Anda di halaman 1dari 116

BAB 1

PEDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Appendicitis adalah inflamasi appendiks vermiformis (kantong buntu di

ujung sekum). Sedangkan appendicitis akut adalah suatu keadaan darurat

bedah yang paling umum dijumpai pada anak (Sodikin, 2011).

Appendicitis jarang terjadi pada tahun pertama kehidupan, akan tetapi

menjadi lebih sering dijumpai pada tahun kedua dan seterusnya. Apendiks

melekat pada sekum. Struktur, ukuran, serta posisinya berbeda-beda. Saat

masa kanak-kanak, bentuk apendiks mayoritas tidak lurus ,tetapi

memperlihatkan lipatan serta belitan anguler (Sodikin, 2011).

Angka prevalensi penyakit Appendicitis di Rumah Sakit Umum Daerah

Dr. R. Soedjono Selong dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, 2011 sebanyak

48 penderita dengan jumlah penderita perempuan sebanyak 15 orang dan

penderita laki-laki sebanyak 33 orang. Tahun 2012 sebanyak 98 penderita

dengan jumlah penderita perempuan sebanyak 35 orang dan laki-laki 63

orang. Tahun 2013 sebanyak 133 penderita dengan jumlah penderita

perempuan 42 orang dan laki-laki 91 orang. Sedangkan tahun 2014 terhitung

penderita dengan jumlah 88 orang, dengan jumlah penderita perempuan

sebanyak 42 orang dan penderita laki-laki 46 orang (Medical Record Rumah

Sakit Umum Daerah Dr. R. Soedjono Selong, 2015).

1
2

Dari data diatas menunjukan dalam 4 tahun terakhir ini terdapat

fluktuasi insiden kesakitan pada penderita Appendicitis cukup tinggi

menduduki urutan ke-3 dari 10 jenis penyakit yang terdaftar di buku medical

record Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Dr. R. Soedjono Selong

(Medical Record Rumah Sakit Umum Daerah Dr. R. Soedjono Selong,

2015).

Penelitian epidemologi menunjukan faktor yang menyebabkan semakin

tingginya kasus appendicitis disebabkan oleh kebiasaan mengkonsumsi

makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi dapat menimbulkan penyakit

appendicitis. Konstipsi akan menyebabkan meningkatkan tekanan

interasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional appendiks dan

meningkatnya pertumbuhan kuman atau bakteri seperti escherichia coli,

yang seringkali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus

buntu atau appendiks (Jitowiyono, Sugeng, 2010).

Untuk dapat tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional seperti

yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, maka di

upayakan pembangunan yang menyeluruh, terarah dan terpadu di bidang

kesehatan. Tujuan ini sejalan dengan Undang-undang Kesehatan nomor 36

tahun 2009, yaitu kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan yang

harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia (Depkes RI,

2002).
3

Appendicitis adalah peradangan Appendic yang relatif sering dijumpai

yang dapat timbul dengan sebab yang jelas atau timbul setelah obstruksi

Appendic oleh tinja atau akibat terpelintirnya Appendic atau pembuluh

darahnya. Peradangan menyebabkan Appendic membengkak dan nyeri yang

menimbulkan gangren karena suplay darah terganggu dan Appendic juga

dapat pecah. Penyakit Appendicitis disebabkan oleh peradangan dari

Appendic vermiformis, obstruksi dan infeksi (Wim De Jong, 2005).

Salah satu penyebab angka kesakitan yang dialami ndividu adalah

adanya penyakit-penyakit kronis maupun akut, diantaranya penyakit

appendictis.Appendicitis adalah peradangan appendic yang relatif sering

dijumpai yang dapat timbul dengan sebab yang jelas atau timbul setelah

obstruksiappendic oleh tinja atau akibat terpelintirnya appendic atau

pembuluh darahnya yang semua ini mempengaruhi timbulnya apendisitis

akut (Wim De Jong, 2005).

Appendicitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada

kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk

bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).

Appendicitis disebabkan oleh obstruksi atau penyumbatan akibat

hyperplasia limfoid, adanya fekalit dalam lumen appendiks, benda asing dan

cacing askariasis. Salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada klien

dengan appendicitisyaitu peritonitis dimana apabila appendik yang

membengkak tersebut pecah (Sjamsuhidrajat, 2005).


4

Dengan melihat insiden pada penderita dengan appendicitis yang cukup

tinggi maka sangat diperlukan berbagai langkah konkrit dan penatalaksanaan

yang tepat, yang lebih dititikberatkan pada upaya preventif melalui

pendidikan kesehatan tentang penyebab, tanda, gejala menganjurkan An “N’

memanfaatkan sarana kesehatan yang ada untuk mengurangi angka

kesakitan (Depkes RI, 2002).

Solusi penyakit ini sebenarnya cukup mudah, yaitu dengan mengubah

pola hidup seperti pola makan, makanan berserat, konsumsi buah dan sayur,

olah raga teratur. Bagi mereka yang dalam profesinya banyak duduk

disarankan melakukan gerakan-gerakan lain, bukan hanya duduk saja.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis merasa tertarik untuk

mengambil judul kasus ”Asuhan Keperawatan pada An. “N” dengan

Diagnosa Medis Appendicitis di Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Daerah

Dr. R. Soedjono Selong Lombok Timur”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka permasalahan yang dapat

dirumuskan sebagai berikut, "Bagaimanakan Penerapan Asuhan

Keperawatan pada An. “N” dengan Diagnosa Medis Appedicitis di Ruang

Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Dr. R. Soedjono Selong Lombok

Timur?”.

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penyusunan Karya Tulis Ilmiah yang ingin dicapai

adalah:
5

1.3.1. Tujuan Umum

Penulis mampu memahami dan menerapkan Asuahan

Kepeawatan pada An. "N” dengan diagnosa Medis Appendicittis

dengan menggunakan metode proses keperawatan yang baik dan

benar.

1.3.2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penulisan Karya Tulis Ilmiah ini agar

dapat penulis dapat:

a. Mengetahui konsep dasar tentang Appendicitis yang meliputi;

pengertian, etiologi, patofisiologi dan clinical pathway, tanda

dan gejala, dan pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan dan

komplikasinya.

b. Konsep tumbuh kembang anak meliputi ; pengertian, factor-

faktor yang mempengaruhi, kebutuhan dasar anak, tahap-tahap

tumbuh kembang, perkembangan psikoseksual, dan

perkembangan psikososial.

c. Mengetahui konsep dasar tentang asuhan keperawatan pada

pasien dengan diagnosa medis Appendicitis yang meliputi;

pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan

keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan.

d. Melakukan pengkajian pada An. “N” dengan diagnosa Medis

Appendicittis.

An.”N” dengan diagnosa Medis Apndicittis.


6

e. Menyusun rencana keperawatan pada An.”N” dengan diagnosa

Medis Appendicittis.

f. Melakukan tindakan keperawatan pada An.”N” sesuai dengan

rencana pada pasien dengan diagnosa Medis Appendicittis.

g. Melakukan evaluasi terhadap tindakan keperawatan yang

dilakukan pada pasien dengan diagnosa Medis Appendicitis.

h. Melakukan pendokumentasian keperawatan pada pasien dengan

diagnosa Medis Appendicitis.

1.4 Manfaat Penulisan

Hasil penulisan Karya Tulis Ilmiah yang akan dilakukan diharapkan

dapat memberikan manfaat bagi :

1.4.1 Manfaat Teoritis

a. Manfaat Bagi Penulis

Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat meningkatkan

pengetahuan mahasiswa dalam penerapan asuhan keperawatan

pada pasien dengan diagnosa Medis Appendicitis.

b. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan

Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai

kajian pustaka dan pengembangan ilmu keperawatan khsusnya

di Institusi Pendidkan Akademi Perawat Kesehatan Provinsi

Nusa Tenggara Barat dan dapat digunakan sebagai literature,

acuan/pendidikan bagi penulis selanjutnya.


7

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Manfaat Bagi Lahan Praktik

Manfaat bagi lahan praktik sebagai bahan masukan dalam

penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa

Medis Appendicitis di Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Daerah

Dr. R. Soedjono Selong Lombok Timur.

b. Manfaat Bagi Pasien dan Keluarga

Memberikan pengetahuan, informasi dan gambaran serta

perawatan tentang Appendicitis, sehingga pasien dan keluarga

mampu melakukan keperawatan mandiri di rumah.

1.5 Waktu dan Tempat

1.5.1 Waktu

Waktu pengambilan kasus asuhan keperawatan pada An. ”N’

dengan diagnosa medis Appendicitis di ruang bedah rumah sakit

umum daerah Dr. R. Soedjono Selong Lombok Timur dilaksanakan

pada tanggal 21 April sampai dengan 23 April 2016.

1.5.2 Tempat

Tempat pengambilan kasus asuhan keperawatan pada An. ”N”

diagnosa medis Appendicitis di ruang bedah rumah sakit umum

daerah Dr. R. Soedjono Selong Lombok Timur.


8

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematikan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini diuraikan secara terinci

untuk mepermudah pembahasannya, terdiri dari :

Bab pertama membahas tentang pendahuluan yang meliputi; latar

belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, waktu dan

tempat pengambilan kasus serta sistematika penulisan.

Bab kedua membahas tentang konsep dasar Appendicitis yang terdiri

dari; pengertian, anatomi dan fisiologi system pencernaan makanan, etiologi,

patofisiologi dan clinical pathway, tanda dan gejala, pemeriksaan penunjang,

penatalaksanaan dan komplikasi dan konsep dasar asuhan keperawatan pada

pasien dengan diagnosa medis Appendicitis yang meliputi; pengkajian,

diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, tindakan keperawatan dan

evaluasi keperawatan.
9

BAB 2

TINJAUAN TEORI.

2.1 Konsep Dasar Anak

2.1.1 Pengertian Tumbuh Kembang

Menurut Soetjiningsih (1995) tumbuh kembang mencakup dua hal

yang berbeda namun saling berkaitan, yaitu pertumbuhan dan

perkembangan. Yang masing-masing mempunyai definisi sebagai

berikut.

a. Pertumbuhan (growth) adalah berkaitan dengan masalah perubahan

dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ

maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran besar (gram,

vould, kg), ukuran panjang (cm, m), umur tulang dan

keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh).

b. Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan

(skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih komplek dalam

pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses

pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiansi dari

sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ Yang

berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat

memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi,

intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan

lingkungannya.
10

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan mempunyai

dampak terhadap aspek fisik, sedangkan perkembangan berkaitan

dengan pematangan fungsi organ atau individu.

2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang

Menurut soetjiningsih (1995) secara umum terdapat dua faktor

utama yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, yaitu :

a. Faktor genetik

Faktor genetik merupakan modal dasar dalam dasar dalam

mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Melalui

intruksi genetik yang terkandung didalam sel telur yang telah

dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan.

Ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelahan, derajat

sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur puberitas dan

berhentinya pertumbuhan tulang. Termasuk faktor genetik antara

lain adalah berbagai faktor bawaan yang normal dan patologik,

jenis kelamin, suku bangsa atau bangsa.

b. Faktor lingkungan

Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai

atau tidaknya potens bawaan. Lingkunmgan yang cukup baik akan

memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan yang

kurang baik akan menghambatnya. Lingkunanya ini merupakan

lingngkungan ” bio-psiko-sosial” yang mempengaruhi individu

setiap hari, mulai dari konsepsi samapai akhir hayatnya.


11

Faktor lingkungan ini secara garis besar dibagi menjadi :

1) Faktor lingkungan pranatal

a) Gizi ibu pada waktu hamil

Gizi ibu yang jelek sebelum terjadinya kehamilan

maupun pada waktu sedang hamil, lebih sering

menghasilkan bayi BBLR (berat badan lahitr rendah) atau

lahir mati dan jarang menyebabkan cacat bawaan.

b) Mekanis

Trauma dan cairan ketuban yang kurang menyebabkan

kelaiana bawaan pada bayi yang dilahirkan. Demikian

pula dengan posisi janin pada uterus dapat mengakibatkan

tali pusat, dislokasi panggul, tortikolis ikongenital,

palsialis, atau cranio tabes.

c) Toksi atau zat kimia

Masa organogenesis adalah massa yang sangat peka

terhadap zat-zat teratogen. Misalanya obat-obatan seperti

thalidomide, phenitoin, methadion, obat-obat anti kanker,

dal lain sebabagainya dapat menyebabkan kelainan

bawaan.

Demikian pula dengan ibu hamil yang perokok berat,

atau peminum alkohol kronis sering melahirkan (BBLR)

berat badan bayi rendah, lahir mati, cacat, retardasi

mental.
12

Keracunan logam berat pada ibu hamil, misalnya karena

makan ikan yang terkontaminasi merkuri dapat

menyebabkan mikrosefali dan palsicerebralis seperti di

jepang yang dikenal dengan penyakit mini mata.

d) Endokrin

Hormon-hormon yang mungkin berperan pada janin,

adalah somatotrofin, hormon plasenta, hormon tiroid,

insulin dan peptida-peptida lain dengan aktivitas mirip

insulin.

Somatrofi (growth hormone) disekresi oleh kelenjar

hifofisis janin sekitar minggu ke-9. Produksinya terus

meningkkat sampai minggu ke-20, selanjutnya menetap

sampai lahir. Perannya pada pertumbuhan janin.

e) Radiasi

Radiasi pada janin sebelum kehamilan 18 minggu dapat

menyebabkan kematian janin, kerusakan otak, mikrosefali,

cacat bawaan lainnya.

f) Infeksi

Infeksi intrauterin yang sering menyebabkan cacat

bawaan adalah TORCH (Toxoplasmosis, Rubella,

Cytomegalovirus, Herves Simplex).


13

g) Imunitas

Rhesus atau ABO inkomtabilitas sering menyebabkan

abortus, hidrops fetalis, kern ikterus, atau lahir mati.

2) Faktor lingkungan post-natal

Lingkungan post-natal yang mempengaruhi tumbuh

kembang anak secara umum dapat digolonkan menjadi :

a) Lingkungan biologis, antara lain :

(1) Ras/suku bangsa

Pertumbuhan somatik juga dipengaruhi oleh ras

atau suku bangsa. Bangsa kulit putih/ras Eropah

mempunyai pertumbuhan somatik lebih tinggi dari

pada bangsa asia.

(2) Jenis kelamin

Dikatakan anak laki-laki lebih sering sakit

dibandingkan anak perempuan, tetapi belum di

ketahui secara pasti mengapa demikian.

(3) Umur

Umur yang paling rawan adalah masa balita, oleh

karena pada masa itu anak mudah sakit dan mudah

terjadi kurang gizi. Disamping itu masa balita


14

merupakan dasar pembentuk kepribadian anak.

Sehingga di butuhkan perhatian yang khusus.

(4) Gizi

Makanan memegang peranan penting dalam

tumbuh kembang anak, dimana kebutuhan anak

berbeda dengan orang dewasa, karena makanan bagi

anak dibutuhkan juga untuk pertumbuhan, dimana

dipengaruhi oleh ketahanan makanan (food security)

keluarga. Ketahanan makanan keluarga mencakup

pada ketersediaan makanan dan pembagian yang adil

makanan dalam keluarga, dimana kepentingan budaya

bertabrakan dengan kepentingan biologis anggota-

anggota keluarga. Satu aspek yang penting yang perlu

ditambahkan adalah keamanan pangan (food safety)

yang mencakup pembebasan makanan dari berbagai

“racun” fisika, kimia dan biologis, yang kian

mengancam kesehatan manusia.

(5) Perawatan kesehatan

Perawatan kesehatan yang teratur, tidak saja kalau

anak sakit, tetapi pemeriksaan kesehatan dan

menimbang anak secara rutin setiap bulan, akan

menunjang pada tumbuh kembang anak. Oleh karena

itu pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan


15

dianjurkan untuk dilakukan secara komprehensif,

yang mencakup aspek-aspek promotif, preventif,

kuratif dan rehabiltatif.

(6) Kepekaan terhadap penyakit

Dengan memberikan imunisasi, maka diharapkan

anak terhindar dari penyakit-penyakit yang sering

menyebabkan cacat atau kematian. Dianjurkan

sebelum anak berumur satu tahun sudah mendapat

imunisasi BCG, Polio 3 kali, DPT 3 kali, Hepatitis –B

3 kali, dan Campak.

Disamping imunisasi, gizi juga memegang peranan

penting dalam kepekaan terhadap penyakit.

b) Faktor fisik, antara lain:

1) Cuaca, musim, keadaan geografis suatu daerah

Musim kemarau yang panjang/adanya bencana alam

lainnya, dapat berdampak pada tumbuh kembang anak

antara lain sebagai akibat gagalnya panen, sehingga

banyak anak yang kurang gizi. Demikian pula gondok

endemik banyak ditemukan pada daerah pegunungan,

dimana air tanahnya kurang mengandung yodium.


16

2) Sanitasi

Sanitasi lingkungan memiliki peran yang cukup

dominan dalam penyediaan lingkungan yang mendukung

kesehatan anak dan tumbuh kembangnya.

Kebersihan, baik kebersihan perorangan maupun

lingkungan memegang peranan penting dalam timbulnya

penyakit. Akibat dari kebersihan yang kurang, maka anak

akan sering sakit, misalnya diare, kecacingan, tifus

abdominalis, hepatitis, malaria, demam berdarah, dan

sebagainya.

Demikian pula dengan polusi udara baik yang berasal

dari pabrik, asap kendaraan atau asap rokok, dapat

berpengaruh terhadap tingginya angka kejadian ISPA

(Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Kalau anak sering

menderita sakit, maka tumbuh kembangnya pasti

terganggu.

3) Keadaan rumah

Struktur bangunan, ventilasi, cahaya dan kepadatan

hunian. Keadaan perumahan yang layak dengan konstruksi

bangunan yang tidak, membahayakan penghuninya, serta

tidak penuh sesak akan menjamin kesehatan penghuninya.


17

4) Radiasi

Tumbuh kembang anak dapat terganggu akibat adanya

radiasi yang tinggi.

c) Faktor psikososial antara lain :

1) Stimulasi

Stimulasi merupakan hal yang penting dalam tumbuh

kembang anak. Anak yang mendapat stimulasi yang

terserah dan teratur akan lebih cepat berkembang

dibandingkan dengan anak yang kurang/tidak mendapat

stimulasi.

2) Motivasi belajar

Motivasi belajar dapat ditimbulkan sejak dini, dengan

memberikan lingkungan yang kondusif untuk belajar,

misalnya adanya sekolah yang tidak terlalu jauh, buku-

buku, suasana yang tenang serta sarana lainnya.

3) Ganjaran ataupun hukuman yang wajar

Kalau anak berbuat benar, maka wajib kita memberi

ganjaran, misalnya pujian, ciuman, belaian, tepuk tangan

dan sebagainya. Ganjaran tersebut akan menimbulkan

motivaasi yang kuat bagi anak untuk mengulangi tingkah

lakunya. Sedangkan menghukum dengan cara-cara yang

wajar kalau anak berbuat salah, masih dibenarkan. Yang


18

penting hukuman di berikan secara obyektif, disertai

pengertian dan maksud dari hukuman tersebut, bukan

hukuman untuk melampiaskan kebencian dan kejengkelan

terhadap anak. Sehingga anak tahu mana yang baik dan

yang tidak baik, akibatnya akan menimbulkan rasa

percaya diri pada anak yang penting untuk perkembangan

kepribadian anak kelak kemudian hari.

4) Kelompok sebaya

Proses sosialisasi dengan lingkungannya anak

memerlukan teman sebaya. Tetapi orang tua tetap di

butuhkan untuk memantau dengan siapa anak tersebut

bergaul. Khususnya bagi remaja, aspek lingkungan teman

sebaya menjadi sangat penting dengan makin

meningkatkannya kasus-kasus penyalahgunaan obat-obat

dari narkotika.

5) Stres

Stres pada anak juga berpengaruh terhadap tumbuh

kembangnya, misalnya anak akan menarik diri, rendah

diri, terlambat bicara, nafsu makan menurun, dan

sebagainya.

6) Sekolah

Dengan adanya wajib belajar sembilan tahun sekarang

ini, diharapkan setiap anak mendapat kesempatan duduk


19

dibangku sekolah minimal sembilan tahun. Sehingga

dengan mendapat pendidikan yang baik, maka diharapkan

dapat meningkatkan taraf hidup anak-anak tersebut. Yang

masih menjadi masalah sosial saat ini adalah masih

banyaknya anak-anak yang terpaksa meninggalkan bangku

sekolah karena harus membantu mencari nafkah untuk

keluarganya.

7) Cinta dan kasih sayang

Salah satu hak anak adalah hak untuk dicintai dan

dilindungi. Anak memerlukan kasih sayang dan perlakuan

yang adil dari orang tuanya. Agar kelak kemudian hari

menjadi anak yang tidak sombong dan bisa memberikan

kasih sayang pula kepada sesamanya.

Sebaliknya kasih sayang yang diberiakan secara

berlebihan yang menjurus kearah memanjakan, akan

menghambat bahkan mematikan perkembangan

kepribadian anak. Akibatnya anak akan menjadi manja,

kurang mandiri, pemborosan, sombong dan kurang bisa

menerima kenyataan.

8) Kualitas intraksi anak-orang tua

Intraksi timbal balik antara anak dan orang tua, akan

menimbulkan keakraban dalam keluarga. Anak akan

terbuka kepada orang tuanya, sehingga komunikasi bisa


20

dua arah dan segala permasalahan dapat dipecahkan

bersama karena adanya keterdekatan dan kepercayaan

antara orang tua dan anak. Intraksi tidak ditentukan oleh

seberapa lama kita bersama anak. Tetapi lebih ditentukan

oleh kualitas dari intraksi tersebut yaitu pemahaman

terhadap kebutuhan masing-masing dan upaya optimal

untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang di landasi oleh

rasa saling menyayangi.

d) Faktor keluarga dan adat-istiadat antara lain :

1) Pekerjaan atau pendapatan keluarga

Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang

tumbuh kembang anak, karena orang tua dapat

menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer

maupun skunder.

2) Pendidikan ayah atau ibu

Pendidikkan orang tua merupakan salah satu faktor

dalam tumbuh kembang anak. Karena dengan pendidikan

yang baik, maka orang tua dapat menerima segala

informasi dari luar terutama, tentang cara pengasuhan

anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan anaknya,

pendidikannya dan sebagainya.


21

3) Jumlah saudara

Jumlah anak yang banyak pada keluarga yang keadaan

sosial ekonominya cukup, akan mengakibatkan

berkurangnya perhatian dan kasih sayang yang diterima

anak. Lebih-lebih kalau jarak anak terlalu dekat.

Sedangkan pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi

yang kurang, jumlah anak yang banyak akan

mengakibatkan selain kurangnya kasih sayang dan

perhatian pada anak, jaga kebutuhan primer seperti

makanan, sandang dan perumahanpun tidak terpenuhi.

Oleh karena itu keluarga berencana tetap di perlukan.

4) Jenis kelamin dalam keluarga

Pada masyarakat tradisional, wanita mempunyai status

yg lebih rendah dibandingkan laki-laki, sehingga angka

kematian bayi dan malnutrisi masih tinggi pada wanita.

Demikian pula dengan pendidikan, masih banyak

ditemukan wanita yg buta huruf.

5) Stabilitas rumah tangga

Stabilitas dan keharmonisan rumah tangga

mempengaruhi tumbuh kembang anak. Tumbuh kembang

anak akan berbeda pada keluarga yang harmonis,

dibandingkan dengan mereka yang kurang harmonis.


22

6) Kepribadian ayah /ibu

Kepribadian ayah dan ibu yang terbuka tentu

pengaruhnya berbeda terhadap tumbuh kembang anak,

bila dibandingkan dengan mereka yang kepribadiannya

tertutup.

7) Adat istiadat, norma-norma, tabu-tabu

Adat istiadat yg berlaku tiap daerah akan berpengaruh

terhadap tumbuh kembang anak. Misalnya di bali karena

seringnya upacara agama yang diadakan oleh suatu

keluarga, dimana harus disediakan berbagai makanan dan

buah-buahan, maka sangat jarang terdapat anak yang gizi

buruk karena makanan maupun buah-buahan tersebut akan

dimakan bersama setelah selesai upacara .

Demikian pula dengan norma-norma maupun tabu-tabu

yang berlaku dimasyarakat, berpengaruh pula terhadap

tumbuh kembang anak.

8) Agama

Pengajaran agama harus sudah ditanamkan pada anak-

anak sedini mungkin, karena dengan memahami agama

akan menuntun umatnya untuk berbuat kebaikan dan

kebajikan.
23

2.1.3 Kebutuhan Dasar Anak

Menutut soetjiningsih (1995) kebutuhan dasar anak untuk tumbuh

kembang, secara umum digolongkan menjadi 3 kebutuhan dasar :

a. Kebutuhan fisik-biomedis (asuh) meliputi :

1) Pangan /gizi merupakan kebutuhan terpenting.

2) Perawatan kesehatan dasar antara lain imunisasi, pemberian

asi, penimbangan bayi/anak, pengetahuan kalau sakit.

3) Papan/permukiman yang layak.

4) Hygine perorrangan, sanitasi lingkungan.

5) Sandang.

6) Kesegaran jasmani,rekreasi.

b. Kebutuhan kasih sayang (asih)

Pada tahun-tahun pertama kehidupan, hubungan yang erat,

mesra selaras, antara ibu atau pengganti ibu dengan anak

merupakan syarat mutlak untuk menjamin tumbuh kembang yang

selaras baik fisik,mental maupun psikososial. Kekurangan kasih

sayang ibu pada tahun-tahun pertama kehidupan mempunyai

damfak negative pada tumbuh kembang anak baik, fisik mental

maupun social emosi yang disebut “ Sindrom Deprivasi Mental”.

Kasih sayang dari orang tuanya akan menciptakan ikatan yang erat

(donding) dan kepercayaan dasar (basic trust).


24

c. Kebutuhan akan stimulasi mental (asah)

Stimulasi mental merupakan cikal bakal dalam proses belajar

(pendidikan dan pelatihan) pada anak. Stimulasi mental ini

mengembangkan perkembangan mental maupun psikososial :

kecerdasan, keterampilan, kemandirian, kreativitas, agama,

kepribadian, moral-etika, dan produktivitas.

2.1.4 Tahap-Tahap Tumbuh Kembang Anak

Dari kepustakaan terdapat berbagai pendapat mengenai pembagian

tahap-tahap tumbuh kembang ini, tetapi pada tulisan ini digunakan

pembagian berdasarkan Hasil Rapat Kerja UKK Pediatri Sosial di

Jakarta, Oktober (1986) yaitu :

a. Masa pranatal

1) Masa embrio (mudigah) : masa konsepsi - 8 minggu.

2) Masa janin (fetus) : 9 minggu - lahir.

b. Masa bayi : 0-1 tahun

1) Masa neonatal : 0-28 hari

a) Neonatal dini ( perinatal) : 0-7 hari

b) Neonatal lanjut : 8-28 hari

c. Masa pra-sekolah : 1 – 6 tahun

d. Masa sekolah : 6 -18/20 tahun

1) Masa pra-remaja : 6 -10 tahun

2) Masa remaja
25

a) Masa remaja dini

(1) Wanita : 8 -13 tahun

(2) Pria : 10-15 tahun

b) Masa remaja lanjut

(1) Wanita : 13 -18 tahun

Pria : 15 -20 tahun.

(Soetjiningsih, 1995)

2.1.5 Perkembangan Psikoseksual Pada Anak

Tahap perkembangan psikoseksual menurut Freud dalam Supartini

(2012) yaitu :

1) Fase oral (0- 11 bulan)

Selama masih bayi, sumber kesenangan anak terbesar berpusat

pada aktivitas oral, seperti menghisap, menggigit, mengunyah,

dan mengucap.

2) Fase anal (1 -3 tahun)

Selama fase kedua, yaitu menginjak tahun pertama sampai

tahun ketiga, kehidupan anak berpusat pada kesenangan anak,

yaitu selama perkembangan otot sfingter. Anak sering menahan

feses, bahkan bermain-main dengan fesesnya sesuai dengan

keinginannya. Dengan demikian, toilet trening adalah waktu

yang tepat dilakukan pada priode ini.


26

3) Fase falik (3 -6 tahun)

Selama fase ini, genetalia menjadi area yang menarik dan area

tubuh yang sensitif. Anak mulai mempelajari adanya perbedaan

jenis kelamin perempuan dan laki-laki dengan mengetahui adanya

perbedaan alat kelamin.

4) Fase laten (6 -12 tahun)

Awal fase laten, anak perempuan lebih menyukai teman

dengan jenis kelamin perempuan, dan anak laki-laki dengan anak

laki-laki. Pertanyaan anak tentang seks semakin banyak,

mengarah pada sistem reproduksi.

5) Fase genital (12 -18 tahun)

Tahapan genital ketika anak mulai masuk fase pubertas, yaitu

dengan adanya proses kematangan organ reproduksi dan

produksi hormon seks.

2.1.6 Perkembangan Psikososial

Tahap perkembangan psikososial menurut Erikson dalam

Supartuni (2012) yaitu :

1) Percaya versus tidak percaya (0 – 1 tahun)

Penanaman rasa percaya adalah hal yang sangat mendasar

pada fase ini. Terbentuknya kepercayaan diperoleh dari

hubungannya dengan orang lain dan orang yang pertama

berhubungan adalah orang tuanya, terutama ibunya. Belaian cinta

kasih ibu dalam memberikan perhatian dan memenuhi kebutuhan


27

dasar anak yang konsisten terutama pemberian anak makan disaat

anak lapar dan haus adalah sangat penting untuk mengembangkan

rasa percaya ini.

2) Otonomi versus rasa malu dan ragu (1 -3 tahun)

Perkembangan otonomi berpusat pada kemampuan anak untuk

mengontrol tubuh dan lingkungannya. Anak ingin melakukan hal-

hal yang ingin dilakukannya sendiri dengan menggunakan

kemampuan yang sudah mereka miliki, seperti berjalan, berjinjit,

memanjat dan memilih mainan atau barang yang diinginkannya.

3) Insistif versus rasa bersalah (3 -6 tahun)

Anak mengembangkan keinginan dengan cara eksplorasi

terhadap apa yang ada di sekelilingnya.

4) Industry versus inferioroty (6 -12 tahun)

Otonomi mulai berkembang pada fase ini, terutama awal usia 6

tahun, dengan dukungan keluarga terdekat. Terjadinya perubahan

fisik, emosi, dan sosial pada anak berpengaruh terhadap gambaran

terhadap tubuhnya (body image).

5) Identitas dan kerancuan peran (12 -18 tahun)

Anak remaja akan berusaha untuk menyesuaikan perannya

sebagai anak, yang sedang berada pada fase transisi dari kanak-

kanak menuju dewasa. Mereka menunjukkan perannya dengan

bergaya sebagai remaja yang sangat dekat dengan kelompoknya,


28

bergaul dengan mengadopsi nilai kelompok dan lingkungannya,

untuk dapat mengambil keputusannya sendiri.

2.2 Konsep Dasar Penyakit Appendicitis

2.2.1 Pengertian

Appendicittis adalah peradangan pada appendiks vermiformis,

apendiks vermiformis merupakan saluran kecil dengan panjang

sampai 2 – 6 inci, lokasinya di daerah colon iliaka kanan, di bawah

katub iliosecal tepatnya pada dinding abdomen dibawah Mc. Burney

(Brunner and Sudart, 2002).

Appendicitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis

jenis yang akut merupakan penyebab yang umum dari abdomen akut

(Arief Mansjoer, 2000).

Appendicitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu

atau atau umbai cacing (appendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan

pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah.

Usus buntu merupakan saluran usus yang usus yang ujungnnya

buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum

(cecum). Usus bauntu besarnya sekitar kelingking tanngan dan

terletak diperut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus

lainnya. Namun,lendirnya banyak mengandung kelenjar yang

senantiasa mengeluarkan lender (Jitowiyono, Sugeng, 2010).


29

2.2.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan

a. Anatomi Sistem Pencernaan

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pencernaan Makanan (Syaifuddin, 2006).

Susunan sistem pencernaan makanan menurut Syaifuddin

(2006), terdiri dari :


30

1) Mulut (oris)

Mulut (oris) adalah permulaan saluran pencernaan yang

terdiri atas 2 bagian yaitu :

a) Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang di

antara gusi, gigi, bibir, dan pipi.

b) Bagian rongga mulut/bagian dalam, yaitu rongga mulut

yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan

mandibula di sebelah belakang bersambung dengan faring.

Selaput lender mulut ditutupi epithelium yang berlapis-

lapis, di bawahnya terletak kelenjar-kelenjar yang halus yang

mengeluarkan lender, selaput ini kaya akan pembuluh darah

dan juga memuat banyak ujung akhir saraf sensoris.

2) Faring

Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut

dengan kerongkongan (esofagus), di dalam lengkung faring

terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang

banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan

terhadap infeksi. Dissini terletak persimpangan antara jalan

napas dan jalan makanan, letaknya di belakang rongga mulut

(cavum oris) dan rongga hidung (cavum nasi), di depan ruas

tulang belakang (Evelyn, 2002).


31

3) Esofagus (kerongkongan)

Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan

lambung (gaster), panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring

sampai pintu masuk kardiak di bawah lambung. Lapisan

dinding dari dalam keluar, lapisan selaput lendir (mukosa),

lapisan submukosa, lapisan otot melingkar sirkuler dan lapisan

otot memanjang longitudinal. Esofagus terletak di belakang

trakheadan di depan tulang punggung setelah melalui thoraks

menembus diafragma masuk ke dalam abdomen menyambung

dengan lambung.

4) Gaster (lambung)

Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang

paling banyak terutama di daerah epigaster, lambung (gaster)

terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan

esofgus melalui orifisium pilorik, terletak dibawah diafragma

di depan pancreas dan limpa, menempel di sebelah kiri fundus

uteri.

Bagian lambung terdiri dari :

a) Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak

sebelah kiri osteum kardium dan biasanya penuh berisi

gas.

b) Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan

pada bagian bawah kurvatura minor.


32

c) Antrum pylorus, bagian lambung berbentuk tabung

mempunyai otot yang tebal membentuk sfingter pylorus.

d) Kurvatura minor, terdapat sebelah kanan lambung

terbentang dari ostium kardiak sampai ke pylorus.

e) Kurvatura mayor, lebih panjang dari kurvatura minor

terbentang dari sisi kiri osteum kardiak melalui fundus

ventrikuli menuju ke kanan sampai ke pylorus inferior.

f) Osteum kardiak, merupakan tempat dimana esofagus

bagian abdomen masuk ke lambung. Pada bagian ini

terdapat orifisium pilorik.

Fungsi lambung menurut Syaifuddin (2006), terdiri

dari :

a) Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan

makanan oleh peristaltik lambung dan getah lambung.

(1) Pepsin, fungsinya; memecah putih telur menjadi asam

amino (albumin dan pepton)

(2) Asam garam (HCl), fungsinya; mengasamkan

makanan, sebagai anti septic dan desinfektan, dan

membuat suasana asam pada pepsinogen sehingga

menjadi pepsin.

(3) Renin, fungsinya; sebagai ragi yang membekukan susu

dan membentuk kasein dari kasinogen (kasinogen dan

protein susu).
33

Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang

makan, bila melihat makanan dan mencium makanan maka

sekresi lambung akan terangsang, sehingga akan menimbulkan

rangsangan kimiawi yang menyebabkan dinding lambung

melepaskan hormon yang di sebut sekresi getah lambung

(Syaifuddin, 2006).

Gambar 2.2 Anatomi Lambung (Syaifuddin, 2006).

5) Intestium Minor (usus halus)

Intestinum minor adalah bagian dari system pencernaan

makanan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada

seikum, panjangnya ±6 meter, merupakan saluran paling


34

panjang tempat proses pencernaan dan absorpsi hasil

pencernaan yang terdiri dari :

a) Duodenum (usus 12 jari)

Duodenum (usus 12 jari) panjangnya ±25 cm,

berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri, pada

lengkungan ini terdapat pankreas, dan pada bagian kanan

duodenum ini terdapat lendir yang membukit disebut

papila valeri.

Pada papilla valeri ini bermuara saluran empedu

(duktus koledokus) dan saluran pankreas (duktus wirsungi

atau duktus pankreatikus).

b) Yeyenum dan Ileum

Yeyenum dan ileum mempunyai panjang sekitar ± 6

meter, 2/5 (dua perlima) bagian atas adalah yeyenum

dengan panjang ± 2 – 3 meter dan ileum dengan panjang 4

– 5 meter. Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada

dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan

peritoneum yang berbentuk kipas, dikenal dengan sebutan

mesenterium.

Fungsi usus halus (Syaifuddin, 2006) terdiri dari :

a) Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk di

serap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran

limfe.
35

b) Menyerap protein dalam bentuk asam amino.

c) Karbohidrat di serap dalam bentu monosakarida.

Didalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan

getah usus yang menyempurnakan makanan :

a) Enterokinase, mengaktifkan enzime proteolitik.

b) Eripsin menyempurnakan pencernaan protein menjadi

asam amino.

(1) Laktase mengubah laktase menjadi monosakarida.

(2) Maltosa mengubah maltosa menjadi monosakarida.

(3) Sukrosa mengubah sukrosa menjadi monosakarida.

Gambar 2.3 Anatomi Usus Halus (Icon Learning Siystem All


Rights Reserved. 2010)
36

6) Intestinum Mayor (Usus besar)

Intestinum Mayor (usus besar) panjangnya ± 1,5 meter,

diameter 5 -6 cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke

luar terdiri dari :

a) Selaput lender

b) Lapisan otot melingkar

c) Lapisan otot memanjang

d) Jaringan ikat

Intestinum Mayor (usus besar) terdiri dari :

a) Colon assenden

Panjangnya ± 13 cm, terletak di bawah abdomen

sebelah kanan membujur ke atas dari ileum ke bawah hati.

Di bawah hati melengkung ke kiri, lengkungan ini disebut

fleksura hepatica, dilanjutkan sebagai kolon transversum.

b) Colon transversum

Panjangnya ± 38 cm, membujur dari colon assenden

sampai ke kolon desenden berada di bawah abdomen,

sebelah kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri

terdapat fleksura lienalis.

c) Colon dessenden

Panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah abdomen

bagian kiri membujur dari atas ke bawah dari fleksura


37

lienalis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan

colon sigmoid.

d) Colon sigmoid

Merupakan lanjutan dari colon dessenden terletak

miring, dalam rongga pelvis sebelah kiri berbentuk

menyerupai huruf S, ujung bawahnya berhubungan

dengan rektum.

e) Rektum

Terletak di bawah colon sigmoid yang

menghubungkan intestinum mayor dengan anus, terletak

di dalam rongga pelvis di depan os sakrum dan os

koksigis.

f) Anus

Adalah bagian dari saluran pencernaan yang

menghubungkan rektum dengan dunia luar (udara luar).

Terletak di dasar pelvis, dindingnya di perkuat oleh tiga

sfingter :

(1) Sfingter ani internus (sebelah atas), bekerja tidak

menurut kehendak.

(2) Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut

kehendak.

(3) Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja

menurut kehendak.
38

Gambar 2.4 Anatomi Usus Besar (Icon Learning Siystem

All Rights Reserved. 2010).

b. Fisiologi Sistem Saluran Pencernaan Makanan

Ethel Sloane, alih bahasa oleh James Veldman (2004)

fungsi system pencernaan adalah untuk menyediakan makanan,

air, dan elektrolit bagi tubuh dari nutrient yang dicerna kimia,

dan meliputi proses-proses berikut :

1) Ingesti adalah masuknya makanan ke dalam mulut.

2) Pemotongan dan penggilingan makanan dilakukan secara

mekanik oleh gigi. Makanan kemudian bercampur dengan

saliva sebelum ditelan (menelan).

3) Peristaltik adalah gelombang kontraksi otot polos

involunter yang menggerakkan makanan tertelan melalui

saluran pencernaan.
39

4) Digesti adalah hidrolisis kimia (penguraian) molekul besar

menjadi molekul kecil sehingga absorpsi dapat

berlangsung.

5) Absorpsi adalah pergerakan produk akhir pencernaan dari

lumen saluran pencernaan ke dalam sirkulasi darah dan

limfatik sehingga dapat digunakan oleh sel tubuh.

6) Egesti adalah proses eliminasi zat – zat sisa yang tidak

tercerna, juga bakteri, dalam bentuk feces dari saluran

pencernaan.

Jumlah makanan yang dicerna seseorang dan jenisnya

adalah tergantung dari kemauan dan seleranya. Mekanisme

ini ada dalam tubuh seseorang dan merupakan sistem

pengaturan yang otomatis.

Makanan masuk melalui mulut kemudian dikunyah oleh

gigi, gigi anterior (insisivus) menyediakan kerja memotong

yang kuat dan gigi posterior (molar), kerja menggiling.

Semua otot rahang yang bekerja dengan bersama – sama

dapat mengatupkan gigi dengan kekuatan sebesar 55 pound

pada insisivus dan 200 pound pada molar.

Setelah itu makanan ditelan, menelan merupakan

mekanisme yang kompleks, terutama faring yang hampir

setiap saat melakukan fungsi lain disamping menelan


40

makanan dan hanya diubah dalam beberapa detik dalam

traktus untuk mendorong makanan.

Esophagus terutama berfungsi untuk menyalurkan

makanan dari faring ke lambung dan gerakannya diatur

secara khusus untuk melakukan fungsi tersebut.

Fungsi lambung ada tiga, yaitu penyimpanan sejumlah

besar makanan sampai makanan dapat diproses didalam

duodenum, pencampuran makanan ini dengan sekresi

setengah cair yang disebut kimus. Pengosongan makanan

dengan lamat dari lambung ke usus halus pada kecepatan

yang sesuai untuk pencernaan dan absorpsi yang tepat oleh

usus halus.

Makanan akan digerakkan dengan melakukan gerkan

peristaltik. Peristaltik usus yang normal 12 kali per menit.

Makanan akan didorong ke usus besar dan akan

diabsorpsi baik air, elektrolit, dan penimbunan bahan feces di

rektum sampai dapat dikeluarkan melalui anus melalui proses

defekasi.

2.2.3 Etiologi

Secara klinis , obstruksi lumen merupakan penyebab utama

appendicitis. Obstruksi ini disebabkan oleh karena pergeseran bahan

feses (fekolit). Bahan keras ini biasanya mengapur, terlihat dalam

foto rontgen sebagai appendikolit (15-20%).


41

Appendicitis merupakan infeksi bakteri yang disebakan oleh

obsruksi atau penyumbatan akibata hyperplasia dari follikel limfoid,

adanya fekalit dalam lumen appendiks, tumor appendiks, adanya

benda asing seperti cacing askariasis, Erosi mukosa appendiks

karena parasit seperti E.Histilitic.

Appendiks disebabkan oleh penyumbatan lumen appediks oleh

hyperplasia Folikel Lympoid Fecolit, Fibrasi karena adanya

peradangan atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus

yang menyebabkan mukosa mengalami bendungan.Namun

elastisitas dindinng appendiks mempunyai keterbatasan sehingga

menyebabkan tekanan intra lumen. Tekanan yang mengikat

tersebutakan menghambat aliran limfe yang akan menyebabkan

edema dan ulserasi mukosa. Pada sat inilah terjadi appendicitis akut

local yang ditandai nyeri epigastrium.

Penyebab utamanya adalah obstruksi atau penyumbatan yang

disebabkan oleh :

a. Fekalit (masa feses yang padat) akibat konsumsi makanan yang

rendah serat.

b. Cacing/parasit

c. Infeksi virus: E. coli, streptococcus.

d. Sebab lain: missal: tumor, batu.

e. Striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya.

f. Hyperplasia limfoid.
42

2.2.4 Pathofisiologi dan Clinical Pathway Appendicitis

a. Pathofisiologi

Appendicitisterinflamasi dan mengalami edema akibat

obstruksi oleh fekalit, tumor atau benda asing. Proses inflamasi

mengakibatkan akumulasi cairan yang diproduksi apendiks dan

akhirnya meningkatkan tekanan intraluminal dan tekanan

intramukosa meningkat dan menimbulkan nyeri abdomen atau

menyebar hebat secara progresif dalam beberapa jam

berlokalisasi dikuadran kanan bawah dari abdomen. Peningkatan

tekanan tersebut akan menyebabkan infiltrasi mikroorganisme ke

dinding apendiks. Akhirnya apendiks terinfeksi yang seterusnya

menjadi gangren dengan perforasi (Suratun & Lusianah. 2010).


43

b. Clinical Pathway

Fecalit Tumor appendiks Pembekakan limfe Cacing Benda asing

Peradangan pada appendiks

Appendicitis

Pelepasan Pelepasan Sekresi Operasi Ansietas Anestesi


prostaglan- mediator mucus
din nyeri berlebih
pada Luka insisi Peristaltic
(histamin, usus
lumen
bradikini)
Menggigil appendiks
Kerusakan
jaringan Resiko
infeksi
Peningka- Nyeri akut Appendiks
tan suhu teregang
Ujung
tubuh saraf Distensi
Mual dan terputus abdomen
muntah Tekanan
Hipertermi dinding Resiko
cranial Pelepasan Mual dan kekurangan
lebih dari prostagla- muntah volume
Anorexia
tekanan din cairan
vena
Anorexia
Ketidak seimbangan Stimulasi
nutrisi kurang dari Hypoxia dihantar-
kebutuhan tubuh jaringan kan Ketidak seimbangan
appendiks nutrisi kurang dari
Spinal kebutuhan tubuh
Ulserasi cord

Resiko Cortex
Perforasi serebri Nyeri akut
infeksi

Bagan 2.1 Clinical Pathway (Nurarif & Kusuma. 2015)


44

2.2.5 Tanda dan Gejala

Menurut Jiwoto dan Sugeng (2010), tanda dan Gejala

Appendicitis dibagi menjadi beberapa tahap :

a. Tahap awal

Tanda dan gejala klinis dari appendicitis tergantunng dari fase

patologis appendicitis saat pemeriksaan. Gejala umum yang

klasik pada appendicitis adalah mendadak nyeri kolik pada daerah

umbilicus (pada awal obstruksi appendiks pada bagian

periumbillikalis),kemudian diikuti muntah dan panas. Appendicitis

diawali dengan nyeri kolik yang mendadak pada daerah

ummbilikus,perasaan sakit merupakan keluhan awal pada 97-

100% kasus. Urutan klasik pada appendicitis akut adalah Sakit

perut, mual dan muntah, rasa ngilu dan sakit tekan (nyeri tekan) di

daerah appendiks, dan badan panas. Suhu tubuh meningkat, tetapi

jarang diatas 40 derajat. Konstipasi merupakan hal yang lebih

umum,pada beberapa kasus pasien mengeluh mengenai adanya

gangguan pencernaan satu atau dua hari sebelumnya.

Emesis (muntah) biasanya menyertai nyeri,namun jarang

terjadi.Tidak nafsu makan juga lebih lazim ditemukan.

b. Tahap pertengahan

1) Rasa sakit menjalar dari daerah epigastrik kea rah titik

Mc.Burney.

2) Anoreksia
45

3) Kelesuan,badan terasa lemah

4) Terkadanng kekakuan otot

5) Suhu subfebris

c. Tahap akut yang disertai perforasi

1) Terjadi peningkatan rasa sakit di daerah titik Mc.Burney.

2) Muntah

3) Peningkatan temperature hingga >38,5

4) Kekakuan abdomen

5) Tungkai kanan tidak dapat diluruskan

6) Leukositosis

7) Takikardia

2.2.6 Klasifikasi

Menurut Jiwoto dan Sugeng (2010), klasifikasi appendiks terbagi

atas 2 (dua), yaitu :

a. Appendisitis akut, dibagi atas : appendicitis akut fokalis atau

segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul strktur local.

Appendicitispurulentadifusi, sudah bertumpuk nanah.

b. Appendicitis kronis, dibagi atas: appendicitis kronis fokalis atau

parsial, setelah sembuh akan timbul struktur local.

Appendicitisoblliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya

ditemukan pada usia tua.


46

2.2.7 Pemerksaan Penunjang

Menurut Jiwoto dan Sugeng (2010), Untuk menegakkan

diagnosa pada appendicitis didasarkan atas anamneses ditambah

dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaaan penunjang

lainnya. Gejala appendicitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal

yang penting adalah: Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri visceral)

yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah.

Muntah oleh karena nyri visceral. Panas (karena kuman yang

menetap di dinding usus). Gejala lain adalah badan lemah dan kurang

nafsu makan, penderita Nampak sakit,menghindarkan pergerakan,di

perut terasa nyeri.

a. Pemeriksaan yang lain Lokalisasi

Jika sudah terjadi perforasi,nyeri akan terjadi pada seluruh

perut,tetapi paling terasa nyeri pada daerah titik Mc.Burney.

Jika sudah infiltarat,local infeksi juga terjadi jika orang dapat

menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor di titik

Mc. Burney.

b. Test rectal

Pada pemeriksaan rectal toucher akan terasa benjolan dan

penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.

c. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium akan didapatkan sel darah puti

(Leukosit) meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi


47

tubuh terhadap mikroorganisme yang mennyerang. Leukositosis

diatas 10.000/ul, peningkatan neutrofil sampai 75%.

Pada appendicitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis

yang lebih tinggi lagi. Haemoglobin (Hb) akan didapatkan normal,

Laju endap darah (LED) akan didapatkan meningkat pada keadaan

appendicitis infiltrate.Urine rutin penting untuk melihat apa ada

infeksi pada ginjal.

Pemeriksaan radiologi pada foto tidak dapat menolong untuk

menegakkan diagnosa appendicitis akut, kecuali bila terjadi

peritonitis,tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai

berikkut: Adanya sedikit fluid level yang disebabkan karena

adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit, pada keadaan

perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam difragma.

d. Computered Tomografi – Scan (CT- scan) abdomen

Dapat menunjukkan terjadinya abses appendikal atau

appendicitis akut.

e. Foto abdomen

Gambaran fekalit, jika perforasi terjadi, gambaran udara,

bebas dapat dilhat dari hasil foto.

f. Ultrasonografi (USG)

Ditemukan gambaran appendicitis.


48

g. Urinalisis

Normal, tetap leukosit dan eritrosit mungkin ada dalam jumlah

sedikit.

2.2.8 Penatalaksanaan

Menurut Smeltzer (2001), pembedahan diindikasikan bila

diagnosa appendicitis ditegakkan. Antibiotik dan cairan Intravena

(IV) diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgesik dapat

diberikan setelah dignosa ditegakkan. Appendiktomi (pembedahan

untuk mengangkat appendiks) dilakukan sesegara mungkin untuk

menurunkan resiko perforasi.

Appendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau

spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi,yang

merupakan metode terbaru yang sangat efektif.

2.2.9 Komplikasi

Menurut Jiwoto dan Sugeng (2010), komplikasi yang dapat

terjadi pada kasus Appendicitis yaitu:

a. Perforasi

Perforasi jarang terjadi timbul dalam 12 jam pertama tetapi

meningkat sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui pre operatif

dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak

sakkit,panas lebih dari 38,5 derajat celcius tampak tosik,nyeri

tekan di seluruh perut dan leukositosis akiibatperforasi dan

pembentukan abses.
49

b. Peritonitis

Merupakan peradangan peritoneum yang berbahaya yang

sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen

misalnya appendicitis. Organisme yang sering menginfeksi adalah

organisme yang hidup di dalam kolon yaitu pada kasus ruptura

appendiks. Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri

adalah keluarnya eksudat fibrinosa, kantong-kantong nanah

(abses) terbentuk diantara perlekatan fibrinosa yang menempel

menjadi satu dengan permukaan sekitarnnya sehingga membatasi

infeksi.

c. Obstruksi usus

Dapat didefinisikan sebagai gangguan aliran normal isi usus

dapat akut atau kronik, parsial atau total. Obstruksi usus kronik

biasanya megenai kolon sebagai akibat dari karsinoma.

Obstruksi total usus memerlukan diagnosis dini dalam tindakan

pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.

2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada An. “N’ Dengan Diagnosa

Medis Appendicitis

Proses keperawatan merupakan cara sistematis yang dilakukan

oleh perawat bersama pasien alam menentukan kebutuhan apasien suhan

keperawatan dengan melakukan pengkajian, penentuandignosis, perencanaan

tindakan, pelaksanaan tindakan, serta pengevaluasi hasil asuhan yang telah


50

diberiikan dengan berfokus pada pasien dan berorientasi paa tujuan (Alimul

Aziz, 2006).

Asuhan keperawatan adalah faktor penting dalam survival klien dan

aspek-aspek pemeliharaan,,rehabilitative dan preventif perwatan kesehatan

(Doengoes, 2000).

Langkah-langkah dalam penerapan asuhan keperwatan meliputi:

pengkajian, diagnosa keperwatan, rencana tindakan keperawatan, tindakan

keperawatan, evaluasi keperawatan.

2.3.1 Pengakjian

Pengkajian adalah tahap awal dalam proses keperawatan dan

merupakan suatu yang sistematis dalam pengumpulan data dan

berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi

status kesehatan pasien.

Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan

asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu.

Oleh karena itu pengkajian yang lengkap, akurat, sesuai dengan

kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu

diagnosa keperawatan dan memberikan pelayanan keperawatan

sesuai dengan respon individu, sebagaimana yang telah yang

ditentukan dalam standar praktek keperawatan.Komponen tahap

pengkajian adalah pengumpulan data, validasi data dan identifikasi

pola atau divisi (Nursalam, 2001).


51

Langkah-langkah dalam pengkajian dengan klien appendicitis

meliputi :

a. Pengumpulan data

1) Identitas

a) Identitas pasien

Nama, umur (dapat terjadi pada orang dewasa atau anak-

anak tapi lebih sering ditemukan pada orang dewasa),

alamat, jenis kelamin (pada laki-laki maupun

perempuan).

b) Identitas penanggung jawab

Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan,

pekerjaan, hubungan dengan pasien.

2) Keluhan utama

Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien Appendik

untuk datang ke Rumah Sakit adalah nyeri pada kuadran

kanan bawah.

3) Riwat Penyakit Sekarang

Riwayat penyakit sekarang ditemukan saat pengkajian,

yang diuraikan dari mulai masuk tempat perawatan sampai

dilakukan pengkajian. Keluhan sekarang dikaji dengan

menggunakan PQRST (paliatif and provokatif, quality and

quantity, region and radiasi, severity scale dan timing)Klien

yang telah menjalani operasi apendiktomi pada umumnya


52

mengeluh nyeri pada luka operasi yang akan tambah saat

digerakkan atau ditekan dan umumnya berkurang setelah

diberi obat dan diistirahatkan. Nyeri dirasakn seperti ditusuk-

tusuk dengan skala nyeri lebih dari lima (0-10). Nyeri akan

terlokalisasi di area operasi dapat pula menyebar diseluruh

abdomen dan paha kanan dan umumnya menetap sepanjang

hari. Nyeri mungkin dapat mengganggu aktivitas sesuai

rentang toleransi masing-masing pasien.

4) Riwayat penyakit dahulu

Penyakit apa saja yang pernah diderita, apakah ada

riwayat operasi atau tidak dan perlu dikaji juga apa ada

riwayat penyakit degeneratif.

5) Riwayat penyakit keluarga

Penyakit apa yang sedang diderita keluarga, apakah ada

keluarga yang menderita penyakit degeneratif seperti

Diabetes Mellitus, Hipertensi.

6) Pola kebiasaan

Penulis menggunakan pola fungsi kesehatan menurun

Gordon (19983), yang terdiri dari 11 komponen yaitu :

a) Persepsi Kesehatan

Meliputi bagaimana klien menggambarkan persepsi

terhadap pemeliharaan dan penanganan kesehatan,

persepsi terhadap arti kesehatan, penatalaksanaan


53

kesehatan, kemampuan menyusun tujuan, dan

pengetahuan klien tentang praktik kesehatan.

b) Pola aktifitas latihan

Perlu dikaji apakah klien mengalami kesulitan dalam

melakukan aktifitas sehari-hari, ketergantungan kepada

orang lain mandiri, berpakaian dan lain-lain.

c) Pola Istirahat Tidur

Perlu dikaji bagaimana pola tidur, apakah ditemukan

adanya gangguan tidur seperti insomnia atau mimpi

buruk saat menderita penyakit. Ditemukan adanya

istirahat yang kurang.

d) Pola Nutrisi

Hal yang perlu dikaji adalah pola makan, jenis makanan

yang bisa dimakan apakah rendah serat atau tinggi serat

dan jumlah hidrasi setiap hari.

e) Pola Eliminasi

Perlu dikaji pola dan rutinitas eliminasi bowelyang

biasanya dialami klien, apakah nyeri disaat defekasi,

apakah ada perdarahan disaat defekasi, amati adanya

feses yang keras dan darahnya apakah berwarna merah

atau merah muda.


54

f) Pola Kognitif Perseptual

Yang perlu dikaji pada persepsi sensori bagaimana fungsi

pengelihatan, pendengaran dan perasaan klien saat sakit.

Sedangkan pola kognitifmeliputi status mental dan pola

ingat klien terhadap peristiwa yang telah terjadi.

g) Pola Konsep Diri

Yang perlu dikaji bagaimana gambar diri, harga diri,

peran, identitas dan ideal diri klien terhadap penyakit

yang diderita saat ini. Biasanya klien akan merasa malu

dengan adanya penyakit Appendicitis.

h) Pola Koping

Perlu dikaji bagaimana klien dalam kemampuan untuk

menahan stres dan penggunaan sistem pendukung selama

sakit. Biasanya ditemukan adanya kecemasan, ketakutan,

marah, mudah tersinggung dan ketidak sabaran, mungkin

karna faktor pengunjung atau rasa nyeri pada abdomen.

i) Pola Seksualitas

Perlu dikaji apakah klien mengalami perubahan dalam

melakukan hubungan seksual, peran terhadap

kemampuan seksual.

j) Pola Peran-perhubungan

Pada pola ini yang perlu dikaji adalah peran klien

terhadap anggota keluarga dan peran klien dalam


55

hubungan dengan masyarakat selama menderita penyakit

yang dialami.

7) Pemeriksaan Fisik

a) Keadaan Umum

Yang perlu dikaji mengenai kesadaran klien, kecemasan,

gelisah.

(1) Kesadaran

Seperti komposmentis, apatis, samnolen, sopor,

koma dan delirium.

(2) Vital sign

Meliputi tekanan darah, nadi (frekuensi dan irama),

pernafasan (irama, frekuensi, kedalaman dan pola

nafas), serta suhu tubuh.

b) Pemeriksaan Head To Toe :

(1) Kepala

Pada kepala perlu dikaji bentuk kepala, kulit kepala

dan keadaan rambut

(2) Mata –Telinga - Hidung

Pada daerah wajah dikaji bentuk wajah, keadaan

mata, hidung, telinga, mulut dan gigi.


56

(3) Leher

Perlu dikaji apakah terdapat benjolan pada leher,

pembesaran vena jugularis dan adanya pembesaran

kelenjar tiroid.

(4) Dada dan Punggung

Perlu dikaji kesimetrisan dada, ada tidaknya retraksi

intercostae, pernafasan tertinggal, suara

whezing,ronchi, bagaimana irama dan frekwensi

pernafasan. Pada jantung dikaji bunyi jantung

(interval) adakah bunyi gallop dan mur-mur.

(5) Abdomen dan Pinggang

Dikaji ada tidaknya distensi abdomen, pembesaran

hati dan limfa, perasaan nyilu dan nyeri tekan

ditemukan didaerah Mc. Burney dan didapatkan nyeri

lepas direck dan indireck yang menunjukkan adanya

peritonitis setempat dan ada tidaknya peristaltik usus.

Rasa sakit mungkin juga didapatkan pada pinggang

kanan atau pada pemeriksaan recktal / vagina. Titik

Mc. Burney dicari dengan menarik garis spina iliaka

superior kanan ke umbilikus dan titik tengah garis ini

merupakan tempat pangkal apendiks.


57

(6) Ekstermitas Atas dan Bawah

Dikaji kesimetrisan, kekuatan otot dan ada tidaknya

oedema.

(7) Anus dan Genetalia

Perlu dikaji bagaimana jenis kelamin, apa ada

konstipasi, apa ada perdarahan.

(8) Reproduksi

Pada genetalia dikaji ada tidaknya nyeri pada testis

kanan atau kiri maupun keduanya.

(9) Pemeriksaan fisik khusus Apendik

(a) Insfeksi

Pada Appendicitis sering ditemukan adanya

abdominal swelling sehingga pada pemeriksaan

jenis ini biasa ditemukan distensi perut.

(b) Palpasi

Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan

akan terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepaskan

juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan

bawah merupakan kunci diagonisis dari

appendicitis. Pada penekanan perut kiri bawah

akan terasa nyeri pada perut kanan bawah. Ini

disebut tanda Rovsing (Rovsing sign). Dan

apabila tekanan diperut kiri bawah dilepaskan


58

juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.

Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).

(c) Pemeriksaan Rectal Toucher : pemeriksaan ini

dilakukan pada appendicitis, untuk menentukan

appendic, apabila letaknya sulit diketahui. Jika

saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri,

maka kemungkinan appendic yang meradang

terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini

merupakan kunci diagonisis pada appendicitis

pelvika.

(d) Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator :

pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui

letak appendic yang meradang. Uji psoas

dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat

hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif

sendi panggul kanan, kemudian paha kanan

ditahan. Bila appendic yang meradang menempel

di m. Psoas mayor, maka tindakan tersebut akan

menimbulkan nyeri sedangkan pada uji obturator

dilakukan gerakan pleksi dan endorotasi sendi

panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks

yang meradang kontak dengan m. Obturator

internus yang merupakan dinding panggul kecil,


59

maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri.

Pemeriksaan ini dilakukan pada appendicitis

pelvika. Ada 2 cara pemeriksaan : pasien

terlentang, tungkai kanan lurus ditahan oleh

pemeriksa. Pasien disuruh aktif memfleksikan

articulatio coxae kanan, akan terasa nyeri di perut

kanan bawah (cara aktif), pasien miring ke kiri

paha kanan di hiperektensi oleh pemeriksa, akan

terasa nyeri di perut kanan bawah (cara pasif).

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas mengenai

status kesehatan atau masalah atau resiko dalam mengidentifiikasi dan

menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi,

menghilangkan, mencegah masalah kesehatan pasien yang pada

tanggung jawabnya (Carpenito, 2000).

Diagnosa keperwatan adalah keputusan klinik tentang

individu,keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan, aktual

atau potensial,sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan sesuai

dengan kewenangan perawat (Nursalam, 2001).

Diagnosa keperawatan dapat berupa tipe (Lynda Juall, 2007) :

a. Aktual : Suatu diagnosis keperawatan actual menggambarkan

penilaian klinis yang harus divalidasi perawat karena adanya

batasan karakteristik mayor.


60

b. Resiko : Diagnosis keperawatan resiko menggambarkan

penialaian klinis yang individu/kelompok lebih rentan untuk

mengalami maalah di sebanding orang lain dalam situasiyag sama.

c. Keseahteraan : Penilaian klinis tantang individu, keluarga,atau

komunitas dalam transisi atau tingkat kesejahteraan yang lebi

tinggi.

d. Sindrom : Diagosa kperawatan sindrom terdiri atas kelompok

diagnosis keperwatan actual atau resiko yang diperkirakan ada

karena situasi atau peristiwa tertentu.

e. Diagnosa keperawatan kemungkinan bukan merupakan tipe

diagnosa actual, resiko, atau sindrom.Diagnosis keperwatan

kemungkinan adalah pilihan dignostisian (oranng yang

mempunyai wewenang untuk menuliskan diagnosis) untuk

menandakan bahwa ada data tertentu untuk mengkonfirmasi suatu

diagnosis tetapi data itu tidak mencukupi.

Klasifikasi diagnosa keperawatan menurut Asmadi (2008),

adalah :

a. Diagnosa aktual adalah masalah keperawatan yang sedang dialami

oleh anak dan memerlukan bantuan dari perawat.

b. Diagnosa resiko adalah masalah keperawatan yang belum terjadi

tetapi tanda untuk menjadi masalah keperawatan aktual dapat

terjadi dengan cepat apabila tidak segera mendapatkan bantuan

keperawatan.
61

c. Diagnosa kemungkinan/psible yaitu diagnosa keperawatan yang

menggambarkan masalah yang mungkin terjadi tetapi masih

memerlukan data tambahan, biasanya tanda/gejala belum ada tetapi

faktor penyebab sudah ada.

d. Diagnosa potensial/Wellnes adalah diagnosa keperawatan yang

menjelaskan bahwa masalah kesehatan akan dapat terjadi jika tidak

dilakukan intervensi keperawatan.

e. Diagnosa syndrome yaitu diagnosa yang terdiri dari kelompok

diagnosa keperawatan aktual dan resiko tinggi yang akan

diperkirakan akan muncul atau timbul karena suatu kejadian atau

situasi tertentu.

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), diagnosa keperawatan yang

dapat timbul pada klien dengan diagnosa medis appendicitis adalah:

a. Pre operasi

1) Nyeri akut berhubungan dengan agens injuri biokimiawi.

2) Hipertermi berhubungan dengan penyakit.

3) Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit.

4) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

5) Ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan.

b. Post operasi

1) Nyeri akut berhubungan dengan agens injuri fisik.

2) Resiko infeksi berhubungan prosedur invasif.


62

3) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual

dan muntah.

4) Ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan.

2.3.3 Intervensi Keperawatan

Rencana keperawatan adalah suatu petunjuk tertulis yang

menggambarkan secara tepat rencana tindakan keperawatan yang

dilakukan terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan

diagnosis keperawatan (Asmadi, 2008).

Menurut Asmadi (2008), Unsur terpenting pada tahap perencanaan

terdiri dari :

a. Menentukan prioritas masalah

Setetah merumuskan diagnosis keperawatan (tahap kedua),

perawat dapat mulai membuat urutan prioritas diagnosis. Penentuan

prioritas ini dilakukan karena tidak semua diagnosis keperawatan

dapat diselesaikan pada waktu yang bersamaan. Pada tahap ini,

perawat dan klien bersama-sama menentukan diagnosis

keperawatan mana yang harus dipecahkan lebih dulu dan

memprioritaskannya. Ini bukan berarti satu diagnosis keperawatan

harus tuntas terselesaikan sebelum diagnosis keperawatan lain

dipertimbangkan.
63

Untuk memudahkan penentuan prioritas, kita dapat membuat

skala prioritas tertinggi sampai prioritas terendah. Cara lainnya

adalah dengan mengurutkan diagnosis keperawan menurut Hierarki

Maslow yaitu fisiologis, keamanan/keselamatan, mencintai dan

memiliki, harga diri, dan aktualisasi diri.

b. Merumuskan tujuan

Tujuan ditetapkan dalam bentuk dalam tujuan jangka panjang

dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang dimaksudkan

untuk mengatasi masalah secara umum, sedangkan tujuan jangka

pendek dimaksudkan untuk mengatasi etiologi guna mencapai

tujuan jangka panjang.

Rumusan tujuan keperawatan harus SMART, yaitu :

S = Spesifik (rumusan tujuan harus jelas atau tidak menimbulkan

arti ganda).

M = Measurable (dapat diukur, khususnya tentang prilaku Anak:

dapat dilihat, didengar, diraba dan dirasakan).

A = Achievable (dapat dicapai).

R = Realistic (dapat tercapai dan nyata).

T = Timing (mempunyai batasan waktu/ target waktu).

c. Merumuskan kriteria hasil

Dalam penyusunan kriteria hasil, ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan. Di antaranya, kriteria hasil terkait dengan tujuan,


64

bersifat khusus, dan konkret. Selain itu, hasilnya harus dapat dilihat,

didengar dan iukur oleh orang lain.

d. Merumuskan intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan terdiri atas intervensi keperawatan yang

independen dan inyervensi keperawatan kolaboratif.

Tabel 2.1 Rencana Tindakan Keperwatan Pre Operasi pada An. “N”
Apendiktomy.

Intervensi
No Diagnosa (Nursing Intervension
Tujuan dan Kriteria Hasil
Keperawaan Classification)

(1) (2) (3) (4)

1. Nyeri akut agen Setelah dilakukan asuhan Management nyeri


injuri biokimia. keperawatan diharapkan 1. Lakukan pengkajian nyeri
nyeri terkontol, skala nyeri secara komprehensif
adekuat dengan kriteria hasil termasuk lokasi,
: karakteristik, durasi,
- Mampu mengontrol nyeri, frekuensi, kualitas dan
misal tahu penyebab nyeri, faktor presipitasi.
mampu menggunakan 2. Observasi reaksi non
tekhnik non farmakologi verbal dari
untuk mengurangi nyeri, ketidaknyamanan.
mencari bantuan. 3. Gunakan tekhnik
- Melaporkan bahwa dengan komunikasi trapieutik
menggunakannmanajemen untuk mengetahui
nyeri. pengalaman nyeri klien
- Mampu mengenali nyeri, sebelumnya.
misal skala, intensitas, 4. Kontrol faktor lingkungan
frekuensi, dan tanda nyeri. yang mempengaruhi nyeri
- Menyatakan rasa nyaman seperti suhu ruangan,
setelah nyeri berkurang. pencahayaan, kebisingan.
5. Kurangi faktor presipitasi
nyeri.
6. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologik non
farmakologi).
65

(1) (2) (3) (4)

7. Ajarkan tekhnik non


farmakilogik (relaksai,
distraksi dll) untuk
mengatasi nyeri.
8. Berikan analgetik untuk
mempengaruhi nyeri.
9. Evaluasi tindakan
pengurang nyeri/kontrol
nyeri.
10. Kolaborasi dengan dokter
bila ada komplain tentang
pemberian analgetik tidak
berhasil.

Administrasi Analgetik
1. Cek program pemberian
analgetik; jenis, dosis,
dan frekuensi.
2. Cek riwayat alergi.
3. Tentukan analgetik
pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal.
4. Berikan analgetik tepat
waktu terutama saat nyeri
muncul dan evaluasi
gejala efek sampingya.

2. Hipertermi Setelah dilakukan asuhan Fever treatment


berhubungan keperawatan diharapkan 1. Monitor suhu sesering
penyakit. mampu mengendalikan mungkin.
panas dengan kriteria hasil : 2. Monitor IWL.
- Suhu tubuh dalam rentang 3. Monitor warna dan suhu
normal. kulit.
- Nadi dan RR dalam 4. monitor tekanan darah
rentang normal. nadi dan RR.
- Tidak ada perubahan 5. Monitor penurunan
warna kulit dan tidak ada tingkat kesadaran
pusing. 6. monitor WBC, Hb, dan
Hct.
7. Monitor intake dan
output.
8. Berikan antipiretik.
66

(1) (2) (3) (4)

9. Berikan pengobatan
untuk mengatasi
penyebab demam.
10. Kolaborasi pemberian
cairan intravena.
11. Kompres pasien pada
lipatan paha dan aksila.
12. Tingkatkan sirkulasi
udara.
13. Berikan pengobatan
untuk mencegah
terjadinya menggigil.
Temperature regulation
1. Monitor suhu minimal
tiap 2 jam.
2. Rencanakan monitoring
suhu secara kontinyu.
3. Monitor nadi dan RR,
4. Monitoring warna dan
suhu kulit.
5. Monitor tanda-tanda
hipertermi dan
hipotermi.
6. Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi.
7. Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh.
8. Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan
akibat panas.
9. Diskusikan tentang
pentingnya. pengaturan
suhu dan kemungkinan
efek negative dari
kedinginan.
10. Beritahukan tentang
indikasi terjadinya
kelebihan dan
penanganan emergency
yang diperlukan.
67

(1) (2) (3) (4)

11. Ajarkan indikasi dari


hipotermi dan
penanganan yang
diperlukan.
12. Berikan antipiretik Jika
perlu.
Vital sign monitoring
1. Monitor tekanan darah,
nadi, suhu dan RR.
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah.
3. Monitoring VS saat
pasien berbaring duduk
atau berdiri.
4. Auskultasi tekanan darah
pada kedua lengan dan
bandingkan, sebelum,
selama, dan setelah
aktivitas.
5. Monitor kualitas nadi.
6. Monitor frekuensi dan
irama pernafasan.
7. Monitor suara paru.
8. Monitor pola pernapasan
abnormal.
9. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit.
10. Monitor sianosis perifer.
11. Monitor adanya tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik.

3. Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan Infection control (control


berhubungan keperawatan diharapkan infeksi)
dengan penyakit. infeksi terkontrol, status - Bersihkan lingkungan
imun adekuat dengan kriteria setelah dipakai pasien
hasil : lain.
- Klien bebas dari tanda dan - Pertahankan teknik
gejala infeksi. isolasi.
- Batasi pengunjung Bila
perlu.
68

(1) (2) (3) (4)


- Intruksikan pada
pengunjung untuk
mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah
berkunjung meninggalkan
pasien.
- Menggunakan sabun
antimicrobia untuk
mencuci tangan.
- Cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah
tindakan.
- Gunakan baju, sarung
tangan sebagai pelindung.
- lingkungan alam aseptic
selaa pemasangan alat.
- Ganti letak IV perifer dan
Line sentral dan dressing
sesuai dengan petunjuk
umum.
- Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing.
- Tingkatkan intake nutrisi.
- Berikan terapi antibiotic
Bila perlu.
- Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan local.
- Monitor kerentanan
terhadap infeksi.
- Batasi pengunjung.
- Sering pengunjung
terhadap penyakit
menular.
- Pertahankan teknik
isolasi.
- Berikan perawatan kulit
pada area epidema
inspeksi kulit dan
membrane mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase.
.
69

(1) (2) (3) (4)

- Inspeksi kondisi luka.


- Dorong masukan nutrisi
yang cukup.
- Dorong masukan cairan.
- Dorong istirahat.
- Instruksikan pasien
untuk minum antibiotic
sesuai resep.
- Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi.
- Ajarkan cara
menghindari infeksi.
- Laporkan kecurigaan
infeksi.
- Laporkan kultur positif.

4. Ansietas Setelah dilakukan asuhan Penurunan Kecemasan


berhubungan keperawatan diharapkan 1. Gunakan pendektan yang
dengan perubahan orang tua klien mampu menenangkan.
status kesehatan. mengontrol cemas dengan 2. Jelaskan semua prosedur
kriteria : dan apa yang dirasakan
- Vital sign dalam batas selama prosedur.
normal. 3. Temani pasien untuk
- Pasien mampu memberikan keamanan
mengidentifikasi, dan mengurangi takut.
mengungkapkan dan 4. Dorong pasien untuk
menunjukkan tekhnik mengungkapkan
untuk mengontrol cemas. perasaan, ketakutan,
- Postur tubuh, ekspresi persepsi.
wajah, bahasa tubuh dan 5. Berikan obat untuk
tingkat aktivitas mengurangi kecemasan.
menunjukkan
berkurangnya kecemasan.

5. Ketidakseimban- Setelah dilakukan asuhan Managemen Nutrisi


gan nutrisi kurang keperawatan diharapkan 1. Kaji adanya alergi
dari kebutuhan kebutuhan utrisi adekuat terhadap makanan.
tubuh b/d (status nutrisi : asupan 2. Kolaborasi dengan ahli
ketidakmampuan makanan, cairan dan zat gizi) gizi untuk menentukan
mencerna adekuat dengan kriteria : jumlah kalori dan nutrisi
makanan. yang dibutuhkan pasien.
70

(1) (2) (3) (4)

- Adanya peningkatan BB 3. Anjurkan pasien untuk


sesuai tujuan. meningkatkan intake Fe.
- Klien mampu 4. Monitor jumlah nutrisi
mengidentifikasi dan kandungan kalori.
kebutuhan nutrisi. 5. Berikan informasi tentang
- Intake nutrisi dan cairan kebutuhan nutrisi.
adekuat. 6. Kaji kemampuan pasien
- Klien melaporkan untuk mendapatkan nutrisi
keadekuatan tingkat energi. yang dibutuhkan.
7. Monitor adanya
penurunan berat badan.
8. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan.
9. Monitor intraksi anak atau
orang tua selama makan.

Sumber : (Nurarif & Kusuma, 2015)

Tabel 2.2 Rencana Tindakan Keperwatan Post Operasi Pada Pasien


Apendiktomy.

Intervensi
No Diagnosa (Nursing Intervension
Tujuan dan Kriteria Hasil
Keperawaan Classification)

(1) (2) (3) (4)

Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Management nyeri


1.
1. Lakukan pengkajian nyeri
berhubungan keperawatan diharapkan nyeri
secara komprehensif
dengan agens terkontol, skala nyeri adekuat
termasuk lokasi,
injuri fisik. dengan kriteria hasil :
karakteristik, durasi,
- Mampu mengontrol nyeri,
frekuensi, kualitas dan
misal tahu penyebab nyeri,
faktor presipitasi.
mampu menggunakan
2. Observasi reaksi non verbal
tekhnik non farmakologi
dari ketidaknyamanan.
untuk mengurangi nyeri,
3. Gunakan tekhnik
mencari bantuan.
komunikasi trapieutik untuk
- Melaporkan bahwa dengan
mengetahui pengalaman
menggunakannmanajemen
nyeri klien sebelumnya.
nyeri.
71

(1) (2) (3) (4)

- Mampu mengenali nyeri, 4. Kontrol faktor lingkungan


misal skala, intensitas, yang mempengaruhi nyeri
frekuensi, dan tanda nyeri. seperti suhu ruangan,
- Menyatakan rasa nyaman pencahayaan, kebisingan.
setelah nyeri berkurang. 5. Kurangi faktor presipitasi
nyeri.
6. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologik/non
farmakologik)
7. Ajarkan tekhnik non
farmakilogik (relaksai,
distraksi dll) untuk
mengatasi nyeri.
8. Berikan analgetik untuk
mempengaruhi nyeri.
9. Evaluasi tindakan
pengurang nyeri/kontrol
nyeri.
10. Kolaborasi dengan dokter
bila ada komplain tentang
pemberian analgetik tidak
berhasil.
Administrasi Analgetik
1. Cek program pemberian
analgetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
2. Cek riwayat alergi.
3. Tentukan analgetik pilihan,
rute pemberian dan dosis
optimal.
4. Berikan analgetik tepat
waktu terutama saat nyeri
muncul dan evaluasi gejala
efek sampingya.

Resiko infeksi Infection control (control


2. Setelah dilakukan asuhan
berhubungan infeksi )
keperawatan diharapkan 1. Bersihkan lingkungan
dengan infeksi terkontrol, status imun setelah dipakai pasien lain.
prosedur adekuat dengan kriteria hasil : 2. Pertahankan teknik isolasi.
invasif.
3. Batasi pengunjung Bila
perlu.
72

(1) (2) (3) (4)

- Pasien bebas dari tanda dan 4. Intruksikan pada


gejala infeksi. pengunjung untuk mencuci
- Mendeskripsikan proses tangan saat berkunjung dan
penularan penyakit, factor setelah berkunjung
yang mempengaruhi meninggalkan pasien.
penularan serta 5. Menggunakan sabun
penatalaksanaannya. antimicrobia untuk
- Menunjukkan kemampuan mencuci tangan.
untuk mencegah timbulnya 6. Cuci tangan setiap sebelum
infeksi. dan sesudah tindakan
- Jumlah leukosit dalam batas keperawatan.
normal. 7. Gunakan baju, sarung
- Menunjukkan perilaku tangan sebagai alat
hidup sehat. pelindung.
8. Pertahankan lingkungan
alam aseptic selaa
pemasangan alat.
9. Ganti letak IV perifer dan
Line sentral dan dressing
sesuai dengan petunjuk
umum.
10. Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing.
11. Tingkatkan intake nutrisi.
12. Berikan terapi antibiotic
Bila perlu.
13. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan local.
14. Monitor hitung granulosit,
WBC.
15. Monitor kerentanan
terhadap infeksi.
16. Pertahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko.
17. Berikan perawatan kulit
pada area epidema inspeksi
kulit & membrane mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase.
18. Dorong masukan nutrisi
yang cukup.
73

(1) (2) (3) (4)

19. Dorong istirahat yang


cukup.
20. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotic sesuai
resep.
21. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi.

3. Resiko Setelah dilakukan asuhan Fluid management


kekurangan keperawtan diharapkan 1. Pertahankan catatan intake
volume cairan kebutuhan cairan seimbang dan output yang akurat
berhubungan dengan criteria hasil : status dehidrasi.
dengan mual - Mempertahankan urine 2. Monitor vital sign.
dan muntah. output sesuai dengan usia 3. Monitor masukan makanan
dan BB dan BJ urin normal atau cairan dan hitung
ht normal. intake kalori harian.
- Tekanan darah, nadi, suhu 4. Kolaborasikan pemberian
tubuh dalam batas normal. cairan IV.
- Tidak ada tanda-tanda 5. Monitor status nutrisi.
dehidrasi elastisitas turgor 6. Berikan cairan iv pada
kulit baik membrane suhu ruangan.
mukosa lembab tidak ada 7. Dorong masukan oral.
rasa haus yang berlebihan. 8. Berikan penggantian
nasogastric sesuai output.
9. Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan.
10. Tawarkan snack jus buah
buah segar.
11. Kolaborasi dengan dokter.
12. Atur kemungkinan
transfuse.
13. Persiapan untuk transfuse.
Hipovolemia manajemen
1. Monitor status cairan
termasuk intake dan output
cairan.
2. Pelihara iv lie.
3. Monitor tingkat hb dan
hematokrit.
4. Monitor tanda vital.
74

(1) (2) (3) (4)

5. Monitor respon pasien


terhadap penambahan
cairan.
6. Monitor berat badan.
7. Dorong pasien untuk
menambah intake oral.

4. Ketidakseim- Setelah dilakukan asuhan Managemen Nutrisi


Bangan keperawatan diharapkan 1. Kaji adanya alergi terhadap
nutrisi kurang kebutuhan utrisi adekuat makanan.
darikebutuhan (status nutrisi : asupan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
tubuh makanan, cairan dan zat gizi) untuk menentukan jumlah
berhubungan adekuat dengan kriteria : kalori dan nutrisi yang
dengan - Adanya peningkatan BB dibutuhkan pasien.
ketidakmam- sesuai tujuan. 3. Anjurkan pasien untuk
puan - Klien mampu meningkatkan intake Fe.
mencerna mengidentifikasi kebutuhan 4. Monitor jumlah nutrisi dan
makanan. nutrisi. kandungan kalori.
- Intake nutrisi dan cairan 5. Berikan informasi tentang
adekuat. kebutuhan nutrisi.
- Klien melaporkan 6. Kaji kemampuan pasien
keadekuatan tingkat energi. untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan.
7. Monitor adanya penurunan
berat badan.
8. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan.
9. Monitor intraksi anak atau
orang tua selama makan.

Sumber : (Nurarif & Kusuma, 2015)

2.3.4 Implementasi

Tahap ini merupakan proses penyususnan berbagai intervensi

keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menghilangkan, atau

mengurangi masalah-masalah pasien (Alimul Aziz, 2006).


75

Yang dimaksud dengan tindakan keperawatan adalah pelaksanaan

dengan cermat dan efisien dalam situasiyang tepat, keamanan fisik dan

psikologis, dilindungi dan dokumentasi perawat berupa pencatatan dan

pelaporan (Zaidin Ali, 2001).

2.3.5 Evaluasi

Evaluasi keperawatan adalah tindakan intelektual untuk

melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh

diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah

berhasil dicapai. Dengan mengukur perkembangan klien dalam

mencapai suatu tujuan, maka perawat bisa menentukan efektivitas

tindakan keperawatan (Nursalam, 2001).

Evaluasi adalah langkah akhir dari proses keperawatan. Tugas

selama tahap ini termasuk pencatatan pernyataan evaluasi dan revisi

rencana tindakan keperawatan dan intervensi jika perlu (Nursalam,

2001).

Tolak ukur yang digunakan untuk menilai pencapaian tujuan pada

tahap evaluasi ini adalah criteria hasil yang telah dibuat pada tahap

perencanaan. Dengan berptokan pada criteria hasil tersebut dinilai

apakah masalah telah teratasi seluruhnya atau sebagian atau belum

sama sekali atau justru timbul masalah baru. Selanjutnya

perkembangan respon klien dituangkan ke dalam catatan

perkembangan klien dn diuraikan berdasarkan catatan urutan SOAP,

yaitu :
76

S = Subyektif : Keluhan-keluhan yang dirasakan pasien

O= Obyektif : Apa yang dilihat, dicium, diraba, dan diukur

perawat.

A= Analisa : Kesimpulan perawat tentang kondisi pasien.

P = Planning : Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi

diagnosa atau masalah pasien

2.3.6 Dokumentasi keperawatan

Dokumentasi keperawatan adalah sarana komunikasi dari satu

profesi ke profesi lain terkait status klien. Sebagai alat komunukasi,

tulisan dalam dokumentasi keperawatan harus jelas terbaca, tidak

boleh memakai istilah atau singkatan-singkatan yang tidak lazim, juga

berisi uraian yang jelas, tegas dan sistematis (Asmadi, 2008).


77

BAB 3
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN An. “N” DENGAN DIAGNOSA MEDIS


APPENDICITIS DI RUANG BEDAH RUMAH SAKI UMUM DAERAH
Dr. R. SOEDJONO SELONG
LOMBOK TIMUR

3.1 Pengkajian

Tanggal : Kamis 21 April 2016

Waktu : Jam 08.00 Wita

3.1.1 Identitas pasien

Nama : An. “ N ”

Usia : 13 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Desa Presak, Sakra, Kab. Lotim

Status Perkawinan : Belum Menikah

Suku/Bangsa : Sasak/Indonesia

Agama : Islam

Suku : Sasak

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Siswi

Diagnose Medis : Post Appendictomy H-1

No. Rekam Medik : 02318433

Tanggal MRS : Selasa 19 April 2016


78

Sumber Informasi : Ibu pasien dan pasien

Nama : Ny. ” N “

Status : Ibu pasien

Alamat : Desa Presak, Kec Sakra, Kab. Lotim

Pendidikan : Sekolah Dasar

Pekerjaan : Petani

3.1.2 Status Kesehatan Saat Ini

a. Keluhan Utama : nyeri pada daerah luka post operasi

b. Lama keluhan : Sejak dioperasi

c. Kualitas keluhan : Sedang

d. Faktor Pencetus : Appendictomy

e. Faktor pemberat : Jika melakukan aktivitas ditempat tidur

f. Upaya yang telah dilakukan : Pasien pergi berobat ke Rumah sakit

risa

g. Diagnosa Medis : Appendicitis Akut.

h. Keluhan saat MRS : Pasien mengatakan nyeri pada perut bagian

kanan bawah.

i. Keluhan saat pengkajian : pasien mengeluh nyeri pada daerah

luka, pusing, lemas, nyeri saat beraktivitas dan hilang ketika klien

istirahat.

j. Keluhan lain/penyerta : tidak ada


79

k. Riwayat kesehatan saat ini :

1) Saat MRS : Pasien mengatakan nyeri pada perut bagian kanan

bawah sejak satu minggu yang lalu, kemudiann klien dibawa

ke Rumah sakit risa dan dirawat selama 3 hari tetapi menurut

keluarga tidak ada perubahan kemudian dirujuk ke Rumah

Sakit Umum Daerah Dr. R. Soedjono Selong pada hari Selasa

19 April 2016 dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik di

IGD klien di diagnosa appendicitis. Setelah itu klien

dipindhkan ke ruang bedah untuk dilakukan perawatan yang

selanjutnaya.

2) Saat pengkajian : pasien mengeluh nyeri seperti tersayat pada

area luka operasi diperut kanan bawah, dengan skala nyeri 5

(0-10), nyeri muncul ketika klien terlalu banyak beraktivitas

dan hilang ketika klien beristirahat. Klien terlihat meringis,

nyeri saat ditekan, Dan klien mengeluh pusing.

3.1.3 Riwayat Penyakit Dahulu

a. Penyakit yang pernah dialami

1) Kecelakaan ( jenis dan waktu )

Pasien mengatakan tidak pernah mengalami kecelakaan serius

seperti kecelakaan bermotor dan sebagainya.

2) Operasi ( jenis dan waktu)

Pasien mengatakan tidak pernah operasi sebelumnya


80

3) Penyakit

Pasien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit kronis.

b. Alergi ( obat, makanan, plester dll)

Pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi.

c. Kebiasaan

Pasien mengatakan tidak memiliki kebiasaan merokok, minum

kopi, dan alkohol.

d. Obat-obatan yang digunakan

Pasien mengatakan tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan secara

terus menerus.

3.1.4 Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang pernah

menderita penyakit seperti yang dialami klien saat ini.

Genogram :

Gambar 3.1 Genogram


81

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

X : Meninggal

------- : Tinggal Serumah

: Hubungan Perkawinan

: Garis Keturunan

3.1.5 Riwayat lingkungan

Pasien mengatakan, tinggal di desa Presak dengan kondisi rumah

yang sederhana, memiliki jendela dan ventilasi yang cukup. “keadaan

lingkungan yang cukup bersih. Dengan pencahayaan yang cukup

memadai.

3.1.6 Pola Aktivitas Latihan

Sebelum sakit : Pasien mengatakan sebelum sakit dapat melakukan

aktivitas sehari-hari dengan mandiri, seperti makan, minum, mandi,

berpakain, toileting, berpindah.

Saat sakit : pasien mengatakan selama sakit hanya miring kiri atau

kanan ditempat tidur, semua pemenuhan ADL dibantu keluarga


82

seperti makan atau minum, toileting, berpakain dan berpindah dari

tempat tidur.

3.1.7 Pola Nutrisi Metabolik

Sebelum Sakit : Pasien mengatakan makan 3x sehari dengan porsi

satu piring nasi dan lauk pauk seperti sayuran, tahu, tempe, telur,

ikan, daging. Dan pasien minum 3-5 gelas sehari dengan jenis

minuman air putih terkadang minum susu dan tidak ada makanan

pantangan.

Saat Sakit : Pasien mengatakan makan 3x dalam sehari dengan jenis

makanan yang didapatkan adalah makanan lembek dengan komposisi

bubur, tahu, tempe dan telur,porsi yang dihabiskan klien ¾ porsi dari

yang diberikan rumah sakit. Jenis minuman yang di konsumsi yaitu

air putih

3.1.8 Pola Eliminasi

Sebelum Sakit : Pasien mengatakan BAB ±1 x sehari dengan

konsistensi feses lembek, warna kuning dan bau khas feses. Klien

BAK ±5 x sehari dengan warna kuning dan bau khas urin.

Saat Sakit : klien mengatakan belum BAB sejak operasi. Klien BAK

±4x sehari. Tidak terpasang kateter.

3.1.9 Pola Tidur Istirahat

Sebelum sakit : Pasien mengatakan sebelum sakit setiap hari tidur

selama 7-8 jam per-hari, dan tidur siang 2 jam.


83

Saat sakit : Pasien mengatakan selama dirumah sakit bisa tidur ±6 jam

per-hari dan terkadang tidur siang. hanya saja pada saat nyeri datang

klien tidur tidak nyeyak.

3.1.10 Pola kebersihan diri

Sebelum sakit : Pasien mengatakan selalu menjaga kebersihan

dirinya dengan mandi menggunakan sabun, gosok gigi dan keramas.

Pasien mengatakan tidak ada kesulitan dalam menjaga kebersihan

dirinya.

Saat sakit : Pasien mengatakan tidak pernah mandi selama dirawat

dirumah sakit, tetapi di Lap oleh keluarganya dengan air bersih.

Keluarga mengatakan tetap menjaga kebersihan klien dan tidak ada

masalah dengan kebersihannya klien

3.1.11 Pola Toleransi – Koping Stres

Pasien mengatakan dalam mengambil keputusan klien dibantu oleh

orang tuanya. Mengenai pembayaran di rumah sakit pasien

mengatakan menggunakan BPJS. Pasien mengatakan hal yang biasa

dilakukan jika pasien menghadapi stres adalah selalu shalat dan

dzikir. Pasien mengatakan harapannya setelah menjalani perawatan

ini adalah mendapatkan kesembuhan dan bisa melakukan

aktivitasnya sehari hari seperti semula.


84

3.1.12 Pola Peran Hubungan

Pasien mengatakan perannya dalam keluarga adalah sebagai anak.

Pasien mengatakan sistem pendukung yang paling utama adalah

orang tuanya. Dan tidak ada kesulitan dalam keluarganya.

3.1.13 Pola Komunikasi

Dalam komunikasi klien baik, ia lebih banyak menggunakan bahasa

sasak. Dan ia tinggal bersama orang tuan dan saudaranya.Pasien

mampu memperhatikan lawan bicara dan pasien mampu mengerti

arah pembicaraan.

3.1.14 Pola seksualitas

Tidak terkaji.

3.1.15 Pola Nilai Dan Kepercayaan

Pasien mengatakan percaya dengan adanya Allah SWT dan

Muhammad SAW, dan biasa dirumah melakukan solat wajib dan

solat sunat,sedangkan dirumah sakit pasien selalu berdo’a dan berzikir

dengan penyakitnya dicabut oleh allah SWT.

3.1.16 Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum : Lemah

1) Kesadaran : Composmentis

2) Tanda-tanda Vital :

a) Tekanan Darah : 120/80 mmHg

b) Respirasi : 26x/menit

c) Nadi : 90x/menit
85

d) Suhu : 37,6◦C

3) TB : 150 Cm BB : 48 Kg

b. Kepala dan leher

1) Kepala

Bentuk kepala normal, tidak ada lesi, tidak ada benjolan, tidak

ada nyeri tekan dan tidak ada edema, Distribusi rambut rata,

kulit kepala bersih, tidak ada keluhan.

2) Mata

Bentuk mata simetris, tampak cowong, bulu mata dan alis

hitam, pupil bereaksi terhadap cahaya, pergerakan bola mata

normal, konjungtiva tidak anemis, skelera ikterik, tidak

menggunakan alat bantu penglihatan.

3) Hidung

Bentuk simetris, tidak ada mucus, tidak terdapat polip atau

benjolan, tidak nyeri sinus/ sinusits, tidak menggunakan alat

bantu pernafasan, tidak ada kelainan.

4) Mulut dan Tenggorokan

Mulut simetris, mukosa bibir lembab, tidak cyanosis, dan lidah

terlihat bersih.

5) Telinga

Fungsi pendengaran baik, tampak ada serumen pada telinga,

tidak ada nyeri tekan.


86

6) Leher

Leher klien tidak kaku, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,

tidak ada nyeri tekan, tidak ada edema dan refleks menelan

klien baik.

c. Dada

1) Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis kuat angkat

Perkusi : redup (+)

Auskultasi : S1 & S2 murni, tidak rerdengar mur-mur

2) Paru

Inspeksi : Bentuk dada simetris, pergerakan dada dan otot

interkosta simetris, tidak ada lesi, tidak ada benjolan, tidak ada

edema, tidak ada retraksi dinding dada dan diafragma.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Perkusi : Suara perkusi paru sonor

Auskultasi : Tidak terdengar suara nafas tambahan seperti

wheezing dan ronchi, suara jantung reguler, bunyi jantung S1,S2

tunggal.

d. Payudara dan ketiak

Tidak terkaji

e. Abdomen

Inspeksi : Bentuk simetris, Terlihat luka insisi


87

Palpasi : Teraba permukaan perut sedikit menegang

Perkusi : Tidak ada pembesaran hati dan limpa, dan Suara pekak

pada organ yang padat.

Auskultasi : Terdengar bising usus dengan frekuensi 15x/menit

f. Punggung

Tidak ada kelainan.

g. Genetalia

Tidak terkaji

h. Ekstremitas

1) Ekstremitas atas

Kanan/kiri : simetris, tidak ada edema, tidak fraktur,

pergerakan sendi terbatas, terpasang infus RL 20 tetes/menit

makro pada lengan sebelah kanan.

2) Ekstremitas bawah

Kanan/kiri : simetris, tidak ada edema, tidak fraktur atau

dislokasi, pergerakan sendi bebas, kekuatan otot baik.

i. Kulit dan kuku

Turgor kulit baik, terlihat ada luka jahitan pda perut, kukunterlihat

pendek dan bersih.


88

3.1.17 Pemeriksaan Penunjang

Tanggal Pemeriksaan : 20 April 2016

Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium


PARAMETER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
Hematologi Lengkap (CBC)
WBC 9,4 10³/Ml 3,20-10,00
RBC 4,35 10/mL 3,80-5,60
HGB 10,0 g/dL 12,0-18,0
HCT 31,6 % 35,0-50,0
MCV 72,6 fL 80,0-100,0
MCH 23,0 Pg 28,0-34,0
MCHC 31,6 g/dL 31,0-37,0
RDW-SD fL 35,0-47,0
RDW-CV % 11,0-14,0
PLT 386 10³/Ml 170-380
Hitung Jenis Lekosit
LYM 17,9 % 12,0-15,0
MXD 8,2 % 0-10,0
NEUT 73,9 % 36,0-72,0
Laju Endap Darah (LED) 30 Mm/jam L:<15, P:<20
Retikulosit % 0,5-2,0
Sel LE Negatif

3.1.18 Therapi

a. Infus Ringer Laktat : 20 tetes / menit

b. Injeksi Ranitidin 2 x 50 mg (IV)

c. Injeksi Ketorolac 3 x 30 mg (IV)

d. Injeksi Cefotaxime 2 x 1 gr (IV)


89

3.2 Diagnosa Keperawatan

3.2.1 Analisa Data

Tabel 3.2 Analisa Data Pada Pasien An.”N” Dengan Diagnosa Medis
Appendicitis
No Sign & Symtom Etiologi Problem

(1) (2) (3) (4)


1 DS : appendictomy Nyeri Akut
- Pasien mengatakan nyeri
pada daerah luka operasi
- Nyeri luka insisi
P : Luka insisi
Q : Seperti ditusuk-tusuk kerusakan jaringan
R : Nyeri dirasakan pada
perut
S : Skala nyeri sedang 5 ujung syaraf
(0-10) terputus
T : Nyeri timbul setiap ada
pergerakan dan jika
ada tekanan pelepasan
prostagladin
DO:
- Keadaan umum lemah
- Pasien terlihat meringis stimulsi
kesakitan dihantarkan
- Terlihat luka jahitan pada
perut
- Terdapat nyeri tekan pada spinal cord
perut
- TTV : TD: 120/80 mmHg
Respirasi: 26x/menit kortex serebri
Nadi: 90x/menit
Suhu : 37,6◦C Nyeri akut
90

(1) (2) (3) (4)


2 DS : appendictomy Resiko infeksi
- Pasien mengatakan
dirinya luka pada perut
luka insisi
DO :
- Terlihat luka jahitan pada
abdomen. resiko infeksi
- Klien terlihat kaku
bergerak
- Tanda-tanda Infeksi
Dolor : nyeri pada luka
Rubor: luka terlihat masih
basah berwarna
kemerahan
Kalor: teraba hangat pada
area luka
Tumor:-
Fungsi Laesa: tidak bisa
bergerak dengan bebas.
- WBC=
- TTV : TD: 120/80 mmHg
Respirasi: 26x/menit
Nadi: 90x/menit
Suhu : 37,6◦C

3 DS : appendictomy Gangguan
- Klien mengatakan nyeri di mobilitas fisik
luka post operasi jika ia
bergerak luka insisi
- Klien tarlihat tidak berani
menggerakkan badannya kerusakan jaringan
- Keadaan umum lemah
- Kebutuhan sehari-hari
seperti makan, minum ujung syaraf
dibantu oleh keluarganya terputus
dan perawat
- Nyeri pada skala 5 (1-10)
pelepasan
prostagladin
91

stimulsi
dihantarkan

spinal cord

kortex serebri

Nyeri akut

Gangguan mobilitas
fisik

3.2.2 Rumusa Diagnosa Keperawatan Post Operatif

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera ditandai dengan pasien

mengatakan nyeri pada daerah luka operasi, Intensitas nyeri P :

Luka insisi, Q : Seperti ditusuk-tusuk, R : Nyeri dirasakan pada

perut, S : Skala nyeri sedang 5 (0-10), T : Nyeri timbul setiap ada

pergerakan dan jika ada tekanan, Keadaan umum lemah, Pasien

terlihat meringis kesakitan, Terlihat luka jahitan pada perut,

Terdapat nyeri tekan pada perut, TTV : TD: 120/80 mmHg,

Respirasi: 26x/menit, Nadi: 90x/menit, Suhu : 37,6◦C.


92

b. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif ditandai

dengan Pasien mengatakan dirinya luka pada perut, terlihat luka

jahitan pada abdomen, klien terlihat kaku bergerak, tanda-tanda

Infeksi Dolor : nyeri pada luka, rubor: luka terlihat masih basah

berwarna kemerahan, kalor: teraba hangat pada area luka, fungsi

Laesa: tidak bisa bergerak dengan bebas, TTV : TD: 120/80

mmHg, Respirasi: 26x/menit, Nadi: 90x/menit, Suhu : 37,6◦C.

c. Gangguan mobilita fisik berhubungan dengan nyeri pada luka insisi

ditandai dengan klien mengatakan nyeri di luka post operasi jika ia

bergerak, klien tarlihat tidak berani menggerakkan badannya,

keadaan umum lemah, kebutuhan sehari-hari seperti makan, minum

dibantu oleh keluarganya dan perawat, nyeri pada skala 5 (1-10)


93

3.3 Rencana Keperawatan

Tabel 3.3 Rencana Keperawatan Pada An. “N” Dengan Diagnosa Medis
Appendicitis.
Hari/ No
Tanggal Dx Tujuan Dan Kriteria Rencana Tindakan

(1) (2) (3) (4)


Kamis, 1 Setelah dilakukan Management nyeri
21 April tindakan keperawatan 1. Lakukan pengkajian nyeri
2016 selama 3x24 jam secara komprehensif
diharapkan nyeri termasuk lokasi,
terkontol, skala nyeri karakteristik, durasi,
adekuat dengan kriteria frekuensi, kualitas dan
hasil : faktor presipitasi.
a. nyeri yang dirasakan 2. Gunakan tekhnik
berkurang sampe komunikasi trapieutik
hilang untuk mengetahui
b. skala nyeri ringan 0-3 pengalaman nyeri klien
(skala 0-10) sebelumnya.
c. klien tidak meringis 3. Kontrol faktor lingkungan
lagi yang mempengaruhi nyeri
d. Tanda-tanda vital seperti suhu ruangan,
dalam batas normal. pencahayaan, kebisingan.
Tekanan Darah : 4. Pilih dan lakukan
90/70 mmHg penanganan nyeri
Nadi :60-90x / menit (farmakologik/non
Suhu : 36,50C-37,50C farmakologik)
Respirasi : 16-22 x/ 5. Ajarkan tekhnik non
menit farmakilogik (relaksai,
e. Menyatakan rasa distraksi dll) untuk
nyaman setelah nyeri mengatasi nyeri.
berkurang. 6. Berikan analgetik untuk
mempengaruhi nyeri.
7. Evaluasi tindakan
pengurang nyeri/kontrol
nyeri.
8. Kolaborasi dengan dokter
bila ada komplain tentang
pemberian analgetik tidak
berhasil.
94

(1) (2) (3) (4)


Administrasi Analgetik
1. Cek program pemberian
analgetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
2. Cek riwayat alergi.
3. Tentukan analgetik pilihan,
rute pemberian dan dosis
optimal.
4. Berikan analgetik tepat
waktu terutama saat nyeri
muncul dan evaluasi gejala
efek sampingya.

Kamis, 2 Setelah dilakukan Infection control (control


21 April tindakan keperawatan infeksi )
2016 selama 3x24 jam 1. Bersihkan lingkungan
diharapkan infeksi setelah dipakai pasien
terkontrol, status imun lain.
adekuat dengan kriteria 2. Batasi pengunjung Bila
hasil : perlu.
- Klien bebas dari tanda 3. Intruksikan pada
dan gejala infeksi. pengunjung untuk
- Mendeskripsikan mencuci tangan saat
proses penularan berkunjung dan setelah
penyakit, factor yang berkunjung meninggalkan
mempengaruhi pasien.
penularan serta 4. Menggunakan sabun
penatalaksanaannya. antimicrobia untuk
- Menunjukkan mencuci tangan.
kemampuan untuk 5. Cuci tangan setiap
mencegah timbulnya sebelum dan sesudah
infeksi. tindakan keperawatan.
- Jumlah leukosit dalam 6. Gunakan baju, sarung
batas normal. tangan sebagai alat
- Menunjukkan perilaku pelindung.
hidup sehat. 7. Berikan terapi antibiotic
Bila perlu.
8. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan local.
9. Monitor hitung granulosit,
WBC.
10. Monitor kerentanan
terhadap infeksi.
95

(1) (2) (3) (4)


11. Berikan perawatan kulit
pada area epidema
inspeksi kulit dan
membrane mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase.
12. Dorong istirahat yang
cukup.
13. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotic sesuai
resep.
14. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi.

Kamis, 3 Setelah dilakukan 1. Catat respon emosi yang


21 April tindakan keperawatan berhubungan dengan
2016 selama 3x24 jam aktifitas
diharapkan gangguan 2. Ajarkan pada klien untuk
mobilitas fisik dapat memenuhi kebutuhan diri
diminimalkan dengan sehari-hari seperti makan,
kriteria hasil : minum
- Klien dapat 3. Anjurkan keluarga klien
beraktifitas ringan membantu aktifitas klien
seperti makan, minum selama perawatan.
tanpa bantuan
- Klien tidak meringis
saat beraktifitas
96

3.4 Tindakan Keperawatan

Tabel 3.4 Tindakan Keperawatan Pada An. ”N” Dengan Diagnosa Medis
Appendicitis.
Hari/ Jam No
Tindakan
Tanggal Dx Respon Hasil Paraf
Keperawatan
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Kamis, 08.30 1 1. Mengunakan tekhnik 1 Klien
21 April komunikasi trapiutik mengungkapkan
2016 untuk mengetahui pengalaman nyeri
pengalaman nyeri yang dirasakan
klien sebelumnya

2. Melakukan 2 Pasien mengatakan


pengkajian nyeri nyeri saat bergerak
secara pada luka operasi
komprehensif. seperti ditusuk-
tusuk dengan skala
nyeri sedang 5 (0-
10)

3. Mengontrol faktor 3 Kondisi lingkungan


lingkungan yang klien bersih, terang,
mempengaruhi dan keluarga klien
nyeri. lainnya tidak ribut.

09.30 4. Mengajarkan pasien 4 Klien


tekhnik relaksasi memperhatikan saat
nafas dalam untuk dijelaskan dan ikut
mengurangi nyeri saat dicontohkan
secara non
farmakologi.

12.00 5. Mengukur tanda- 5 Tanda-Tanda Vital :


tanda vital. TD: 120/80 mmHg,
Respirasi:
26x/menit, Nadi:
90x/menit, Suhu :
37,6◦C
97

(1) (2) (3) (4) (5) (6)


13.00 6. Memberikan 6 Klien diberikan Inj.
analgetik untuk - Ketorolac 3 x 30
mempengaruhi nyeri mg
secara farmakologi.

7. Mengevaluasi 7 Klien mengatakan


tindakan pengurang merasa nyaman
nyeri. setelah dinjeksi :
- Ketorolac 3 x 30
mg

Kamis, 08.30 2 1. Mencuci tangan 1. Perawat melakukan


21 April sebelum dan sesudah cuci tanagan
2016 tindakan sebelum dan
keperawatan sesudah tindakan.

2. Mengukur suhu 2. Suhu klien :


0
klien. 37,6 C.

09.00 3. Mengkaji tanda- 3. Tanda-tanda Infeksi


tanda infeksi. Dolor : nyeri pada
luka
Rubor: luka terlihat
masih basah
berwarna
kemerahan
Kalor: teraba hangat
pada area luka
Tumor:-
Fungsi Laesa: tidak
bisa bergerak
dengan bebas.

4. Melakukan 4. Luka dibersihkan


perawatan pada area menggunakan
luka dan sekitarnya. NaCL 0,9%
kemudian diberikan
supratul.

09.45 5. Membersihan 5. Lingkungan klien


lingkungan klien bersih dan terang.
setiap selesai
tindakan.
98

(1) (2) (3) (5) (6)


10.30 6. Mengajarkan 6. Keluarga mengerti
keluarga klien tentang tanda dan
tentang tanda dan gejala serta
gejala infeksi serta menghindari
cara menghindari infeksi.
infeksi.

7. Menganjurkan 7. Ibu kien


keluarga klien untuk mengatakan
memberikan klien anaknya makan ¾
makan, minum dan porsi dari yang
istirahat yang cukup. diberikan rumah
sakit.

13.00 8. Memberikan klien 8. Klien diberikan


obat antibiotik injeksi :
- Ketorolac 3 x 30
mg

Kamis, 08.30 3 1. Mencatat respon 1. Klien tampak takut


21 April emosi yang menggerakkan
2016 berhubungan dengan badannya dan
aktifitas berbaring di atas
tempat tidur

2. Membantu klien 2. Kebutuhan aktifitas


untuk memenuhi klien dibantu oleh
kebutuhan dirinya keluarganya
seperti makan dan
minum

10.00 3. Memotivasi 3. Kebutuhan aktifitas


keluarga klien untuk klien selalu dibantu
membantu klien oleh keluarganya
selama perawatan

Jum’at, 09.00 1 1. Melakukan 1 Pasien mengatakan


22 April pengkajian nyeri masih nyeri saat
2016 secara bergerak pada luka
komprehensif. operasi seperti
ditusuk-tusuk
dengan skala nyeri
sedang 5 (0-10)
99

(1) (2) (3) (4) (5) (6)


2. Mengontrol faktor 2 Kondisi lingkungan
lingkungan yang klien bersih, terang,
mempengaruhi dan keluarga klien
nyeri. lainnya tidak ribut.

3. Mengajarkan pasien 3 Klien


tekhnik relaksasi memperhatikan saat
nafas dalam untuk dijelaskan dan ikut
mengurangi nyeri saat dicontohkan
secara non
farmakologi.

12.00 4. Mengukur tanda- 4 Tanda-Tanda Vital :


tanda vital. TD: 120/80 mmHg,
Respirasi: 24
x/menit, Nadi: 92
x/menit, Suhu
:37,2◦C

13.00 5. Memberikan 5 Klien diberikan Inj.


analgetik untuk - Ketorolac 3 x 30
mempengaruhi nyeri mg
secara farmakologi.

13.15 6. Mengevaluasi 6 Klien mengatakan


tindakan pengurang merasa nyaman
nyeri. setelah dinjeksi
- Ketorolac
- Scopamin

Jum’at, 08.30 2 1. Mencuci tangan 1. Perawat melakukan


22 April sebelum dan cuci tanagan
2016 sesudah tindakan sebelum dan
keperawatan sesudah tindakan.

08.45 2. Mengukur suhu 2. Suhu klien : 37,20C.


klien.

09.15 3. Mengkaji tanda- 3. Tanda-tanda Infeksi


tanda infeksi. Dolor : nyeri pada
luka
Rubor: luka terlihat
masih basah
berwarna -
100

(1) (2) (3) (4) (5) (6)


kemerahan
Kalor: teraba hangat
pada area luka
Tumor:-
Fungsi Laesa: tidak
bisa bergerak
dengan bebas.

09.30 4. Melakukan 4. Luka dibersihkan


perawatan pada area menggunakan
luka dan sekitarnya. NaCL 0,9%
kemudian diberikan
supratul.

10.00 5. Membersihan 5. Lingkungan klien


lingkungan klien bersih dan terang.
setiap selesai
tindakan.

10.30 6. Mengajarkan 6. Keluarga mengerti


keluarga klien tentang tanda dan
tentang tanda dan gejala serta
gejala infeksi serta menghindari
cara menghindari infeksi.
infeksi.

12.30 7. Menganjurkan 7. Ibu kien


keluarga klien untuk mengatakan
memberikan klien anaknya makan ¾
makan, minum dan porsi dari yang
istirahat yang cukup. diberikan rumah
sakit.

13.00 8. Memberikan klien 8. Klien diberikan inj.


obat antibiotik - Ketorolac 3 x 30
mg

Jumat, 08.30 3 1. Pantau respon emosi 1. Klien tampak masih


22 April yang berhubungan takut
2016 dengan aktifitas menggerakkan
badannya dan
hanya berbaring di
tempat tidur
101

(1) (2) (3) (4) (5) (6)


08.45 2. Ajarkan pada klien 2. Kebutuhan aktifitas
untuk memenuhi klien masih dibantu
kebutuhan dirinya oleh keluarganya
seperti makan dan
minum

Sabtu 23 08.30 1 1. Melakukan 1 Pasien mengatakan


April pengkajian nyeri masih nyeri saat
2016 secara bergerak pada luka
komprehensif. operasi seperti
ditusuk-tusuk
dengan skala nyeri
sedang 4 (0-10)

2. Mengontrol faktor 2 Kondisi lingkungan


lingkungan yang klien bersih, terang,
mempengaruhi dan keluarga klien
nyeri. lainnya tidak ribut.

08.45 3. Mengajarkan pasien 3 Klien


tekhnik relaksasi memperhatikan saat
nafas dalam untuk dijelaskan dan ikut
mengurangi nyeri saat dicontohkan
secara non
farmakologi.

09.00 4. Mengukur tanda- 4 Tanda-Tanda Vital :


tanda vital. TD: 120/80 mmHg,
Respirasi: 24
x/menit, Nadi:90
x/menit, Suhu :
37◦C

13.00 5. Memberikan 5 Klien diberikan Inj.


analgetik untuk - Ketorolac
mempengaruhi nyeri - Scopamin
secara farmakologi.

6. Mengevaluasi 6 Klien mengatakan


tindakan pengurang merasa nyaman
nyeri. setelah dinjeksi :
- Ketorolac
- Scopamin
102

(1) (2) (3) (4) (5) (6)


Sabtu 23 08.30 2 1. Mencuci tangan 1. Perawat melakukan
April sebelum dan cuci tanagan
2016 sesudah tindakan sebelum dan
keperawatan sesudah tindakan.

09.00 2. Mengukur suhu 2. Suhu klien : 370C.


klien.

09.15 3. Mengkaji tanda- 3. Tanda-tanda Infeksi


tanda infeksi. Dolor : nyeri pada
luka
Rubor: luka terlihat
mulai agak
mengering
Kalor: teraba hangat
pada area luka
Tumor:-
Fungsi Laesa: tidak
bisa bergerak
dengan bebas.

09.30 4. Melakukan 4. Luka dibersihkan


perawatan pada area menggunakan
luka dan sekitarnya. NaCL 0,9%
kemudian diberikan
supratul.

10.00 5. Membersihan 5. Lingkungan klien


lingkungan klien bersih dan terang.
setiap selesai
tindakan.

10.30 6. Mengajarkan 6. Keluarga mengerti


keluarga klien tentang tanda dan
tentang tanda dan gejala serta
gejala infeksi serta menghindari
cara menghindari infeksi.
infeksi.
12.00 7. Menganjurkan 7. Ibu kien
keluarga klien untuk mengatakan
memberikan klien anaknya makan ¾
makan, minum dan porsi dari yang
istirahat yang cukup. diberikan rumah
sakit.
103

(1) (2) (3) (4) (5) (6)


8. Memberikan klien 8. Klien diberikan inj.
obat antibiotik - Ketorolac 3 x 30
mg

Sabtu 23 08.30 3 1. Observasi 1. Klien mulai bisa


April kemampuan klien melakukan aktivitas
2016 dalam melakukan ringan seperti
aktifitas ringan makan dan minum.

2. Memotyivasi 2. Keluarga klien


keluarga untuk mengatakan
membantu klien anaknya sudah
selama perawatan mulai bisa
melakukan aktifitas
ringan seperti
makan dan minum,
namun masih
dibantu dalam
melakukan aktifitas
lain seperti,
BAK/BAB ke
toilet.
104

3.5 Evaluasi Keperawatan

Tabel 3.5 Evaluasi Keperawatan Pada Pasien An.”N” Dengan Diagnosa


Medis Appendicitis.
No. Hari/ No.
Tanggal Dx Catatan Perkembangan Paraf
/Jam
(1) (2) (3) (4) (5)

1 Sabtu,23 1 S : - Klien mengatakan ia masih merasa


April nyeri di bagian luka operasi, skala
2016. nyeri 4 (0-10)
Jam
- Klien mengatakan ia mengerti cara
13.00
melakukan tekhnik realaksasi
- Klien mengatakan ia lebih merasa
nyaman jika melakukan tekhnik
releaksasi

O : - Klien terlihat masih meringis, skala


nyeri 4 (0-10)
- Klien terlihat lebih nyaman saat
melakukan tekhnik realaksasi
- Klien diberikan Inj.
 Ketorolac 30 mg (IV)

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan
105

(1) (2) (3) (4) (5)

2 Sabtu,23 2 S : - Keluarga mengatan mengerti tentang


April 2016 tanda dan gejala serta menghindari
Jam 13.00 infeksi

O : - Tanda-tanda Infeksi
Dolor : nyeri pada luka
Rubor: luka terlihat mulai agak
mengering
Kalor: teraba hangat pada area luka
Fungsi Laesa: tidak bisa bergerak
dengan bebas.

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

3 Sabtu,23 3 S : - Keluarga klien mengatakan anaknya


April 2016 sudah mulai bisa melakukan aktifitas
Jam 13.00 ringan seperti makan dan minum,
namun masih dibantu dalam
melakukan aktifitas lain seperti,
BAK/BAB ke toilet

O : - Klien tampak mulai bisa melakukan


aktivitas ringan seperti makan dan
minum

A : Maalah belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan
106

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Pengkajian

Pada dasarnya kesenjangan pada teori dan kenyataan yang ada tidak

terlalu jauh. Pada waktu pengkajian, pada kenyataannya lebih mudah dari

yang dibayangkan. Pada saat melakukan pengkajian penulis menggunakan

pengkajian secara Head to toe. Pada saat mengkaji riwayat kesehatan

pasien, peran keluarga sangat kooperatif di samping peran klien dalam

memberikan berbagai informasi yang dibutuhkan untuk menegakkan

diagnosa keperawatan. Namun ada beberapa kendala yang penulis hadapi

seperti pemeriksaan fisik yang kurang sempurna dikarenakan pasien tidak

setuju untuk dilakukan pemeriksaan fisik secara lebih mendetail.

Untuk pemeriksaan penunjang pada teori terdapat beberapa

pemeriksaan seperti pemeriksaan Tes rectal, pemeriksaan laboratorium

seperti C-Rective Protein, Hb, LED, pemeriksaan urin dan foto abdomen,

Namun pada kenyataannya tidak semua pemeriksaan penunjang yang

dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa medisnya.

Selain itu, kesenjangan juga terlihat pada tanda dan gejala pada teori

dan kenyataan yang ada, pada teori salah satu tanda dan gejala yang

muncul adalah muntah. Namun, pada kenyataannya klien mengatakan

tidak pernah muntah sama sekali.


107

Dalam melakukan pengkajian, penulis juga menemukan ada beberapa

hal yang sama antara teori dan kenyataan yang ada. Seperti tanda dan

gejala yang dikeluhkan oleh klien dimana klien mengeluh nyeri pada luka

post Appendictomy.

Selain itu, pada penatalaksanaan terdapat penatalaksanaan konservatif

dimana penderita istirahat total dengan posisi semi powler.

4.2 Diagnosa Keperawatan

Pada diagnosa keperawatan, pada kasus yang ada tidak semua

diagnosa keperawatan yang ada pada teori bisa muncul pada saat

dilakukannya perumusan diagnosa keperawatan. Untuk diagnosa

keperawatan pada teori terdiri dari :

Diagnosa keperawatan pre operatif

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik

b. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan

muntah

d. Ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan

Post operasi

a. Nyeri akut berhubungan dengan agens injuri fisik.

b. Resiko infeksi berhubungan prosedur invasif.

c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan

muntah.
108

d. Ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan.

Sedangkan untuk diagnosa keperawatan yang penulis dapatkan pada

kasus adalah :

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik

b. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

c. Gangguan mobilita fisik berhubungan dengan nyeri pada luka insisi

dan kurang pengetahuan

Terjadi kesenjangan antara teori dengan kasus karena respon klien

yang berbeda-beda, misalnya penulis tidak mengangkat diagnose seperti :

a. Resiko kekurangan volume cairan dikrenakan tidak ditemukan tanda-

tanda kekurangan volume cairan seperti mual, muntah, turgor kulit

menurun, keluar cairan berlebihan/pendarahan.

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dikarenakan

pola nutrisi klien baik, tidak ada tanda-tanda seperti tidak ada nafsu

makan, berat badan menurun, dan ketidakmampuan untuk mencerna

makanan.

4.3 Rencana Keperawatan

Tahap selanjutnya adalah rencana keperawatan. Pada rencana

keperawatan, penulis mengacu pada diagnosa keperawatan yang muncul

pada kasus ini.


109

4.4 Tindakan Keperawatan

Setelah rencana keperawatan, tahap selanjutnya adalah tindakan

keperawatan, dimana tindakan keperawatan yang dilakukan mengacu pada

diagnosa keperawatan yang muncul.

Penulis tidak banyak mendapatkan kesulitan dalam melakukan

tindakan keperawatan. Keluarga, klien maupun perawat tempat

dilakukannya penelitian sangat mendukung dan memberikan bimbingan

pada penulis dalam melakukan tindakan keperawatan.

4.5 Evaluasi Keperawatan

Tahap akhir dari proses asuhan keperawatan adalah tahap evaluasi

keperawatan. Dimana, evaluasi didapatkan dari respon hasil yang

ditunjukkan oleh klien. Bagaimana respon klien terhadap tindakan

keperawatan yang telah dilakukan.

Dari hasil pengkajian, kesenjangan terlihat pada tanda dan gejala

yang muncul adalah muntah. Namun, pada kenyataannya klien

mengatakan tidak pernah muntah sama sekali.


110

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab terakhir dari penyusunan karya tulis ilmiah yang

penulis susun selama ini, dimana berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya,

penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan sesuai dengan 5 (lima) tahap

proses keperawatan, baik untuk perawat sendiri, rumah sakit, institusi pendidikan

maupun keluarga klien sehingga dapat membantu meningkatkan mutu asuhan

keperawatan pada klien umumnya dan klien apendiktomy pada khususnya.

Kesimpulan tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

5.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat penulis uraikan adalah sebagai berikut :

5.1.1 Pengkajian

Komponen – komponen pengkajian yang meliputi

pengumpulan data dan pengelompokan data yang diuraiakan dalam

tinjauan kasus sebagian besar sudah dilakukan sebagaimana yang

dijelaskan pada konsep dasar.

Secara umum, penulis sudah melakukan pengkajian sesuai

dengan konsep, akan tetapi terdapat perbedaan antara konsep

dengan kasus yang ditemukan pada tanda dan gejala, serta

pemeriksaan penunjang,.
111

5.1.2 Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan konsep diagnosa keperawatan yang ada diteori

ada beberapa diagnosa yang muncul dari diagnosa keperawatan

post operatif antara lain :Nyeri akut berhubungan dengan agens

injuri fisik, resiko infeksi berhubungan prosedur invasif, resiko

kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah,

ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan.

Namun, pada kenyataan yang ditemukan pada lapangan penulis

hanya mendapatkan tiga diagnosa keperawatan post operasi antara

lain Nyeri akut berhubungan dengan agens injuri fisik, resiko

infeksi berhubungan prosedur invasive, dan gangguan mobilitas

fisik berhubungan dengan nyeri pada luka insisi.

5.1.3 Rencana Keperawatan

Adapun komponen pada tahap rencana adalah menentukan

prioritas masalah keperawatan dan menyusun rencana keperawatan.

Langkah dan komponen tersebut sudah penulis laksanakan seperti

yang di uraikan dalam tinjauan kasus, akan tetapi ada rencana

keperawatan yang terdapat dalam tinjauan teori, tetapi penulis

cantumkan dalam tinjauan kasus.

Dalam menentukan prioritas diagnosa keperawatan pada

pasien Ay “N“, penulis menyusunnya pada kebutuhan pasien pada

saat itu.
112

5.1.4 Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan merupakan tahap ke empat dan

penerapan proses keperawatan. Pada pelaksanaan dalam konsep

dasar penulis merumuskan dalam bentuk tabel catatan keperawatan

dan sebagian besar tindakan keperawatan yang dilakukan mengacu

pada rencana keperawatan seperti yang dijelaskan dalam tinjauan

kasus. Pelaksanaan tindakan disesuaikan dengan prioritas masalah

dan fasilitas yang ada

Pada tahap ini, penulis tidak mengalami banyak kesulitan

karena klien dan keluarganya sangat kooperatif. Penulis sudah

melaksanakan tindakan berdasarkan rencana yang telah dibuat.

Dalam tindakan keperawatan ini, semua tindakan dilaksanakan

sehingga tujuan dapat tercapai.

5.1.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan bagian terakhir dari proses dan

merupakan tahap penilaian terhadap keberhasilan asuhan

keperawatan yang dilakukan dengan mencatat setiap reaksi dan

perubahan klien setelah diberikan tindakan keperawatan.

Berdasarkan SOAP pada evaluasi keperawatan akhir untuk

Appendicitis tanggal 23 April 2016 diperoleh hasil

perkembangannya sedikit meningkat, tiga diagnosa yang diangkat

seperti nyeri, resiko infeksi, dan gangguan mobilitas fisik mampu

teratasi sebagian, klien mengatakan nyeri berkurang, luka mulai


113

mongering, klien mulai bias melakukan aktifitas ringan seperti

makan dan minum.

Tekanan Darah : 120/80 mmHg, Nadi : 86x/menit, Suhu : 370C,

Respirasi : 24x/menit

5.2 Saran

Dari beberapa kesimpulan kesimpulan di atas penulis tidak banyak

menemukan kesutitan yang berarti dalam melaksanakan asuan

keperawatan namun untuk dapat memberikan pelayanan dalam

pengembangan asuhan keperawatan di masa mendatang perlu kiranya

peningkatan baik sarana dan prasarana sarta kemampuan sumber daya

manusia.Dalam hal ini petugas kesehatan secara umum dan perawat

khususnya. Untuk itu penulis dapat meyampaikan saran-saran sebagai

berikut:

5.2.1 Institusi Pendidikan Akademi Perawat Kesehatan Provinsi

NTB

Diharapkan kepada institusi pendidikan agar dapat

menyediakan sarana dan prasarana misalnya literature-literatur

yang lengkap dan terbaru sehingga dapat membantu dalam

pembuatan karya tulis ilmiah..

5.2.2 Bagi rumah sakit

Diharapkan rumah sakit khususnya RSUD dr.soedjono Selong

dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan


114

hubungan kerjasama yang baik antara timkesehatan maupun klien

sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan

yang optimal.

5.2.3 Bagi mahasiswa

Diharapkan agar mahasiswa dapat meningkatkan minat baca

untuk menambah wawasan mengenai asuhan keperawatan pada

kasus Appendicitis, sehingga dalam menerapkan asuhan

keperawatan diperoleh hasil yang optimal sesuai yang diharapkan.

5.2.4 Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan atau sumber data

awal bagi penelitian selanjutnya sehingga hasil penelitian dapat

digeneralisasikan.
115

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC.

Ali, Zaidin (2006). Dasar – Dasar Keperawatan Professional. Jakarta : Widya


Medika.

Jitowiyono Sugeng. (2010). Asuhan Keperawatan Post Operasi,

Yogyakarta:NuhaMedika

Majid, Abdul & Agus Sarwo Prayogi (2013). Buku Pintar Perawatan Pasien.

Yogyakarta : KDT

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosis Medis dan Nanda Nic-Noc, Edisi Revisi Jilid 2.

Jogjakarta : Mediaction

Nursalam (2001),Proses dan Pendokumentasian Keperawatan ,Jakarta:Salemba

Medika

Rekam Medik (2015) RSUD dr. R. Soedjno selong.

Sjmsuhidrajat,R.dan Wim de jong 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah ,Edisi revisi. CGC

: Jakarta.

Sjmsuhidrayat, 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah ,Edisi revisi. CGC : Jakarta.

Sodikin. (2011). Asuhan Keperawatan Anak Gangguan Sistem Gastrointestinal

dan Hepatobiler, Jakarta:Salemba Medika.

Soetjiningsih (1995). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC


116

Smeltzer Suzane C (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2,

Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Suratun Dan Lusianah (2010). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah,

Jakarta

Wim De Jong, (2005). Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis

Nanda Nic Noc Jilid 1,Jogjakarta.

Anda mungkin juga menyukai