Anda di halaman 1dari 80

MALARIA

Vincentia Maria Iriane


Moderator: dr.Anik Widijanti, SpPK(K)
Pendahuluan
• Malaria adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit
malaria, suatu protozoa darah yang termasuk dalam
phyllum Apicomplexa, kelas Sporozoa, subkelas
Coccidiida, ordo Eucoccidides, sub-ordo
Haemosporidiidea, famili Plasmodiidae, genus
Plasmodium.
• Genus Plasmodium dibagi menjadi 3 sub-genus yaitu:
sub-genus plasmodium dengan spesies yang
menginfeksi manusia adalah P.vivax, P,ovale dan
P.malariae; sub-genus Laverania dengan spesies yang
menginfeksi manusia adalah P.falciparum; serta sub-
genus Vinckeia yang tidak menginfeksi manusia.
• Ciri utama famili Plasmodiidae adalah adanya 2
siklus hidup yaitu siklus aseksual pada vertebrata
yang berlangsung di eritrosit dan organ lainnya,
serta siklus seksual yang dimulai pada vertabrata
dan seterusnya berlanjut pada nyamuk.
• Infeksi malaria memberikan gejala berupa
demam, menggigil, anemia dan plenomegali yang
dapat berlangsung akut atau kronik, tanpa
komplikasi atau dengan komplikasi
Daur hidup parasit
• Siklus hidup semua spesies parasit malaria pada
manusia adalah sama, yaitu mengalami stadium-
stadium yang berpindah dari vektor nyamuk ke
manusia dan kembali ke nyamuk lagi.
• Terdiri dari siklus seksual (sporogoni) yang
berlangsung pada nyamuk anopheles, dan siklus
aseksual yang berlangsung pada manusia yang
terdiri dari fase eritrosit (erythrocytic schizogony)
dan fase yang berlangsung di dalam parenkim sel
hepar (exo- erythocytic schizogony)
• Infeksi parasit malaria pada manusia mulai bila nyamuk
anopheles betina menggigit manusia dan melepaskan
sporozoit ke dalam pembuluh darah dimana sebagian
besar dalam waktu 45 menit akan menuju ke hati dan
sebagian kecil sisanya akan mati di dalam darah.
• Dalam sel parenchim hati dimulai perkembangan
aseksual (intrahepatic scizogony atau pre-erythrrocytes
scizogony).
• Perkembangan ini memerlukan waktu 5,5 hari untuk
plasmodium falciparum dan 15 hari untuk plasmodium
malariae.
• Setelah sel parenchim hati terinfeksi terbentuk scizon
hati yang apabila pecah akan mengeluarkan banyak
merozoit ke sirkulasi darah.
• Merozoit akan menyerang eritrosit dan masuk
melalui reseptor permukaan eritrosit.
• Reseptor untuk P.falciparum diduga suatu
glycophorins, dan dalam waktu kurang dari 12
jam parasit berubah bentuk menjadi stereo-
headphones, yang intinya mengandung kromatin
dan dikelilingi sitoplasma.
• Parasit berkembang setelah memakan
hemoglobin dan dalam metabolismenya
membentuk pigmen yang disebut hemozoin.
• Eritrosit yang berparasit menjadi lebih elastis dan
dinding berubah lonjong membentuk tonjolan
yang disebut knop yang penting dalam proses
cytoddherence dan rosetting.
• Setelah 36 jam, parasit berubah menjadi scizon
dan bila pecah akan mengeluarkan 6-36 merozoit
yang siap menginfeksi eritrosit lain
• Di dalam darah sebagian parasit akan
membentuk gamet jantan dan betina, dan bila
nyamuk mengisap darah manusia yang sakit, akan
terjadi siklus seksual dalam tubuh nyamuk.
• Setelah terjadi perkawinan terbentuk zigote dan
menjadi ookinet yang menembus dinding perut
nyamuk dan akhirnya menjadi bentuk oocyst
yang akan matur dan mengeluarkan sporozoit
yang akan bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk
dan siap menginfeksi manusia.
Siklus hidup
Patogenesis dan Patologi

• Patogenesis malaria falsifarum dipengaruhi oleh faktor


parasit dan host.
• Yang termasuk dalam faktor parasit adalah intensitas
transmisi, densitas parasit dan virulensi parasit.
• Sedangkan yang termasuk dalam faktor penjamu(host)
adalah tingkat endemisitas daerah tempat tinggal,
genetik, usia, status nutrisi dan status imunologi
• Setelah melalui jaringan, P falciparum melepaskan
merozoit ke dalam sirkulasi, merozoit yang dilepaskan
akan masuk ke dalam sel RES di limpa dan mengalami
fagositosis dan filtrasi.
• Merozoit yang lolos dari filtrasi akan menginvasi
eritrosit.
• Selanjutnya parasit berkembang biak secara
aseksual dalam eritrosit.
• Bentuk aseksual parasit dalam eritrosit (EP) inilah
yang bertanggung jawab dalam patogenesa
terjadinya malaria pada manusia.
• Parasit dalam eritrosit(EP) secara garis besar
mengalami 2 stadium yaitu stadium cincin pada
24 jam pertama dan stadium matur pada 24 jam
kedua
• Permukaan EP stadium cincin akan menampilkan
antigen RESA (Ring-erythrocyte surface antigen)
yang menghilang setelah parasit masuk stadium
matur.
• Permukaan membran EP stadium matur akan
mengalami penonjolan dan membentuk knob
dengan Histidin Rich-protein-1 (HRP-1) sebagai
komponen utamanya.
• Selanjutnya bila bila EP tersebut mengalami
merogoni, akan dilepaskan toksin malaria berupa
glikosilfosfatidilinositol (GPI) yang merangsang
pelepasan TNF-α dan interleukin-1 (IL-1) dari
makrofag
Sitoadherensi
• Sitoadherensi ialah perlekatan antara EP stadium matur pada
permukaan endotel vasculer.
• Perlekatan terjadi dengan cara molekul adhesif yang terletak
dipermukaan knop EP melekat dengan molekul-molekul
adhesif yang terletak di permukaan endotel vaskuler.
• Molekul adhesif di permukaan knop EP secara kolektif disebut
P.falciparum erythrocyte membrane protein-1 (PfEMP-1).
• Molekul adhesif di permukaan sel endotel vascular adalah
CD36, intercelullar adhesion molecule-1 (ICAM-1), vascullar
cell adhesion molecule-1 (VCAM-1), endothel leucocyte
adhesio molecule-1 (ELAM-1) dan glycosaminoglycan
chondroitin sulfate A.
Sekuestrasi
• Sitoadheran menyebabkan EP matur tidak
beredar kembali ke sirkulasi.
• Parasit dalam eritrosit matur yang tinggal
dalam jaringan mikrovascular disebut EP
matur yang mengalami sekuestrasi.
• Sekuestrasi terjadi pada organ-organ vital dan
hampir semua jaringan dalam tubuh.
• Sekuestrasi tertinggi terdapat di otak, lalu di
hepar, ginjal, paru jantung, usus dan kulit
Rosetting
• Rosetting adalah berkelompoknya EP matur
yang diselubungi 10 atau lebih eritrosit yang
non parasit sehingga menyebabkan obstruksi
aliran darah lokal sehingga mempermudah
terjadinya sitoadherensi.
Sitokin
• Sitokin dibentuk oleh sel endotel, monosit dan
makrofag setelah mendapat stimulasi dari toksin
malaria (LPS, GPI). Sitokin ini antara lain TNF-α (tumor
necrosis factor-alpha), interleukin-1 (IL-1), interleukin-6
(IL-6), interleukin-3 (IL-3), lymphotoxin dan
interferongamma (IFN-γ).
• Regulasi sel T dari fagositosis diperantarai oleh
makrofag dan neutrofil atas parasit malaria stadium
aseksual.
• Limfosit T yang diaktifkan mengaktivasi limfosit B untuk
memproduksi antibodi antimalaria yang bekerja
mengopsonisasi stadium aseksual dari parasit.
• Peristiwa ini menimbulkan fagositosis oleh
neutrofil yang diperbesar secara langsung oleh
limfosit T yang diaktifkan dengan melepaskan
limfokin seperti IFN-γ dan lymphotoxin, juga
secara tidak langsung oleh makrofag teraktivasi
yang pada gilirannya mengaktifkan IL-1 dan TNF.
• Efek keseluruhan dari interaksi TNF dan sel
menyebabkan peningkatan ekspresi reseptor
integrin dan meningkatkan adherence terhadap
berbagai substrat
Manifestasi klinis
• Manifestasi klinis malaria tergantung pada imunitas
penderita dan tingginya transmisi infeksi malaria.
• Berat ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis plasmodium.
• P.vivax merupakan infeksi yang paling sering dan
menyebabkan malaria tertiana
• P.falciparum yang memberikan banyak komplikasi dan
mempunyai perlangsungan yang cukup ganas, mudah
resisten dengan pengobatan dan menyebabkan malaria
tropika
• P.malariae : cukup jarang namun dapat menimbulkan
sindroma nefrotik dan menyebabkan malaria quartiana
• P.ovale dijumpai pada daerah afrika dan pasifik barat,
memberikan infeksi yang paling ringan dan sering sembuh
spontan tanpa pengobatan, dan menyebabkan malaria
ovale
• Gejala utama (cardinal signs)  trias malaria:
• Febris paroksismal
• Anemia
• Splenomegali
Malaria dengan penyulit
1. Malaria serebral
2. Hiperparasitemia
3. Anemia
4. Gagal ginjal akut
5. Ikterus
6. Hipertermia
7. Hipoglikemia
8. Oedema paru
9. Perdarahan
10. Syok
11. Asidosis
12. Black Water Fever
• Diagnosis laboratorium
Mikroskopis
• Sediaan hapusan darah/tetes tebal
• Dx pasti  Gold standard
• Hasil negatif tidak menyingkirkan Dx 
false negative
• Post Terapi
• Low parasitaemia
• Pre patent period
• Perlu keterampilan pemeriksa
Tes Antigen : P-F test
• Yaitu mendeteksi antigen dari P.falciparum (Histidine
Rich Protein II)
• Deteksi cepat yaitu 3-5 menit
• Sensitivitas baik
• Deteksi untuk antigen vivaks dapan menggunakan
metode ICT
• Mendeteksi laktat dehidrogenase dari plasmadium
(pLDH) dengan cara immunochromatographic
• Dapat mendeteksi 0-200 parasit / ul darah dan dapat
membedakan infeksi P.falciparum atau P.vivaks
• Sensitivitas sampai 95%
Tes Serologi
• Memakai tehnik indirect fluorescent antibody tes
• Berguna mendeteksi adanya antibodi spesifik malaria
• Tes ini kurang spesifik sebagai alat diagnostik sebab
antibodi baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia
• Mamfaat tes serologi terutama untuk penelitian
epidemiologi atau alat uji saring donor darah
• Titer > 1 : 200 dianggap sebagai infeksi baru, dan tes >
1 : 20 dinyatakan positif
• Metode serologi: indirect Haemagglotination test,
immuno-precipitation techniques, ELISA test, radio-
immuno Assay
PCR (Polymerase Chain Reaction)
• Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan
teknologi amplifikasi DNA
• Waktu: cepat
• Sensitivitas dan spesifisitas tinggi
• Keunggulan tes ini walaupun jumlah parasit
sangat sedikit dapat memberikan hasil positif
• Belum digunakan untuk pemeriksaan rutin
•TERIMA KASIH
• Mikroskopis dgn pengecatan khusus
 Hapusan darah dg. pengecatan Acridine orange
 Quantitative Buffy Coat Method (QBC)

• Imunologik
 Deteksi antigen bebas/ di dlm sel darah merah
 RIA, ELISA
 Dipstick/Immuno chromatographic Test (ICT)
 Deteksi antibodi
 IFT, IFA, ELISA dll.

• Biomol  deteksi DNA


 Teknik hibridisasi dg pelacak DNA
 Teknik PCR  lbh sensitif & spesifik
Phyllum Protozoa

Subphyllum Sporozoa

Class Telosporea

Sub-Class Coccidia Haemosporidia

Family Eimeriidae Plasmodiidae

Genus Isospora Eimeria Toxoplasma Plasmodium

Spesies I. belli T. gondii P. vivax


I. hominis P. falciparum
P. malariae
P. ovale
Sub-phyllum Sporozoa
Ciri umum
• Unicellulair
• No locomotory organs (flagella, cilia)  amoeboid
• Alternate sexual and asexual cycle  alternation of
generation
– Plasmodium:
• alternation of generation
• alternation of host
– Intestinal sporozoa
• perkembangan ookista di tanah
• transmisi mell kontaminasi
– Blood inhabiting sporozoa
• perkembangan seksual dlm tbh insekta
• transmisi mell inokulasi
Malaria
• Penyakit infeksi yang tergolong tertua
• Mal-area : udara buruk
• Dikenal sejak 2700- 400 SM
• Kosmopolitan  menyerang berjuta-juta penduduk
• Angka kematian  1.5 – 2.7 juta/tahun

Masalah
• Angka kejadian msh tinggi
• Letusan baru di daerah endemik / wabah di daerah non endemik
 angka kematian 
• Resistensi nyamuk 
• Kesadaran penduduk 
• Kewaspadaan tenaga kesehatan 
• Ketrampilan penanganan thd penderita 
Malaria pada manusia
• Plasmodium vivax, Pl. falciparum, Pl. malariae, Pl. ovale
• Kosmopolitan : 40 LS - 60 LU
• Negara-2 tropis  endemis
• Sub tropis -- Pl. malariae
• Iklim sedang -- Pl. vivax
• Pl. ovale -- Afrika, Nigeria, Philipina
• Habitat -- sel-sel parenkim hepar sel drh merah

Malaria
Mal-area, Paludism, Demam intermitten
• Benign Tertian Malaria - Pl. vivax
• Malignant Tertian Malaria - Pl. falciparum
• Quartan Malaria - Pl. malariae
• Ovale Tertian Malaria - Pl. ovale
Siklus hidup
Human cycle
1.Pre-eritrositik skizogoni / Ekso eritrositik/Primary tissue Sk.

hipnozoit
+ Mulai dari gigitan nyamuk betina yg mengandung sporozoit
 hepatosit  skizogoni  merozoit  RBC

2. Eritrositik skizogoni
- trofozoit  skizon  merozoit
- berbeda utk masing-masing spesies
- bertanggung jawab atas timbulnya gajala klinis
- P.vivax : 48 jam - Benign tertian malaria
- P. falcip : 36-48 jam - Malignant tertian malaria
- P.ovale : 48 jam - Ovale tertian malaria
- P.malariae : 72 jam - Quartan malaria
Human cycle

3. Gametogoni
- dari siklus eritrisitik, sebagian sel
berdiferensiasi menjadi mikro dan
makrogametosit
- tidak berhubungan dengan gejala klinis

4. Latent tissue skizogoni (Long term relaps)


- hanya terjadi pada P. vivax dan P. ovale
- berasal dari perkembangan bentuk hipnosoit
- bertanggung jawab atas timbulnya relaps
Mosquito cycle

Mikrogametosit  mikrogamet (eksflagelasi)


Makrogametosit makrogamet


Sigot/zygote  Ookinet

Sporosoit  ookista besar  Ookista
sporozoit
sporozoit skizon
ookista M
HEPAR
A
N hipnosoit merozoit
SIKLUS
U ASEKSUAL
N (SKISOGONI)
ookinet S
Y
SIKLUS
I
A
SEKSUAL SIKLUS
A
M
(SPOROGONI) ERITROSITIK
U
(SEL DARAH
Sigot K MERAH)

fertilisasi

eksflagelasi makrogametosit GAMETOGONI

mikrogametosit
Morfologi bentuk aseksual
Description P.vivax P.falciparum P.malariae P.ovale

Infected RBC Larger Normal Normal Oval

Trophozoite ring
form 1/3 RBC 1/5 RBC 1/3 RBC

Double infection Jarang Sering Jarang Jarang

Accole form jarang Sering Jarang Jarang

Growing trophozoit

Late trophozoit

Amoeboid Band form


Pigmen yellowish Black/
dark brown
Description P.vivax P.malariae P.ovale
P.falciparum
Early schizont

Mature schizont
Rossette stage Rossette form
8- 24 schz mulberry stage 6-12 mrzt Rossette form
(12-16) 8-32 schz 6-12 mrzt

Gametocyte

Thick film

All stages
Faktor-2 yang menentukan terjadinya penyakit
Interaksi hospes - parasit
1. Faktor parasit
- densitas parasit
- intensitas transmisi
- virulensi  tergantung spesies

2. Faktor hospes
- genetik
- status kekebalan/imunitas
- umur
- status gizi
- ras
- endemisitas daerah
Faktor hospes:
1. Genetik:
+ Ovalositosis
+ Defisiensi G6PD
+ Thalassemia
+ HbS, HbC, HbE
2. Kekebalan/Imunologis
A. Non spesifik
• PMN, makrofag, monosit, sel NK
• Sistem komplemen
• Sitokin
B. Kekebalan spesifik  limfosit
• Selular  sel T
• Humoral  sel B
Patogenesis malaria
• Invasi parasit ke RBC
• Proses adesi:
– Receptor (RBP)
– Rhopthry
• Proses invaginasi
– Parasitophorous vacuole

• Pertumbuhan di dlm RBC


• Perubahan struktur & biomol  siklus eritrositer

• Penyulit  malaria berat


• Hipoksia
• Mekanisme sitodherens (kapiler & post kapiler)
• Sekuestrasi
• Rosetting
Manifestasi klinik
• Bervariasi, ringan – berat
• Gejala utama (cardinal signs)  trias malaria:
• Febris paroksismal
• Anemia
• Splenomegali
• Gejala-2 prodromal: tidak selalu ada  masa inkubasi
intrinsik
• Masa inkubasi tergantung beberapa faktor (agent + host)
 Berbeda utk msg-2 spesies:
• P. vivax + ovale : 13-17 hari
• P. falciparum : ± 12 hari
• P. malariae : 28-30 hari
Demam paroksismal
Pada malaria primer yg klasik:
1. Cold stage : 15’ – 1 jam
2. Hot stage : suhu  39 - 41 C  2 – 4 jam
3. Sweating stage : se-olah2 sembuh  2 - 4 jam

Seluruh proses berlangsung ± 5 – 10 jam


- seiring dgn irama siklus eritrositer:
- Pl. vivax + ovale : interval 48 jam  tertian fever
- Pl. falciparum : interval < 48 jam  subtertian fever
- Pl. malariae : interval 72 jam  quartan fever

Di daerah endemik  gejala klasik sering tidak ditemukan


Relaps  stadium hipnosoit (P. vivax + ovale)
Kurva panas pada malaria tertiana
Kurva panas pada malaria kuartana
Kurva panas pada malaria tropika
Manifestasi klinik malaria
• Berdasarkan waktu :
• Malaria akut
• Malaria khronik
• Berdasarkan manifestasi klinik:
• Malaria tanpa penyulit
– Pl. vivax / low parasitaemia
– Dg. Dx dan penanganan yg tepat  prognosis baik
• Malaria dengan penyulit (berat) Waspadai bila:
– Pl. falciparum
– > 5% RBC terinfeksi
– > 10% PRBC = double infection
– Banyak schizon
Malaria dengan penyulit
1. Malaria serebral
 Manifestasi komplikasi plg sering
 Plg sering menybk kematian t.u. pd anak & non-imun
 Interval waktu sgt bervariasi
 Medical emergency  hrs segera ditangani dg seksama !
 Gx: skt kepala, kaku kuduk, kesadaran  s/d coma
(Penilaian penurunan kesadaran lihat Glasgow’s coma scale/GCS)
 Angka kematian tinggi  20%
 Bila penanganan cepat dan tepat  pend dpt sembuh
sempurna tanpa sequele
 Teori timbulnya malaria serebral:
 Teori permeabilitas
 Teori mekanis
 Teori imunologis
2. Hiperparasitemia
 Densitas parasit > 100.000/mm3  kematian
 Parasitemia > 5% berarti densitas > 250.000/ mm3resiko
kematian meningkat > 2X
 Mungkin densitas < 100.000/ mm3, tetapi sdh ditemukan
bentuk skizon  juga mrpk petunjuk malaria berat
  segera lakukan tindakan !!

3. Anemia
 Salah satu dari Cardinal signs
 Patogenesis jelas
 Anemia berat (Hb < 6 gr%) sering ditemukan bersama
penyulit lain
4. Gagal ginjal akut
 Juga mrpk penyebab kematian yg sering
 > 50% pre renal, hanya 3-5% GGA murni (ATN)
 Oliguria (prod urin < 400 cc/24 jam)  anuria (<100 cc/24 j)
 Hemodialisis/peritoneal dialisis

5. Ikterus
6. Hipertermia
7. Hipoglikemia
8. Oedema paru
9. Perdarahan
10. Syok
11. Asidosis
12. Black Water Fever
Diagnosis malaria
• Dx. Klinis epidemiologis
 Gejala klinis & riwayat penyakit
 > 50% false
 ± 15% ditemukan secara kebetulan
 Anamnesis yg teliti  sgt diperlukan

 Diagnosis mikroskopis/laboratoris
 Sediaan hapusan darah/tetes tebal
 Dx pasti  Gold standard
 Hasil negatif tidak menyingkirkan Dx  false negative
 Post Tx
 Low parasitaemia
 Pre patent period
 Perlu ketrampilan pemeriksa
Pengukuran kepadatan parasit
(derajat parasitemia)
• Kuantitatif
N X jumlah lekosit/mm3 darah
Hitung parasit =
200
(tetes tebal)

N X jumlah eritrosit/mm3 darah


Hitung parasit =
1000
(hapusan darah/tetes tipis)

• Semi kuantitatif:
+ = 1 – 10 parasit/100 lp.
 ++ = 11 – 100 parasit/100 lp.
 +++ = 1 – 10 parasit/lp.
 ++++ = 11 – 100 parasit/lp.  berat  tts tipis
Metoda diagnosis yg lain
• Dx. Mikroskopis dg. pengecatan khusus
 Hapusan darah dg. pengecatan Acridine orange
 Quantitative Buffy Coat Method (QBC)

• Dx. Imunologik
 Deteksi antigen bebas/ di dlm SDM
 RIA, ELISA
 Dipstick/Immuno chromatographic Test (ICT)
 Deteksi antibodi
 IFT, IFA, ELISA dll.

• Dx. Biomol  deteksi DNA


 Teknik hibridisasi dg pelacak DNA
 Teknik PCR  lbh sensitif & spesifik
Obat-obat antimalaria
• Syarat ideal :
 Efektif utk semua stadia parasit;
Bentuk2 aseksual  Blood schizontocide
Sporozoite (sporontocde) & EE form (tissue scht.cide)
Gametocytocide
 Dapat utk malaria akut/khronik
 Mudah pemakaiannya
 Mudah diperoleh
 Harga terjangkau
 Efek samping & toksisitas rendah
 Aman untuk penderita

 Tak ada yg memenuhi syarat 100%


Obat-obat antimalaria
• Syarat-2 umum pemilihan obat  pertimb bbp faktor

Pembagian menurut tempat bekerja obat:


• Tissue schizontocide
 Utk stad pre eritrositik  mencegah siklus eritrositik
 Juga efektif utk bentuk hipnosoit
• Blood schizontocide
 Plg banyak digunakan
 Utk semua bentuk eritrositik
 Klorokuin, Kuinine, Fansidar, dsb
• Gametocytocide

• Sporontocide

• Antirelapse
Skizintosida
Skizintosida
Fase jaringan
sporozoit eksoeritrositik Pirimetamin
Pirimetamin
ookista ((HEPAR) Proguanil
Proguanil
hipnosoit Tetrasiklin
Tetrasiklin
Primakuin
Primakuin

N
ookinet Y
M Skizintosida
Skizintosida
A darah
A Klorokuin
Klorokuin
Sporontosida N SIKLUS Kuinin
Kuinin
Pirimetamin M Kuinidin
ERITROSITIK Kuinidin
Proguanil U Meflokuin
Meflokuin
U
Primakuin
Primakuin (SEL DARAH Halofantrin
Halofantrin
S
K MERAH) Artemisinin
Artemisinin
Sigot
I Sulfadoksin
Sulfadoksin
Pirimetamin
Pirimetamin
A

Gametositosida : Primakuin
Resistensi parasit thd obat
• Resistensi :
 Kemampuan parasit utk tetap hidup, berkembang biak,
menimbulkan gejala
 Pengobatan adekuat, teratur, dosis standar/>
 Msh dpt ditolelir oleh pend.

 Mekanisme timbulnya resistensi


 Adaptasi fisiologis
 Seleksi populasi
 Mutasi spontan
 Induksi mutasi eksternal
Jenis dan tingkat resistensi
• S (sensitif)
Semua bentuk aseksual hilang dlm waktu 7 hari

• R1 : Bentuk aseksual hilang dlm waktu 7 hari seperti pada


“S”, tetapi rekrudesensi terjadi dlm waktu 14-28 hari

• R2 : Jumlah parait dlm drh menurun dg jelas ( 75%) tetapi


tidak pernah hilang sama sekali

• R3 : tidak ada penurunan jumlah parasit aseksual dlm darah


tepi (kurang dari 75%
Sensitif (S)

R I Kasep

R I Dini

R II

R III

0 1 2 3 4 5 6 7 14 21
Epidemiologi Malaria
• Epi : di atas
• Demos : penduduk
• Logos : ilmu

• Epidemiologi mempelajari penyebaran penyakit malaria dan


faktor-faktor yg mempengaruhinya dalam masyarakat

• 3 faktor utama :
 Host : manusia & nyamuk
 Agent : parasit Plasmodium
 Environment

 4 pertanyaan:
Who, Where, When, What
Survailance epidemiology
• Penilaian keadaan penyakit malaria melalui pengamatan yang
terus menerus sehingga diperoleh data-data yang sistematik
dan relevan dengan distribusi dan kecenderungan penyakit
• Dapat diperoleh dari bbrp cara:
 Active Case Finding
 Passive Case Finding
 Survei Malariometrik
• Pengamatan rutin
 ABER : jml SD yg diperiksa dari penduduk (%)
 API : jml pdrt baru/1000 penduduk/th  bhb dg ABER
 Slide Positive Rate (SPR)
 Parasite Formula (PF)  spesies dominan
 Penderita malaria klinis
Survei Malariometrik
• Survei Malariometrik dasar:
 Utk menentukan prevalensi malaria
point prevalence
period prevalence
 Utk menentukan tingkat endemisitas suatu daerah

 Ada 2 kegiatan pokok:


 Survei darah :
Utk mendapatkan angka/data dasar (API, ABER, PR dsb)
Utk mendapatkan data tingkat transmisi  IPR
 Survei limpa :
data penduduk yg mengalami pembesaran limpa
 menentukan tingkat endemisitas daerah
 menggunakan sistem Hacket
Tingkat pembesaran limpa menurut Hacket
• H.0 - limpa tak teraba
• H.1 - limpa teraba pada pernapasan dalam
• H.2 - limpa teraba pd pernapasan biasa, tetapi
proyeksinya tak melebihi pertengahan tlg rusuk -
umbilicus
• H.3 - limpa teraba di garis horisontal yg melalui
umbilicus
• H.4 - limpa teraba di bawah garis horisontal yg
melalui umbilicus, tetapi tidak melewati grs
pertengahan umbilicus-simfisis pubis
• H.5 - limpa teraba di bawah garis horisontal yg ditarik
melalui pertengahan umbilicus-simfisis
pubis
Proyeksi pembesaran limpa menurut Hacket

1 1

2 2

3 3

4 4

5 5
Penentuan tingkat endemisitas suatu daerah
• Penduduk di daerah endemis mempunyai tingkat imunitas 
• Pembesaran limpa  salah satu gx kardinal malaria
 pd orang dws & anak2 > 10 tahun : tidak jelas
 pada anak2 < 2 tahun : msh fisiologis
  diambil populasi anak2 umur 2-9 tahun  spleen rate
 Spleen rate : prosentase penduduk yang limpanya membesar di
antara seluruh penduduk yang diperiksa

Tingkat endemisitas Spleen rate umur 2-9


th

 Hipo endemis 0 – 10%


 Meso endemis 11 – 50%
 Hiper endemis > 50%, SR pd dewasa tinggi
 Holo endemis > 75%, SR pd dewasa rendah
Penularan Malaria
• Penularan secara alami (natural transmission)
 Melalui gigitan nyamuk Anopheles betina
 Sporozoite induced malaria

• Penularan tidak alami (un-natural transmission)


 Congenital malaria
 Transfusion malaria
 Malaria in drug addicts
 Trophozoite induced malaria

Buat skema/ringkasan perbandingan antara SIM : TIM


 Waktu inkubasi
 Interval febris
 Pengobatan
 Relaps
Berbagai jenis kasus malaria
• Indigenous : kasus berasal dari daerah itu sendiri
• Autochtonous : terbatas di daerah tersebut
• Imported : infeksi berasal dari luar daerah
• Introduced : tertular dari kasus impor
• Induced : akibat transfusi atau sengaja diinfeksi utk
keperluan penelitian
• Unclassified : asal-usul sulit dilacak
• Sporadic : hanya sediktit dan tersebar
• Relapse : terjadi serangan klinik ulangan tanpa
didahului infeksi baru
» Short term relapse : rekrudesensi
» Long term relapse : rekurensi
Pencegahan Malaria
• Khemoprofilaksis
 Kausal : utk stadium pre-eritrositik & hipnosoit
 Supresif : utk stadium eritrositik

Yang sering digunakan:


• Klorokuin : 300 mg basa pd hari 1 & 2, dilanjutkan 300 mg/mi.
sampai 4 minggu stl meninggalkan daerah
• Meflokuin : 250 mg single dose – dpt bertahan sp. 1 minggu
250 mg dosis awal selama 4 minggu, dilanjutkan
125 mg tiap minggu.

• Proguanil : 2 X 100 mg per hari (ibu hamil: 100 mg/hari)


• Doksisiklin: 100 mg/hari
Vaksin Malaria
• Vaksin anti sporozoit
 Bekerja pada stadium pre-eritrositik
 Mencegah sporozoit memasuki hepatosit
 Mencegah pertumbuhan parasit stadium hati  merozoit (-)

• Vaksin stadium aseksual/eritrositik


 Mencegah pertumbuhan bentuk aseksual  menghambat
produksi protein produk
 Mencegah terjadinya cytoadherence

• Vaksin stadium seksual


 Menghancurkan gametosit
 Mengganggu fertilisasi
 Mencegah pertumbuhan lebih lanjut dlm tubuh nyamuk
Ciri khusus imunitas pd malaria
• Species specific
• Strain specific
• Stage specific : Setiap stage mempunyai antigen yg berbeda
 Sporosoit:
 Circumsporozoit protein /CSP, STARP, SALSA, SSP-2
 Merozoit:
• MSP/MSA-1, MSA-2, MSP-3
• Rhoptry Associated Protein- 1 (RAP-1)
 Trophozoite:
• RESA, HRP-1, Pf-EMP-1, MESA, HSP-70 dsb.
• Timbulnya lambat
• Jangka waktu pendek
• Anti parasite immunity and anti disease immunity
IMUNITAS HUMORAL

 1960 – Serum Gamma Globulin 


Transfer Passive

 Sangat Stage Specific

 Opsonisasi dari Infected Red Cell. Oleh


Ab  akan mempertinggi proses
phagositosis oleh makrofag (immune
clearence)
IMUNITAS SELULAR

 Pada hewan coba: Ab independen dan


CMI  Faktor Penting

 Pada manusia: ??

 Bukti: [1] Peningkatan Mononuclear-


phagosit Sel (jumlah dan aktivitas); [2]
Peningkatan NK Cell; [3] Peningkatan
Interferon yang beredar
Vaksin Malaria
• Vaksin anti sporozoit
 Bekerja pada stadium pre-eritrositik
 Mencegah sporozoit memasuki hepatosit
 Mencegah pertumbuhan parasit stadium hati  merozoit (-)

• Vaksin stadium aseksual/eritrositik


 Mencegah pertumbuhan bentuk aseksual  menghambat
produksi protein produk
 Mencegah terjadinya cytoadherence

• Vaksin stadium seksual


 Menghancurkan gametosit
 Mengganggu fertilisasi
 Mencegah pertumbuhan lebih lanjut dlm tubuh nyamuk
Thank‘s
for your attention !!

J*ad

Anda mungkin juga menyukai