam tubuh. Darah
diambil sebanyak 0,5 mL kemudian diberikan antikoagulan larutan kalium
oksalat 2% yang berfungsi menjaga agar sampel darah yang dikumpulkan
tidak menggumpal, kemudian dicampurkan dengan 0,5 mL pereaksi Trinder
yang berfungsi untuk memperjalas kadar obat dalam sampel darah pada saat
pembacaan menggunakan spektrofotometer.
Setelah sampel siap maka sampel darah di sentrifugasi selama 5
menit dengan kecepatan 2500 rpm. Tujuan dari sentrifugasi adalah untuk
mengendapkan partikel lain supaya tidak mengganggu pembacaan
absorbansi. Setelah sampel disentrifugasi maka akan didapatkan supernatant
cairan jernih yang kemudian diambil dan dipindahkan ke tabung reaksi yang
lain. Cairan jernih tersebut harus diambil tanpa endapan yang bertujuan untuk
mengambil obat yang bebas dari protein plasma karena obat yang terikat pada
protein plasma tidak akan aktif secara farmakologis sehingga dapat
menyebabkan data hasil pengamatan tidak valid (Anggraeni, 2010).
Berdasarkan data absorbansi sampel dapat diketahui kadar terukur,
pada larutan natrium salisilat konsentrasi 200 ppm diperoleh sebesar 206,739
ppm, 204,565 ppm, 202,391 ppm. Sedang larutan yang sama dengan
konsentrasi 500 ppm diperoleh kadar terukurnya sebesar 530,652 ppm,
552,391 ppm, 551,377 ppm. Selain itu juga dilakukan perhitungan perolehan
kembali (recovery), kesalahan sistematik, dan kesalahan acak.
Hasil perolehan kembali (recovery) menunjukkan akurasi, dimana
akurasi merupakan ketelitian metode analisis. Nilai recovery yang diperoleh
pada kosentrasi 200 ppm adalah 103,3695%, 102,2825%, 106,1304%. Pada
konsentrasi 500 ppm diperoleh nilai recovery 106,1304 %, 110,4782 %,
102,2172 %. Hasil ini menunjukkan hasil pada konsentrasi 200 ppm kurang
baik karena tidak memenuhi rentang nilai pada syarat, sedangkan pada
konsentrasi 500 ppm hanya 1 nilai recovery yang memenuhi syarat yaitu
110,2172%. Dimana metode analisis ini dinilai memiliki akurasi yang baik
pada rentang 75-90% atau 110-125%. Semakin tinggi nilai recovery maka
semakin tinggi akurasi dan efisiensi analisis.
Kesalahan sistematik pada percobaan seharusnya kurang dari 10 %
agar metode yang digunakan mencapai akurasi yang tinggi. Kesalahan ini
bersifat konstan dan mengakibatkan penyimpangan tertentu dari rata-rata.
Nilai kesalahan sistematik yang diperoleh pada konsentrasi 200 ppm adalah -
3,3695 %, -2,2825 %, -1,1955 %, dan pada kosentrasi 500 ppm adalah -
6,1304 %, -10,4782 %, -2,2172 %. Nilai kesalahan sistemik yang diperoleh
hampir semuanya bernilai negatif artinya hasil percobaan memiliki akurasi
kurang yang baik yang dapat disebabkan oleh: sensitivitas peralatan yang
digunakan kurang (spektrofotometer maupun pipet volume) dalam
pembacaan absorbansi atau pengukuran dan kemungkinan sampel
mengandung banyak pengotor.
Kesalahan acak menunjukkan presisi, yaitu ukuran keterulangan
metode analisis yang dapat dilihat dari nilai standar deviasi (SD), dan
kesalahan acak (CV). Pada percobaan ini diperoleh nilai kesalahan acak pada
konsentrasi 200 ppm adalah 1,0627%, dan pada konsentrasi 500 ppm adalah
3,8883 %. Rentang nilai kesalahan acak yaitu <10%, agar metode yang
digunakan mencapai ketepatan yang tinggi. Sehingga pada konsentrasi 200
ppm dan 500 ppm menunjukkan penetapan kadar yang sesuai dilakukan
presisi dan memenuhi syarat.
Dari keseluruhan prameter yang diujikan, akurasi dan
sensitivitasnya rendah, hal ini mungkin disebabkan kesalahan dalam
melakukan praktikum tersebut, akan tetapi pada pembacaan absorbansi
menyebabkan uji presisi dengan konsentrasi 200 ppm dan 500 ppm yang
memperoleh hasil yang baik.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan, pengolahan, dan analisis data yang telah
dilakukan, maka dapat disimpulkan:
1. Persamaan linier yang diperoleh pada kurva baku adalah y = - 0,0215
+ 0,0023x dengan r = 0,9901.
2. Nilai recovery yang diperoleh pada kosentrasi 200 ppm adalah
103,3695%, 102,2825%, 106,1304%, dapat dinyatakan tidak
memenuhi syarat. Pada konsentrasi 500 ppm diperoleh nilai recovery
106,1304% dan 102,2172% tidak memenuhi syarat, 110,4782%
memenuhi syarat.
3. Nilai kesalahan sistematik yang diperoleh pada konsentrasi 200 ppm
adalah - 3,3695 %, -2,2825 %, -1,1955 %, dan pada kosentrasi 500
ppm adalah -6,1304 %, -10,4782 %, -2,2172 %. Dapat dikatakan
kedua konsentrasi tersebut memiliki akurasi kurang yang baik.
4. Nilai kesalahan acak pada konsentrasi 200 ppm adalah 1,0627%, dan
pada konsentrasi 500 ppm adalah 3,8883 %, dapat dikatakan
penetapan kadar yang sesuai dilakukan presisi dan memenuhi syarat.
VIII. Daftar Pustaka
Anggraeni, I.I. 2010. Penetapan Kadar Medroksiprogesteron Asetat (MPA)
dalam Plasma secara In Vitro dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT). Skripsi. Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Anief, M., 1995, Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
James M. W., 1991, Analisis Farmasi, Airlangga University Press, Surabaya.
Pasha, L.A., Wright, D.S., dan Reinlods, D.L., 1986, Bioanalytic
Consideration for Pharmacokinetik and Biopharmaceutic Studies, J.
Clin, Pharmacol.
Tim Penyusun. 2019. Penuntun Praktikum Farmakokinetika Klinik dan
Monitoring Terapi Obat Fakultas Farmasi Usu. Medan: Departemen
Farmakologi dan Toksikologi Farmasi Universitas Sumatera Utara
Utami P, I., Wahyu. U dan Nur, A, M., 2009, Optimasi Metode Penetapan
Ranitidin Dalam Plasma Manusia Secara In Vitro Dengan Metode
Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel, Jurnal PHARMACY, Vol. 6, No.
3.
Lampiran
Tabel Jobdesk
No. Nama Mahasiswa NIM Jobdesk
1 Frans Cornelius Koreh 052201046 Mengerjakan bagian tujuan
praktikum, dasar teori, alat dan
bahan, prosedur kerja, gambar
kurva baku
2 Ni Made Budiarthi Astini 052201061 Mengerjakan hasil peraktikum
dan perhitungan
3 Sri Widayanti 052201079 Mengerjakan pembahasan dan
kesimpulan
4 Risky Yanuari Wahyuni 052201080 Mengerjakan pembahasan,
kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai