GETUX MANISS
(Gerakan DeTeksi Tb Anak dan Test Mantoux Mencegah Anak Sakit TB dan
Stunting)
DINAS KESEHATAN
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis atau TBC adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium Tuberculosis. Sebagian kuman TB tidak hanya menyerang paru-paru, tetapi
dapat menyerang berbagai organ dan jaringan tubuh lainnya. Penularan dapat terjadi ketika
penderita TB batuk, bersin, berbicara, atau meludah, mereka memercikkan kuman TB atau
bacillia ke udara. Setelah kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman
TB tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah,
sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.
Pada tahun 2020, diperkirakan 10 juta orang menderita TB di seluruh dunia. 5,6 juta laki-laki,
3,3 juta perempuan, dan 1,1 juta anak-anak..
Pada tahun 2020, 86% kasus TB baru terjadi di 30 negara dengan beban TB yang tinggi. Delapan
negara menyumbangkan dua pertiga kasus TB baru: India, Tiongkok, Indonesia, Filipina,
Pakistan, Nigeria, Bangladesh, dan Afrika Selatan
Setiap hari, 200 anak meninggal karena TBC. Padahal, TBC adalah penyakit yang dapat dicegah
dan dapat diobati. Sekitar setengah juta anak di dunia jatuh sakit karena TBC setiap tahun dan
berjuang dengan obat-obatan antituberkulosis di mana obat-obatan tersebut tidak bersahabat
dengan anak-anak. Berdasarkan data dari Kemenkes RI, per Oktober 2021, ada sekitar 33.366
total kasus TB anak yang terjadi di Indonesia, di mana 20.390 kasus TB anak dialami oleh anak
usia 0-4 tahun, dan 16.143 lainnya dialami oleh anak usia 5-14 tahun. TBC pada anak seringkali
terlewatkan untuk didiagnosis karena gejalanya tidak seperti orang dewasa yang batuk selama 2
minggu. Pada anak-anak, gejalanya tidak spesifik. Hal inilah yang menjadikan TBC pada anak
suatu epidemik, yaitu di mana jumlah yang tercatat tidak sebanyak kenyataan yang terjadi di
kehidupan realita. Kendala utama dalam tatalaksana TB pada anak adalah penegakan diagnosis.
Kesulitan menemukan kuman penyebab pada TB anak menyebabkan penegakan diagnosis TB
pada anak memerlukan kombinasi dari gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang yang relevan
Sulitnya diagnosis TB pada anak serta akses pemeriksaan penunjang tb yang terbatas, membuat
kasus tb anak di dunia khususnya di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Bintang Sering
Underdiagnosis. Selama ini puskesmas Tanjung Bintang hanya mendapatkan laporan kasus TB
anak yang dikirim balik oleh rumah sakit untuk melanjutkan pengobatan di FKTP. Selain itu,
Jarak tempuh ke FKTL yang cukup jauh juga menjadi kendala dalam merujuk pasien untuk
melakukan pemeriksaan penunjang berupa test mantoux dan rontgen thorax. Maka, untuk
mencegah stunting serta meningkatkan angka CNR TB terutama pada anak, TIM UKP
Puskesmas Tanjung Bintang Mengajukan Inovasi “ GeTux MAniSS” Gerakan DeTeksi Tb Anak
dan Test Mantoux Mencegah Anak Sakit TB dan Stunting.
Tujuan
1. Tujuan Umum
Sebagai salah satu solusi dalam rangka Eliminasi kasus TB di Indonesia di tahun 2050.
2. Tujuan Khusus
a. Dengan adanya GeTux ManiSS diharapkan dapat memudahkan tenaga kesehatan
dalam mendiagnosis kasus TB pada anak serta penanganan secara dini sesuai standar
pengobatan yang ada.
b. Meningkatkan Capaian CNR TB terutama pada anak .
c. Menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB pada anak.
d. Mencegah Stunting yang merupakan salah satu komplikasi dari TB pada anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Epidemologi
Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada awal infeksi, akan
membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus dapat terganggu. Obstruksi
parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi disegmen distal paru
melalui mekanisme ventil (ball valve mecanism). Obstruksi total dapat menyebabkan
atelektasisi. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis pengkijuan dapat merusak dan
menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk
fistula. Masa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan
gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-
konsolidasi (Kemenkes RI, 2016). Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler
dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen kuman menyebar
ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, atau berlanjut menyebar secara
limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen langsung, Yaitu kuman masuk ke
dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh.Adanya penyebaran hematogen inilah yang
menyebabkan TB diseut penyakit sistemik (Kemenkes RI, 2016). Penyebaran hemotogen yang
paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik, tersamar (Occult
hematogenic spead) Melalui cara ini kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi
sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai beberapa
organ yang mempunyai vaskularisasi baik, paling sering di apeks paru,limpa,dan kelenjar limfe
superfisialis. Selain itu dapat juga bersarang di organ lain seperti otak , hati, tulang, ginjal, dan
lain-lain. Pada umumnya kuman disarang tersebut tetep hidup, tetapi tidak aktif (tenang),
demikian pula dengan proses patologiknya. Sarang di apeks paru diseut dengan fokus simon,
yang dikemudian hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB apeks paru saat dewasa
(Werdhani, 2013). Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (Acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini sejumlah besar
kuman TB masuk dan beredar di dalam darah dan menuju keseluruh tubuh. Hal ini dapat
menyebabkan timbulnya manifestasi klinik penyakit TB secara akut, yang disebut TB desminata.
Tuberkolosis disminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi.Timbulnya
penyakit tergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi
berulangnya penyebaran .Tuberkolosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun
pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada anak dibawah lima tahun (balita)
terutama dibawah dua tahun (Werdhani, 2013). Bentuk penyebaran yang jarang terjafi adalah
Protracted hematogenic spread.Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijauan
didinding vaskuler pecah dan menyebar ke seluruh tubuh, sehngga sejumlah besar kuman TB
akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak
dapat di bedakan dengan acute generalized hematogenic spread (Kemenkes RI, 2016).
1. Gejala tuberkulosis pada anak Gejala klinis TB pada anak dapat berupa gejala
sistemik/umum atau sesuai organ terkait. Gejala TB bersifat khas, yaitu menetap( lebih
dari 2 minggu) walau sudah diberi terapi yang ade kuat misalnya antibiotik atau anti
malaria untuk demam, antibiotik atau obat asma untuk batuk lama, dan pemberian nutrisi
yang ade kuat untuk masalah berat badan (Kemenkes RI, 2016).
Gejala sistemik umum
a. Berat badan turun atau tidak naik dalam dua bulan sebelumnya ataunterjadi gagal
tumbuh (failure to thrive) meskipun telah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik dalam
waktu 1-2 bulan. b. Demam lama lebih dari dua minggu dan atau berulang tanpa sebab
yang jelas ( bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria dan lain-lain), Demam
umumnya tidak tinggi keringat malam saja bukan merupakan gejala sepesifik TB pada
anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala umum lain.
c. Batuk lama kurang lebih dua minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda
atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat
disingkirkan. Batuk tidak membaik dengan pemberian antibiotik atau obat asma ( sesuai
indikasi).
d. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain. Gejala-gejala tersebut menetap walau
sudah diberikan terapi yang adekuat.
b. Pemeriksaan penunjang
1) Uji tuberkulin
2) Foto toraks
3) Pemeriksaan hipospatologi (PA)
c. Alur diagnosis TB pada anak Secara umum penegakan diagnosis TB pada anak bisa
melalui 4 cara, yaitu:
1) Konfirmasi bakteriologi TB
2) Gejala klinik khas TB
3) Bukti infeksi TB (hasil uji tuberkulinpositif atau kontak erat dengan pasien TB)
4) Gambaran foto toraks sugestif TB.
1) Kontak dengan pasien TB BTA positif diberi skor 3 bila ada bukti tertulis hasil
laboratorium BTA dari sumber penularan yang bisa diperoleh dari TB 01 atau dari hasil
laboratorium.
Penjelasan:
2. Observasi persistensi gejala selama 2 minggu dilakukan jika anak bergejala namun tidak
ditemukan cukup bukti adanya penyakit TB. Jika gejala menetap, maka anak dirujuk untuk
pemeriksaan lebih lengkap. Pada kondisi tertentu di mana rujukan tidak memungkinkan, dapat
dilakukan penilaian klinis untuk menentukan diagnosis TB anak.
3. Berkontak dengan pasien TB paru dewasa adalah kontak serumah ataupun kontak erat,
misalnya di sekolah, pengasuh, tempat bermain, dan sebagainya.
4. Pada anak yang pada evaluasi bulan ke-2 tidak menunjukkan perbaikan klinis sebaiknya
diperiksa lebih lanjut adanya kemungkinan faktor penyebab lain misalnya kesalahan diagnosis,
adanya penyakit penyerta, gizi buruk, TB resistan obat maupun masalah dengan kepatuhan
berobat dari pasien. Apabila fasilitas tidak memungkinkan, pasien dirujuk ke RS. Yang
dimaksud dengan perbaikan klinis adalah perbaikan gejala awal yang ditemukan pada anak
tersebut pada saat diagnosis.
Catatan
• Anak dengan pembesaran kelenjar leher tidak selalu menderita TB Anak. Pertimbangkan
kemungkinan diagnosis yang lain misalnya infeksi leher, amandel, dan keganasan. Pembesaran
kelenjar leher yang mendukung gejala TB Anak bersifat tidak nyeri, multiple, diameter lebih dari
1 cm.
• Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan fasilitas terbatas (misalnya tidak terdapat Uji Tuberkulin,
foto thorax) diperbolehkan untuk mendiagnosis menggunakan Sistem Skoring, apabila terdapat
keraguan maka dokter agar merujuk pasien ke fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan
(FKTRTL) seperti RS, BKPM, BBKPM.
Tatalaksana mendiagnosis TB anak terdiri atas terapi (pengobatan) dan profilaksis (pengobatan
pencegahan). Pengobatan TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan pengobatan
pencegahan TB diberikan pada anak sehat yang berkontak dengan pasien TB (profilaksis primer)
atau anak yang terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis sekunder). Prinsip pengobatan anak
sama dengan TB dewasa, dengan tujuan utama pemberian obat anti TB sebagai berikut:
Keterangan:
R: Rifampisin:
H: Isoniasid;
Z; pirasinamid.
a) Bayi dibawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam bentuk KDT dan
sebaiknya dirujuk ke RS
b) Apabila kenaikan BB maka dosis atau jumlah tablet yang diberikan disesuaikan
dengan berat badan saat itu
c) Untuk anak dengan obesitas, dosis KDT berdasarkan berat, OAT KDT harus diberikan
secara utuh.
d) Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum atau dimasukkan air
dalam sendok (dispersable).
e) Obat diberikan pada saat perut kosong, dosis INH tidak boleh melebihi 10
mg/kgBB/hari.
f) Bila INH dikombinasi dengan rifampisin, dosis INH tidak boleh melebihi 10
mg/kgBB/hari.
g) Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak boleh
digerus bersama dan dicampur dalam satu puyer
BAB III
SASARAN DAN METODE KEGIATAN
1. Sasaran
Sasaran pada kegiatan ini adalah
a. Anak dengan gejala klinis mengarah ke TB (demam > 2 minggu dan
berulang,penurunan nafsu makan,bb tidak naik atau sukar naik atau turun,terlihat
lemah,letih,terdapat pembesaran kelenjar getah bening .
b. Anak dengan riwayat kontak erat penderita tb aktif
c. Anak dengan HIV positif
d. Anak dengan BB faltering ,Gizi Kurang,Gizi Buruk dan Stunting
2. Metode
a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik termasuk pengukuran antropometri dan status
gizi
b. Mantoux Test
c. Scoring dan Interpretasi
3. Waktu Kegiatan
Kegiatan inovasi direncanakan terlaksana pada bulan januari 2023
4. Anggaran
Anggaran yang digunakan untuk pelaksanaan inovasi ini menggunakan dana JKN
Puskemas Tanjung Bintang dan dukungan bahan baku tes tuberkulin dari Dinas
Kesehatan.
BAB IV
RENCANA AKSI
Kegiatan Inovasi GeTux ManiSS merupakan kegiatan Secondary Prevention yang nantinya
diharapkan dapat mengatasi masalah Underdiagnosis TB pada anak di wilayah kerja Puskesmas
Rawat Inap Tanjung Bintang. Dengan melakukan deteksi dini terhadap TB pada anak,
diharapkan keberhasilan pengobatan meningkat dan penularan TB menurun sehingga tercapainya
eradikasi TB di tahun 2050 serta secara tidak langsung membantu mengurangi kejadian Stunting
di Wilayah Kerja Puskemas Tanjung Bintang.
PENUTUP
Demikian proposal inisiatif inovasi “ GeTux MAniSS” Gerakan DeTeksi Tb Anak dan Test
Mantoux Mencegah Anak Sakit TB dan Stunting pada UPTD Puskemas Rawat Inap Tanjung
Bintang disusun untuk dapat ditelaah lebih lanjut dan diujicobakan serta diimplementasikan di
Kabupaten Lampung Selatan. Harapan dari program inovasi ini dapat mendeteksi kasus tb pada
anak sehingga dapat diobati yang pada ahirnya dapat mengurangi kasus TB dan Stunting di
Kabupaten Lampung Selatan.