PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di antara upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat adalah dengan dicanangkannya Indeks Pembangunan Manusia
( IPM ), dimana salah satu indikatornya bidang kesehatan.
Kesehatan masyarakat sangat mutlak diperlukan dalam rangka
meningkatkan kualitas hidup masyarakat, untuk itu berbagai terobosan
diupayakan oleh pemerintah maupun swasta dalam rangka memberikan
pelayanan kesehatan yang optimal.
Meskipun demikian persoalan penanganan kesehatan di Indonesia
terkendala oleh banyak faktor, selain persoalan ekonomi, keengganan
masyarakat untuk datang ke tempat pelayanan kesehatan juga menjadi
persoalan lain.
Salah satu masalah kesehatan yang saat ini masih menjadi PR besar
adalah masih tingginya penderita tuberkulosis ( TBC ) di Indonesia. Jawa
Barat merupakan provinsi yang menempati angka tertinggi nasional dalam
kontribusi penderita TBC.
Pemerintah provinsi Jawa Barat dalam hal ini dinas kesehatan
mencanangkan prioritas penanggulangan TBC sebagai program unggulan
Jawa Barat untuk lima tahun kedepan.
Di tingkat kabupaten/kota, Indramayu merupakan kabupaten yang
menempati peringkat bawah di Jawa Barat dalam program penanggulangan
penyakit TBC. Untuk unit pelayanan kesehatan di kabupaten Indramayu,
Puskesmas Karangampel dalam hal ini memberikan kontribusi case detection
rate { CDR }48,9% di tahun 2009.
B. Masalah { hasil analisa }
Berdasarkan pengalaman dan kenyataan kerja saya di lapangan selama 2
tahun berjalan masalah yang muncul dalam penanggulangan TBC di
Puskesmas Karangampel adalah cakupan CDR yang tidak mencapai target.
ii
CDR merupakan indikator keberhasilan program TBC, karena dengan
jumlah pasien baru dengan BTA positif yang ditemukan dan diobati sesuai
target CDR selama kurun waktu lima tahun berturut-turut, akan mengubah
angka kejadian (incident rate) untuk kurun waktu yang akan datang.
Program penanggulangan TBC nasional menargetkan penemuan BTA
positif atau CDR 70 %, sementara Puskesmas Karangampel baru mencapai
48,9 % di tahun 2009.Tidak tercapainya CDR sesuai target dikarenakan
beberapa kendala antara lain:
1. Masih banyak masyarakat yang masih merasa enggan untuk memeriksakan
dahaknya secara mikroskopis ke Puskesmas. Mereka merasa malu untuk
memeriksakan diri karena ada anggapan sementara di masyarakat bahwa
TBC identik dengan penyakit hina. Keengganan yang kedua adalah
kontinuitas yang harus dijalani para penderita untuk meminum obat yang
harus mereka alami selama enam bulan tanpa putus.
2. Kenyataan yang ada di lapangan banyak masyarakat yang tiba-tiba
membawa foto rontgen atas permintaan sendiri dari klinik rontgen.
3. Adanya indikasi terkontaminasi OAT oleh pengobatan DPS atau tenaga
kesehatan lainnya.Terbukti dari pengakuan penderita yang putus berobat
karena alasan keuangan, kalau pasien tersebut ditangani secara prosedur
awal program penanggulangan TBC yaitu dengan pemeriksaan dahak SPS
hasilnya akan menjadi negatif dengan kondisi pasien atau gejala klinis
yang mendukung kearah TBC. Atau kemungkinan lainnya tidak adanya
PMO di lingkungan penderita sehingga menimbulkan resistensi terhadap
obat.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang bahwa angka temuan penderita TBC paru
BTA positif di wilayah kerja Puskesmas masih rendah, timbul pertanyaan
bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mau memeriksakan diri
ke Puskesmas terdekat?
ii
D. Tujuan Umum dan Khusus
Tujuan umum:
Menurunkan angka kesakitan dan kematian, memutus rantai penularan serta
mencegah terjadinya kekebalan ganda terhadap obat TB (Multi Drugs
Resistence).
Tujuan khusus:
- Meningkatkan kesadaran penderita TBC untuk memeriksakan diri dan
melakukan pengobatan hingga tuntas.
- Meningkatkan cakupan CDR di Puskesmas Karangampel dengan target
70% untuk mensukseskan program penanggulangan TBC nasional.
E. Manfaat
Sebagai bahan evaluasi dan motivasi bagi tenaga pelayanan kesehatan
khususnya pemegang program TB Puskesmas untuk meningkatkan kinerja
satu tahun kedepan.
ii
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
A. Apakah Tuberkulosis ?
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikro-
organisme mycobacterium tuberculosis. Organisme ini dapat menyerang
bagian lain dari tubuh manusia termasuk otak, ginjal, tulang namun yang
paling umum adalah paru-paru. Serangan terhadap paru-paru ini dikenal
dengan Pulmonary Tuberculosis.
Sedangkan menurut versi Pusat Informasi Penyakit Infeksi,
tuberculosis didefinisikan sebagai penyakit yang menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TB (mycobacterium tuberculosis), sebagian besar
kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya.
Penyakit tuberkulosis disebabkan bakteri dan ditularkan melalui
udara (airborne disease). Bakteri ini menyerang paru-paru dan dapat
menyebar ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem
saluran nafas, dan saluran getah bening dikatakan oleh DR. Fainal
Wirawan, MM.MARS dari T .O pada KNCV Tuberculosis Foundation.
Infeksi yang disebabkan oleh mikro-organisme ini berlangsung
selama beberapa bulan serta melalui dua fase, yakni fase yang pertama
tubuh dengan sistem kekebalan alaminya akan membendung serangan dan
membentuk pertahanan, sehingga penyakit itu masih belum berkembang,
dan apabila dibiarkan dapat berlanjut pada fase berikutnya dimana
jaringan organ tubuh yang diserangakan terjadi kerusakan
(http://fildza.wordpress.com/2008/04/24/penyakit tuberkulosis).
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil
Tahan Asam, kuman TB cepat mati oleh sinar matahari langsung, tetapi
dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan
ii
lembab.Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant atau tertidur lama
selama beberapa tahun.
B. Sumber Penularan
- Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif, yaitu orang dewasa
yang merupakan penderita TB kronik yang belum pernah mendapatkan
pengobatan atau orang dewasa yang mengalami multi drugs resistance
TB yang tidak tertatalaksana dengan baik.
- Sumber penularan TB yang lain adalah tingginya error rate, dalam hal ini
yang mendapat pemeriksaan lab dengan diagnosa negatif palsu.
Penderita yang sebenarnya menyandang BTA positif tetapi disebabkan
kesalahan petugas lab di puskesmas didiagnosa negative.
C. Cara Penularan :
Kuman M.TB merupakan kuman yang mutlak hidup pada daerah
yang memiliki kandungan oksigen yang tinggi, oleh karena itu lokasi
utama penyakit TBC adalah di paru-paru . Penularan penyakit TB paru
terjadi pada waktu batuk atau bersin. Pasien akan menyebarkan kuman ke
udara dalam bentuk percikan dahak ( droplet nuclei ) atau partikel kecil
yang merupakan gabungan antara sel tubuh dan sel yang telah terinfeksi
dalam udara. Setiap kali seorang penderita TB paru batuk maka akan
mengeluarkan sekitar 3000 percikan dahak yang memiliki kemampuan
menginfeksi.
Percikan yang mengandung kuman dapat bertahan di udara bebas
atau pada suhu kamar selama 1 sampai 2 jam, tergantung ada tidaknya
sinar ultra violet, ventilasi yang baik dan kelembaban. Dalam situasi gelap
dan lembab kuman dapat bertahan hidup berhari-hari sampai berbulan-
bulan.
Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam
saluran pernafasan, mycobacterium yang terhirup dapat menghindari
pertahanan mekanik saluran nafas bagian atas dan akan menuju jaringan
paru dimana infeksi awal terjadi. Kuman ini akan membentuk sarang
primer yang dapat terjadi dimana saja pada jaringan paru. Selanjutnya
ii
sarang primer ini akan diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening
paru yang disebut sebagai kompleks primer.
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman,
makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak maka semakin
besar potensi untuk menularkan ke orang lain.
D. Risiko Penularan TB
Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan
dahak.. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan
risiko lebih besar dari pada pasien TB paru dengan BTA negative.
Risiko penularan TB paru di Indonesia setiap tahun dianggap cukup
tinggi dan bervariasi yaitu antara 1 sampai 3% diantara 1000 penduduk
terinfeksi setiap tahun, sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan
menjadi penderita TB, hanya 10% dari yang terinfeksi akan menjadi
penderita TB paru, dimana 50% adalah BTA positif (Pedoman Nasional
Penanggulangan TBC).
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi
penderita TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya adalah
karena gizi buruk atau HIV/AIDS.
E. Riwayat terjadinya TBC
1. Infeksi primer:
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali oleh kuman
TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya,sehingga dapat
melewati system pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan
hingga sampai ke alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat
kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di
paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru., saluran linfe
akan membawa kuman TB ke kelenjar linfe disekitar hilus paru, dan ini
disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi
sampai pembentukan kompleks primer adalah 4 sampai 6 minggu.
Kelanjutan setelah infeksi primer targantung dari jumlah kuman yang
masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh.
ii
Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan
perkembangan kuman TB. Meskipun demikian ada beberapa kuman
yang menetap sebagai kuman tidur. Kadang-kadang daya tahan tubuh
tidak mampu menghentikan perkembangan kuman , akibatnya dalam
beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi penderita TBC.
2. Tuberkulosis Pasca Primer:
Tuberkulosis ini biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
setelah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun
akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk
Ciri khas pada penderita tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan
paru yang luas dengan terjadinya efusi pleura.
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium lanjut menurut
Pusat Informasi Penyakit Infeksi antara lain:
- Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau
tersumbatnya jalan nafas.
- Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
- Bronkiectasis dan fibrosis pada paru.
- Pneumotoraks spontan : kolaps spontan karena kerusakan jaringan
paru.
- Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian,
ginjal dan sebagainya.
Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu di rawat inap di
rumah sakit
Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh {
BTA negative} masih bisa mengalami batuk darah, keadaan ini
seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada kasus seperti ini,
pengobatan dengan OAT tidak diperlukan lagi, tapi cukup dengan
pemberian obat simptomasis. Bila pendarahan berat penderita harus
dirujuk ke unit spesialistik.
ii
F. Perjalanan alamiyah TBC yang tidak diobati:
Tanpa pengobatan, setelah lima tahun 50% dari penderita TB akan
meninggal, 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang
tinggi, dan 25% sebagai kasus kronik yang tetap menular (WHO 1996).
G. Multi Drugs Resistance (Kekebalan Ganda terhadap Obat)
Adalah penderita TB paru yang mengalami resisten terhadap
beberapa Obat Anti Tuberkulosis, ini bisa disebabkan beberapa hal antara
lain: karena ketidakpatuhan penderita TB meminum OAT sehingga kuman
menjadi resisten.
H. Case Detection Rate (Angka Cakupan)
Temuan kasus didalam wilayah kerja dalam kurun waktu tertentu
menghasilkan angka CDR, semakin banyak angka temuan berarti semakin
banyak penderita yang dapat disembuhkan, tetapi semakin sedikit CDR
kemungkinan risiko penularan micobakterium semakin besar.
I. Peran Penting Puskesmas
Masih menurut Marion, Puskesmas memiliki peranan penting dalam
meningkatkan intensitas penyuluhan untuk menyebarluaskan pengetahuan
tentang TBC kepada masyarakat.
Selain itu, Puskesmas dapat lebih efisien dalam penanganan TBC ,
karena lokasinya relatif lebih dekat dengan pemukiman sehingga pasien
bisa mendapatkan layanan pengobatan tanpa mengeluarkan biaya
transportasi yang tinggi. Puskesmas juga merupakan institusi yang sangat
berperan dalam penyaluran obat gratis TB
ii
BAB III
KERANGKA PIKIR
ii
Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek untuk penderita. Pengobatan
dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh PMO.
Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan
evaluasi program TBC merupakan lima komponen strategi DOTS.
Pelaksanaan strategi DOTS di Indonesia diterapkan sejak tahun 1995,
dilakukan secara nasional melalui unit pelayanan kesehatan ( UPK ). UPK ialah
semua sarana kesehatan pemerintah dan swasta yang mampu menanggulangi
TBC, antara lain: Rumah Sakit, Klinik, KP4, DPS dan Puskesmas sebagai ujung
tombak pelaksanaan DOTS karena Puskesmas merupakan penyelenggara
pelayanan kesehatan paling dasar dan terdepan.
Pendekatan itu diwujudkan dengan pembentukan Gerakan Terpadu
Nasional Penanggulangan TBC ( Gerdunas TBC ) yang dicanangkan pada
peringatan hari TBC sedunia pada 24 Maret 1999.
Gerdunas TBC melibatkan semua pihak baik yang berasal dari lingkungan
pemerintah, organisasi non pemerintah, organisasi sosial, organisasi profesi serta
organisasi kemasyarakatan lainnya. Gerdunas juga telah melakukan upaya
peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia dan mengembangkan
program DOTS di rumah sakit dalam penanganan TBC serta mengembangkan
sistem pelayanan pasien TBC terpadu.
Hal itu menuai hasil yang cukup nyata karena secara epidemologi telah
terjadi penurunan angka kesakitan TBC di Indonesia.
Banyaknya kasus penyakit TBC di Indonesia, bukan hanya upaya
pengobatan yang harus dipikirkan, tetapi juga upaya penanggulangan berupa
pencegahan agar penderita penyakit ini tidak semakin meningkat tiap tahunnya.
Upaya penanggulangan penyakit ini melibatkan banyak pihak dan
usaha yang sungguh-sungguh, termasuk di dalamnya pemerintah, penyelenggara
pelayanan kesehatan dari pusat sampai daerah terujung, para birokrat penentu
kebijakan, masyarakat, dan tentu saja kesadaran para penderita itu sendiri.
Menurut penelitian Taufik (2003), sebanyak 48% pasien yang melakukan
pengobatan TB ke Dokter Praktek Swasta mengalami drop out dengan berbagai
ii
alasan, di antaranya masalah ekonomi. Ini hanya satu contoh kendala di
lapangan yang harus di segera diantisipasi.
Puskesmas sebagai sarana pelayan kesehatan masyarakat seharusnya
mampu memberikan jawaban tepat atas kebutuhan masyarakatnya, dengan
memberikan layanan obat TBC gratis, dengan mensosialisasikan program
pemerintah tersebut.
Selain itu tidak kalah penting adalah pelatihan untuk tenaga lab
pemeriksaan mikroskopis untuk meningkatkan kemampuannya, juga menekan
angka error rate yang selama ini sering terjadi.
ii
BAB IV
PEMBAHASAN
ii
- Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang kontak erat dengan pasien
TB BTA positif dan pasien TB anak, sebagai langkah promotif dan
prefentif penyebaran kuman M. TB
- Kunjungan dari petugas pelayanan TBC ke rumah pasien atau penderita
yang lalai mengambil OAT. Ini dimaksudkan untuk memberikan
dukungan moril pada pasien dan keluarganya bahwa sebenarnya
penyakit ini dapat disembuhkan dengan minum obat secara teratur juga
untuk mengantisipasi jika ada keluhan dari pasien terhadap efek samping
dari OAT, petugas dapat memberikan penanganan lebih tepat dan cepat.
- Puskesmas menyediakan waktu khusus kunjungan untuk para pasien
TBC setiap minggunya, karena penderita TBC memerlukan penanganan
dan perlakuan spesial.
- Pemberian konseling bagi pasien TBC baik yang merupakan pasien baru
maupun bagi yang sudah menjalani pengobatan OAT dan PMO agar
tidak bosan untuk mengingatkan pasien.
- Menjalin kerjasama dengan lembaga pemerintahan terdekat ( Desa, RW,
RT ) untuk melakukan penjaringan tersangka penderita TBC.
Dengan upaya-upaya yang dilakukan tersebut terbukti dapat
menjaring lebih banyak penderita TB BTA positif, dengan ditemukannya
para penderita tersebut tentu berarti lebih banyak masyarakat yang mendapat
pengobatan, yang berarti pula prosentase kesembuhan bisa ditingkatkan lagi.
Dengan berbagai penyuluhan terbukti pola hidup bersih masyarakat lebih
baik lagi.
Dengan kondisi demikian penulis optimis bahwa penderita TBC di
Indonesia khususnya di wilayah kerja Puskesmas Karangampel bisa
berkurang.
ii
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Kita semua sepakat bahwa penyakit TBC adalah penyakit yang dapat
ditanggulangi dengan mudah, dapat diobati hingga tuntas jika saja ada
kemauan penderita untuk melaksanakan pengobatan sesuai prosedur dan tentu
saja dukungan dari berbagai pihak agar penanggulangan penyakit ini bisa
terlaksana dengan sungguh-sungguh.
Meski demikian TBC masih merupakan salah satu penyebab kematian
tertinggi di dunia terlebih di Negara berkembang seperti Negara kita ini.
Penyebaran kuman TBC juga termasuk yang sangat mudah, apalagi jika
didukung oleh kondisi kesehatan lingkungan yang belum memadai, kebiasaan
hidup sehat yang belum terpenuhi, dan kondisi gizi masyarakat yang belum
baik.
Ini semua memerlukan kerja keras dari semua pihak, pemerintah telah
mencanangkan program pengobatan gratis bagi penderita BTA positif paru,
berbagai pendekatan telah diujicobakan, pelatihan dan pengkaderan bagi
penyelenggara pelayanan kesehatan pun telah dilakukan dalam upaya
menekan angka penyebaran TBC.
Peran Puskesmas sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan
masyarakat yang terdepan dan terdekat dengan masyarakat dituntut untuk
lebih pro aktif menjalankan fungsinya. Puskesmas sebagai institusi
diharapkan mampu menjaring para penderita TBC sehingga CDR yang
diharapkan tercapai yang berarti lebih banyak lagi penderita dengan BTA
positif dapat diobati, yang berarti pula angka penularan penyakit ini dapat
ditekan seminimal mungkin.
B. Rekomendasi
Puskesmas dapat menjalin kerjasama dengan berbagai pihak terkait
guna menyelesaikan permasalahan TBC di wilayah kerjanya, diantaranya
ii
dengan mengadakan hubungan lintas program dengan Promkes, melakukan
bina kemitraan dengan tenaga DPS lain sehingga tidak terjadi
miscommunications, melakukan pelayanan kunjungan rumah untuk
memberikan motivasi dan penyuluhan, penyediaan waktu khusus di
puskesmas seminggu sekali atau lebih untuk pasien TBC, pemberian
konseling secara rutin bagi penderita dan PMO, mengadakan evaluasi
bulanan terhadap pelaksanaan program.
Itulah beberapa hal yang dapat penulis rekomendasikan agar menjadi
acuan pelaksanaan penanggulangan penyakit TBC di Indonesia, khususnya
Puskesmas sebagai penyelenggara pelayan kesehatan masyarakat paling
dekat.
ii
Daftar Pustaka
ii
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
ABSTRAK
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar
Daftar Isi
Abstrak
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Masalah
C. PerumusanMasalah
D. Tujuan
E. Manfaat
BAB IV PEMBHASAN
A. Upaya Penanggulangan TBC paru-paru
di Puskesmas Karangampel .
B. Keberhasilan puskesmas Karangampel
Dalam Penanggulangan TBC paru-paru
Daftar Pustaka
ii