Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan semakin berkembangnya sains dan teknologi, perkembangan di dunia
farmasi pun tak ketinggalan. Semakin hari semakin banyak jenis dan ragam penyakit yang
muncul. Perkembangan pengobatan pun terus dikembangkan. Berbagai macam bentuk
sediaan obat, baik itu liquid, solid dan semisolid telah dikembangkan oleh ahli farmasi dan
industri.
Ahli farmasi mengembangkan obat untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat, yang
bertujuan untuk memberikan efek terapi obat, dosis yang sesuai untuk dikonsumsi oleh
masyarakat. Selain itu, sediaan semisolid digunakan untuk pemakaian luar seperti krim,
salep, gel, pasta dan suppositoria yang digunakan melalui rektum. Kelebihan dari sediaan
semisolid ini yaitu praktis, mudah dibawa, mudah dipakai, mudah pada pengabsorbsiannya.
Juga untuk memberikan perlindungan pengobatan terhadap kulit.
Berbagai macam bentuk sediaan semisolid memiliki kekurangan, salah satu diantaranya
yaitu mudah ditumbuhi mikroba. Untuk meminimalisasi kekurangan tersebut, para ahli
farmasis harus bisa memformulasikan dan memproduksi sediaan secara tepat. Dengan
demikian, farmasis harus mengetahui langkah-langkah yang tepat untuk meminimalisasi
kejadian yang tidak diinginkan. Dengan cara melakukan, menentukan formulasi dengan
benar dan memperhatikan konsentrasi serta karakteristik bahan yang digunakan dan
dikombinasikan dengan baik dan benar. . Diantara sediaan semisolid yaitu salep, pasta, krim,
dan gel. Sediaan semisolid yang sering digunakan masyarakat salah satunya krim.
Penggunaan krim tidak sebatas untuk obat namun juga digunakan sebagai kosmetik sehingga
sediaan ini terus berkembang. Metode serta bahan-bahan pembuatan krim sangat banyak
sekali sehingga diperlukan pembelajaran lebih dalam lagi. Oleh karena itu perlu dipelajari
mengenai krim, jenis krim, basisnya serta formulasi krim.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu sediaan Krim?
1. Apa saja persyaratan sediaan Krim?
2. Apa saja jenis – jenis sediaanKrim?
3. Apa saja metode pembuatandalam sediaan Krim?
4. Apa saja faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas Krim?

1.3 Tujuan Praktikum


A. Tujuan Umum
 Mahasiswa dapat memahami pelaksanaan praktikum Krim
Hidrokortison.
 Mahasiswa dapat memanfaatkan dan melaksanakan pengkajian
praformulasi untuk sediaan .
 Mahasiswa mampu melaksanakan desain sediaan Krim
Hidrokortison.
 Mahasiswa mampu menyusun pembuatan Krim Hidrokortison.
 Mahasiswa mampu menyiapkan dan mengoperasikan alat –
alat untuk pelaksanaan praktikum.
 Mahasiswa mampu menyusun laporan pembuatan sediaan
Krim Hidrokortison.

B. Tujuan Khusus
 Mahasiswa dapat mengikuti dan melaksanakan ketentuan praktikum.
 Mahasiswa dapat menyusun hasil pengkajian praformulasi bahan aktif untuk
sediaan Krim Hidrokortison.
 Mahasiswa dapat membuat rekomendasi untuk desain komponen, mutu dan proses
pembuatan sediaan Krim Hidrokortison.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Krim


Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi mengandung air tidak kurang
dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. (FI III)
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat
terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. (FI IV hal. 6)
Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung air tidak kurang
dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. (Formularium Nasional)
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung satu atau
lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (mengandung air
tidak kurang dari 60%). (Ilmu Resep hal. 74)
Krim mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak
atau minyak dalam air. Sekarang batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri
dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol
berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air.Untuk membuat krim digunakan zat
pengemulsi. Umumnya berupa surfaktan-surfaktan anionik, kationik, dan nonionik (Anief,
2000).
Prinsip pembuatan krim adalah berdasarkan proses penyabunan (safonifikasi) dari suatu
asam lemak tinggi dengan suatu basa dan dikerjakan dalam suasana panas yaitu temperatur
700- 800C. (Dirjen POM,1995).
Ada beberapa tipe krim seperti emulsi, air terdispersi dalam minyak (A/M) dan emulsi
minyak terdispersi dalam air (M/A). sebagai pengemulsi dapat digunakan surfaktan anionik,
kationik dan non anionik. Untuk krim tipe A/M digunakan : sabun monovalen, tween,
natrium laurylsulfat, emulgidum dan lain-lain. Krim tipe M/A mudah dicuci. (Anief,1994).
Dalam pembuatan krim diperlukan suatu bahan dasar. Bahan dasar yang digunakan
harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Kualitas dasar krim yang diharapkan adalah
sebagai berikut :
a. Stabil
b. Lunak
c. Mudah dipakai
d. Dasar krim yang cocok
e. Terdistribusi merata
Fungsi krim adalah:
a. Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit
b. Sebagai bahan pelumas bagi kulit
c. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak langsung dengan zat-zat
berbahaya. (anief,1999)

Obat kulit yang umum digunakan mengandung obat-obat golongan antibiotika,


kortikosteroid, antiseptik lokal, antifungi dan lain-lain. Obat kulit topikal mengandung
obat yang bekerja secara lokal. Tapi pada beberapa keadaan, dapat juga bekerja pada
lapisan kulit yang lebih dalam, misalnya pada pengobatan penyakit kulit kronik dengan
obat kulit topikal yang mengandung kortikosteroid.
Hidrokortison adalah golongan kortikosteroid yang mempunyai efek farmakologi
sebagai anti-inflamasi, anti-pruritis dan aksivasokonstriksi
 Mekanisme kerja kortikosteroid sebagai antiinflamasi adalah kortikosteroid
mempengaruhi berbagai sel imunokompeten seperti sel T, makrofag, sel dendritik,
eosinofil,neutrofil, dan sel mast, yaitu dengan menghambat respons inflamasi dan
menyebabkan apoptosis berbagai sel tersebut. Kerja kortikosteroid menekan reaksi
inflamasi pada tingkat molekuler terjadi melalui mekanisme genomik dan
nongenomik. Antiinflamasi kortikosteroid topikal dimediasi oleh penghambatan rilis
fosfolipase A2, yang merupakan enzim produksi prostaglandin, leukotrien, dan
turunan asam arakhidonat. Obat ini juga bekerja dengan menghambat transkripsi gen
yang mengaktifasi proinflamasi. Hal tersebut yang menjadikan kortikosteroid
menghambat fagositosis dan menstabilkan membran liposomal dari sel fagosit yang
berkontibusi pada efek antiinfalmasi.
 Mekanisme sebagai efek imunosupresif dari kortikosteroid topikal adalah dengan
dimediasi dengan menurunkan produksi dan aksi hormon yang terlibat pada respon
inflamasi, menghambat migrasi leukosit ke daerah inflamasi, dan mengganggu fungsi
granulosit, sel endotel, sel mast dan fibroblast.
 Sedangkan mekanisme kortikosteroid topikal sebagai antiproliferatif adalah dimediasi
untuk mengganggu sintesis DNA dan mitosis. Menghambat juga aktivitas fibroblast
dan pembentukan kolagen.
 Efek vasokontriksi pada kortikosteroid topikal dimediasi dengan menghambat
vasodilator alami termasuk antihistamin, bradikinin dan prostaglandin. (Chabassol, A
& Green Peter. 2012)

Secara umum, kortikosteroid topikal akan memberikan efek samping baik lokal
maupun sistemik. Efek samping sistemikterjadisetelahpenyerapansteroid.
Kortikosteroidefektif karena berpenetrasike dalam kulit.Anak-anak memilikipermukaan
kulityang relatif besardibandingkan denganorang dewasa danefek sampingsistemiklebih
mungkinterjadi. Setelah penyerapan secara sistemik,
kortikosteroidmengganggusintesiskortikosteroiddalam kelenjaradrenal. Sehingga,
produksiendogen akan dihambatdan terjadi kekurangan cadangankortikosteroid. Hal ini
menyebabkanpenurunanresponstres fisik. Ketikapenyerapankortikosteroidberlangsung
selamawaktu yang lama, dan terutama ketikasteroidkuatdigunakan,
aktivitaskortikosteroiddalam tubuhmungkinterlalu tinggi. Hal ini
menyebabkanefekmetabolik, yaituSindrom Cushingsecara luasdikenal. Pada anak-anak akan
terjadi keterbelakanganpertumbuhan akibatpenggunaan yang berkepanjangankortikosteroid.
Farmakokinetika kortikosteroid adalah tingkat penyerapan perkutan kortikosteroid
topikal ditentukan oleh beberapa faktor yaitu pembawa/basis , integritas penghalang
epidermis , dan penggunaan dressing oklusif .Kortikosteroid topikal dapat diserap dari kulit
utuh normal. Peradangan dan / atau lainnya proses penyakit di kulit meningkatkan
penyerapan perkutan .Dressing oklusif secara substansial meningkatkan penyerapan
perkutan kortikosteroid topikal .Dengan demikian , dressing oklusif dapat menjadi tambahan
yang berharga untuk terapi pengobatan dermatosis resisten. Setelah diserap melalui kulit ,
kortikosteroid topikal ditangani melalui farmakokinetik jalur yang sama dengan
kortikosteroid sistemik diberikan . Kortikosteroid adalah terikat protein plasma dalam
derajat yang bervariasi . Kortikosteroid dimetabolisme terutama di hati dan kemudian
diekskresikan oleh ginjal .

2.2 Penggolongan Krim


Krim terdiri dari emulsi minyak di dalam air atau disperse mikrokristal asam-
asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air dan lebih
ditujukan untuk pemakaian kosmetika dan estetika.
Ada dua tipe krim, yaitu :
1. Tipe M/A atau O/W
Krim m/a (vanishing cream) yang digunakan melalui kulit akan hilang tanpa
bekas. Pembuatan krim m/a sering menggunakan zat pengemulsi campuran dari
surfaktan (jenis lemak yang ampifil) yang umumnya merupakan rantai panjang
alkohol walaupun untuk beberapa sediaan kosmetik pemakaian asam lemak lebih
popular.Contoh : vanishing cream.
Vanishing cream adalah kosmetika yang digunakan untuk maksud
membersihkan, melembabkan, dan sebagai alas bedak. Vanishing cream sebagai
pelembab (moisturizing) meninggalkan lapisan berminyak/ film pada kulit.
2. Tipe A/M atau W/O,
Yaitu minyak terdispersi dalam air. Krim berminyak mengandung zat
pengemulsi A/M yang spesifik seperti adeps lane, wool alcohol atau ester asam lemak
dengan atau garam dari asam lemak dengan logam bervalensi 2, misal Ca.
Krim A/M dan M/A membutuhkan emulgator yang berbeda-beda. Jika
emulgator tidak tepat, dapat terjadi pembalikan fasa.
Contoh : cold cream.Cold cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan
untuk maksud memberikan rasa dingin dan nyaman pada kulit, sebagai krim pembersih
berwarna putih dan bebas dari butiran. Cold cream mengandung mineral oil dalam
jumlah besar.
Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau disperse mikrokristal asam–asam
lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih
ditujukan untuk pemakain kosmetika dan estetika. Krim dapat juga digunakan untuk
pemberian obat melalui vaginal. Ada 2 tipe krim yaitu krim tipe minyak dalam air
(M/A) dan krim tipe air dalam minyak (A/M). Pemilihan zat pengemulsi harus
disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang dikehendaki. Untuk krim tipe A/M
digunakan sabun polivalen, span, adeps lanae, kolsterol dan cera. Sedangkan untuk
krim tipe M/A digunakan sabun monovalen, seperti trietanolamin, natrium stearat,
kalium stearat dan ammonium stearat. Selain itu juga dipakai tween, natrium lauryl
sulfat, kuning telur, gelatinum, caseinum, CMC dan emulygidum.
Kestabilan krim akan terganggu/ rusak jika sistem campurannya terganggu,
terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi yang disebabkan
perubahan salah satu fase secara berlebihan atau zat pengemulsinya tidak
tercampurkan satu sama lain.
Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencernya yang cocok
dan dilakukan dengan teknik aseptik. Krim yang sudah diencerkan harus digunakan
dalam jangka waktu 1 bulan. Sebagai pengawet pada krim umumnya digunakan metil
paraben (nipagin) dengan kadar 0,12% hingga 0,18% atau propil paraben (nipasol)
dengan kadar 0,02% hingga 0,05%. Penyimpanan krim dilakukan dalam wadah
tertutup baik atau tube ditempat sejuk, penandaan pada etiket harus juga tertera “obat
luar”.

2. Cara Pembuatan Krim


Bagian lemak dilebur diatas penangas air, kemudian ditambahkan bagian airnya
dengan zat pengemulsi, aduk sampai terjadi suatu campuran yang berbentuk krim.

2.3 Jenis-Jenis Krim

Jenis-jenis krim menurut Wasitaatmadja (1997) yaitu sebagai berikut :

1. Krim pendingin (cold cream)

Pelembab yang karena kandungan airnya menguap secara lambat menimbulkan rasa
dingin pada kulit. Biasanya bentuk sediaannya air dalam minyak namun tidak terlalu
lunak dan tidak terlalu lengket, berisi bees-wax, mineral oil, paraffin, dan spermaceti.

2. Krim vitamin (vitamin cream)

Mengandung vitamin B kompleks, asam pantotenat, vitamin E, vitamin A, vitamin C, dan


vitamin D. Kegunaan vitamin secara topikal pada kulit ini diragukan manfaatnya karena
permeabilitas kulit yang rendah dan jauh kurang efisien dibanding bila diberikan per oral.

3. Krim urut (massage cream)

Ditujukan untuk memperbaiki kulit yang rusak dan meninggalkan minyak dipermukaan
kulit dalam waktu yang agak lama, biasanya berbentuk krim A/M.
4. Krim tangan atau badan (hand and body cream)

Dipakai untuk melembutkan dan menghaluskan kulit ditempat tersebut dengan


menggunakan emolien, humektan, dan barrier kulit. Pelembab biasanya lebih cair, dapat
ditambah tabir surya, aloe vera, alantoin, AHA, atau vitamin.

5. Krim mengandung zat makanan (nourishing creamatau skin food cream)

Tidak memberi makanan kulit tetapi hanya untuk lubrikasi, mengurangi hilangnya
kelembaban kulit dan tidak menghilangkan kerut secara permanent. Isi terpenting adalah
lanolin, white germ oil, sun flower oil atau corn oil

2.4 Kelebihan dan Kekurangan Krim


Adapun kelebihan dari sediaan krim yaitu:
1. Mudah menyebar rata.
2. Praktis.
3. Lebih mudah dibersihkan atau dicuci dengan air terutama tipe M/A (minyak dalam air).
4. Cara kerja langsung pada jaringan setempat.
5. Tidak lengket, terutama pada tipe M/A (minyak dalam air).
6. Bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang diabsorpsi tidak cukup beracun, sehingga
pengaruh absorpsi biasanya tidak diketahui pasien.
7. Aman digunakan dewasa maupun anak–anak.
8. Memberikan rasa dingin, terutama pada tipe A/M (air dalam minyak).
9. Bisa digunakan untuk mencegah lecet pada lipatan kulit terutama pada bayi, pada fase
A/M (air dalam minyak) karena kadar lemaknya cukup tinggi.
10. Bisa digunakan untuk kosmetik, misalnya mascara, krim mata, krim kuku, dan
deodorant.
11. Bisa meningkatkan rasa lembut dan lentur pada kulit, tetapi tidak menyebabkan kulit
berminyak.

Adapun kekurangan dari sediaan krim yaitu:


1. Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe A/M (air dalam minyak)
karena terganggu system campuran terutama disebabkan karena perubahan suhu dan
perubahan komposisi disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan atau
pencampuran 2 tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tersatukan.
2. Susah dalam pembuatannya, karena pembuatan krim harus dalam keadaan panas.
3. Mudah lengket, terutama tipe A/M (air dalam minyak).
4. Mudah pecah, disebabkan dalam pembuatan formulanya tidak pas.
5. Pembuatannya harus secara aseptik.
2.5 Bahan dan Basis Krim
Bahan – bahan dalam krim meliputi zat aktif, basis, dan zat tambahan lainnya. Bahan
utama dalam krim adalah zat aktif yaitu zat berkhasiat dalam sediaan krim tersebut.
Selain zat aktif terdapat basis. Basis pada krim bukan merupakan bahan utama tetapi
penggunaannya dalam formulasi sediaan krim cukup memegang peranan. Basis merupakan
komponen terbesar dalam suatu sediaan semipadat (seperti pasta, salep, krim, dll) dan
merupakan faktor yang sangat menentukan kecepatan pelepasan/aksi dari obat, yang
nantinya akan mempengaruhi khasiat atau keberhasilan terapi
Dalam pemilihan komponen krim diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang
matang untuk mendapatkan krim dengan efek terapeutik yang optimal tanpa mengabaikan
kenyamanan pasien dalam menggunakan produk tersebut. Untuk mendapatkan suatu
bentuk sediaan krim dibutuhkan bahan utama untuk membuat basis krim yaitu fase
minyak, fase cair dan surfaktan atau emulgator. Selain bahan-bahan utama pembuatan basis
krim, ada pula bahan penunjang yang berguna untuk meningkatkan estetika dan stabilitas
krim, seperti antioksidan, pengawet, pewarna, pewangi, pengkhelat dan pendapar.

2.5.1 Fase minyak

Hidrokarbon squalen, paraffin cair, petrolatum, paraffin padat,


microcrystaline wax, ceresin, dll.
Lemak dan minyak minyak zaitun, almond oil, cocoa butter, macadamia
nut oil, avocado oil, hardened palm oil, castor oil,
sunflower oil, evening primrose oil, trigliserida
sintetik, dll.
Wax/Lilin beeswax, lanolin, carnauba wax, candelilla wax,
jojoba oil, dll.
Asam Lemak asam stearat, asam oleat, asam isostearat, asam
miristat, asam palmitat, dll.
Alkohol stearil alkohol, behenil alkohol, heksadesil alkohol,
oktildodekil alkohol, kolesterol, ceteth-20, dll.
Ester sintetik isopropil miristat, trigliserida, pentaeritritil tetraester,
kolesteril ester dll.
Tabel 1. Pengelompokan komponen basis krim fase minyak.

2.5.2 Fase air

Komponen fase cair merupakan komponen penyusun krim yang bersifat


hidrofilik. Pada keadaan normal (tanpa emulsifier), zat yang tergolong fase ini tidak
bercampur dengan fase minyak. Berdasarkan fungsinya bahan-bahan penyusun krim
yang termasuk fase air terdiri atas golongan-golongan berikut.

Humektan gliserin, propilen glikol, sorbitol, polietilen glikol,


dipropilen glikol, manitol, dll.
Thickening agent pektin, derivat selulosa, xanthan gum, natrium alginat,
dll.
Pelarut etanol, air, propilen glikol, gliserin dll.

Tabel 2. Pengelompokan komponen basis krim fase air.

2.5.3 Surfaktan (Emulgator)

Terdapat banyak jenis emulgator yang dikelompokkan dalam beberapa


golongan berdasarkan parameter-parameter tertentu. Akan tetapi, yang harus
dipastikan pada setiap jenis emulgator adalah kemampuannya untuk membentuk
suatu lapisan film yang mengelilingi droplet-droplet yang terdispersi di antara dua
fase.

1. Kelompok Emulgator Anionik


Emulgator anion dapat terdisosiasi dalam larutan air, sehingga yang
berperan sebagai emulgator adalah anion. Emulgator jenis ini memiliki
kemampuan untuk stabil dalam asam dan memungkinkan penyesuaian pH emulsi
yang diinginkan. Emulgator anion terbagi lagi menjadi beberapa golongan, yaitu:

Sabun alkali garam dari asam palmitat, garam dari asam


stearat, dll
Sabun logam Kalsium palmitat, Aluminium palmitat, dll
Sabun amin Trietanolamin, dll
Senyawa Natrium lauril sulfat, Natrium setil sulfat,
tersulfatasi Natrium stearil sulfat, dll
Senyawa
Natrium setil sulfonat, dll
tersulfonasi
Garam dari asam
Natrium glikokolat, dll
empedu
Saponin
Tabel 3. Pengelompokan komponen emulgator krim kelompok anionik.

2. Kelompok Emulgator Kationik


Emulgator jenis ini terdisosiasi dalam larutan air, cara kerjanya sebagai
emulgator berkebalikan dengan kelompok sabun, yang berperan adalah kation.
Kelebihan emulgator kationik yaitu tidak ada pengendapan dengan ion kalsium,
dan ion magnesium, dalam air sadah tetap mempunyai aktivitas penuh.
Kelemahannya sabun invert selain dapat mengiritasi kulit dan mata, memiliki
cukup banyak inkompatibilitas yaitu tidak dapat digunakan dengan sabun lainnya,
karena perbedaan muatan yang ada dapat menyebabkan terjadinya penghambatan
aktivitas kerjanya. Salah satu contoh emulgator kationik adalah
Alkoniumbromida, Benzalkonium klorida, Setilpiridinium klorida dan Setrimid.

3. Kelompok Emulgator Amfoter


Emulgator amfoter adalah senyawa kimia yang mempunyai gugus kationik
dan anionik di dalam molekulnya. Molekulnya akan terionisasi di dalam larutan
air dan tergantung kondisi mediumnya, dapat memberikan karakter ionik atau
anionik. Pada umumnya, dalam kondisi basa, surfaktan amfoterik berdisosiasi
menjadi anion, dan dalam kondisi asam berdisosiasi menjadi kation Contoh
emulgator amfoter, yaitu protein dan lesitin.

2.5 Evaluasi Sediaan


1. Uji Organoleptis
Pemeriksaan organoleptis meliputi bentuk, warna dan bau yang diamati secara
visual (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995). Spesifikasi krim yang harus
dipenuhi adalah memiliki konsistensi lembut, warna sediaan homogen, dan baunya
harum..

2. Uji Homogenitas

Menyiapkan sejumlah krim yang diamati

Mengoleskan krim pada kaca benda yang bersih dan kering sehingga
membentuk suatu lapisan yang tipis

Menutup dengan kaca preparat (cover glass)

Mengamati krim dibawah mikroskop

Krim dinyatakan homogen apabila pada pengamatan menggunakan


mikroskop, mempunyai tekstur yang tampak rata dan tidak menggumpal
(Voight, 1994).
3. Uji pH
Sejumlah sediaan diencerkan dengan aquadest sampai volume tertentu, diukur pH
dengan menggunakan indicator universal

1 gram sediaan diencerkan dalam 10 ml aquadest, aduk ad homogen

Diamkan agar mengendap

Ukur air dengan indicator universal

Catat pH
4. Uji Tipe Krim
Masukkan sediaan krim yang sudah jadi kedalam 2 gelas beker, 2. Lalu gelas beker 1
masukkan minyak, gelas beker 2 masukkan air , diaduk dan amati apakah sediaan
pecah?

BAB III
METODE KERJA

3.1 Praformulasi
DATA PRAFORMULASI BAHAN AKTIF
Nama Bahan Aktif : Hidrokortison

No Parameter Data
1. Pemerian sebruk hablur,putih,atau hampir putih,tidak berbau

2. Kelarutan sangat sukar larut dalam air dan dalam eter , agak sukar larut
dalam etanol dan dalam aseton,sukar larut dalam kloroform

3. Konsentrasi 0,1 %

4. OTT Oksidator Kuat

5. Khasiat Adrenoglukokortikoidum

6. Stabilitas Dapat menyerap air

7. Wadah dan wadah tertutup kedap dan terlindung dari cahaya


penyimpanan

DATA PRAFORMULASI BAHAN TAMBAHAN


Nama Bahan Tambahan : Propilen Glikol
FI IV Hal 413, HPE Hal. 624

No. Parameter Data


1 Pemerian Cair, kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas; praktis tidak berbau;
menyerap air pada udara lembab.
2 Kelarutan Dapat bercampur dengan air dan aseton, dan dengan kloroform,
larut dalam eter, dan dalam beberapa minyak esensial, tetapi tidak
dapat bercampur dengan minyak lemak
3 Ph -
4 OTT Dengan zat pengoksidasi seperti Potassium Permanganate
5 Cara Sterilisasi -
6 Indikasi Antimikroba, pelarut, desinfektan, pelembab, plasticizer, stabilitas
untuk vitamin
7 Dosis Lazim -
8 Penggunaan Oral dan topikal.
lazim/ Cara
pemakaian
9 Sediaan lazim -
dan kadar
10 Stabilitas Higroskopis dan harus disimpan dalam wadah tertutup rapat,
lindungi dari cahaya matahari
11 Wadah dan Dalam wadah tertutup rapat.
Penyimpanan

DATA PRAFORMULASI BAHAN TAMBAHAN


Nama Bahan Tambahan : Cera Alba
Farmakope Indonesia IV hal 186

No Parameter Data
1. Pemerian Padatan putih kekuningan, sedikit tembus cahaya dalam
keadaan lapis tipis, bau khas lemah dan bebas bau tengik
2. Kelarutan Tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dingin,
larut sempurna dalam kloroform dan eter juga minyak lemak.
3. Konsentrasi 1-20 %
4. Kegunaan Stabilisator emulsi
5. OTT Inkompatibel dengan zat pengoksidasi
6. Fungsi Nonionik surfaktan, suspending agent dan emulgator
7. Wadah Stabil jika disimpan pada wadah tutup dan terlindung dari
cahaya
DATA PRAFORMULASI BAHAN TAMBAHAN
Nama Bahan Tambahan : Vaselin Album
Farmakope Indonesia IV hal.822, Handbook of Excipients 6th edition Hal. 331

No Parameter Data
1. Pemerian Putih atau kekuningan massa berminyak, transparan dalam
lapisan tipis setelah didinginkan pada suhu 0 c
2. Kelarutan Tidak larut dalam air, sukar larut dalam etanol dingin, atau
panas dan dalam etanol mutlak dingin, mudah larut dalam
benzene, karbon disulfit,dalam kloroform, larut dalam heksan
dalam sebagian besar minyak lemak dan minyak atsiri.
3. Konsentrasi 10-30 %
4. Kegunaan Emolien dan basis salep
5. OTT Merupakan bahan inert yang tidak dapat bercampur dengan
banyak bahan
6. Stabilitas Jika teroksidasi dapat menimbulkan warna dan bau yang tidak
dikehendaki. Untuk mencegah ditambahkan antioksidan
7. Wadah dan Di tempat tertutup rapat, terlindung dari cahaya,ditempat sejuk
Penyimpanan dan kering.

DATA PRAFORMULASI BAHAN TAMBAHAN


Nama Bahan Tambahan : Trietanolamin ( TEA)
Handbook of Excipients 6th edition Hal. 663

No Parameter Data
1. Pemerian Berwarna sampai kuning pucat, cairan kental
2. Kelarutan Bercampur dengan aseton dalam benzene 1:24, larut dalam
kloroform,bercampur dengan etanol
3. Konsentrasi 2-4%
4. Kegunaan Zat pengemulsi
5. OTT Akan bereaksi dengan asam mineral menjadi bentuk garam
Kristal dan ester dengan adanya asam lemak tinggi
6. Stabilitas TEA dapat berubah menjadi warna coklat dengan paparan udara
dan cahaya

DATA PRAFORMULASI BAHAN TAMBAHAN


Nama Bahan Tambahan : Metil Paraben

No Parameter Data
1. Rumus Molekul C8H8O3

2. Bobot Molekul 152,15

3. Pemerian hablur kecil,tidak berwarna atau sebruk hablur putih, tidak


berbau,khas lemah
4. Kelarutan sukar larut dalam air,dalam benzena,dan dalam
karbontetraklorida,mudah larut dalam etanol
5. Konsentrasi 0,18% bersama dengan propil paraben (0,02%)

6. OTT inkompatibel dengan bahan lain seperti bentonit, magnesium


trisilikat, talc, tragakan, sodium alginat, essential oil dan
sorbitol
7. Khasiat antimikroba,preservatif stabilitas

8. Stabilitas pada PH 3-6 disterilkan dengan autoklaving pada suhu 120 C


selama 20 menit , tanpa dekomposisi.
9. Wadah dan Wadah tertutup baik
penyimpanan

DATA PRAFORMULASI BAHAN TAMBAHAN


Nama Bahan Tambahan : Propil Paraben

No Parameter Data
1. Rumus Molekul C10H12O3
2. Bobot Molekul 180,20
3. Pemerian serbuk putih atau hablur kecil, tidak berwarna
4. Kelarutan sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, sukar
larut dalam air mendidih
5. Konsentrasi 0,02% bersama dengan metil paraben (0,18%)
6. OTT surfaktan non ionik akan membentuk misel
7. Khasiat antimikroba,preservatif stabilitas
8. Stabilitas pada pH 3-6
9. Wadah dan Wadah tertutup baik
penyimpanan

DATA PRAFORMULASI BAHAN TAMBAHAN


Nama Bahan Tambahan : Butil Hidroksi Toluen (BHT)
Farmakope Indonesia IV hal 157 Handbook of Excipients 6th edition Hal.75

No Parameter Data
1. Pemerian Hablur padat, putih,bau khas lemah
2. Kelarutan Praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilen glikol, asam-
asam mineral dan larutan alkali, mudah larut dalam etanol,
aseton, benzene, dan parafin liquid, lebih mudah larut dalam
minyak-mnyak makanan dan lemak.
3. Konsentrasi 0,02 %
4. Kegunaan Antioksidan untuk minyak-minyak dan lemak.
5. OTT Bahan pengoksidasi kuat seperti peroksida dan pemanganat.
6. Wadah dan Dalam wadah tertutup baik
Penyimpanan

DATA PRAFORMULASI BAHAN TAMBAHAN


Nama Bahan Tambahan : Aquadest
Farmakope Indonesia III hal, 96

No Parameter Data
1. BM 18,02
2. Rumus Molekul H2O
3. Pemerian Cairan jernih , tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa
4. Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik
5. Stabilitas Air adalah salah satu bahan kimia yang stabil dalam bentuk
stabil (es,air, dan uap). Air harus disimpan dalam wadah
yang sesuai, pada saat penyimpanan dan pengunaanya
harus terlindungi dari kontaminasi partikel-partikelion dan
bahan organic yang dapat menaikan konduktivikasikan dan
jumlah karbon organic. Serta harus terlindungi dari
partikel- partikel lain dan mikroorganisme yang dapat
tumbuh dan merusak fungs air.
6. OTT Dalam formula air dapat bereaksi dengan bahan eksipient
lainnya yang mudah terhidrolisis
7. Wadah dan Dalam wadah tertutup baik dan terlindung dari cahaya
Penyimpanan

3.2 Formulasi Sediaan

Fungsi (untuk Penimbangan Bahan


No. Nama Bahan farmakologis/ Pemakaian Lazim % Unit (Per Pot) Batch (5 Pot)
farmasetik)
1. Hidrokortison Bahan Aktif 1% 1% 0,1 g 0,5 g

Basis krim fase


2. Cera alba 1- 20 % 10% 0,99 g 4,95 g
minyak
Basis krim fase
3. Vaselin album 10 – 30% 15% 1,5 g 7,5 g
minyak

4. Asam Stearat Emulgator 1% - 20% 20% 2g 10 g

4 Propylenglikol Basis krim fase air 10 - 25% 15% 1,485 g 7,425 g

5 TEA Emulgator 2-4% 4% 0,396 g 1,98 g

6. Metil paraben Pengawet 0,12 – 0,18 % 0,18% 0,0178 g 0,089 g

7. Propil paraben Pengawet 0,01 – 0,05 % 0,5% 0,0495 g 0,2475 g

0,5%
8. BHT Antioksidan 0,5 – 1 % 0,0495 g 0,2475 g
9. Aqua Pelarut Ad 10 Ad 10 5,527 ml 27,635 ml

3.3 Alat dan Bahan


Alat: Bahan :
1. Timbangan 1. Hidrokortison
2. Kaca Arloji 2. Cera alba
3. Cawan Porselen 3. Asam Stearat
4. Gelas Ukur 4. Vaselin album
5. Beaker glass 100 ml, 150 ml 5. Propylenglikol
6. Erlenmeyer 100 ml , 250 ml 6. TEA
7. Sendok tandu 7. Metil paraben
8. Lumpang dan Mortir 8. Propil paraben
9. Kertas Perkamen 9. BHT
10. Serbet 10. Aqua

3.4 Cara Kerja

A. Penimbangan Bahan
Prosedur :
Siapkan alat dan timbang bahan-bahan yang diperlukan

B. Pemanasan Lumpang
Prosedur:
Panaskan lumpang dengan memasukan air panas kedalam lumpang untuk pemanasan
lumping

C. Peleburan Fase Minyak


Prosedur:
1. Siapkan alat dan bahan
2. Masukan fase minyak (Cera alba, Asam stearat, Vaselin album) kedalam cawan
proselin.
3. Lakukan peleburan diatas penangas air pada suhu 100˚c hingga suhu 70˚C

D. Pencampuran Bahan Tambahan


Prosedur:
1. Siapkan alat dan bahan
2. Pelarutan Propil paraben :
Larutkan 0,2475 gram Propil paraben dalam ± 1 ml Propilen glikol yang telah
dipanaskan hingga 70˚C
3. Pelarutan Metil paraben :
Larutkan 0,089 gram metil paraben dalam ± 1 ml Propilen Glikol yang telah
dipanaskan hingga 70˚c
E..Pembuatan Basis Krim
Prosedur:
1. Siapkan alat dan bahan
2. Masukan fase minyak yang telah dilebur kedalam lumpang panas
3. Masukan TEA sebagai emulgator
4. Masukan fase air yang telah dipanaskan, sedikit demi sedikit
sambil digerus kuat, Gerus kuat hingga terbentuk basis krim

F. Pencampuran Bahan
Prosedur:
1. Siapkan alat dan bahan
2. Masukkan bahan tambahan lain yang telah dilarutkan kedalam basis krim
3. Dispersikan zat aktif kedalam basis krim
4. Ad aqua dest sesuai kebutuhan
5. Gerus hingga homogen

G. Pengemasan

Prosedur:
1. Siapkan wadah dan sediaan krim yang sudah jadi
2. Sediaan krim yang sudah jadi dimasukkan kedalam wadah (pot)

3.5 Cara Pengujian / Evaluasi


1. Uji Organoleptis
Prosedur:
1. Ambil sediaan ± 5 ml dari yang dibuat
2. Lihat warna, bau dan rasa serta homogenitasnya dari sediaan
2. Uji pH
Prosedur:
Ambil sampel, masukkan kedalam beker gelas kemudian celupkan indikator PH
universal kedalamnya . Amati dan bandingkan warna yang muncul dengan parameter
indikator PH universal , catat hasil pada lembar hasil evaluasi.
3. Uji Homogenitas
Prosedur:
Diamati homogenitas dari krim yang di oleskan pada objek glass
Dicatat dalam data pengamatan
4. Uji Tipe Krim
Pengujian tipe emulsi dilakukan untuk mengetahui tipe krim A/M atau M/A dengan
mengamati
Prosedur:
1. Siapkan sediaan krim hidrokortison
2. Ambil sedikit krim hidrokortison masukkan kedalam kaca arloji
3. Tambahkan larutan metilen blue, aduk ad homogen, amati yang terjadi
4. Bila tampak warna biru menyebar pada campuran, berarti emulsi tipe m/a, jika
warna biru hanya tampak bintik-bintik, berarti emulsi tipe a/m
5. Tambahkan sudan III, aduk ad homogen, amati yang terjadi
Bila tampak warna merah menyebar pada campuran, berarti emulsi tipe a/m, jika
warna merah hanya tampak bintik-bintik, berarti emulsi tipe m/a
BAB IV
HASIL &PEMBAHASAN

4.1 Hasil
1. Uji Organoleptis
No Organoleptis Dinginkan Hasil
1. Warna Putih Putih
2. Bau Tidak berbau Tidak berbau
3. Rasa Tidak berasa Tidak berasa
4. Homogenitas Homogen Homogen

2. Uji pH
Jumlah sampel PH yang diinginkan Hasil
50 g 6-7 7

3. Uji Homogenitas
Syarat Hasil Kesimpul
an
Susunan Homogen Susunan Homogen dan Memenuhi
dan tidak terlihat tidak terlihat adannya syarat
adannya butiran kasar butiran kasar

4. Uji Tipe Krim


Pada uji tipe krim, ketika ditetesi metilen blue, sediaan berwarna biru, ini
menandakan bahwa tipe krim adalah krim M/A, karena metilen blue larut dalam air.
Sehingga jika sediaan berupa tipe M/A, ketika ditetesi pada sediaan, metilen blue
akan tersebar dan terlarut kedalam sediaan.
Hasil sediaan yang belum diberi etiket Hasil sediaan yang sudah diberi ertiket

4.2 Pembahasan

Dalam praktikum ini, dibuat formula dengan bahan aktif Hidrokortison Asetat 0,1%.
Sediaan digunakan untuk topikal karena absorbsi di oral buruk. Untuk mempertahankan dan
meningkatkan kelembutan kulit serta tidak menyebabkan lengket, sediaan dibuat dalam
bentuk krim.Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung
satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai
(mengandung air tidak kurang dari 60%) (Syamsuni, 2006).

Fungsi krim adalah Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit,
sebagai bahan pelumas bagi kulit, sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak
langsung dengan zat-zat berbahaya. (Anief,1999).

Krim ada dua tipe yakni krim tipe M/Adan tipe A/M. Krim yang dapat dicucidengan air
(M/A), ditujukan untukpenggunaan kosmetika dan estetika (Juwita, 2013). Karena sediaan
ditujukan untuk pengobatan pada luka terbuka yang besar, maka sediaan krim dibuat steril.
Suatu krim steril digunakan untuk penggunaan pada luka terbuka yang besar atau pada kulit
yang terluka parah. Namun, dalam kompendial disebutkan bahwa hidrokortison asetat dapat
dibuat dengan teknik aseptik, maka dapat dikatakan bahwa zat aktif tidak tahan pemansan.
Maka saat proses pembuatan dilakukan dengan metode aseptik.Pada dasarnya, mekanisme
kerja hidrokortison dengan hidrokortison asetat adalah sama, yaitu sebagai anti inflamasi
golongan kortekosteroid. Radang atau inflamasi adalah suatu respon protektif tubuh terhadap
cedera atau jejas. Keadaan ini bukanlah suatu penyakit namun merupakan manifestasi adanya
penyakit. Reaksi ini merupakan upaya pertahanan tubuh untuk menghilangkan penyebab
cidera (Lanti, dkk., 2012).

Respon inflamasi ditandai dengan adanya warna merah karena adanya aliran darah yang
berlebihan pada daerah cedera, panas yang merupakan respon inflamasi pada permukaan
tubuh dan rasa nyeri karena adanya penekanan jaringan akibat edema. Selain itu juga
menimbulkan bengkak (edema) karena pengiriman cairan dan selsel dari sirkulasi darah ke
daerah interstitial (Dyatmiko, 2003). Edema merupakan cairan berlebih di sela-sela jaringan
(Lanti, dkk., 2012). Fase inflamasi berawal setelah terjadinya luka, dilanjutkan dengan
aktivasi pembekuan, serta kaskade komplemen. Pelepasan faktor kemotaksis (prostaglandin,
faktor komplemen, interleukin-1) akan menstimulasi migrasi sel-sel inflamasi, misalnya
neutrofil dan makrofag. Sel-sel tersebut akan membersihkan luka. Makrofag melepaskan
sitokin dan faktor pertumbuhan, misalnya Transforming Growth Factor (TGF-β) serta
Platelet Derived Growth Factor (PDGF). Faktor pertumbuhan ini akan membentuk formasi
matriks pada luka (Nouri, 2005).

Kortikosteroid merupakan anti-inflamasi yang identikdengan kortisol, hormon steroid


alami pada manusia yangdisintesis dan disekresi oleh korteks adrenal. Efek
antiinflamasikortikosteroid mempengaruhi berbagai sel imunokompetenseperti sel T,
makrofag, sel dendritik, eosinofil,neutrofil, dan sel mast, yaitu dengan menghambat
responsinflamasi dan menyebabkan apoptosis berbagai sel tersebut. Hidrokortison merupakan
antiinflamasi kortikosteroid topikal yang dimediasi oleh penghambatan rilis fosfolipase A2
(PLA2) yang merupakan enzim produksi prostaglandin, leukotrien, dan turunan asam
arakhidonat(Anonim, 2014).Efek samping kortikosteroid amat banyak dan dapatterjadi pada
setiap cara pemberian. Oleh sebab itu, kortikosteroidhanya diberikan apabila manfaat terapi
melebihirisiko efek samping yang akan terjadi (risk-benefit ratio).Dosis dan lama terapi
dengan kortikosteroid bersifat individual.Pemberian kortikosteroid dianjurkan untuk dimulai
daridosis tinggi kemudian diturunkan secara perlahan menuruttanda klinis inflamasi. Apabila
kortikosteroid digunakanselama lebih dari 2-3 minggu, penghentiannya harus dilakukansecara
bertahap (tapering off) (Sitompul, 2011).Obat ini juga bekerja dengan menghambat transkripsi
gen yang mengaktifasi proinflamasi. Hal tersebut yang menjadikan kortikosteroid
menghambat fagositosis dan menstabilkan membran liposomal dari sel fagosit yang
berkontibusi pada efek antiinfalmasi (Anonim, 2014).
Dalam pembuatannya digunakan beberapa eksipien antara lain TEA, metal paraben,
propel paraben, BHT, Serta basis krim terdiri dari Vaselin album, cera alba, dan
propylenglicol, serta asam stearat.
Koefisien partisi hidrokortison asetat adalah 2,21 dimana zat aktif lebih banyak terlarut
dalam minyak, sehingga untuk mempermudah pelepasan zat aktif dari sediaan, fase minyak
harus lebih sedikit, maka sediaan dibuat tipe m/a. Karena sediaan dibuat tipe M/A, maka basis
yang digunakan berupa vaselin album, cera alba, propylenglicol, dan asam stearat.
Propylenglicol dan asam stearat ini merupakan emulgator.Penggunaan emulgator
dimaksudkan karena dalam pembuatan krim, terdapat bahan yang berupa minyak, yang tidak
bisa bercampur dengan air. Penggunaan kedua bahan emulgator tersebut bertujuan agar
terbentuknya suatu basis krim (metoda saponifikasi/penyabunan). Biasanya Sabun terbuat dari
garam alkali asam lemak dan dihasilkan menurutreaksi asam basa. Proses pembuatan sabun
disebut saponifikasi. Saponifikasiadalah reaksi hidrolisis asam lemak dan basa
(Nurhadi,2012).

Dalam sediaan terdapat vaselin album yang mudah teroksidasi dengan adanya cahaya
(Rowe, 2009), maka pada sediaan ditambahkan anti oksidan yaitu BHT didefinisikan sebagai
senyawa yang dapat memperlambat dan mencegah proses oksidasi. Senyawa ini dapat
menstabilkan senyawa radikal bebasyaitu dengan cara bereaksi dengan elektron bebas pada
kulit terluar dari radikalbebas sehingga terbentuk senyawa yang relatif stabil (Febrina, dkk.,
2007).Sediaan digunakan sebagai multiple dose dan disimpan dalam jangka waktu yang lama,
sehingga rentan ditumbuhi mikroba. Maka dari itu, kedalam sediaan yang dibuat ditambahkan
pengawet. Bahan pengawet berfungsi menghambat, memperlambat, menutupi atau menahan
proses pembusukan, pengasaman atau dekomposisi, yang ditambahkan ke dalam bahan
makanan, obat atau minuman (Husniati dkk, 2012).

Bahan aktif memiliki pH stabilitas yang sempit yaitu 3,5 – 4,5. Namun pada sediaan
krim tidak ditambahkan dapar, karena sediaan krim tidak terlalu banyak mengandung air,
selain itu, bahan aktif memiliki koefisien partisi yang besar dimana zat aktif lebih banyak
terlarut dalam lemak, bila dapar ditambahkan tidak akan berpengaruh banyak terhadap bahan
aktif. Sediaan dibuat sebanyak 5 pot cream, bobot masing-masing sediaan adalah 10 gram.
Setelah sediaan jadi dilakukan uji organoleptik, yang meliputi bau, dan warna. Uji pH
sediaan, uji homogenitas, uji tipe krim.
Saat di uji pH, pH yang didapat adalah 7 ini sesuai dengan yang di inginak pada pH 6-
7. Hal ini sudah benar dan dikarenakan oleh sanitasi dan higiene dari personil yang sudah
benar, kandungan bahan pendapar asam dan basa yang sudah seimbang, Kesesuaian pH kulit
dengan pH sediaan topikal mempengaruhi penerimaan kulit terhadap sediaan. Sediaan topikal
yang ideal adalah tidak mengiritasi kulit. Dan pada saat uji organoleptis warna, bau, dan rasa
sesuai dengan literature.
Pada uji tipe krim, ketika ditetesi metilen blue, sediaan berwarna biru, ini menandakan
bahwa tipe krim adalah krim M/A, karena metilen blue larut dalam air. Sehingga jika sediaan
berupa tipe M/A, ketika ditetesi pada sediaan, metilen blue akan tersebar dan terlarut kedalam
sediaan. Dan, pada uji homogenitas, sediaan terlihat homogen, sesuai dengan syarat karena
tidak terlihatnya butiran kasar.
Oleh karena itu, menurut kelompok kami sediaan yang telah kami produksi boleh untuk
dipasarkan karena dari 4 pengujian semua pengujian tersebut memenuhi persyaratan. Dan
tidak dan tidak menimbulkan efek merugikan pada pasien yang memakainya.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Mahasiswa mampu membuat sediaan krim hidrocortison dengan baik dan
benar.
2. Mahasiswa mampu mengevaluasi sediaan krim hidrocortison (Uji
Organoleptis, Uji pH, Uji Homogenitas, dan Uji tipe krim).
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
\\

Anda mungkin juga menyukai