DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
FAKULTAS KESEHATAN
2023/2024
BAB 1
PENDAHULUAN
Tuberculosis (TBC) adalah salah satu penyakit menular yang dapat menginfeksi semua
kalangan mulai dari bayi, anak-anak, remaja sampai lansia dan menimbulkan kesakitan dan
kematian lebih dari 1 juta orang setiap tahun. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri patogen
yang disebut Mycobacterium tuberculosis (MTB) (Yanti B, et al., 2019). Pada kebanyakan
orang, TB menginfeksi paru, namun dapat juga ditemukan pada hampir semua organ tubuh
seperti otak, tulang belakang, dan ginjal. Indonesia negara nomor tiga dengan angka kejadian
TBC paling tinggi di dunia, pada tahun 2017 ditemukan sekitar 420.994 kejadian TBC
dengan laki laki tiga kali lebih banyak dibanding perempuan (Depkes RI. .,2018).
Tuberkulosis menjadi penyebab utama kematian di antara semua penyakit menular lainnya di
dunia dan WHO melaporkan bahwa pada tahun 2010 terdapat 1,1 juta kematian karena TBC
(WHO., 2018) (Amin M, et al., 2017). Di Indonesia, provinsi Aceh berada pada urutan nomor
delapan dengan angka prevalensi penyakit TBC paling tinggi sekitar 0.49%, didapatkan 8.145
kasus baru pada tahun 2018 dan angka ini terus meningkat jumlahnya pada tahun 2015. Di
Kota Banda Aceh ditemukan 4.023 kasus baru pada tahun 2015 dan angka ini terus
bertambah sehingga kota Banda Aceh menjadi kota nomor satu paling tinggi angka kejadian
penyakit TBC di Provinsi Aceh (Kemenkes RI., 2018).
Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit infeksi pada saluran pernafasan yang disebabkan
oleh bakteri. Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit menular yang masih menjadi perhatian
dunia, hingga saat ini belum ada satu negara pun yang bebas dari TBC termasuk Indonesia.
Di Indonesia, angka kematian akibat kuman mycrobacterium tuberculosis ini pun cukup
tinggi sehingga pemerintah menyarankan untuk memberikan vaksin BCG sebanyak 1 kali
ketika bayi berusia 2 bulan. Selain itu, pencegahan juga dapat dilakukan dengan
memperhatikan kebersihan rumah, tidak membiasakan diri meludah di sembarang tempat dan
segera periksa jika ditemukan tanda-tanda TBC. Pada penelitian ini, model matematika yang
digunakan untuk penyebaran TBC adalah bertipe SEI yaitu S untuk individu susceptible
(individu yang sehat tetapi rentan tertular penyakit), E untuk individu latenly-infected
(individu-individu pengidap penyakit tetapi belum menularkan penyakit) dan I untuk individu
actively-infected (individu-individu pengidap penyakit dan dapat menularkan penyakit).
Kemudian dilakukan simulasi dengan menggunakan bahasa pemrograman matlab untuk
mengetahui sejauh mana pengaruh vaksinasi terhadap penyebaran penyakit TBC. Hasil yang
diperoleh memperlihatkan bahwa pemberian vaksinasi pada individu susceptible memberikan
pengaruh terhadap penyebaran penyakit TBC, yaitu hampir tidak ada penyebaran penyakit
TBC apabila individu susceptible diberikan vaksinasi sesuai dengan dosis dan penyebaran
penyakit TBC terlihat sangat tinggi apabila tidak diberikan vaksinasi untuk individu
susceptible.
TUJUAN
Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh
bakteri mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar TBC menyerang paru-paru tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lain. Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada
tanggal 24 Maret 1882. Gejala-gejala penderita TBC diantaranya batuk-batuk, sakit dada,
nafas pendek, hilang nafsu makan, berat badan turun, demam, kedinginan, dan kelelahan.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2007, Penderita TBC di
Indonesia sekitar 528 ribu atau berada pada posisi ketiga di dunia setelah India dan Cina .
TBC menyebar lebih cepat di negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan oleh lingkungan
yang tidak sehat, semakin meningkatnya gizi buruk disebagian negara berkembang serta
munculnya epidemik HIV/AIDS di dunia. Lebih cepatnya penyebaran TBC juga
mengakibatkan cukup tingginya jumlah individu latenly-infected (individuindividu pengidap
penyakit tetapi belum menularkan penyakit) dan jumlah individu actively-infected
(individuindividu pengidap penyakit dan dapat menularkan penyakit).
Sumber penyebaran adalah individu activelyinfected (penderita TBC aktif). Pada waktu
batuk atau bersin, penderita ini menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan
dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama
beberapa jam. Seseorang dapat terinfeksi jika droplet tersebut terhirup ke dalam saluran
pernafasan. Setelah kuman TBC masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman
TBC tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya yaitu melalui sistem
peredaran darah,sistem saluran limfe, saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagian-
bagian tubuh lainnya. Daya penularan atau penyebaran dari seorang penderita TBC aktif
ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan paru-paru penderita. Makin tinggi
derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin tinggi tingkat penularan penderita tersebut.
Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut
dianggap tidak menular, kemungkinan seseorang terinfeksi TBC.
Tanda dan gejala yang sering terjadi pada Tuberkulosis adalah batuk yang tidak spesifik
tetapi progresif. Penyakit Tuberkulosis paru biasanya tidak tampak adanya tanda dan gejala
yang khas. Biasanya keluhan yang muncul adalah :
1. Demam terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari.
2. Batuk, terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang / mengeluarkan
produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulent (menghasilkan sputum).
3. Sesak nafas, terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru.
4. Nyeri dada. Nyeri dada ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke
pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
5. Malaise ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan
keringat di waktu di malam hari.
DOTS yang bila ditulis dalam huruf kecil, “dots”, dan kemudian dibalik 180 derajat
membacanya, akan terbaca sebagai “stop”. Maksudnya stop tuberkulosis. DOTS (Directly
Observed Treatment, Short-course) adalah pengawasan langsung pengobatan jangka pendek,
yang bila dijabarkan pengertian DOTS dapat dimulai dengan keharusan setiap pengelolaan
program tuberkulosis untuk direct attention dalam usaha menemukan penderita dengan kata
lain mendeteksi kasus dengan pemeriksaan mikroskop. Kemudian setiap penderita harus di
observed dalam memakan obatnya, setiap obat yang ditelan penderita harus di depan seorang
pengawas menelan obat (PMO). Selain itu tentunya penderita harus menerima treatment yang
tertata dalam sistem pengelolaan, distribusi dengan penyediaan obat yang cukup. Kemudian,
setiap penderita harus mendapat obat yang baik, artinya pengobatan short course standard
yang telah terbukti ampuh secara klinis. Akhirnya, harus ada dukungan dari pemerintah yang
membuat program penanggulangan tuberkulosis mendapat prioritas yang tinggi dalam
pelayanan kesehatan.
Terdapat enam macam obat esensial yang telah dipakai sebagai berikut : Isoniazid (H), para-
aminosalicylic acid (PAS), Streptomisin (S), Etambutol (E), Rifampisin (R) dan Pirazinamid
(P). Faktor-faktor risiko yang sudah diketahui menyebabkan tingginya prevalensi TBC di
Indonesia antara lain : kurangnya gizi, kemiskinan dan sanitasi yang buruk (Sudoyo, 2010).
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut :
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,dalam jumlah cukup dan
dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi).
Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat
dianjurkan.
c. Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan.
a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
b. Pengobatan tahap intensif tersebut apabila diberikan secara tepat, biasanya pasien
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
c. Sebagian besar pasien TBC BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.
2) Tahap lanjutan
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu
yang lebih lama.
b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan. (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan,
2014).
2) Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap bayi harus
diberikan vaksinasi BCG (Bacillus Calmete Guerin).
3) Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TBC yang
antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.
5) Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga keberhasilan yang ketat, perlu perhatian
khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, tempat tidur, pakaian) ventilasi rumah dan
sinar matahari yang cukup.
8) Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat obat–obat
kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter di minum dengan tekun dan teratur, waktu
yang lama (6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, dengan
pemeriksaaan penyelidikan oleh dokter.
b. Tindakan pencegahan
1) Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit, seperti kepadatan
hunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan.
4) BCG, vaksinasi diberikan pertama-tama kepada bayi dengan perlindungan bagi ibunya
dan keluarganya. Diulang 5 tahun kemudian pada 12 tahun ditingkat tersebut berupa
tempat pencegahan.
5) Memberantas penyakit TBC pada pemerah air susu dan tukang potong sapi dan
pasteurisasi air susu sapi.
6) Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karena menghirup udara yang tercemar
debu para pekerja tambang, pekerja semen dan sebagainya.
8) Pemeriksaan screening dengan tuberculin test pada kelompok beresiko tinggi, seperti
para emigrant, orang–orang kontak dengan penderita, petugas dirumah sakit,
petugas/guru disekolah, petugas foto rontgen.
9) Pemeriksaan foto rontgen pada orang–orang yang positif dari hasil pemeriksaan
tuberculintes (Hiswani, 2004).
KESIMPULAN
Pengetahuan dan pemahaman terkait penyakit TBC dan tindakan pencegahan penyakit
menular sangat perlu disosialisasikan meskipun sekarang Indonesia sedang menghadapi
pandemi penyakit menular lainnya. Masyarakat terutama remaja ataupun di lingkungan
sangat membutuhkan edukasi tentang Penyakit TBC dan Tindakan pencegahan yang harus
dilakukan agar penularan penyakit dapat dikendalikan.
DAFTAR PUSTAKA
Rafflesia, Ulfasari. “Model Penyebaran Penyakit Tuberculosis (TBC)”. Jurnal Gradien 10,
no.2 (2014) : 983-984.
Yanti, Budi. “Penyuluhan Pencegahan Penyakit Tuberculosis (TBC) Era New Normal”.
Jurnal Pengabdian Masyarakat 4, no.1 (2021) : 326.
Zainita, AP. 2019. Tuberculosis Paru. Diakses pada 30 April 2023 dari
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1362/4/BAB%20II.
Raharjo, Bambang Budi dan Isna Lutfiyatul Raizah. 2019. Penanggulangan Tuberculosis
Paru dengan Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short Course). Diakses
pada 30 April 2023 dari
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia/article/view/26951/14026.