OLEH :
NANDA OKTAVIANI
17010018
EPI KURNIA
17010011
DEFI HELIDA RAFNI
17010007
AULIA ANZANI
17010004
2019
SAP COLIC URETER
A. Latar Belakang
Remaja sering diasosiasikan dengan keterlibatan yang tinggi dalam perilaku berisiko (risk-taking
behavior). Pakar neuroscience kemudian mengajukan hipotesis kecenderungan keterlibatan tersebut
dipengaruhi oleh perkembangan otak remaja, terutama pada area korteks prefrontal dan sistem
limbik. Melalui scan fMRI dilaporkan bahwa kemampuan kognitif yang berperan pada regulasi diri
dan pengambilan keputusan masih terus berkembang hingga masa remaja akhir.
Sementara tingginya aktivitas pada sistem limbik membuat remaja menjadi sangat sensitif pada
stimulus sosio-emosional. Karenanya remaja perlu mengembangkan kontrol diri untuk menjaga
fungsi eksekutif otak lebih dominan yang hal tersebut dapat mengurangi tendensi remaja untuk
berperilaku menyimpang.
Masa remaja ditandai oleh perubahan yang besar diantaranya kebutuhan untuk beradaptasi dengan
perubahan fisik dan psikologis, pencarian identitas dan membentuk hubungan baru termasuk
mengekspresikan perasaan seksual (Santrock, 1998). Hall (dalam Papalia, 1998) menyebut masa ini
sebagai periode “badai dan tekanan” atau “storm & stress” suatu masa dimana ketegangan emosi
meningkat sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar.
Masalah yang banyak dialami remaja pada saat ini merupakan manifestasi dari stres, di antaranya
depresi, kecemasan, pola makan tidak teratur, penyalahgunaan obat sampai penyakit yang
berhubungan dengan fisik seperti pusing serta ngilu pada sendi. Sama halnya pada orang dewasa,
stres bisa berefek negatif pada tubuh remaja hanya saja perbedaannya pada sumber dan bagaimana
remaja merespon penyakit tersebut. Reaksi tersebut ditentukan oleh suasana dan kondisi kehidupan
yang tengah mereka alami (“Mengenal,” 2002).
B. Tujuan intruksional
1. Tujuan umum
Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan diharapkan klien paham mengenai stres pada remaja
2. Tujuan Khusus :
Setelah Mengikuti Penyuluhan Diharapkan Klien Dan Keluarga Akan Mampu :
1) Menyebutkan Pengertian Pengendalian Diri
2) Menyebutkan Strategi Pengendalian Diri
3) Memahami Pengertian Stress
4) Memahami Stress Pada Remaja
2
1. Pengertian Pengendalian Diri
2. Strategi Pengendalian Diri
3. Pengertian Stress
4. Stress Pada Remaja
D. Pelaksanaan Kegiatan
1. Topik Penyuluhan
3. Metode Penyuluhan
a. Ceramah
b. Tanya Jawab
6. Waktu
a. Hari/ tanggal :
b. Jam : Pukul
3
Keterangan:
: Moderator
: Penyaji
: Pembimbing
: Media
: Fasilitator
E. Kegiatan Penyuluhan
4
sebelum masuk dimengerti
kemateri selanjutnya
4. Pengertian Stress
5. Strategi
Pengendalian Diri
F. Evaluasi
1. Evaluasi struktur
a. Mahasiswa dan klien berada pada posisi yang sudah direncanakan
b. Tempat dan alat tersedia sesuai perencanaan
c. Pre Planning telah disetujui
2. Evaluasi proses
a. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan
b. Peran dan tugas mahasiswa sesuai dengan perencanaan
c. 75% klien dan keluarga berperan aktif selama kegiatan berjalan
3. Evaluasi hasil
Pada evaluasi hasil diharapkan 75% klien dan keluarga mengerti dan
memahami materi penyuluhan.
5
Lampiran 1
Materi Penyuluhan
PENGENDALIAN DIRI
1. Pengertian
Menurut Berk (1993), pengendalian diri adalah kemampuan individu untuk menahan
keinginan atau dorongan sesaat yang bertentangan dengan tingkah laku yang tidak sesuai
dengan norma sosial.
Messina & Messina (2003) menyatakan bahwa pengendalian diri adalah seperangkat
tingkah laku yang berfokus pada keberhasilan yang mengubah diri pribadi, keberhasilan
menangkal pengrusakan diri (self-destructive), perasaan mampu pada diri sendiri, perasaan
mandiri (autonomy) atau bebas dari pengaruh orang lain, kebebasan menentukan tujuan,
kemampuan untuk memisahkan perasaan dan pikiran rasional, serta seperangkat tingkah laku
yang berfokus pada tanggung jawab atas diri sendiri.
Sedangkan menurut Gilliom et all. (2002), pengendalian diri adalah kemampuan
individu yang terdiri dari tiga aspek, yaitu kemampuan mengendalikan atau menahan tingkah
laku yang bersifat menyakiti atau merugikan orang lain (termasuk di dalam aspek tapping
agressive and delinquent behaviours), kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain dan
kemampuan untuk mengikuti peraturan yang berlaku (termasuk di dalam aspek cooperation),
serta kemampuan untuk mengungkapkan keinginan atau perasaan kepada orang lain, tanpa
menyakiti atau menyinggung perasaan orang lain tersebut (termasuk di dalam aspek
assertiveness).
A. Respons Relaks
Teknik yang diajukan oleh Benson (dlm. Corsini, 1994) ini diterapkan dengan cara melatih
pengendalian napas. Dengan pengendalian napas, kadar oksigen yang dikonsumsi dan detak
jantung akan cenderung menjadi teratur. Keteraturan detak jantung pada akhirnya dapat
mempengaruhi keteraturan tekanan darah dan kelenturan proses-proses fisiologis.
Menurut Benson, respon relaks yang dihasilkan berupa kelenturan proses-proses
fisiologis ini dapat melawan dan menetralkan kondisi yang diakibatkan oleh tekanan (stress)
yang dialami individu. Semakin individu mampu dalam menghasilkan keadaan relaks melalui
teknik pengendalian napas, maka semakin individu mampu mengendalikan dirinya.
6
individu akan dapat lebih memahami, menyadari, hingga akhirnya dapat mengarahkan dan
mengendalikan perilaku atau perasaannya.
C. Autogenic Training
Teknik ini pertama kali dikembangkan oleh Schultz dan Luthe pada tahun 1963 (Corsini,
1994). Dalam teknik ini, individu diminta untuk membuat pertanyaan-pertanyaan yang
diucapkan di dalam hati. Pernyataan-pernyataan yang diucapkan tersebut berhubungan
dengan kondisi tubuh yang diinginkan oleh individu.
Pernyataan-pernyataan tersebut secara khusus dibuat untuk melatih diri mengendalikan rasa
relaks pada bagian tubuh-tubuh tertentu. Dengan mengucapkan pernyataan-pernyataan yang
telah dibuat tersebut di dalam hati, individu belajar mencapai kondisi fisiologis yang
diinginkannya.
Jika individu berhasil mencapai kondisi fisiologis yang diinginkannya, dapat dikatakan
bahwa individu berhasil melatih pengendalian dirinya.
D. Instruksi Diri
Instruksi diri awalnya merupakan teknik terapi yang dikembangkan oleh Meichenbaum dan
Goodman (1971) untuk melatih individu yang kurang dapat mengendalikan keinginan
sesaatnya (Borstein, dlm. Feindler & Ecton, 1994). Dalam instruksi diri, individu diminta
untuk membuat dan mengucapkan pernyataan-pernyataan yang mengarahkan perilakunya
atau membuat perintah berupa kata-kata perintah yang ditujukan kepada dirinya tersebut,
individu mempertegas dan memupuk pengendalian dirinya.
E. Self – Reinforcement
Self-Reinforcement merupakan kata-kata atau pernyataan positif kepada diri pribadi yang
merupakan hasil evaluasi terhadap keberhasilan-keberhasilan yang diperoleh dalam
mengatasi kondisi negatif yang dihadapi oleh individu (Heppner, 1994 dalam Gunarsa, 2006).
Pada saat individu mengucapkan pernyataan positif atas keberhasilannya dalam mengatasi
kondisi negatif, maka individu semakin sadar atas pengendalian diri yang dimilikinya.
Dengan demikian, pernyataan positif dalam teknik self-reinforcement ini merupakan umpan-
balik bagi individu untuk dapat meningkatkan kemampuan pengendalian dirinya.
Simpulan
Para remaja sangat perlu memiliki kontrol diri. Kontrol diri sangat berkaitan dengan prilaku
remaja tersebut termasuk prilaku seksual.Perlunya kontrol diri yang tinggi untuk mengontrol
perilaku dalam berpacaran. Sehingga remaja tersebut tidak melakukan hal-hal yang
bertentangan dengan norma atau aturan yang disepakati oleh masyarakat. Dengan kontrol diri
yang tinggi maka dapat mengontrol prilaku seksual dalam berpacaran dan remajayang
memiliki kontrol diri yang rendah, cenderung berperilaku seksual tinggi pada saat berduaan
dengan pacarnya. Remaja yang memiliki kontrol diri rendah akan dengan mudah melakukan
hal-hal yang belum diperbolehkan menurut norma atau nilai-nilai dalam masyarakat,
7
STRES PADA REMAJA
1. DEFINISI STRES
Stres adalah perasaan tidak enak, tidak nyaman, atau tertekan, baik fisik maupun psikis
sebagai respon atau reaksi individu terhadap stressor (stimulus yang berupa peristiwa, objek,
atau orang) yang mengancam, mengganggu, membebani, atau membahayakan keselamatan,
kepentingan, keinginan, atau kesejahteraan hidupnya.
Garfinkel (Walker 2002) mengatakan secara umum penyebab stres pada remaja adalah :
1) Putus dengan pacar
2) Perbedaan pendapat dengan orang tua
3) Bertengkar dengan saudara perempuan dan laki-laki
4) Perbedaan pendapat antara orang tua
5) Perubahan status ekonomi pada orang tua
6) Sakit yang diderita oleh anggota keluarga
7) Masalah dengan teman sebaya
8) Masalah dengan orang tua
8
FAKTOR-FAKTOR STRES PADA REMAJA
Menurut Walker (2002), ada 3 faktor yang menyebabkan remaja menjadi stres ,yaitu :
a. Faktor Biologis :
- sejarah depresi dan bunuh diri di dalam keluarga.
- penggunaan obat-obatan dan alkohol dalam keluarga.
- siksaan secara seksual dan fisik di dalam keluarga.
- penyakit yang serius yang diderita remaja atau anggota keluarga.
- sejarah keluarga atau individu dari kelainan psikiatris.
- kematian salah satu anggota keluarga.
- ketidakmampuan belajar atau ketidakmampuan mental atau fisik.
- perceraian orang tua.
- konflik dalam keluarga.
b. Faktor Kepribadian :
- tingkah laku impulsif, obsesif dan ketakutan yang tidak nyata.
- tingkah laku agresif dan antisosial.
- penggunaan dan ketergantungan obat terlarang.
- hubungan sosial yang buruk dengan orang lain.
- masalah dengan tidur atau makan.
c. Faktor Psikologis dan Sosial :
- kehilangan orang yang dicintai.
- tidak dapat memenuhi harapan orang tua.
- tidak dapat menyelesaikan konflik.
- pengalaman yang dapat membuatnya merasa rendah diri.
- pengalaman buruk.
9
DAFTAR PUSTAKA
http://library.usu.ac.id/download/fk/132316815(1).pdf
http://doktermu.com/kesehatan-remaja/388-manajemen-stres-pada-remaja
https://doktersehat.com/gejala-stress-pada-remaja/amp/
http://tribratanews.polri.go.id/?p=80258
10