Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan komunitas adalah pelayanan keperawatan professional yang
ditujukan pada masyarakat dengan penekanan kelompok risiko tinggi dalam upaya
pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemeliharaan rehabilitasi dengan menjamin keterjangkauan
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan keperawatan ( CHN,1977 cit R.
Fallen & R Budi Dwi K, 2010). Di Indonesia dikenal dengan sebutan perawatan
kesehatan masyarakat (PERKESMAS) yang dimulai sejak permulaan konsep
Puskesmas diperkenalkan sebagai institusi pelayanan kesehatan professional
terdepan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara
komprehensif.
Keperawatan sebagai bentuk komphrensif melakukan penekanan tujuan untuk
menekan stressor atau meningkatkan kemampuan komunitas mengatasi stressor
melalui pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Peningkatan kesehatan berupa
pencegahan penyakit ini bisa melalui pelayanan keperawatan langsung dan
perhatian langsung terhadap seluruh masyarakat dengan mempertimbangkan
bagaimana masalah kesehatan masyarakat mempengaruhi kesehatan individu,
keluarga dan kelompok. Peningkatan peran serta masyarakat dalam bidang
kesehatan merupakan suatu proses dalam upaya meningkatkan kesehatan.

Asuhan keperawatan komunitas dilakukan dengan pendekatan proses


keperawatan. Penerapan dari proses perawatan bervariasi pada setiap situasi,
tetapi prosesnya memiliki kesamaan. Dalam melaksanakan keperawatan
kesehatan masyarakat, seorang perawat kesehatan komunitas harus mampu
memberi perhatian terhadap elemen-elemen tersebut yang akan tampak pada
rangkaian kegiatan dalam proses keperawatan yang berjalan berkesinambungan

1
secara dinamis dalam suatu siklus melalui tahap pengkajian, analisa data,
diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. (R. Fallen & R
Budi Dwi K, 2010).
Pelaksanaan asuhan keperawatan komunitas yang dilakukan menggunakan empat
pendekatan yaitu pendekatan individu, pendekatan keluarga, kelompok dan
masyarakat. Transisi epidemiologis, yang di tandai dengan semakin
berkembangnya penyakit degeneratif dan penyakit tertentu yang belum dapat
diatasi sepenuhnya (seperti TBC, DHF dan malaria); hal ini merupakan sebagian
tantangan kesehatan di masa depan. Tantangan lainnya yang harus ditanggulangi
antara lain adalah meningkatnya masalah kesehatan kerja, kesehatan lingkungan,
masalah obat- obatan; dan perubahan dalam bidang ekonomi, kependudukan,
pendidikan, sosial budaya; dan dampak globalisasi yang akan memberikan
pergaruh terhadap perkembangan keadaan kesehatan masyarakat.

Salah satu penyakit menular yang ada adalah penyakit yang disebabkan oleh
bakteri Mycrobacterium tuberculosis (TB), sebagian besar TB umumnya
menyerang paru-paru namun juga dapat menyerang organ lainnya. Bakteri ini
berbentuk batang dan bersifat tahan asam, sehingga dikenal dengan Basil Tahan
Asam (BTA). Penyakit ini dapat menyerang pada semua orang, baik anak-anak
maunpun orang dewasa. Penyakit ini sangat mudah ditularkan pada orang lain,
bakteri Microbacterium tuberculosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui
udara pernapasan kedalam paru, kemudian bakteri tersebut dapat menyebar dari
paru-paru ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah, sistem saluran limfe,
saluran napas (bronkus) atau menyerang langsung ke bagian tubuh lainnya.

TB Paru merupakan bentuk yang paling sering dijumpai yaitu sekitar 80% dari
semua penderita. TB yang menyerang jaringan paru ini merupakan satu-satunya
bentuk dari TB yang dapat menular. TB merupakan salah satu masalah kesehatan
penting di Indonesia. Selain itu, Indonesia menduduki peringkat ke-3 negara
dengan jumlah penderita TB terbanyak di dunia setelah India dan China. Jumlah
pasien TB di Indonesia adalah sekitar 5,8 % dari total jumlah pasien TB dunia.

2
Daya penularan dari seorang penderita TB ditentukan oleh banyaknya kuman
yang terdapat dalam paru penderita. Persebaran dari kuman-kuman tersebut dalam
udara serta yang dikeluarkan bersama dahak berupa droplet dan berada diudara
disekitar penderita TB. Untuk membatasi terjadinya penyakit TB paru pemerintah
mengupayakan strategi untuk menanggulanginya seperti dengan mencanangkan
program DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) yang mana fokus
utama dari program ini adalah penemuan dan penyembuhan pasien, dengan
prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular.
Oleh karena itu, demi tercapainya program tersebut perlu adanya upaya untuk
menambahkan pengetahuan pada masyarakat mengenai pemahaman anatomi
sistem respirasi yang terkait erat dengan penyakit TB paru, pengertian tentang,
etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pathway, pemeriksaan penunjang,
komplikasi, dan penatalaksanaan (medis, keperawatan, diet) serta asuhan
keperawatan bagi penderita TB paru

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan dan proses pengkajian komunitas
dengan masalah TB Paru
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi TB paru
2. Untuk mengetahui Etiologi TB Paru
3. Untuk mengetahui klasifikasi TB pru
4. Untuk mengetahui Patofisiologi TB paru
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala TB paru
6. Untuk mengetahui cara penularan Tb Paru
7. Untuk mengetahui Penegakan Diagnostik
8. Untuk mengetahui Pengobatan TB Paru
9. Untuk mengetahui Komplikasi TB Paru
10. Untuk mengetahui Pencegahan TB Paru
11. Untuk mengetahui Prognosis TB Paru

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TBC (Depkes RI, 2002). Definisi lain menyebutkan bahwa Tuberkulosis
paru adalah suatu penyakit infeksi menahun yang menular yang disebabkan oleh
mybacterium tuberculosis (Depkes RI, 1998). Kuman tersebut biasanya masuk ke
dalam tubuh manusia melalui udara (pernapasan) ke dalam paru. Kemudian
kuman tersebut menyebar dari paru ke organ tubuh yang lain melaui peredaran
darah, kelenjar limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke organ tubuh lain
(Depkes RI, 2002).
Tuberculosis adalah penyakit disebabkan mycobacterium tuberculosa yang
hamper seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi paling banyak adalah
paru-paru.

B. Etiologi
1. Tuberculosis merupakan penyakit paru yang disebabkan mycobacterium
tuberculosis ditemukan oleh Robert Koch (1882).
2. Kuman berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam
pada pewarnaan, oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam
(BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung.
3. Basil tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam
keadaan kering tetapi dapat mati pada suhu 60 derajad C dalam 15 – 20 menit.

C. Klasifikasi
Tuberkulosis dibedakan menjadi dua yaitu tuberkulosis primer dan tuberkulosis
post primer. Pada tuberkulosis primer penularan tuberkulosis paru terjadi karena
kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara.
Dalam suasana gelap dan lembab kuman dapat bertahan berhari-hari sampai
berbulan-bulan. Bila partikel ini terhisap oleh orang yang sehat maka akan

4
menempel pada jalan nafas atau paru. Kebanyakan partikel ini akan mati atau
dibersihkan oleh makrofag yang keluar dari cabang trakheo-bronkhial beserta
gerakan silia dengan sekretnya. Sedangkan Tuberculosis Post Primer
dari TBC primer akan muncul bertahun-tahun lamanya menjadi TBC post Primer.
Post Primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di sebagian apical
posterior atau inferior pada paru. (Soeparman, 1990; Snieltzer, 2000).

D. Patofisiologi
Bakteri juga dapat masuk melalui luka pada kulit atau mukosa tetapi jarang sekali
terjadi. Bila bakteri menetap di jaringan paru, akan tumbuh dan berkembang biak
dalam sitoplasma makrofag. Bakteri terbawa masuk ke organ lainnya. Bakteri
yang bersarang di jaringan paru akan membentuk sarang tuberculosis pneumonia
kecil dan disebut sarang primer atau efek efek primer. Sarang primer ini dapat
terjadi di bagian-bagian jaringan paru. Dari sarang primer ini akan timbul
peradangan saluran getah bening hilus (limfangitis lokal), dan diikuti pembesaran
kelenjar getah bening hilus (limfadenitis hilus). Sarang primer, limfangitis local,
limfadenitis regional disebut sebagai kompleks primer (Soeparman, 1990;
Snieltzer, 2000).
Kompleks primer selanjutnya dapat menjadi sembuh dengan meninggalkan cacat
atau sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,
kalsifikasi di hilus atau kompleks (sarang) Ghon, ataupun bisa berkomplikasi dan
menyebar secara perkontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya, secara
bronkhogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya. Dapat juga
kuman tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus, secara
limfogen, secara hematogen, ke organ lainnya (Soeparman, 1990; Snieltzer, 2000).

E. Tanda Dan Gejala


Gejala-gejala klinis yang muncul pada klien TBC paru adalah sebagai berikut :
1. Demam yang terjadi biasanya menyerupai demam pada influenza, terkadang
sampai 40-410 C.
2. Batuk terjadi karena iritasi bronchus, sifat batuk dimulai dari batuk non
produktif kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif.

5
Keadaan lanjut dapat terjadi hemoptoe karena pecahnya pembuluh darah. Ini
terjadi karena kavitas, tapi dapat juga terjadi ulkus dinding bronchus.
3. Sesak nafas terjadi pada kondisi lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah
bagian paru.
4. Nyeri dada timbul bila sudah terjadi infiltrasi ke pleura sehingga menimbulkan
pleuritis.
5. Malaise dengan gejala yang dapat ditemukan adalah anorexia, berat badan
menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam hari (Soeparman, 1990;
Heitkemper, 2000).

F. Cara Penularan
1. Penyakit TBC menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
mycobacterium tuberculosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk,
dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC
dewasa.
2. Bacteri bia masuk dan terkumpul dalam paru-paru akan berkembang biak
menjadi banyak (terutama daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar
melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itu infeksi
TBC menginfeksi hamper seluruh organ tubuh sesperti: paru-paru, otak,
ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening.
3. Factor lain adalah kondisi rumah lembab karena cahaya matahari dan udara
tidak bersirkulasi dengan baik sehingga bakteri tuberculosis berkembang
dengan baik dan membahayakan orang yang tinggal didalam rumah.

G. Penegakan Diagnistic TB Paru


Diagnosis tuberkulosis paru ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, foto thoraks, uji tuberkulin, laboratorium, dan pemerikasaan
patologi anatomi (PA). Di Indonesia sebagai standar untuk penegakan diagnosis
tuberkulosis paru adalah pemeriksaan mikroskopis. Pemeriksaan mikroskopis
sangat cocok dengan kondisi Puskesmas dalam menegakkan diagnosis
tuberkulosis paru (Depkes RI, 2002). Oleh karena itu untuk deteksi kuman TBC

6
digunakan pemeriksaan mikroskopis dalam menetapkan diagnosis dan
pengobatan.

H. Pengobatan
Penatalaksanaan Medis
Pengobatan Tuberkulosis Paru mempunyai tujuan :
1. Menyembuhkan klien dengan gangguan seminimal mungkin;
2. Mencegah kematian klien yang sakit sangat berat
3. Mencegah kerusakan paru lebih luas dan komplikasi yang terkait
4. Mencegah kambuhnya penyakit
5. Mencegah kuman TBC menjadi resisten
6. Melindungi keluarga dan masyarakat terhadap infeksi (Crofton, Norman &
Miller, 2002).

Sistem pengobatan klien tuberkulosis paru dahulu, seorang klien harus disuntik
dalam waktu 1-2 tahun. Akibatnya klien menjadi tidak sabar dan bosan untuk
berobat. Sistem pengobatan sekarang, seorang klien diwajibkan minum obat
selama 6 bulan. Jenis obat yang harus diminum harus disesuaikan dengan kategori
pengobatan yang diberikan (Depkes RI, 1997).

Terapi obat yang dilakukan sekarang dengan terapi jangka pendek selama enam
bulan dengan jenis obat INH atau Isoniasid (H), Rifampicin (R), Pirazinamid (Z),
Etambutol (E), dan Streptomisin (Soeparman, 1990). Paduan obat anti
tuberkulosis tabel 1 adalah paduan yang digunakan dalam program nasional
penanggulangan tuberkulosis dan dikemas dalam bentuk paket kombipak (Depkes
RI, 2002). Paduan pengobatan terbaru dengan menggunakan FDCs (Fix Dose
Combinations) yaitu kombinasi dari obat anti tuberkulosis dalam satu kemasan
(WHO, 2002)

7
Paduan Obat
Kategori Tahap Intensif Tahap lanjutan Untuk Klien TUberculosis
I 2HRZE 4H3R3 TBC Paru baru BTA (+)
TBC Paru BTA (-) Ro (+)
dengan kerusakan jaringan paru
yang luas
TBC ekstra paru sakit berat
II 2HRZES atau 5H3R3E3 TBC paru BTA (+), kambuh
1HRZE
TBC paru BTA (+), gagal
TBC paru BTA (+),
pengobatan ulang karena lalai
berobat
TBC paru BTA (-) Ro (+)
III 2HRZ 4H3R3
TBC ekstra paru

Keterangan :
H : INH; R : Rifampicin; E : Etambutol; Z : Pirasinamid; S : Streptomisin
(Depkes, RI, 2002)
Angka yang berada di depan menunjukkan lamanya minum obat dalam bulan,
sedangkan angka di belakang huruf menunjukkan berapa kali dalam seminggu
obat tersebut diminum. Sebagai contoh 2HRZ artinya INH, Rifampicin dan
Pirasinamid diminum dalam jangka waktu 2 bulan dan minumnya setiap hari.
4H3R3 artinya INH, Rifampicin diminum selama 4 bulan dan diminum 3 kali
dalam seminggu (Depkes RI, 2002).

Efek samping yang ditimbulkan dari obat-obat tersebut adalah : INH :


Hepatotoksik. Rifampicin dapat terjadi sindrom flu dan hepatotoksik. Pada
Streptomisin dapat mengakibatkan nefrotoksik, gangguan nervus VIII cranial.
Pirazinamid dapat mengakibatkan hepatotoksik dan hiperurisemia. Etambutol
dapat mengakibatkan neurosis optika, nefrotoksik, skin rash atau dermatitis. Efek
samping dari obat anti tuberkulosis yang tersering terjadi pada klien adalah

8
pusing, mual, muntah-muntah, gatal-gatal, mata kabur dan nyeri otot atau tulang
(Depkes RI, 2002). Agar pengobatan berhasil, efek samping dapat terdeteksi
secara dini dan dapat segera dirujuk ke fasilitas pelayanan terdekat, maka
diperlukan pengawas minum obat karena ketidakteraturan minum obat dapat
menyebabkan resistensi terhadap obat.

Upaya untuk mencegah terjadinya resistensi, terapi tuberkulosis paru dilakukan


dengan memakai paduan obat, sedikitnya 2 macam obat yang bakterisid. Dengan
memakai obat ini, kemungkinan resistensi awal dapat diabaikan karena jarang
ditemukan resistensi terhadap 2 macam obat atau lebih, dan pola resistensi yang
terbanyak ditemukan ialah INH (Soeparman, 1990; Depkes RI, 2001). Peran
perawat komunitas untuk menghindari terjadinya resistensi obat adalah dengan
selalu memantau pengobatan dengan kunjungan rumah dan memberikan
penyuluhan akibat ketidakteraturan minum obat.

Selain menggunakan OATS ada metode lain yang dapat digunakan yaitu: Directly
Observed Treatment Shortcourse (DOTS) Adalah nama suatu strategi yang
dilaksanakan di pelayanan kesehatan dasar di dunia untuk mendeteksi dan
menyembuhkan pasien TB paru. Strategi ini terdiri dari lima komponen yaitu:
1. Dukungan politik para pemimpin disetiap jenjang sehongga program ini
menjadi salah satu prioritas dan pendanaan oun akan tersedia.
2. Mikroskop sebagai komponene utama untuk mendiagnosa TB paru melalui
pemeriksaan sputum langsung pasien tersangka dengan penemuan secara
pasif.
3. Pengawasan minum obat (PMO) yaitu orang yang dikenal dan dipercaya baik
oleh pasien maupun petugas kesehatan yang akan ikut mengawasi pasien
minum obat seluruh obatnya sehngga dapat dipastikan bahwa pasien betul
minum seluruh obat dan diharapkan keswembuhan pada akhir masa
pengobatannya
4. Pencatatan dan pelaporan dengan baik dan benar sebagai bagian dari sistem
surveilans penyakit ini sehingga pemantauan pasien dapat berjalan.

9
5. Panduan obat anti TB paru jangka pendek yang benar, termasuk dosis, dan
jangka waktu yang tepat sangat penting untuk keberhasilan pengobatan.

Penatalaksaan Keperawatan
Tentukan apakah pasien pernah terpajan pada individu dengan TB atau tidak.
Sering kali “sumber” dari infeksi tidak diketahui dan mungkin tidak pernah
ditemukan. Pada saat yang sama, kontak erat pasien harus diidentifikasi sehingga
mereka dapat menjalani “follow-up” untuk menentukan apakah mereka terinfeksi
dan mempunyai penyakit aktif atau tes tuberculin positif. Keluhan pasien yang
paling umum adalah batuk produktif dan berkeringat malam hari.
Data yang harus dikumpulkan untuk mengkaji pasien dengan TB mencakup batu
produktif, kenaikan suhu tubuh siang hari, reaksi tuberkulin dengan indurasi 10
mm atau lebih dan rotgen dada yang menunjukkan infiltrat pulmonal (Niluh dan
Christie, 2003).

Penatalaksanaan Diet
Terapi diet bertujuan untuk memberikan makanan secukupnya guna memperbaiki
dan mencegah kerusakan jaringan tubuh lebih lanjut serta memperbaiki status gizi
agar penderita dapat melakukan aktivitas normal.
Terapi diet untuk penderita kasus Tuberculosis paru adalah:
1. Energi diberikan sesuai dengan keadaan penderita untuk mencapai berat badan
normal
2. Protein yang tinggi untuk mengganti sel-sel yang rusak meningkatkan kadar
albumin serum yang rendah (75-100 gram)
3. Lemak cukup 15-25 % dari kebutuhan energy total
4. Karbohidrat cukup sisa dari kebutuhan energy total
5. Vitamin dan mineral cukup sesuai kebutuhan total
6. Macam diet untuk penyakit TBC:
a. Diet Tinggi Energi Tinggi Protein I (TETP I)
b. Energy: 2600 kkal, protein 100 gram (2/kg BB)
c. Diet Tinggi Energi Tinggi Protein II (TETP II)
d. Energy: 3000 kkal, protein 125 gram (2,5 gr/kg BB)

10
I. Komplikasi
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :
1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)

J. Pencegahan
1. Vaksinasi BCG
Pembrian BCG meninggikan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil
tuberculosis yang virulen. Imunitas timbul enam sampai delapan minggu
setelah pemberian BCG. Imunitas yang terjadi tidaklah lengkap sehingga
masih mungkin terjadi super infeksi meskipun biasanya tidak progresif dan
menimbukan komplikasi yang berat.
2. Mempertahankan sistem imunitas seluler dalam keadaan optimal dengan
sedapat mungkin menghindarkan faktor-faktor yang dapat melemahkan seperti
kortikosteroid dan kurang gizi.
3. Menghindari kontak dengan penderita aktif TB
4. Menggunakan obat obatan sebagai langkah pencegahan pada kasus beresiko
tinggi.
5. Menjaga stándar hidup yang baik, kasus baru dan pasien yang berpotensi
tertular interprestasi melalui penggunaan dan interprestasi tes kulit tuberculin
yang tepat imunisasi BCG.

K. Pemeriksaan Diagnostik
1. Diagnosis TB paru

11
a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
b. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan
lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada
TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
d. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas
penyakit.
e. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.

2. Diagnosis TB ekstra paru


a. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran
kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang
belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lainlainnya.
b. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis
tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan
alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi,
foto toraks dan lain-lain.

12
BAB III

PROSES KEPERAWATAN KOMUNITAS

A. Pengkajian
1. Core/ inti komunitas
a. Histori
Histori merupakan suatu gambaran terkait sejarah yang berkaitan dengan
kondisi perkembangan suatu wilayah tertentu yang mencakup semua
komponen yang terdapat dalam wilayah tersebut termasuk di dalamnya
adalah perbatasan wilayah.
b. Demographic
Demografi berasal dari kata demos yang berarti rakyat atau penduduk dan
grafein yang berarti menulia. Jadi, demografi adalah tulisan-tulisan atau
karangan-karangan mengenai penduduk.(Mubarak Wahit dan Nurul
Chayatin 2009).
Menurut A. Guillard (1985), demografi adalah elements de statistique
humaine on demographic compares. Defenisi demografi antara lain.
1) Demografi merupakan studi ilmiah yang menyangkut masalah
kependudukan, terutama dalam kaitannya dengan jumlah, struktur dan
perkembangan suatu penduduk.
2) Demografi merupakan studi statistik dan matematis tentang besar,
komposisi, dan distribusi penduduk, serta peruban-perubahannya
sepanjang masa melalui komponen demografi, yaitu kelahiran,
kematian, perkawinan, dan mobilitas sosial.
3) Demografi merupakan studi tentang jumlah, penyebaran teritorial dan
komponen penduduk, serta perubahan-perubahan dan sebab-sebabnya.
c. Ethnicitic
Etnik adalah seperangkat kondisi spesifik yang dimiliki oleh kelompok
tertentu (kelompok etnik). Sekelompok etnik adalah sekumpulan individu

13
yang mempunyai budaya dan sosial yang unik serta menurunkannya
kepada generasi berikutnya. Etnik berbeda dengan ras. Ras merupakan
sistim pengklasifikasian manusia berdasarkan karakteristik visik,
pegmentasi, bentuk tubuh, bentuk wajah, bulu pada tubuh, dan bentuk
kepala. Sedangkan budaya merupakan keyakinan dan perilaku yang
diturunkan atau yang diajarkan manusia kepada generasi berikutnya.
(Efendi ferry dan Makhfudli ,2009).
d. Values and beliefs
Nilai adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia, mengenal
apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Nilai budaya adalah
sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya baik atau
buruk. Sedangkan, norma budaya adalah aturan sosial atau patokan
perilaku yang dianggap pantas. Norma budaya merupakan sesuatu kaidah
yang memiliki sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Nilai
dan norma yang diyakini oleh individu tampak di dalam masyarakat
sebagai gaya hidup sehari-hari. (Efendi ferry dan Makhfudli ,2009).

2. Subsistem
a. Lingkungan Fisik
Perumahan : rumah yang dihuni oleh penduduk, penerangan, sirkulasi, dan
kepadatan.
b. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang tersedia untuk melakukan deteksi dini gangguan
atau merawat atau memantau apabila gangguan sudah terjadi
c. Ekonomi
Tingkat social ekonomi komunitas secara keseluruhan apakah sesuai
dengan upah minimum regional (UMR), dibawah UMR atau diatas UMR
sehingga upaya kesehatan yang diberikan dapat terjangkau, misalnya
anjuaran untuk konsumsi jenis makanan sesuai status ekonomi tersebut.

14
d. Transportasi dan Keamanan
Keamanan dan keselamatan lingkungan tempat tinggal : apakah tidak
menimbulkan stress.
e. Politik dan pemerintahan
Politik dan kebijakan pemerintah terkait dengan kesehatan : apakah cukup
menunjang sehingga memudahkan komunitas mendapat pelayanan
diberbagai bidang termasuk kesehatan.
f. Komunikasi
Sarana komunikasi apa saja yang dimanfaatkan di komuitas tersebut untuk
meningkatkan pengetahuan terkait dengan gangguan nutrisi misalnya
televisi, radio, koran atau leaf let yang diberikan kepada komunitas.
g. Education
Apakah ada sarana pendidikan yang dapat digunakan untuk meingkatkan
pengetahuan?
h. Rekreasi
Apakah tersedia sarananya, kapan saja dibuka dan apakah biayanya
terjangkau oleh komunitas. Rekreasi ini hendaknya dapat digunakan
komunitas untuk megurangi stress. ( R. Fallen & R Budi Dwi K, 2010 ).

B. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian yang sesuai dengan data-data yang dicari, maka
kemudian dikelompokkan dan dianalisa seberapa besar stressor yang mengancam
masyarakat dan seberapa berat reaksi yang imbul pada masyarakat tersebut.
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disusun diagnose keperawatan komunitas
dimana terdiri dari : masalah kesehatan, karakteristik populasi, dan karakteristik
lingkungan. ( R. Fallen & R Budi Dwi K, 2010 ).

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah :


1. Resiko penularan penyakit TB paru b.d kurang pengetahuan tentang
perawatan penyakit TB Paru.

15
2. Resiko terjadi peningkatan prevalensi penyakit TB Paru b.d kurangnya
pengetahuan penyakit TB Paru.
3. Kurangnya pengetahuan tentang perawatan penyakit TB Paru b.d kurangnya
peranan fasilitas pelayanan kesehatan.

Penapisan Masalah
Perhatian Kemungki
Tingkat
masyarak Poin nan untuk
Masalah Kesehatan bahaya Skor
at prevalensi dikelola

Resiko penularan
penyakit TB paru
Resiko terjadi
peningkatan
prevalensi penyakit
TB Paru
Kurang pengetahuan
tentang perawatan
TB paru

DIAGNOSA
NO KRITERIA KEPERAWATAN
1 2 3
1. Sesuai dengan peran perawat komunitas
2. Jumlah yang beresiko
3. Besarnya resiko
4. Kemungkinan untuk penkes
5. Minat masyarakat
6. Kemungkinan untuk diatasi
7. Sesuai dengan program pemerintah
8. Sumber daya tempat

16
9. Sumber daya waktu

10. Sumber daya dana

11. Sumber daya peralatan


12. Sumber daya orang
Jumlah skor

Keterangan:
1 : Sangat rendah
2 : Rendah
3 : Cukup
4 : Tinggi
5: Sangat Tinggi

Rencana Keperawatan
Tahap kedua dari proses keperawatan merupakan tindakan menetapkan apa yang
harus dilakukan untuk membantu sasaran dalam upaya promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif. Langkah pertama dalam tahap perencanaan adalah
menetapkan tujuan dan sasaran kegiatan untuk mengatasi masalah yang telah
ditetapkan sesuai dengan diagnose keperawatan. Dalam menentukan tahap
berikutnya yaitu rencana pelaksanaan kegiatan maka ada 2 faktor yang
mempengaruhi dan dipertimbangkan dalam menyusun rencana tersebut yaitu sifat
masalah dan sumber atau potensi masyarakat seperti dana, sarana, tenaga yang
tersedia.
Dalam pelaksanaan pengembangan masyarakat dilakukan melalui tahapan sebagai
berikut :
a. Tahap persiapan
Dengan dilakukan pemilihan daerah yang menjadi prioritas menentukan cara
untuk berhubungan dengan masyarakat, mempelajari dan bekerjasama dengan
masyarakat.
b. Tahap pengorganisasian

17
Dengan persiapan pembentukan kelompok kerja kesehatan untuk
menumbuhkan kepedulian terhadap kesehatan dalam masyarakat. Kelompok
kerja kesehatan (Pokjakes) adalah suatu wadah kegiatan yang dibentuk oleh
masyarakat secara bergotong royong untuk menolong diri mereka sendiri
dalam mengenal dan memecahkan masalah atau kebutuhan kesehatan dan
kesejahteraan, meningkatkan kemampuan masyarakat berperan serta dalam
pembangunan kesehatan di wilayahya.
c. Tahap pendidikan dan latihan
1) Kegiatan pertemuan teratur dengan kelompok masyarakat
2) Melakukan pengkajian
3) Membuat program berdasarkan masalah atau diagnose keperawatan
4) Melatih kader
5) Keperawatan langsung terhadap individu, keluarga, dan masyarakat
d. Tahap formasi dan kepemimpinan
e. Tahap koordinasi intersektoral
f. Tahap ahkir
Dengan melakukan supervise atau kunjungan bertahap untuk mengevaluasi
serta memberikan umpan balik untuk perbaikan kegiatan kelompok kerja
kesehatan lebih lanjut. Untuk lebih singkatnya perencanaan dapat diperoleh
dengan tahapan sebagai berikut :
1) Pendidikan kesehatan tentang gangguan nutrisi
2) Demonstrasi pengolahan dan pemilihan yang baik
3) Melakukan deteksi dini tanda-tanda gangguan kurang gizi melalui
pemeriksaan fisik dan laboratorium
4) Bekerja dengan aparat Pemda setempat untuk mengamankan lingkungan
atau komunitas bila stressor dari lingkungan.
5) Rujukan ke rumah sakit bila diperlukan

C. Implementasi
Pada tahap ini rencana yang telah disusun dilaksanakan dengan melibatkan
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sepenuhnya dalam mengatasi

18
masalah kesehatan dan keperawat yang dihadapi. Hal-hal yang yang perlu
dipertimbangkan dalam pelaksaan kegiatan keperawatan kesehatan masyarakat
adalah:
a. Melaksanakan kerja sama lintas program dan linytas sektoral dengan instansi
terkait
b. Mengikut sertakan partisipasi aktif individu, keluarga, masyarakat dan
kelompok dan kelompok masyarakat dalam menghatasi masalah kesehatannya.
c. Memanfaatkan potensi dan sumbar daya yang ada di masyarakat
Level pencagahan dalam pelaksanaan praktek keperawatan komunitas terdiri
atas:
1) Pencegahan primer
Pencegahan yang terjadi sebelum sakit atau ketidak fungsian dan
diaplikasikannya kedalam populasi sehat pada umumnya dan perlindungan
khusus terhadap penyakit
2) Pencegahan sekunder
Pencagahan sekunder menekankan diagnosa diri dan intervensi yang tepat
untuk menghambat proses patologis, sehingga memperpendek waktu sakit
dan tingkatb keparahan.
3) Pencegahan tersier
Pencegahan tersier dimulai pada saat cacat atau terjadi ketidak mampuan
sambil stabil atau menetap, atau tidak dapat diperbaiki sama sekali.
Rehabilitasi sebagai pencegahan primer lebih dari upaya penghambat proses
penyakit sendiri, yaitu mengembalikan individu pada tingkat berfungsi yang
optoimal dari ketidak mampuannya.

D. Evaluasi
Evaluasi di dilakukan atas respons komunitas terhadap program kesehatan. Hal-
hal yang dievaluasi adalah masukan (input),pelaksanaan (proses),dan akhir akhir
(output).
Penilaian yang dilakukan berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai sesuai
dengan perencanaan yang telah disusun semula .Ada 4 deminsi yang perlu

19
dipertimbangkan dalam melaksanakan penilaian ,yaitu :Daya guna ,hasil guna ,
kelayakan ,kecukupan

Adapun dalam evaluasi difokuskan dalam :

a. Relevansi atau hubungan antara kenyataan yang ada dengan pelaksanaan


b. Perkembangan atau kemajuan proses
c. Efensiensi biaya
d. Efektifitas kerja
e. Dampak : apakah status kesehatan meningkat/ menurun , dalam rangka waktu
berapa ?
Perubahan ini dapat diamati seperti gambar dibawah ini :

Keterangan:

= peran dari masyarakat

= Peran perawat

Pada gambar diatas dapat dijelaskan alih peran untuk mendirikan klien dalam
menanggulangi masalah kesehatan ,pada awalnya peran perawat lebih beser dari
pada klien dan berangsur-angsur peran klien lebih besar dari pada perawat.

Tujuan akhir perawat komunitas adalah kemandirian keluarga yang terkait lima
tugas kesehatan yaitu :mengenal masalah kesehatan ,mengambil keputusan
tindakan kesehatan ,merawat anggota keluarga ,menciptakan lingkungan yang
dapat mendukung upaya peningkatan kesehatan keluarga serta menfaatkan
fasilitas pelayanaan kesehatan yang tersedia ,sedangkan pendekatan yang
digunakan adalah pemecahan masalah keperawatan yaitu melalui proses
keperawatan .

20
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masih besarnya prevalensi penyakit TB Paru sehingga memerlukan perhatian
yang serius dari pemerintah baik oleh pemerintah daerah maupun oleh pemerintah
provinsi terutama di bidang pendidikan dan bidang kesehatan yang perlu di
berikan perhatian lebih begitupun dengan bidang-bidang lainnya yang
memerlukan tindakan nyata dan perhatian juga dari semua pihak.

B. Saran
1. Untuk puskesmas
a. Lebih memaksimalkan program pelayanan kesehatan
b. Adanya pembinaan pola hidup bersih dan sehat
2. Untuk masyarakat
a. Masyarakat desa hendaknya lebih menyadari akan pentingnya kesehatan
dan pendidikan bagi kelangsungan masa depan putra-putri.
b. Masyarakat desa lebih meningkatkan partisipasinya dalam kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah desa, termasuk program yang
berhubungan dengan kesehatan dan pendidikan

21
DAFTAR PUSTAKA

Efendi Ferry, Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas. Salemba


Medika : Jakarta

Fallen R., Dwi Budi R. (2010). Keperawatan Kommunitas. Nuha Medika :


Yogyakarta

Mubarak

Faisalado Candra widyanto (2014) Keperawatan komunitas dengan pendekatan


praktis Nuha medika : Yogyakarta

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC

22
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan

rahmat, inayah, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Pasien

TB Paru di Wilayah UPT Puskesmas Pringsewu Tahun 2019.

Penulis menyadari karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

penulis menerima kritik dan saran yang membangun. Penulis mengharapkan

semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam meningkatkan ketrampilan dan ilmu

pengetahuan bagi masyarakat dan pelaksana teknis kesehatan yang bekerja di

UPT Puskesmas Pringsewu dan penulis sendiri pada khususnya.

Pringsewu, 2019

Penulis

23
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA PASIEN TB PARU DI

UPT PUSKESMAS PRINGSEWU KABUPATEN PRINGSEWU

TAHUN 2019

OLEH
Ns. DIANTI SEPTRIANI, S.Kep
NIP. 197509052008042014

UPT PUSKESMAS PRINGSEWU KABUPATEN PRINGSEWU

TAHUN 2019

24
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Pasien Tb Paru Di UPT

Puskesmas Pringsewu Kabupaten Pringsewu Tahun 2019

Penulis : Ns. Dianti Septriani, S.Kep

Nip : 197509052008042014

Mengetahui

Ka. UPT Puskesmas Pringsewu

dr. Hadi Muchtarom


NIP.197706302006041004

25
DAFTAR HADIR PESERTA PRESENTASI ILMIAH

Judul : Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Pasien Tb Paru Di UPT


Puskesmas Pringsewu Kabupaten Pringsewu Tahun 2019

Hari/Tgl : Rabu/09 Januari 2019


Pkl : 10.00 s.d 11.00 WIB

No Nama Tanda Tangan

Presentator

Ns. Dianti Septriani, S.Kep


Nip. 197509052008042014

26

Anda mungkin juga menyukai