Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN

PENGAMBILAN DATA TUBERCULOSIS

MATA KULIAH : ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN


NAMA : WIRDAN TELAUMBANUA
NIM : 2203012
PRODI : S1 KESEHATAN MASYARAKAT
SEMESTER : 3 (TIGA)
A. LATAR BELAKANG
Tuberkulosis (TBC) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat
di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Penyakit ini
merupakan ancaman besar bagi pembangunan sumber daya manusia sehingga perlu
mendapatkan perhatian yang lebih serius dari semua pihak. Tuberkulosis adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang telah
menginfeksi sepertiga penduduk dunia.

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya TBC antara lain:
Kontak dengan Penderita TBC, Daya Tahan Tubuh yang Lemah, Kondisi Kesehatan
Umum: Penyakit kronis seperti diabetes, penyakit ginjal, atau kanker dapat melemahkan
sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko terkena TBC, Kondisi Lingkungan:
Faktor-faktor lingkungan, seperti kepadatan penduduk, sanitasi yang buruk, dan
kurangnya akses ke layanan kesehatan, dapat mempengaruhi penyebaran TBC, Umur,
Kurangnya Vaksinasi: Kurangnya vaksinasi BCG (Bacillus Calmette-Guérin), yang dapat
melindungi terhadap TBC, dapat meningkatkan risiko terjadinya TB paru, Kebiasaan
Hidup dan Gaya Hidup: Kebiasaan hidup seperti merokok, konsumsi alkohol berlebihan,
dan malnutrisi dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko
terkena TBC Sebagian besar kuman tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh yang lainnya.

Tuberkulosis (TBC) merupakan masalah Kesehatan utama di Indonesia, dengan


perkiraan 969.000 kasus dan 93.000 kematian per tahun. Indonesia menempati urutan
kedua di dunia setelah India dalam hal jumlah kasus tuberkulosis (TBC). Kasus TBC di
Indonesia tersebar di seluruh wilayah, namun sebagian besar kasus terjadi di provinsi-
provinsi di Pulau Jawa, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. . Dengan kata
lain, ada 354 orang per 100 ribu penduduk di Indonesia yang mengidap TBC. kasus TBC
di Indonesia bukannya berkurang setiap tahunnya, tapi justru mengalami peningkatan.
Peningkatan yang cukup signifikan terjadi pada tahun 2022 lalu.Tercatat, ada 443.235
kasus TBC di Indonesia pada 2021 lalu. Angka itu melonjak menjadi 717.941 kasus pada
tahun 2022. Kebanyakan dari mereka yang terpapar adalah pekerja atau buruh pabrik,
petani dan nelayan, pegawai BUMN, hingga pegawai negeri sipil (PNS). Yang tertinggi
itu di buruh, ada 54.887 kasus, disusul petani atau peternak atau nelayan sebanyak 51.941
kasus, wiraswasta 44.299 kasus, pegawai swasta atau BUMN/BUMD sebanyak 37.235
kasus dan PNS 4.778 kasus, Dari data terbaru Kemenkes, sebanyak 57.500 anak terkena
TBC per Maret 2023 ini (CNN Indonesia, 24/02/2023).
Terkhusus wilayah Sumatera berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS),
jumlah kasus tuberculosis (TBC) pada tahun 2022 mencapai 177.037 kasus. Jumlah ini
meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 164. 514 kasus. Provinsi dengan jumlah
kasus TBC tertinggi di Sumatera adalah Sumatera Utara yaitu, mencapai 83.969 kasus.
Disusul oleh Sumatera Selatan dengan 38.142 kasus, Lampung dengan 24.427 kasus, dan
Riau dengan 19.500 kasus.

Untuk kota Medan, berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Medan, hingga Juni
2023, terdapat 4.000 kasus tuberculosis (TBC) di Kota Medan. Jumlah ini meningkat dari
tahun sebelumnya, Dimana pada tahun 2022 terdapat 10.000 kasus tuberculosis. Dari
jumlah tersebut, 50% di antaranya adalah kasus tuberculosis paru, sedangkan sisanya
adalah tuberkulosis ekstra paru. Tingkat kesembuhan kasus tuberkulosis di Kota Medan
masih rendah, yaitu sekitar 70%. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti
kurangnya kesadaran Masyarakat akan pentingnya pengobatan tuberkulosis secara
lengkap, serta masih adanya stigma negative terhadap penyakit TBC. Untuk itu perlu
dilakukan survei data tentang TBC.

Besarnya dan luasnya permasalahan akibat TB mengharuskan kepada semua


pihak untuk dapat berkomitmen dan bekerja sama dalam melakukan penanggulangan
TBC. Kerugian yang diakibatkannya bukan hanya dari aspek kesehatan semata tetapi
juga dari aspek sosial ekonomi. Dengan kata lain TBC merupakan ancaman terhadap cita-
cita pembangunan dan dalam hal kesejahteraan rakyat secara menyeluruh.Pada tahun
1994, pemerintah Indonesia yang bekerja sama dengan WHO melaksanakan suatu
evaluasi bersama (WHO-Indonesia Joint Evaluation) yang menghasilkan rekomendasi
tentang perlunya segera dilakukan perubahan mendasar pada strategi penanggulangan
TB paru di Indonesia yang disebut sebagai “Strategi DOTS ( Directly Observed
Treatment-Shortcourse).“ Bank Dunia menyatakan strategi DOTS sebagai salah satu
intervensi kesehatan yang paling efektif. DOTS adalah strategi yang komrehensif untuk
digunakan oleh petugas kesehatan primer di seluruh dunia untuk mendeteksi dan
menyembuhkan pasien TB.Penanggulangan TB paru dengan DOTS dapat memberikan
angka kesembuhan yangtinggi dimana WHO menargetkan angka kesembuhan minimal
sebesar 81% dari penderita TB paru dengan BTA positif yang telah terdeteksi.

B. Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk Melatih pengidentifikasian gejala klinis umum
TBC, seperti batuk berkepanjangan, demam, penurunan berat badan, dan sesak napas.
Pelaporan dan Pemantauan Kasus yaitu pelaporan kasus TBC kepada otoritas kesehatan
terkait. Pembuatan laporan kasus yaitu pembuatan laporan kasus TBC. Praktikum ini juga
bertujuan untuk pengembangan keterampilan wawancara. Mengajarkan teknik
wawancara yang efektif untuk mendapatkan informasi dari individu terkait dengan
kemungkinan paparan atau infeksi TBC.
C. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah suatu penyakit kronik menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam
sehingga sering dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA). Sebagian besar kuman TB
sering ditemukan menginfeksi parenkim paru dan menyebabkan TB paru, namun bakteri
ini juga memiliki kemampuan menginfeksi organ tubuh lainnya (TB ekstra paru) seperti
pleura, kelenjar limfe, tulang, dan organ ekstra paru lainnya.

2. Penyebab Tuberkulosis

Tuberkulosis disebabkan oleh bakteri yang dapat menyebar dari orang ke orang
melalui droplet udara. Penularan ini bisa terjadi ketika seseorang dengan tuberkulosis
aktif dan tidak ditangani batuk atau bersin, dan juga saat orang tersebut tertawa,
meludah, menyanyi, dan sebagainya. Setiap orang bisa terinfeksi oleh tuberkulosis.
Namun ada beberapa faktor risiko yang bisa meningkatkan peluang penularan, seperti:

a) Sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti pada orang dengan HIV/AIDS, diabetes,
jenis kanker tertentu, pengobatan kanker seperti kemoterapi, gizi buruk, dan lain-lain.
b) Penggunaan narkoba ilegal.
c) Penggunaan tembakau.
d) Akses kesehatan yang kurang.
e) Tinggal di tempat dengan tingkat kepadatan tinggi atau ventilasi kurang.
f) Perjalanan ke tempat dengan tingkat kejadian tuberkulosis tinggi.

3. Gejala Tuberkulosis

Gejala utamanya adalah batuk terus-menerus (berdahak maupun tidak berdahak).


Gejala lainnya adalah demam dan meriang dalam jangka waktu yang panjang; sesak
nafas dan nyeri dada; berat badan menurun; ketika batuk terkadang dahak bercampur
darah; nafsu makan menurun; dan, berkeringat di malam hari meski tanpa melakukan
kegiatan.

4. Cara Penularan Tuberkulosis

Penularan atau infeksi terjadi saat kuman TB yang berada dan bertebaran di udara
terhirup oleh orang lain. Saat penderita TB batuk atau bersin tanpa menutup mulut,
bakteri akan tersebar ke udara dalam bentuk percikan dahak atau droplet. Sekali batuk
dapat mengeluarkan 3000 percikan dahak yang mengandung sampai 3500 kuman M.
tuberculosis.Sedangkan sekali bersin mengeluarkan 4500 - 1 juta kuman M. tuberculosis.
Bakteri masuk ke saluran pernapasan menuju paru-paru dan dapat menyebar ke bagian
tubuh lainnya. Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi 6-14 minggu setelah infeksi. Lesi
umumnya sembuh total namun kuman dapat tetap hidup dalam lesi tersebut dalam
keadaan dormant dan suatu saat dapat aktif kembali tergantung pada daya tahan tubuh.

5. Patofisiologi

Tempat masuk kuman Mycobacterium Tuberculosis adalah saluran pernafasan,


saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis (TBC)
terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman
basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.

Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas dengan


melakukan reaksi inflamasi bakteri dipindahkan melalui jalan nafas, basil tuberkel yang
mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari
satu sampai tiga basil, gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung
dan cabang besar bronkhus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam
ruang alveolus, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak
membunuh organisme tersebut. Setelah hari-hari pertama leukosit diganti oleh makrofag.
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala Pneumonia akut.

Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa
yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau
berkembangbiak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke
kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang
dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini membutuhkan waktu 10 – 20 hari.

Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti
keju, isi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Bagian ini disebut dengan lesi primer.
Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang
terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan
granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan
membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.

Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Ghon dan gabungan terserangnya


kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Respon lain
yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas
kedalam bronchus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari
dinding kavitas akan masuk kedalam percabangan trakheobronkial. Proses ini dapat
terulang kembali di bagian lain di paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring,
telinga tengah, atau usus. Lesi primer menjadi rongga-rongga serta jaringan nekrotik
yang sesudah mencair keluar bersama batuk. Bila lesi ini sampai menembus pleura maka
akan terjadi efusi pleura tuberkulosa.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkhus dapat menyempit dan
tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan
perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung
sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul
yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau
membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang
lolos melalui kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang
kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini
dikenal sebagai penyebaran limfo hematogen, yang biasanya sembuh sendiri.

Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya


menyebabkan Tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh
darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-
organ tubuh. Komplikasi yang dapat timbul akibat Tuberkulosis terjadi pada sistem
pernafasan dan di luar sistem pernafasan. Pada sistem pernafasan antara lain
menimbulkan pneumothoraks, efusi pleural, dan gagal nafas, sedang diluar sistem
pernafasan menimbulkan Tuberkulosis usus, Meningitis serosa, dan Tuberkulosis milier
(Kowalak, 2011).

6. Pengobatan Tuberkulosis
Pengobatan untuk tuberkulosis biasanya memerlukan konsumsi antibiotik dalam
jangka waktu yang lama, biasanya selama enam bulan atau lebih. Beberapa obat yang
biasanya digunakan dalam pengobatan tuberkulosis meliputi:
a) Isoniazid
b) Rifampin (Rifadin, Rimactane)
c) Ethambutol (Myambutol)
d) Pyrazinamide
Untuk memastikan bakteri telah sepenuhnya hilang, penting untuk mengambil semua
obat yang diresepkan dan untuk tidak berhenti minum obat lebih awal meski gejala telah
membaik. Jika pengobatan tidak diikuti dengan benar, bakteri tuberkulosis bisa menjadi
resisten terhadap obat, sehingga pengobatan menjadi lebih sulit.
7. Pencegahan Tuberkulosis

Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah tuberkulosis:


a) Vaksinasi: Vaksin BCG (Bacille Calmette-Guerin) biasanya diberikan kepada anak-anak
di negara-negara dengan tingkat kejadian TB tinggi. Vaksin ini tidak selalu efektif dalam
mencegah TB, namun bisa melindungi anak-anak dari bentuk TB yang parah.
b) Pencegahan penyebaran: Jika Anda menderita TB, Anda dapat mencegah penyebarannya
dengan memakai masker saat berada di antara orang lain selama tahap awal pengobatan,
serta menjaga lingkungan sekitar bersih dan terlindung dari penularan.
c) Tes tuberkulosis rutin: Jika Anda berada di risiko tinggi terkena TB (misalnya, karena
pekerjaan atau kondisi kesehatan tertentu), melakukan tes tuberkulosis secara rutin dapat
membantu mendeteksi penyakit ini lebih awal.

D. Metode Praktikum
A. Metode
Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara langsung.

B. Waktu dan Tempat


Hari/tanggal : Selasa, 11 Desember 2023
Pukul : 11.00 WIB

C. Tempat :
Rumah pasien, Jln. Asoka I GG fahmi LK IV

D. Alat dan Bahan


Pulpen, kuesioner, masker dan handscoon.

Gambar 1. Kuesioner pengambilan data


E. HASIL PRAKTIKUM
Kegiatan praktikum pengambilan data pasien TBC dan investigasi kontak dilakukan
dengan data yang di peroleh dari Puskesmas Padang Bulan. Data pasien yang diambil ada 1
orang, dan masing juga dilakukan investigasi kontak dengan keluarga atau orang yang serumah
dengan pasien. Berikut adalah data pasien TB yang diperoleh.

Hasil Mela
Hasil Skrining pemeriksaa kuka
N Nama Alamat Um L/P
Nik n n
ur Batuk Sesak Berkeri Demam fasya Sak Tidak peng
O napas ngat di dan nkes it TBC obat
malam meriang TB an
hari C
1 Sabar Jln. 1271 61 L   -  Puske  
sitangga Asoka I 2105 smas
ng GG 0620 padan
fahmi 0007 g
LK IV bulan

Dari data di atas, pasien (Sabar sitanggang), berdasarkan data yang diperoleh dari
Puskesmas Padang Bulan, telah melakukan pemeriksaaan di Puskesmas Padang Bulan pada 31
Juli 2023. Pasien saat ini sedang menjalani proses pengobatan, dengan keluhan pasien adalah
sesak sejak 2 bulan yang lalu, batuk berdahak selama lebih 1 bulan juga disertai oyong dan juga
demam. Saat dinyatakan mengidap penyakit TBC keluarga pasien juga melakukan pemeriksaan
sputum dan ternyata tidak tertular TBC. Usia yang hampir mendekati lansia dan kebiasaan pasien
yang merokok menjadi faktor utama penyebab penyakit Tuberculosis pada pasien.
Gambar 1. Kuesioner data investigasi kontak pasien Sangkot
DAFTAR PUSTAKA
https://tbindonesia.or.id/wp-content/uploads/2021/06/UMUM_PNPK_revisi.pdf
https://www.scribd.com/doc/162995042/133192422-TB-paru
https://ayosehat.kemkes.go.id/topik-penyakit/infeksi-pernapasan--tb/tuberkulosis-
sensitif-obat#
https://ayosehat.kemkes.go.id/topik-penyakit/infeksi-pernapasan--tb/tuberkulosis#

Anda mungkin juga menyukai