Anda di halaman 1dari 27

TUGAS FARMAKOLOGI

ANTI MALARIA

DOSEN :

NAMA : NESYA ANABEL

NIM ` : 15330084

FAKULTAS FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL


Untuk dapat mengerti kerja dan penggunaan obat malaria, perlu dimengerti dasar-dasar biologi
plasmodium, diagnosis penyakit malaria, tujuan pengobatan, dan masalah resistensi dalam
pengobatan malaria. Obat malaria yang akan dibahas: klrokuin dan turunannya, pirimetamin,
primakuin, kina, meflokuin, halofantrin dan artemisinin. Obat semacam sulfonamide, sulfon, dan
tetrasiklin yang digunakan dalam bentuk kombinasi dengan salah satu obat diatas dibahas pada
bagian lain dari buku ini.
Secara klinis dikenal 3 macam penyakit malaria. Malaria tropika yang disebabkan oleh
P.falciparum cenderung menjadi akut, tetapi bila cepat diobati, hasil pengobatan memuaskan.
Malaria tersiana yang penyebabnya P.vivax cenderung menjadi kronis karena memiliki fase
eritrosit dan eksoeritrosit. Malaria Kuartana yang disebabkan oleh P.malaria dan terdapat di
Afrika Barat banyak di sertai dengan sindrom nefrotik.
DASAR BIOLOGI INFEKSI
Manusia merupakan hospes Antara tempat plasmodium mengadakan skizogoni
(siklus aseksual), sedangkan nyamuk Anopheles merupakan vector dan hospes definitive tempat
terjadinya siklus seksual dan reproduksi yang dilengkapi dengan sporogoni. Pada manusia
parasite ini hidup dalam sel tubuh (fixed tissue cells) dan sel darah merah. Siklus hidup parasite
malaria dapat dilihat di Gambar 37.1
SIKLUS ASEKSUAL. Infeksi malaria alami terjadi dengan masuknya sporozoit melalui gigitan
nyamuk anopheles betina yang terinfeksi parasite. Selain itu, infeksi dapat terjadi melalui
tranfusi darah yang tercemar parasite. Dengan masuknya sporosoit ini dimulailah siklus aseksual
plasmodium.
Sporozoit ini segera hilang dari sirkulasi darah dan menetap di sel parenkim hati
untuk bermultiplikasi dan berkembang menjadi skizon jaringan. Bagian siklus ini dikenal sebagai
fase preeritrosit atau eksoeritrosit, dan berlangsung selama 5-16 hari tergantung dari jenis
plasmodium. Pada fase ini pasien belum memperlihatkan gejala.
Setelah perkembangan beberapa generasi, skizon jaringan ini akan pecah dan
melepaskan beribu-ribu merozoid ini akan memasuki eritrosit dan memulai fase eritrosit. Pada
infeksi P.falciparum dan P.malariae skizon pecah serentak, sedangkan pada infeksi P.vivax dan
P.ovale beberapa sikzon tetap dalam keadaan laten untuk kemudian menimbulkan relaps. Parasite
dalam eritrosit memperbanyak diri membentuk trotozoit dan akhirnya skizon yang matang.
Eritrosit yang mengandung sizon ini kemudian pecah melepaskan 6-24 merozoit ke sirkulasi.
Merozoit ini memasuki eritrosit land an mengulangi lagi fase skizogoni. Penghancuran eritrosit
yang terjadi secara periodic inilah yang menimbulkan gejala khas malaria, yaitu demam yang di
ikuti menggigil.
SIKLUS SEKSUAL. Sebagian merozoit berdiferensiasi menjadi gamet jantan dan
betina yang bila berpindah ke nyamuk pada saat nyamuk menggigit pasien. Dengan demikian
siklus seksual dimulai. Gametosit berdiferensiasi lebih lanjut menjadi gamet jantan dan betina.
Perubahan terjadi dalam usus nyamuk. Zigot yang terjadi berkembang menjadi sporozoit,
berpindah ke kelenjar ludah nyamuk, dan menginfeksi manusia lain melalui gigitan nyamuk.

KLASIFIKASI ANTIMALARIA
Berdasarkan kerjanya pada tahpan perkembangan plasmodium, antimalarial
dibedakan atas skizontosid jaringan dan darah; gametosid dan sporontosid. Dengan klasifikasi ini
antimalaria dipilih sesuai dengan tujuan pengobatan.
Untuk mengendalikan serangan klini digunakan skintosid darah yang bekerja
terhadap merozoid di eritrosit (fase eritrosit). Dengan demikian tidak terbentuk skizon baru dan
tidak terjadi penghancuran eritrosit yang menimbulkan gejala klinik. Contoh golongan obat ini
ialah klorokuin, kuinin, dan meflokuin.
Pengobatan supresi ditujukan untuk menyingkirkan semua parasite dari tubuh pasien dengan
memberikan skizontosid darah dalam waktu lama, lebih lama dari masa hidup parasite.
Pada pencegahan kausal digunakan skizontosid jaringan yang bekerja pada skizon
yang baru memasuki jaringan hati. Dengan demikian tahap infeksi eritrosit dapat dicegah dan
tranmisi lebih lanjut dihambat. Primetamin dan primakuin efektif untuk tujuan ini, tetapi
primakuin tidak digunakan untuk profilaksis karena masa paruhnya yang pendek. Relaps juga
dapat dicegah dengan skizontosid jaringan ini, misalnya pada infeksi P.vivax.
Pengobatan radikal dimaksudkan untuk memusnahkan parasite dalam fase
eritrosit dan eksoeritrosit.untuk ini digunakan kombinasi skizontosid darah dan jaringan.bila
telah tercapai penyembuhan radikal maka individu ini diperbolehkan menjadi donor darah.tetapi
sulit untuk mencapai penyembuhan radikal karena adanya late tissue stage, kecuali pada infeksi
p.falciparum. pengobatan untuk mengatasi serangan klinik infeksi p.falciparum merupakan juga
pengobatan radikal.individu yang tinggal didaerah endemic tidak cocok untuk mendapat
pengobatan radikal karena kemungkinan reinfeksi besar.pengobatan seperti ini ditujukan untuk
pasien yang kambuh setelah meninggalkan daerah endemic.
Gametositosid membunuh gametosit yang berada dalam eritrosit sehingga
transmisinya ke nyamuk dihambat.klorokuin dan kuinin memperlihatkan efek gametosidal pada
p.vivax dan p.malariae, sedangkan gametosid p.falciparum dapat dibunuh oleh primakuin.
Sporontosid menghambat perkembangan gametosit lebih lanjut ditubuh nyamuk yang menghisap
darah pasien, dengan demikian rantai penularan terputus.kerja seperti ini terlihat dengan
primakuin dan kloroguanid.
1. KLOROKUIN DAN TURUNANNYA
Klorokuin (7-kloro-4-(4 dietilamino-1-metil-butil-amino) Kuinolin ialah turunan 4-
aminokuinolin yang ditemukan dalam usaha mencari antimalarial yang kurang toksik
dibandingkan dengan kuinakrin. Zat ini merupakan senyawa difosfat berupa Kristal putih yang
pahit, larut baik dalam pH asam tetapi kurang pada pH netral atau basa. Klorokuin mempunyai
gugus aktif yang sama dengan kuinakrin tetapi inti klorokuin ialah kuinolin dan obat ini tidak
mengandung gugus metoksi. Amodiakuin dan hidrosiklorokuin merupakan turunan klorokuin
yang sifatnya mirip klorokuin. Walupun in vitro dan in vivo amodiakuin lebih aktif terhadap
P.falciparum yang mulai resisten terhadap klorokuin, obat ini tidak digunakan rutin karena efek
samping agranulositosis yang fatal. Rumus bangun klorokuin.
1.1 FARMAKODINAMIK
Selain sebagai antimalarial, klorokuin juga memperlihatkan efek antiradang. Efek ini
dimanfaatkan dalam pengobatan artritis rheumatoid dan lupus eritematosus discoid. Obat ini juga
berguna untuk mengobati reaksi photo-allergic. Untuk pengobatan penyakit tersebut, dibutuhkan
dosis yang jauh lebih tinggi daripada dosis untuk malaria hingga kemungkinan intoksikasi harus
dipertimbangkan.
Seperti kuinidin, obat ini memperlihatkan peninggian ambang rangsang otot papilaris
kucing, tetapi klorokuin hanya sedikit memperlambat kecepatan konduksi. Dikemukakan pula
bahwa klorokuin berefek anestetik local dan dengan dosis tinggi juga berefek antikoagulan.
Aktivitas malaria. Klorokuin hanya efektif terhadap parasit dalam fase eritrosit, sama sekali tidak
efektif terhadap parasite di jaringan. Efektivitasnya sangat tinggi terhadap P.vivax dan
P.falciparum. Selain itu, klorokuin juga efektif terhadap gamet P.vivax. Efek supresi terhadap
P.vivax lebih kuat dibandingkan dengan kina dan kuinakrin. Gejala klinik serangan akut malaria
menghilang 24-48 jam setelah pengobatan, sedangkan parasite umumnya tidak ditemukan lagi di
apus darah tepi setelah 48-72 jam. Klorokuin menyembuhkan infeksi PP.falciparum dengan
sempurna. Tetapi kambuhnya infeksi P.vivax tidak dapat dihindari, hanya interval relapsnya yang
diperpanjang.
Mekanisme kerja obat ini diduga berhubungan dengan sintesis asam nukleat dan
nucleoprotein yaitu dengan menghambat DNA polimerase dan RNA polimerase. Secara fisik
terjadi interkalasi klorokuin dengan guanin rantai DNA. Hal ini terjadi juga dengan primakuin
dan kuinin, tetapi tidak dengan meflokuin. Parasit yang menginleksi eritrosit akan segera
mengambil dan mengakumulasi obattersebut di dalam badannya. Parasit ini juga akan
menggumpalkan pigmen yang dihasilkan dari penghancuran hemoglobin. Kepekaan plasmodia
intraeritrosit terhadap klorokuin berhubungan dengan kemampuannya untuk menumpuk di dalam
eritrosit. Proses ambilan obat dan pengumpulan pigmen oleh parasit dihambat secara bersaing
oleh amodiakuin, kuinin, dan mellokuin. Ambilan klorokuin oleh plasmodia ini bersifat butuh
energi (energy dependent), terjenuhkan (saturable), dan berlangsung dengan bantuan carrier. Ada
dugaan bahwa pigmen yang dilepaskan dari degradasi Hb bertindak sebagai reseptor untuk
klorokuin dan turunannya. Pigmen ini atau kompleksnya dengan klorokuin dapat menyebabkan
lisis parasit.
2.2. FARMAKOKINETIK
Absorpsi klorokuin setelah pemberian oral terjadi lengkap dan cepat, dan makanan mempercepat
absorpsi ini. Kadar puncak dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam. Kira-kira 55% dari jumlah
obat dalam plasma diikat pada no ndiff usible plasma constituent. Klorokuin lebih banyak diikat
di jaringan, pada hewan coba ditemukan klorokuin dalam hati, limpa, ginjal, paru, dan jaringan
bermelanin sebanyak 200-700 kali kadarnya dalam plasma. Sebaliknya, otak dan medula spinalis
hanya mengandung klorokuin 10-30 kali kadarnya dalam plasma. Metabolisme klorokuin dalam
tubuh berlangsung lambat sekali dan metabolitnya, monodesetilklorokuin dan
bisdesetilklorokuin, diekskresi melalui urin. Sejumlah kecil klorokuin masih ditemukan dalam
urin bertahun-tahun setelah pemberian dihentikan. Dosis harian 300 mg menyebabkan kadar
mantap kira-kira 125 Fg/|, sedangkan dengan dosis oral 0,5 gram tiap minggu dicapai kadar
plasma antara 150-250 pg/l dengan kadar lembah Antara 20-40 ug/l. Jumlah ini berada dalam
batas kadar terapi untuk P.falciparum yang sensitif dan P.vivax' yaitu 30 dan 15 pg/|.
Metabolisme klorokuin dihambat oleh SKF 525-4, amodiakuin, hidroksiklorokuin'
dan pamakuin.
2.3. EFEK SAMPING DAN KONTRAINDIKASI
Dibandingkan dengan kuinakrin, klorokuin kurang toksik. Elek samping yang mungkin
ditemukan pada pemberian klorokuin ialah sakit kepala ringan, gangguan pencernaan, gangguan
penglihatan, dan gatal-gatal. Pengobatan kronik sebagai terapi supresi jarang sekali
menimbulkan gangguan yang memerlukan penghentian terapi' Gangguan yang paling sering
didapat ialah gangguan saluran cerna dan gatal-gatal. Penggunaan dosis besar selama satu tahun
dapat mengganggu daya akomodasi mata, menyebabkan rambut memutih, dan gelombang T
pada EKG merendah tanpa gangguan faal kardiovaskular, tetapi gangguan ini reversibel'
Pemberian lebih dari 250 mg/hari selama beberapa tahun dapat menyebabkan retinopati yang
menetap. lni diduga berhubungan dengan akumulasi klorokuin di jaringan yang kaya melanin.
Klorokuin dikontraindikasikan pada penyakithepar. Penggunaannya harus hati-hati pada
gangguan gastrointestinal, gangguan darah, dan gangguan neurologik yang berat, atau harus
dihentikan penggunaannya bila menimbulkan kelainan-kelainan tersebut. Obat ini sebaiknya
tidak digunakan bersama-sama dengan sediaan Au dan fenilbutazon karena sama-sama
menyebabkan dermatitis.Bila digunakan dalam iangka lama dan dosis besar harus dilakukan
pemeriksaan optalmologi sebelumnya dan secara periodik selama pengobatan.

2.4. SEDIAAN DAN POSOLOGI


Klorokuin tersedia sebagai garam difosfat dan sullat. Keduanya dalam bentuk tablet yang setara
dengan 150 mg dan 100 mg klorokuin basa serta dalam bentuk sirup yang mengandung 50 dan
25 mg/S ml zat aktif. Klorokuin difosfat tersedia juga untuk penggunaan parenteral, 100 mg/ml
injeksi. Obat ini tersedia juga dalam kombinasi dengan antimalaria lain, misalnya dengan
pirimetamin atau kloroproguanil. Klorokuin digunakan sebagai terapi supresi dan pengendalian
serangan klinik malaria, tetapi beberapa P.falciparum resisten terhadap obat ini' Penggunaannya
untuk amubiasis ekstraintestinal dapat dilihat pada Bab 36. Untuk terapi supresi diberikan
klorokuin difostat 0,5-1 gram sekali seminggu pada hari yang tetap, sejak 1 minggu sebelurn
seseorang menuju ke daerah endemik dan diteruskan sampai paling sedikit 6 minggu setelah
meninggalkan tempat tersebut. Pada anak- anak diberikan dosis 5 mg/kgBB dengan cara yang
sama. Serangan klinik diatasi dengan dosis awal 1 gram disusul dengan 0,5 gram setelah 6 jam
dan pada 2 hari berikutnya sehingga total 2,5 gram dalam 3 hari. Bila diperlukan pemberiarr
parenteral, misalnya pada keadaan koma, maka diberikan dosis 200 mg klorokuin basa lM,
setengah dosis pada setiap bokong. Dosis boleh diulalg setiap 6 jam dengan syarat dalam 24iam
tidak mel-etihi 800 mg klorokuin basa. Pengobatan parenteral harus segera dihentikan bila obat
telah dapat diberikan per oral.

3. PIRIMETAMIN
3.1. KIMIA
Pirimetamin ialah turunan pirimidin yang berbentuk bubuk putih, tidak berasa, tidak larut dalam
air dan hanya sedikit larut dalam asam klorida' Khasiat antimalaria ditemukan pada turunan yang
mempunyai gugus metil atau alkoksi pada posisi 5 dalam inti pirimidin. Khasiat ini lebih jelas
lagi bila pada posisi tersebut terdapat gugus aromatik. Substitusi gugus benzen dengan suatu
gugus penarik elektron misalnya nitro atau halogen akan menambah kekuatan antimalarianya.
Nama kimia pirimetamin ialah 2,4-diamino-5-p- klorolenil- 6-etil-pirimidin dengan rumus
bangun di bawah ini:

3.2. FARMAKODINAMIK
Efek antimalaria pirimetamin mirip efek dengan kloroguanid, tetapi lebih kuat karena bekerja
langsung; waktu paruhnya pun lebih panjang. Manfaat utama pirimetamin ialah dalam
pencegahan dan terapi supresi. Selain itu kombinasi primetamin dengan sulfonamide dan kuinin
merupakan regimen terpilih untuk serangan akut malaria oleh plasmodia yang resisten terhadap
klorokuin. Pengobatan supresi terhadap malaria tersiana diperoleh bila terapi di teruskan selama
10 minggu setelah pasien meninggalkan daerah endemik.
MEKANISME KERJA. pirimetamin menghambat enzim dihidrofolat reductase plasmodia pada
kadar yang jauh lebih rendah daripada yang diperlukan untuk menghambat enzim yang sama
pada manusia. Enzim ini bekerja dalam rangkaian reaksi sintesis purin, sehingga
penghambatannya menyebabkan gagalnya pembelahan inti pada pertumbuhan skizon dalam hati.
Kombinasi dengan sulfonamide memperlihatkan sinergisme karena keduanya mengganggu
sintesis purin pada tahap yang berurutan. Dalam kombinasi ini hanya diperlukan dosis yang jauh
lebih kecil untuk kedua komponen. Berkembangnya galur yang resisten terhadap kedua obat pun
akan dicegah atau diperlambat dengan kombinasi ini.

3.3. FARMAKOKINETIK
Penyerapan primetamin di saluran cerna berlangsung lambat tetapi lengkap. Obat ini ditimbun
terutama di ginjal, paru, hati, dan limpa, kemudian diekskresi lambat dengan waktu paruh kira-
kira 4 hari. Metabolitnya dieskresi melalui urin. Primetamin diekskresi cukup banyak melalui air
susu ibu sehingga dapat dicapai kadar supresi datam darah bayi yang sepenuhnya mendapai air
susu ibu.

4. PRIMAKUIN

4.1. SEJARAH DAN KIMIA


Primakuin atau 8-(4-amino-1-metilbutilamino)-6-metokuinolin ialah turunan 8-aminokuinolin
dengan rumus bangun sebagai berikut:
Garam difosfat yang tersedia dipasar larut dalam air dan relative stabil sebagai larutan, sedikit
mengalami dekomposisi bila terkena sinar atau udara.
Pamakuin ialah turunan 8-aminokuinolin yang pertama dipakai, tetapi karena indeks terapinya
rendah, maka dicari turunan yang toksisitas lebih rendah tetapi daya antimalarianya sama kuat.
Kemudian ditemukan primakuin yang paling aktil, disusul oleh pentakuin dan isopentakuin.
Toksisitas golongan 8-aminokuinolin ini lernyata berhubungan dengan derajat substitusi pada
gugus amino terminal. Pamakuin yang paling toksik memiliki amin terminal tersier, sedangkan
primakuin yang paling tidak toksik memiliki amin terminal primer.
4.2. FARMAKODINAMIK
Berbeda dengan kina, primakuin dosis terapi tidak memiliki efek lain selain elek antimalaria.
Efek toksiknya terutama terlihat pada darah.

AKTIVITAS ANTIMALARIA
Primakuin merupakan obat yang berharga ditinjau dari potensi maupun rendahnya toksisitas, dan
telah dicoba secara ekstensil pada tentara Amerika di Korea. Manfaat kliniknya yang utama ialah
dalam penyembuhan radikal malaria vivaks dan ovale, karena /ate tissue stage lorm plasmodia
ini dapat dihancurkan oleh primakuin. Maka primakuin merupakan obat terpilih untuk maksud
ini. Golongan 8-aminokiunolin memperlihatkan elek gametosidal terhadap ke 4 jenis
plasmodium, terulama P.falciparum. Primakuin juga sangat aktif terhadap bentuk preeritrosit
primer P.falciparum, tetapi secara praktis efek ini tidak berharga karena mula kerjanya lambat
dan waktu paruhnya singkat. Mekanisme antimalaria. Tidak banyak yang diketahui tentang cara
kerja 8-aminokuinolin sebagai antimalaria, lebih-lebih tentang aktivitasnya yang lebih menonjol
terhadap skizon jaringan. Yang jelas pentakuin tidak menghambat inkorporasi foslat pada DNA
atau RNA. Yang berperan sebagai antimalarial ialah primakuin, sedangkan yang menyebabkan
hemolisis lebih kuat ialah metabolitnya. lnteraksi Obat. Telah lama diketahui bahwa kuinakrin
meninggikan toksisitas 8-aminokuinolin. Dalam kombinasi, kadar 8- aminokuinolin dalam
plasma meningkat 5-10 kali, mungkin karena kuinakrin mengganggu biotransformasi 8-
aminokuinolin. Dengan dosis kuinakrin 10 mg pun efek ini masih terlihat jelas. Karena ekskresi
kuinakrin sangat lambat, pemberian 8-aminokuinolin selama 3 bulan sesudah dosis kuinakrin
yang terakhir, tetap memperlihatkan lenomen di atas. Kadar kuinakrin dalam plasma tidak
dipengaruhi dengan kombinasi ini, Kina dan klorokuin tidak mempengaruhi kadar primakuin
dalam plasma. Pemberian kina dan primakuin bersama-sama merendahkan frekuensi kejadian
dan intensitas methemoglobinemia yang seringkali terjadi pada pemberian dosis tinggi 8-
aminokuinolin. Untuk terapi profilaksis di daerah endemik malaria, primakuin sering
dikombinasi dengan klorokuin atau amodiakuin. Resistensi. Flesistensi terhadap 8-aminokuinolin
terjadi pada hewan coba, tetapi resistensi P.vivax terhadap primakuin belum menimbulkan
persoalan di klinik. Walaupun demikian, harus dijaga agar tidak terjadi penyalahgunaan, karena
primakuin merupakan satu-satunya obat yang elektif terhadap late tissue stages yang
menyebabkan relaps.
4.3. FARMAKOKINETIK
Setelah pemberian per oral, primakuin segera diabsorpsi, tetapi metabolisme juga berlangsung
cepat sehingga hanya sebagian kecil yang diekskresi dalam bentuk utuh. Setelah dosis tunggal
kadar maksimum dalam plasma dicapai dalam 1-2 jam, kemudian cepat menurun dengan waktu
paruh 3-6 jam. Metabolisme oksidatif primakuin menghasilkan 3 metabolit; turunan karboksil
merupakan metabolit utama pada manusia. Ketiga metabolit ini tidak berefek antimalaria, tetapi
elek hemolitiknya lebih kuat daripada primakuin.

4.4. EFEK NONTERAPI DAN KONTRA INDIKASI


Efek samping yang paling berat dari primakuin ialah anemia hemolitik akut pada pasien yang
mengalami defisiensi enzim glukosa-6-fosfat dehydrogenase (G6PD). Beratnya hemolisis
beragam tergantung dari besarnya dosis dan beratnya delisiensi. Ternyata terdapat variasi
beratnya gangguan antara berbagai ras dalam defisiensi G6PD ini; berdasarkan variasi tersebut
hemolisis yang terjadi akibat primakuin dapat ringan dan asimtomatis tetapi dapat juga berat
walaupun pada penggunaan dosis terapi. Karena itu, pada individu dari kelompok etnik yang
cenderung mengalami delisiensi G6PD, penggunaan primakuin harus disertai pemeriksaan Hb,
hitung retikulosit, dan pemeriksaan bilirubin darah. Hemolisis kadang-kadang juga terjadi pada
pasien yang mengalami hemoglobinopati tertentu atau gangguan metabolisme glukosa dalam
eritrosit.
Dengan dosis yang lebih tinggi dapat timbul spasme usus dan gangguan lambung. Dosis yang
lebih tinggi lagi akan memperberat gangguan di perut dan menyebabkan methemoglobinemia
dan sianosis pada kebanyakan subyek. Gangguan saluran cerna dapat dikurangi dengan
pemberian obat sewaktu makan. Granulositopenia dan agranulositosis
merupakan komplikasi yang jarang sekali terjadi dan biasanya berhubungan dengan takar lajak.
Primakuin dikontraindikasikan pada pasien dengan penyakit sistemik yanE berat yang cenderung
mengalami granulositopenia misalnya artritis reumatoid dan lupus eritematosus. primakuin juga
tidak dianjurkan diberikan bersamaan dengan obat lain yang dapat menimbulkan hemolisis, dan
obat yang dapat menyebabkan depresi sumsum tulang. Walaupun belum ada data yang pasti
tentang efek teratogeniknya, primakuin tidak dianjurkan digunakan pada wanita hamil.
5. KUININ DAN ALKALOID SINKONA

5.1. SEJARAH DAN KIMIA


Kuinin (kina) ialah alkaloid penting yang diperoleh dari kulit pohon sinkona. Alkaloid ini telah
berabad- abad digunakan oleh penduduk asli di Amerika Selatan sebagai obat tradisional.
Penggunaannya secara ilmiah berkembang dengan pesat sejak kina dan sinkonin berhasil
diisolasi. Saat Ini kina sudah dapat disintesis, tetapi cara pembuatannya demikian sulit dan mahal
sehingga sumber alam masih tetap dipertahankan. Pohon sinkona mengandung lebih dari 20
alkaloid, tetapi yang bermanfaat di klinik hanya 2 pasang isomer, kina dan kuinidin serta sinkona
dan sinkonidin.
Kina mengandung gugus kuinolin yang terikat pada cincin kuinuklidin melalui ikatan alcohol
sekunder, juga mengandung rantai samping metoksi dan vinil. Struktur kuinidin sama dengan
kina, kecuali figurasi sterik alkoho sekundernya, sedangkan sinkonidin dan sinkonin tidak
memiliki gugus metoksi.
Semua alkaloid sinkona dan turunannya memiliki sifat farmakologi yang sama, tetapi berbeda
secara kuantitatif. Atas dasar kebutuhan sehari untuk mendapatkan kadar efektif dalam darah
masing-masing alkaloid, potensi ialah sebagai beriku: kuinidin 2x lebih kuat dari kina,
sedangkan kekuatan 2 alkaloid lainnya hanya setengah dari kina.
5.2 FARMAKODINAMIK
Khasiat Khusus Khasiat khusus sinkona sebagian besar tergantung dari kadar kina yang
terkandung di dalamnya. Maka yang akan dibahas di sini adalah farmakologi kina dan perbedaan
penting dengan alkaloid lainnya.
EFEK LOKAL. Kina mempengaruhi fungsi biologi sedemikian luasnya sehingga dinamakan
racun protoplasma. Dengan beberapa pengecualian' pendapat ini benar. Seperti banyak racun
lainnya, kina dalam dosis kecil menyebabkan perangsangan, sedangkan dosis besar
menyebabkan penghambatan. Kina toksik terhadap berbagai bakteri dan organisme bersel
tunggal lain seperti tripanosoma, plasmodium, ragi, dan spermatozoa. Meskipun demikian kina
mempunyai spesifisitas terhadap beberapa protoplasma. Contohnya, fungus dapat tumbuh dalam
larutan kina, dan hanya dengan dosis besar kina bersitat toksik terhadap bakteria dan
spermatozoa.
Efek anestesi lokal. Efek toksik kina terhadap sel juga terlihat pada sel saraf, Mula-mula terjadi
perangsangan pada serabut sensoris yang kemudian disusul dengan kelumpuhan. Efek ini
berbanding lurus dengan toksisitasnya. Kadar sedikit lebih tinggi dari kadar untuk anestesi
menyebabkan nyeri, udem, dan reaksi fibrosis. Anestesi yang terjadi dapat berlangsung beberapa
jam sampai beberapa hari, berlainan sekali dengan efek anestesi oleh prokain.
lritasi. Kina memiliki daya iritasi yang kuat. Bila di' berikan oral dapat menyebabkan nyeri di
lambung' mual, dan muntah. Pemberian SK atau lM menyebabkan nyeri karena iritasi pada
serabut sensoris. Abses steril dapat terjadi akibat kerusakan jaringan setempat. Pemberian lV
dapat menyebabkan trombosis karena kerusakan intima. Kerusakan pembuluh darah merupakan
dasar penggunaan kina sebagai obat untuk menimbulkan sklerosis. Akibat daya iritasi ini dapat
terjadi kerusakan ginjal bila kadarnya tinggidalam ginjal.
EFEK ANTIMALARIA. Untuk terapi supresi dan pengobatan serangan klinis, kedudukan kina
sudah tergeser oleh antimalaria lain yang lebih aman dan efektif misalnya klorokuin. Walaupun
demikian, kina bersama pirimetamin dan sullonamid masih merupakan regimen terpilih untuk
P.falciparum yang resisten terhadaP klorkuin. Kina terutama berefek skizontosid, dan terhadap
P.vivax dan P.malariae, juga berelek gametosid. Akan tetapi, untuk terapi supresi dan pengobatan
serangan klinik, obat ini lebih toksik dan kurang elektil dibandingkan dengan klorokuin.
EFEK SENTRAL. Dengan dosis terapi, efek terhadap SSP hanya berupa efek analgesik dan
antipiretik. Turunnya panas pada pasien malaria membuat kina digunakan sebagai terapi
simtomatik demam, namun hilangnya demam pada pasien malaria ini terutama disebabkan oleh
elek langsung terhadap plasmodium dan bukan karena elek antipiretiknya. Dibandingkan dengan
turunan salisilat' pirazolon, dan para-aminofenol, efek antipiretik kina lemah. Kina
memperlihatkan efek analgesik berdasarkan efek sentral mirip e{ek salisilat dan terutama jelas
terhadap nyeri sendi dan otot. Terhadap nyeri hebat kina tidak efektif. Dengan dosis toksik
terjadi perangsangan terhadap SSP sehingga timbul konvulsiyang disusul dengan koma dan
depresi napas.
EFEK KABDIOVASKULAR. Efek kina terhadapsistem kardiovaskular kualitatif sangat mirip
kuinidin. Dengan dosis terapi, efek terhadap jantung dan tekanan darah tidak jelas. Pemberian lV
menyebabkan hipotensi yang kadang-kadang berbahaya, terutama bila disuntikkan terlalu cepat.
EFEK LAIN. Efek oksitosik. Kina dengan dosis yang lebih besar dari dosis lazim menyebabkan
kontraksi uterus, terutama pada hamil tua.
Efek terhadap otot rangka. Kina dan alkaloid sinkona lain meningkatkan respons terhadap
rangsang tunggal maksimal yang diberikan langsung atau. melalui saraf, tetapi juga
menyebabkan perpanjangan masa refrakter sehingga mencegah ter_jadinya tetani. Kina
menurunkan kepekaan lempeng saral sehingga respons terhadap rangsang berulang berkurang.
Jadi, kina melawan efek fisostigmin seperti halnya kurare. Efek kurariform ini mempunyai arti
klinis yang penting yaitu mengurangi gejala klinis pada pasien myotonia congenital. Penyakit ini
merupakan pharmacological antithesis bagi miastenia gravis, artinya obat yang meringankan
gejalanya akan memperberat gejala miastenia gravis.

5.3. FARMAKOKINETIK
Kina dan turunannya diserap baik terutama melalui usus halus bagian atas. Kadar puncaknya
dalam plasma dicapai dalam 1-3 jam setelah suatu dosis tunggal. Kira-kira 70% dari kina dalam
plasma terikat pada protein, dan ini menjelaskan rendahnya kadar kina dalam CSS yaitu kira-kira
2- 5% kadarnya dalam plasma. Distribusinya luas, terutama ke hati, tetapi kurang ke paru, ginjal,
dan limpa; kina juga melalui sawar uri. Sebagian besar alkaloid sinkona dimetabolisme dalam
hati, sehingga hanya kira-kira S% yang diekskresi dalam bentuk utuh di urin. Karena
perombakan dan ekskresi yang cepat, tidak terjadi kumulasi dalam badan. Kina harus diberikan
tiap hari untuk terapi supresi atau tiap 4 jam untuk terapi serangan klinis akut agar dapat
dipertahankan kadar yang cukup tinggi dalam plasma. Alkaloid sinkona diekskresi terutama
melalui urin dalam bentuk metabolit hidroksi, dan sebagian kecil melalui tinja, getah lambung,
empedu, dan liur. Ekskresi lengkap dalam 24 jam. Ekskresidalam urin yang asam 2 kali lebih
cepat dibandingkan dalam urin alkali.
5.4. EFEK SAMPING
Dosis terapi kina sering menyebabkan sinkonisme yang tidak selalu memerlukan penghentian
pengobatan. Gejalanya mirip salisilismus yaitu tinitus, sakit kepala, gangguan pendengaran,
pandangan kabur, diare, dan mual. Gejala yang ringan, lebih dahulu tampak di sistem
pendengaran dan penglihatan. Pada keracunan yang lebih berat terlihat gangguan
gastrointestinal, saraf , kardiovaskular, dan kulit. Lebih lanjut lagi terjadi perangsangan SSP,
seperti bingung, gelisah, dan delirium. pernapasan mula-mula dirangsang, lalu dihambat; kulit
menjadi dingin dan sianotis; suhu kulit dan tekanan darah menurun; akhirnya pasien meninggal
karena henti napas. Keracunan yang berat ini biasanya disebabkan oleh takar lajak atau reaksi
kepekaan. Dosis latal kina untuk orang dewasa kira-kira 8 g, dan kematian bisa terjadi dalam
beberapa jam atau setelah 1-2 hari. Pada orang yang hiperreaktif, sinkonisme terjadi setelah dosis
perlama, tetapi biasanya ringan berupa rona (flushing). gatal-gatal, dan terjadinya bercak merah
(rash,), demam, gangguan lambung, sesak napas, gangguan pendengaran dan penglihatan,
Keadaan ini kadang-kadang sukar dibedakan dengan reaksi keracunan. Kadang-kadang timbul
idiosinkrasi berupa hemoglobinemia dan asma. Hemolisis berat, hemoglobinemia, dan
hemoglobinuria kadang-kadang terjadi pada pasien malaria dan wanita hamil. Kina juga dapat
menyebabkan gangguan ginjal, hipoprotrombinemia, dan agranulositosis. Abortus dapat terjadi
pada takar lajak, tetapi tampaknya bukan akibat efek oksitosiknya.

5.5. INDIKASI
Kina digunakan dalam terapi malaria oleh P.falciparum yang resisten. Untuk pemberian oral
dikenal 2 regimen dosis yakni : (1 ) garam kina, 3 x sehari 650 mg selama 7-10 hari bersama 3
tablet Fansidar dosis tunggal; (2) garam kina, 3 x sehari 650 mg selama 7-10 hari bersama
tetrasiklin 4 x sehari 250 mg selama 7 hari atau doksisiklin 100 mg/hari selama 7 hari. Dosis kina
untuk anak ialah 25 mg/kgBB/hari yang diberikan sebagai dosis terbagi seperti pada dewasa.
Dosis suntikan/infus pada dewasa 10-20 mg/ kgBB garam kina, dilarutkan dalam 500 ml garam
faal atau larutan glukosa 5% dan diinfuskan perlahan-lahan selama 4 jam. Bila perlu, dosis
diulangi sebanyak 10 mg/kgBB dan diinluskan selama 8 jam (dosis maksimum per hari 1800
mg). Dosis untuk anak ialah '12,5 mg/kgBB/hari (maksimum per hari 25 mg/kgBB),

6. OBAT MALARIA LAIN


6.1. PROGUANIL
Proguanil atau kloroguanid ialah turunan biguanid yang dalam tubuh diubah menjadi metabolit
triazin yang berefek skizontosid melalui mekanisme antifolat. Obat ini mudah penggunaannya
dan hampir tanpa efek samping. Dahulu digunakan terutama untuk terapi profilaksis dan supresi
iangka panjang terhadap malaria tropika. Sayangnya, mudah sekali timbul resislensi terhadapnya
sehingga penggunaan proguanil telah tergeser oleh antifolat lain yang lebih elektif.

6.2. MEFLOKUIN
Meflokuin ialah salah satu dari turunan 4 kuinolin-metanol yang diteliti dalam usaha menemukan
antimalaria untuk galur P.falciparum yang resisten terhadap beberapa obat. Galur resisten ini
banyak terdapat di daerah Asia Tenggara.
Dengan dosis tunggal yang lazim, mellokuin dapat menghilangkan demam dan parasitemia pada
pasien yang terinfeksi P.falciparum slrain resisten di daerah endemik. Obat ini juga menyebabkan
penyembuhan supresi terhadap malaria oleh berbagai strain P.falciparum. Demikian juga
terhadap P.vivax. Walaupun demikian, relaps
sering terjadi beberapa waktu setelah pengobatan dihentikan. Mekanisme antimalarianya belum
diketahui dengan jelas, tetapi dalam beberapa hal mellokuin mirip dengan kuinin. Meflokuin
juga bersaing dengan klorokuin untuk berakumulasi dalam parasit. Meflokuin diserap baik di
saluran cerna dan banyak terikat pada protein plasma. Saluran cerna merupakan reseryoar untuk
meflokuin karena obat ini mengalami sirkulasi enterohepatik dan enterogastrik.Kadar puncak
dicapai beberapa jam setelah pemberian, kemudian menurun sedikit demi sedikit selama
beberapa hari dengan waktu paruh kira-kira 17 hari. Kadar dalam jaringan, terutama hati dan
paru, bertahan tlnggi untuk beberapa lama. Ekskresinya dalam bentuk berbagai metabolit terjadi
terutama melalui feses dan hanya sediklt yang melalui urin.
Dengan dosis tunggal sampai 1500 mg atau dosis mingguan 500 mg untuk 1 tahun, meflokuin
cukup terterima. Obat ini dapat menimbulkan gangguan neuropsikiatri, sedangkan efek
mutagenik, karsinogenik, dan teratogenik belum ada datanya sampai saat ini. Karena itu obat ini
tidak dianjurkan untuk wanita hamil dan bayi. Obat ini belum tersedia di pasar lndonesia,
sedangkan di negara lain obat ini tersedia dalam bentuk tablet 250 mg.

6.3. HALOFANTRIN
Obat baru yang diindikasikan pada malaria oleh P.falciparum yang sudah resisten terhadap obat
lain ini termasuk skizontosid darah kerja cepat (Rapidly-acting blood schizontocides). Uji klinik
untuk obat ini sudah banyak dilakukan.
FARMAKOKINETIK. Pemberian oral absorpsinya bervariasi. Metabolitnya, desbutil
halofantrin, bersifat aktif dan potensinya setara dengan halofantrin.
EFEK SAMPING. Keluhan saluran cerna merupakan efek samping yang umum. Pada hewan
coba tidak ditemukan adanya efek teratogenik maupun genotoksik. Tetapi pada hewan coba yang
hamil ditemukan adanya elek embriotoksik.
KONTRAINDIKASI. Wanita hamil.
lNDlKASl. Serangan akut malaria oleh P.falciparum yang sudah resisten obat.
6,4. TETRASIKLIN
Tetrasiklin dan oksitetrasiklin berguna untuk mengobati penyakit malaria oleh P.falciparum yang
sudah resisten terhadap klorokuin maupun kombinasi pirimetamin sulfadoksin. Dosis dewasa
yang dianjurkan ialah 4 kali sehari 250 mg selama 7-10 hari. Untuk tujuan kemoprofilaksis
malaria oleh P.falciparum yang sudah resisten obat, dianjurkan dosis dewasa 100 mg/hari dan
anak-anak 2 mg/kgBB/hari. Lama kemoprofilaksis yang tidak melebihi 6 minggu. Sediaan yang
dianjurkan ialah doksisiklin.

6.5. KOMBINASI PIRIMETAMINSULFADOKSIN


Obat ini sangat efektif untuk mengobati penderita malaria oleh P.falciparum yang sudah resisten
klorokuin. Namun penggunaan rutin untuk keperluan kemoprofilaksis malaria tidak dianjurkan
sebab obat ini relatil toksik. Obat ini bekerja dengan cara mencegah pembentukan asam folinat
(asam tetrahidrofoliat) dari PABA. Menurut laporan lrekuensi timbulnya elek samping yang
bersilat latal berkisar 1 : 1 1 .000 sampai 1 : 25.000. Pada penderita dengan gangguan lungsi
ginjal maupun hati, juga bila ada diskrasia darah, sebaiknya tidak digunakan obat ini untuk
keperluan kemoprof ilaksis malaria.
lNDlKASl. Terapi Malaria Falsiparum yang Resisten Klorokuin. Dosis dewasa ialah 3 tablet
sebagai dosis tunggal, untuk anak 9- 14 th : 2 tablet; anak 4-8 th : 1 tablet dan anak < 4 th : 112
tablet. Pada kemoprofilaksis malaria lalsiparum yang resisten obat klorokuin digunakan dosis
dewasa 1 tablevminggu, diteruskan sampai 4 minggu sesudah keluar dari daerah endemik. Dosis
anak 9- 14 th : 3/4 tablet/minggu; anak 4-8 th : 1/2 tablet minggu; anak 1-3 th : 1/4
tablet/minggu; anak 6-11 bulan : 1/8 tablet/minggu. Fansidar dianjurkan untuk kemoprofilaksis
P.falciparum hanya bila seseorang memiliki risiko tinggi untuk terkena malaria selama ia berada
didaerah endemik untuk jangka waktu lebih dari 3 minggu.

6.6. ARTEMlSININ
Obat ini merupakan senyawa trioksan yang diekstrak dari tanaman Artemisia annua
(quinghaosu). Sebagai tanaman obat, penggunaannya pada malaria telah lama diuji di Cina dan
akhir-akhir ini juga di Birma, Gambia, Vietnam, dan Nigeria. Tanaman ini terdapat juga di
beberapa daerah di lndonesia. Senyawa ini menunjukkan sifat skizontosid yang cepat in-vitro
maupun in-vivo sehingga digunakan untuk malaria yang berat. Agaknya ikatan endoperoksida
dalam senyawa ini berperan dalam penghambatan sintesis protein yang diduga merupakan
mekanisme kerja antiparasit ini. Artesunat adalah garam suksinil natrium artemisinin yang larut
baik dalam air tetapi tidak stabil dalam larutan. Sedangkan artemeter adalah metil eter
artemisinin yang larut dalam lemak. Dari beberapa uji klinik terlihat bahwa artemeter cepat
sekali mengalasi parasitemia pada malaria yang ringan maupun berat. Suatu uji pendahuluan
pada anak-anak di Gambia yang menderita malaria sedang sampai berat memperlihatkan bahwa
darah dibersihkan dari P.falciparum lebrh cepat oleh artemeter lM daripada oleh klorokuin lM.
Walaupun demikian, manfaat kliniknya tidak banyak berbeda. lni pun terlihat dalam penelitian di
Malawi yang membandingkannya dengan kuinin. Manfaatnya mungkin ada pada infeksi oleh
P.falciparum yang resisten terhadap klorokuin. Artemeter oral segera diserap dan mencapai kadar
puncak dalam 2-3 jam, sedangkan artemeter lM mencapai kadar puncak dalam 4-9 jam. Obat ini
mengalami demetilasi di hati men!adi dihidroartemisinin. Waktu paruh eliminasi artemeter
sekitar 4 jam, sedangkan dihidroartemisinin sekitar| 0 jam. lkatan protein plasma beragam antar
spesies; pada manusia sekitar 77o/o lerlkal pada protein. Kadar plasma artemeter pada penelitian
dengan zat radioaktif sama dengan dalam eritrosit, menunlukkan bahwa distribusi ke eritrosit
sangat baik. Dari penelitian yang cukup luas di Cina pada malaria falsiparum yang tak
berkomplikasi maupun yang berat terlihat bahwa ekstrak qinghousu ini efeknya cepat dan relatil
aman, walaupun angka relapsnya cukup tinggi. Sedangkan penelitian lain pada malaria beral
(cerebral malaria) memperlihatkan mortalitas yang lebih rendah pada kelompok yang mendapat
artemeter maupun artesunat. Maka obat ini mungkin cukup bermanfaat pada malaria serebral
oleh P.f alc i paru m.

7. KEMOPROFILAKSIS DAN TERAPI


MALARIA
Malaria merupakan salah satu penyakit endemis di daerah tropis maupun subtropis. Majunya
sarana perhubungan memudahkan terjadinya penyebaran malaria dari daerah endemis ke daerah
lain. Kemoprolilaksis malaria pada orang sehat yang memasuki daerah endemis malaria penting
bagi si pendatang dan bagi upaya pencegahan penyebaran penyakit malaria dari daerah endemis.
Masalah profilaksis dan terapi malaria kini semakin kompleks dengan timbulnya berbagai galur
resisten terhadap antimalaria di berbagai daerah endemis. Bahkan resistensi terhadap kombinasi
pirimetamin-sulfadoksin (Fansidar) telah mulai timbul di daerah-daerah yang menggunakannya.
Karena itu pengobatan yang dianjurkan cepat sekali berubah tergantung dari pola kepekaan
parasit terhadap antimalaria. Berikut ini akan dibahas kemoterapi dan kemoprolilaksis malaria
secara umum.

7.1. TERAPI MALARIA


Obat yang dipilih untuk mengatasi serangan akut malaria tergantung dari (1 ) geografi daerah
kontak (daerah dengan galur yang resisten terhadap klorokuin atau bukan); (2) adanya bentuk
eksoeritrosit (P.vivax dan P.ovale); (3) adanya kehamilan; dan (4) adanya intoleransi terhadap
obat. Obat terpilih untuk serangan akut oleh keempat plasmodium umumnya sama yaitu
klorokuin yang bersifat skizontosid, sedangkan unluk P.falciparum yang resisten terhadap
klorokuin digunakan kuinin. Serangan akut oleh plasmodium yang sensitive terhadap klorokuin
umumnya teratasi dengan 3 hari pengobatan, tetapi untuk mencegah kambuh dan untuk
mencapai penyembuhan radikal pada infeksi P.vivax dan P.ovale, perlu penambahan primakuin
selama 2 minggu. Bila tidak dapat diberikan per oral, klorokuin diberikan secara lM sampai
dapat digantikan dengan sediaan oral. Pada infeksi yang berat mungkin diperlukan pengobatan
dengan kuinin lV. lnfeksi oleh P.falciparum yang resisten terhadap klorokuin diatasi dengan
kuinin sulfat, sedapat mungkin per oral, yang dikombinasi dengan skizontosid kerja lama
misalnya Fansidar. Pengobatan ini harus segera dimulai bila telah ada kecurigaan inleksi tanpa
menunggu diagnosis yang pasti tentang resistensinya, sebab keadaan umum pasien dengan
malaria tropika ini akan cepat menurun. Kambuhnya serangan akut dapat terjadi pada inleksi
P.yiyax, P.ovale dan P.malariae. Keadaan ini dapat diatasi dengan mengulang terapi klorokuin,
yang pada malaria vivaks dan ovale harus dikombinasi dengan primakuin. Kambuhnya malaria
tropika menunjukkan bahwa terjadi infeksi oleh galur yang resisten, dalam hal ini pengobatan
dengan kuinin dan Fansidar harus segera dimulai. Beberapa alternatif kemoterapi pada inleksi
oleh berbagai galur malaria dapat dilihat pada Tabel 37-1.

7.2. KEMOPROFILAKSIS MALARIA


Kemoprofilaksis jelas dapat menurunkan angka kesakitan dan angka kematian oleh malaria.
Sayangnya, sekarang ini kemoprofilaksis seolaholah mendapat tantangan dengan timbulnya
P.falciparum yang resisten obat. Walaupun kemoprofilaksis belum memberi jaminan aman dan
efektif untuk proteksi malaria, kemoprolilaksis malaria malaria masih penting peranannya untuk
proteksi diri, khususnya untuk pasien yang non-imun.

Tabel 37-1. P|L|HAN OBAT PADA MALARTA


Tindakan Obat Terpilih Obat alternative
PENGOBATAN
P.falciparum (sensitive) Klorokuin fosfat Kuinin sulfat primetamin
P.vivax Primakuin fosfat
P.ovale
P.malariae
P.falciparum (resisten) Kuinin sulfat + Kuinin sulfat + tetrasiklin
Farsidar atau primetamin Primetamin-dapson
sulfadiazine meflokuin
INFEKSI BERAT
P.falciparum (sensitive) Kuinin dihidroklorid Kuinin glukonat klorokuin
HCl
P.vivax
P.ovale
P.malariae
P.falciparum (resisten) Kuinin dihidroklorid + Kuinin dehidroklorid atau
Farsidar atau primetamin + - kuinidin glukonat + tetrasiklin
sulfadiazine
PROFILAKSIS
P.falciparum (area dengan Klorokuin fosfat Primetamin
galur sensitive)
P.vivax Primakuin fosdat Amodiakuin HCl
P.ovale Proguanil HCl
P.malariae
P.falciparum (area dengan Klorokuin fosfat + fansidar Doksisiklin (Untuk kunjungan
galur resisten) > 3minggu atau Amodiakuin +
Fansidar (untuk kujungan > 3
minggu)

Malaria adalah penyakit parasit yang paling penting dari manusia dan penyebab
ratusan juta penyakit per tahun. Empat spesies plasmodium biasanya menyebabkan malaria manusia:
Plasmodium falciparum, P vivax, P malariae, dan P ovale. Sebuah spesies kelima, P knowlesi, terutama
patogen monyet, tetapi baru-baru ini diakui menyebabkan penyakit, termasuk penyakit berat, pada
manusia di Asia. Meskipun semua spesies yang terakhir dapat menyebabkan penyakit yang signifikan, P
falciparum adalah bertanggung jawab untuk sebagian besar komplikasi serius dan kematian.
resistensi obat merupakan masalah terapi yang penting, terutama dengan P falciparum.

PARASIT SIKLUS HIDUP


Nyamuk anopheles inoculates sporozoit plasmodium ke memulai infeksi manusia (Gambar 52-1). beredar
sporozoit cepat menyerang sel-sel hati, dan exoerythrocytic skizon jaringan panggung jatuh tempo pada
hati. Merozoit kemudian dialihkan dari hati dan menyerang eritrosit. Hanya parasit erythrocytic
menyebabkan penyakit klinis. siklus berulang infeksi dapat menyebabkan infeksi banyak eritrosit dan
penyakit serius. gametosit tahap seksual juga berkembang di eritrosit sebelum diambil oleh nyamuk, di
mana mereka berkembang menjadi sporozoit infektif. Dalam P falciparum dan infeksi malariae P, hanya
satu siklus invasi sel hati dan multiplikasi terjadi, dan infeksi hati berhenti secara spontan dalam waktu
kurang dari 4 minggu. Dengan demikian, pengobatan yang menghilangkan parasit erythrocytic akan
menyembuhkan infeksi ini. Di P vivax dan infeksi P ovale, tahap hati aktif, hypnozoite itu, tidak
diberantas oleh sebagian besar obat-obatan, dan kambuh berikutnya Oleh karena itu dapat terjadi setelah
terapi ditujukan terhadap erythrocytic parasit. Pemberantasan kedua parasit erythrocytic dan hati adalah
diperlukan untuk menyembuhkan infeksi dan biasanya membutuhkan dua atau lebih narkoba.

KLASIFIKASI OBAT
Beberapa golongan obat antimalaria yang tersedia (Tabel 52-1 dan Gambar 52-2). Obat-obatan yang
menghapuskan berkembang atau hati aktif bentuk disebut skizontisida jaringan; orang-orang yang
bekerja pada erythrocytic parasit yang skizontisida darah; dan orang-orang yang membunuh seksual
tahap dan mencegah penularan ke nyamuk gametocides. Tidak ada agen tunggal tersedia dipercaya
dapat mempengaruhi obat radikal, yaitu, menghilangkan baik hati dan tahap erythrocytic. Beberapa
agen yang tersedia adalah obat profilaksis kausal, yaitu, mampu mencegah erythrocytic infeksi. Namun,
semua agen chemoprophylactic efektif membunuh parasit erythrocytic sebelum mereka meningkatkan
cukup jumlahnya untuk menyebabkan penyakit klinis
Kemoprofilaksis & PENGOBATAN
Ketika pasien konseling tentang pencegahan malaria, itu adalah penting untuk menekankan langkah
langkah untuk mencegah gigitan nyamuk (misalnya, dengan penolak serangga, insektisida, dan kelambu),
karena parasit semakin resisten terhadap beberapa obat dan tidak ada chemoprophylactic
rejimen sepenuhnya pelindung. rekomendasi arus dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
(CDC) termasuk penggunaan klorokuin untuk kemoprofilaksis di beberapa daerah dipenuhi oleh parasit
malaria hanya chloroquine-sensitif (terutama Karibia dan Amerika Tengah barat dari Panama
Canal), meflokuin atau Malarone * bagi sebagian besar wilayah malaria lain, dan doxycycline untuk
daerah dengan prevalensi yang sangat tinggi multidrugresistant malaria falciparum (terutama wilayah
perbatasan Thailand) (Tabel 52-2). rekomendasi CDC harus diperiksa secara teratur, karena ini dapat
berubah dalam menanggapi perubahan resistensi pola dan meningkatkan pengalaman dengan obat
baru. dalam beberapa keadaan, mungkin tepat bagi wisatawan untuk membawa persediaan obat dengan
mereka dalam kasus mereka mengembangkan penyakit demam saat perhatian medis tidak tersedia.
Rejimen untuk diri-pengobatan termasuk terapi kombinasi berbasis artemisinin baru (lihat di bawah),
yang tersedia secara luas secara internasional (dan, dalam kasus Coartem **, di Amerika Serikat);
Malarone; mefloquine; dan kina. Kebanyakan pihak tidak merekomendasikan kemoprofilaksis terminal
rutin dengan primakuin untuk membasmi tahap hati aktif dari P vivax dan P ovale setelah perjalanan,
tapi ini mungkin tepat di beberapa keadaan, terutama untuk wisatawan dengan paparan utama parasit
ini. Beberapa obat yang tersedia untuk pengobatan malaria yang menyajikan di USA (Tabel 52-3).
Kebanyakan infeksi nonfalciparum dan falciparum malaria dari daerah tanpa perlawanan dikenal harus
ditangani dengan klorokuin. Untuk malaria vivax dari daerah dengan resistensi klorokuin diduga,
termasuk Indonesia dan Papua Nugini, terapi lain efektif melawan falciparum malaria dapat digunakan.
Vivax dan malaria ovale harus selanjutnya diperlakukan dengan primakuin untuk membasmi bentuk hati.
tidak rumit malaria falciparum dari sebagian besar wilayah biasanya diobati dengan
Malarone atau kina lisan, tetapi kombinasi berbasis artemisinin baru semakin standar internasional
perawatan, dan satu Kombinasi, Coartem, sekarang tersedia di Amerika Serikat. agen lain yang umumnya
efektif terhadap malaria falciparum resisten termasuk mefloquine dan halofantrine, yang keduanya
memiliki toksisitas kekhawatiran pada dosis pengobatan. malaria falciparum berat diperlakukan dengan
artesunat intravena, quinidine, atau kina (intravena kina tidak tersedia di Amerika Serikat).
KLOROKUIN
Klorokuin telah menjadi obat pilihan baik untuk pengobatan dan kemoprofilaksis malaria sejak tahun
1940-an, namun kegunaannya terhadap P falciparum telah dikompromikan serius oleh obat perlawanan.
Ini tetap menjadi obat pilihan dalam pengobatan sensitif P falciparum dan spesies lainnya dari parasit
malaria manusia. Kimia & Farmakokinetik Klorokuin adalah sintetis 4-aminoquinoline (Gambar 52-2)
dirumuskan sebagai garam fosfat untuk penggunaan oral. Hal ini cepat dan hampir
benar-benar diserap dari saluran pencernaan, mencapai maksimum konsentrasi plasma dalam waktu
sekitar 3 jam, dan didistribusikan dengan cepat ke jaringan. Ini memiliki volume jelas sangat besar
distribusi 100-1000 L / kg dan secara perlahan dilepaskan dari jaringan dan dimetabolisme. Klorokuin
terutama diekskresikan dalam urin dengan paruh awal 3-5 hari tapi terminal lebih lama eliminasi paruh
1-2 bulan. Antimalaria Aksi & Resistance Bila tidak dibatasi oleh resistensi, klorokuin adalah sangat efektif
schizonticide darah. Hal ini juga cukup efektif terhadap gametosit P vivax, P ovale, dan P malariae tetapi
tidak terhadap orang-orang dari P falciparum. Klorokuin tidak aktif terhadap parasit tahap hati.
Klorokuin mungkin bertindak dengan berkonsentrasi di parasit makanan vakuola, mencegah
biocrystallization hemoglobin produk pemecahan, heme, dalam hemozoin, dan dengan demikian
memunculkan toksisitas parasit karena penumpukan heme bebas. Resistensi terhadap klorokuin
sekarang sangat umum di kalangan strain P falciparum dan jarang tetapi meningkat untuk P vivax. di P
falciparum, mutasi dalam transporter diduga, PfCRT, telah berkorelasi dengan resistensi. resistensi
klorokuin dapat dibalik oleh agen tertentu, termasuk verapamil, desipramine, dan klorfeniramin,
namun nilai klinis obat resistensi-membalikkan adalah belum mapan.

Tabel 52-2.

Kelas Penggunaan Obat


Klorokuin 4-Aminoquinoline Pengobatan dan kemoprofilaksis
infeksi dengan parasit sensitif
Amodiaquine1 4-Aminoquinoline Pengobatan infeksi dengan
beberapa klorokuin tahan P
falciparum strain dan dalam
kombinasi tetap dengan
artesunat
Piperaquine1 Bisquinoline Pengobatan infeksi falciparum P
dalam kombinasi tetap dengan
dihydroartemisinin
Kina Quinoline metanol pengobatan oral dan
intravenous1 infeksi P. falciparum
Kuanidin Quinoline metanol Terapi intravena infeksi berat
dengan P falciparum
Meflokuin Quinoline metanol Chemoprophylaxis dan
pengobatan infeksi dengan P
falciparum
Primakuin 8-Aminoquinoline menyembuhkan radikal dan
profilaksis terminal infeksi
dengan P.vivax dan P.ovale;
kemoprofilaksis alternatif untuk
semua spesies
Sulfadoxinepyrimethamine antagonis kombinasi folat Pengobatan infeksi dengan
(Fansidar) beberapa chloroquine-resistant
P.falciparum, termasuk
kombinasi dengan artesunat;
intermiten pencegahan
Terapi di daerah endemik
Atovakuon-proguanil Kuinon-folat-antagonis Pengobatan dan kemoprofilaksis
(Malarone) kombinasi infeksi P falciparum
Doxycycline Tetrasiklin Pengobatan (dengan kina) infeksi
dengan P falciparum;
kemoprofilaksis
Halofantrine1 Fenantrena Pengobatan metanol infeksi
falciparum P
Lumefantrine2 Amyl alcohol Pengobatan P malaria falciparum
dalam kombinasi tetap dengan
artemeter (Coartem)
Artemisinin (artesunat, endoperoxides lakton Pengobatan infeksi P
artemeter, 2 seskuiterpen
falciparum; terapi kombinasi
oral untuk
dihydroartemisinin1) penyakit tidak rumit; artesunat
intravena untuk penyakit yang
parah
Penggunaan klinis
A. Pengobatan
Klorokuin adalah obat pilihan dalam pengobatan nonfalciparum dan sensitif falciparum malaria. Dengan
cepat berakhir Demam (dalam 24-48 jam) dan membersihkan parasitemia (dalam waktu 48-72 jam)
disebabkan oleh parasit sensitif. Hal ini masih digunakan untuk mengobati falciparum
malaria di beberapa daerah dengan resistensi luas, khususnya sebagian besar Afrika, karena
keamanannya, biaya rendah, sifat antipiretik, dan aktivitas parsial, tetapi terus menggunakan klorokuin
untuk ini Tujuan tidak disarankan, terutama pada individu kebal. Klorokuin telah digantikan oleh obat
lain, terutama terapi kombinasi berbasis artemisinin, sebagai terapi standar untuk mengobati malaria
falciparum di negara-negara yang paling endemik. Klorokuin tidak menghilangkan bentuk hati dorman P
vivax dan P ovale, dan untuk alasan primakuin harus ditambahkan untuk penyembuhan radikal spesies
ini.
B. Chemoprophylaxis
Klorokuin adalah agen chemoprophylactic disukai di malaria daerah tanpa malaria falciparum resisten.
Pemberantasan P vivax dan P ovale membutuhkan suatu program primakuin untuk membersihkan
tahap hati.
C. Amebic Hati Abses
Klorokuin mencapai konsentrasi hati yang tinggi dan dapat digunakan
untuk abses amoeba yang gagal terapi awal dengan metronidazole (Lihat di bawah).
Dampak buruk Klorokuin biasanya sangat ditoleransi, bahkan dengan berkepanjangan
menggunakan. Pruritus adalah umum, terutama di Afrika. Mual, muntah, sakit perut, sakit kepala,
anoreksia, malaise, kabur dari visi, dan urtikaria jarang terjadi. Dosis setelah makan mungkin
mengurangi beberapa efek samping. Reaksi yang jarang terjadi termasuk hemolisis di dehidrogenase
glukosa-6-fosfat (G6PD) orang -deficient, gangguan pendengaran, kebingungan, psikosis, kejang,
agranulositosis, dermatitis eksfoliatif, alopecia, pemutihan rambut, hipotensi, dan perubahan
elektrokardiografi (QRS pelebaran, T-gelombang kelainan). Administrasi jangka panjang dari dosis tinggi
klorokuin untuk penyakit rematologi (lihat Bab 36) dapat mengakibatkan ireversibel ototoksisitas,
retinopati, miopati, dan perifer sakit saraf. Kelainan ini jarang jika pernah dilihat dengan standar- dosis
kemoprofilaksis mingguan, bahkan ketika diberikan untuk berkepanjangan periode. suntikan
intramuskular besar atau intravena cepat infus dari klorokuin hidroklorida dapat menyebabkan berat
hipotensi dan pernapasan dan serangan jantung. pemberian parenteral dari klorokuin sebaiknya
dihindari, tetapi jika obat lain tidak tersedia untuk digunakan parenteral, harus diresapi perlahan.

Anda mungkin juga menyukai