Dosen Pembimbing :
Santy Sanusi, S.Kep.,Ners.,M.Kep
Preseptor Lapangan :
Dian Rahayuningsih, S.Kep
H. Lili Sali, S.Kep., Ners
Tatang Rohmaya, S.Kep., Ners
Disusun Oleh :
Kelompok 1 - Kelompok 2
2018
LEMBAR PENGESAHAN
Telah dapat diterima sebagai salah satu tugas Praktik Belajar Lapangan V
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta karunia kepada kita semua, sehingga
JAWA BARAT”
Proses penyusunan makalah ini banyak sekali kendala yang dialami penulis,
proses penyusunan makalah ini, Semoga amal kebaikannya di balas oleh Allah
SWT.
Penulis sadar bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga
makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi
pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
1. Pengakajian ............................................................................................ 22
2. Diagnosa Keperawatan Post Cholesystektom ........................................ 24
BAB III TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN ........................................ 30
A. Tinjauan Kasus ........................................................................................... 30
B. Pembahasan ................................................................................................ 45
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 54
A. Kesimpulan ................................................................................................ 54
B. Saran ........................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cholesystektomy merupakan terapi gold standar untuk Cholelithiasis, yang
dapat dilakukan dengan metode bedah laparoskopik dan terbuka, namun dalam
laparoskopik (KL) pertama kali diperkenalkan di Jerman pada tahun 1985. Pada
awalnya teknik ini banyak diragukan oleh ahli bedah, karena adanya pemikiran
untuk pasien dengan diagnosis batu kandung empedu. Manfaat dari KL telah
banyak dipublikasikan, seperti nyeri pasca operasi yang minimal, lama rawatan
yang relatif singkat, luka operasi yang lebih baik dari segi kosmetik, rendahnya
resiko infeksi luka operasi dan infeksi paru, serta masa penyembuhan yang lebih
merupakan prosedur yang aman untuk dilakukan terhadap pasien namun masih
darah pada saat memasukkan trokar, kebocoran cairan empedu dan cedera pada
berserakan di rongga abdomen serta perdarahan pada hepatic bed yang juga bisa
1
2
seorang ahli bedah. Pengalaman merupakan faktor yang penting dalam penentuan
hasil operasi nantinya. Namun, meskipun memiliki tingkat kesulitan yang lebih
tinggi, KL memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang lebih rendah dari KT,
adalah 1%.
kemungkinan untuk cedera CBD semakin meningkat. Selain itu, cleavage plane
tidak jelas sehingga saat operasi parenkim hati akan lebih mudah tertusuk saat
diseksi kandung empedu dan ini akan berdampak kepada timbulnya kebocoran
cairan empedu, perdarahan, dan abses subhepatik setelah operasi. Salah satu
dilakukan oleh seorang ahli bedah maka komplikasi akan semakin bisa untuk
dihindari. Namun, dari salah satu penelitian yang dilakukan, hampir 90% dari
cedera yang terjadi pada saat KL terjadi pada 30 tindakan pertama oleh ahli bedah
tersebut. Dengan demikian akan sangat dibutuhkan sebuah prediktor yang bisa
3
memprediksi kondisi kesulitan yang akan dihadapi saat operasi nanti. Dengan
dimilikinya terhadap kesulitan yang akan dihadapi saat operasi nantinya. Selain
menambah pengalam operator, juga diperlukan suatu alat diagnostik untuk yang
invasif terbaik untuk batu kandung empedu adalah ultrasonografi (USG) karena
alat ini memiliki nilai sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi, yakni 96%.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
Unit (ICU) Kamar 2 Rumah Sakit Umum Daerah Al-Ihsan Provinsi Jawa
Barat.
4
C. Sistematika Penulisan
1. BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini membahas tentang latar belakang, tujuan penelitian, dan
sistematika penulisan.
Cholesystektomy.
Pada bab ini membahas Asuhan keperawatan terhadap pasien yang dikelola
Pada bab ini membahas tentang kesimpulan secara singkat dan saran penulis
TINJAUAN TEORITIS
buah pir, berongga dan menyerupai kantong dengan panjang 7,5 hingga 10 cm,
terletak dalam suatu cekungan yang dangkal pada permukaan inferior hati oleh
jaringan ikat yang longgar. Dinding kandung empedu terutama tersusun dari otot
sistikus (Smeltzer dan Bare, 2002). Kandung empedu memiliki bagian berupa
fundus, korpus, dan kolum. Fundus berbentuk bulat, berujung buntu pada kandung
empedu sedikit memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar
dari kandung empedu. Kolum adalah bagian sempit dari kandung empedu yang
Empedu yang disekresikan dari hati akan disimpan sementara waktu dalam
diantara lobulus hati. Kanalikulus menerima hasil sekresi dari hepatosit dan
membentuk duktus hepatikus. Duktus hepatikus dari hati dan duktus sistikus dari
dalam intestinum dikendalikan oleh sfingter oddi yang terletak pada tempat
5
6
kandung empedu adalah 30-50ml empedu. Empedu yang ada di hati akan
dikeluarkan di antara saat-saat makan, ketika sfingter Oddi tertutup, empedu yang
sebagian besar air dalam empedu diserap melalui dinding kandung empedu
sehingga empedu dalam kandung empedu lebih pekat lima hingga sepuluh kali
dari konsentrasi saat disekresikan pertama kalinya oleh hati. Ketika makanan
masuk ke dalam duodenum akan terjadi kontraksi kandung empedu dan relaksasi
garam empedu (Smeltzer dan Bare, 2002). Selain membantu proses pencernaan
dan penyerapan lemak, empedu juga berperan dalam membantu metabolisme dan
dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol. Garam empedu
saling terkait dan berkesinambungan serta tergantung pada tipe/jenis dan derajat
a. Fase Inflamasi
Netrofil merupakan sel peradang pertama yang dijumpai pada daerah luka,
fungsi utamanya untuk mengeliminasi benda asing, bakteri, sel dan matrik
jaringan yang rusak. Histamin dan berbagai jenis mediator kimia lain yang
bertanggung jawab terhadap terjadinya inflamasi pada daerah sekitar luka. Bahan
mudah bermigrasi kedalam jaringan yang luka (Eming et. al. 2007).
Sel Monosit dalam darah akan menjadi teraktivasi dan menjadi makrofag setelah
48 jam, yang berperan besar dalam tahap inflamasi penyembuhan luka dan
8
Setelah teraktivasi, sel Makrofag sendiri juga akan menghasilkan PDGF dan TGF-
β. Sifat fagositik dari Makrofag bertujuan untuk mengeliminasi sel dan matrik
yang rusak, netrofil yang penuh dengan patogen, benda asing dan sisa bakteri
pembentukan jaringan granulasi, dalam fase ini peran TGF-β yang dilepaskan
protease yang merusak matrik. Sitokin-sitokin lain yang berperan dalam proses
Fibroblas akan berikatan dengan serabut dari matrik fibrin dan mulai
memproduksi kolagen, sampai saat ini telah diketahui ada 23 jenis kolagen, yang
dominan ditemukan pada kulit adalah kolagen tipe 1. Reepitelialisasi terjadi dalam
beberapa jam setelah terjadi luka, dan Sitokin yang berperan adalah EGF dan
TGFα yang dihasilkan oleh Platelet, Makrofag, dan keratinosit. Karena proses ini
kebutuhan oksigen dan nutrisi. Penurunan pH, oxygen tension, dan peningkatan
laktat dilokasi sekitar luka akan memicu serangkaian proses yang mendorong
terbentuknya pembuluh darah baru atau yang lazim dikenal sebagai angiogenesis.
9
Proses angiogenesis akan terhenti setelah terbentuk granulasi dan pembuluh darah
baru yang banyak tersebut akan mengalami disintegrasi akibat apoptosis, dengan
c. Fase Maturasi/Deferensiasi/Remodeling
disamping itu juga terjadi kontraksi luka (wound contraction) yang merupakan
suatu proses kompleks dimana melibatkan berbagai jenis sel, matrik, danSitokin.
Pada periode ini, Fibroblas memiliki suatu gambaran fenotipe yang disebut
menunjukan adanya pemadatan dari jaringan ikat dan kontraksi dari luka. Proses
B. Cholelithiasis
1. Definisi Cholelithiasis
Batu empedu atau cholelithiasis adalah timbunan kristal di dalam kandung
empedu atau di dalam saluran empedu atau kedua-duanya. Batu kandung empedu
membentuk suatu material mirip batu di dalam kandung empedu atau saluran
empedu. Komponen utama dari cairan empedu adalah bilirubin, garam empedu,
fosfolipid dan kolesterol. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu bisa
berupa batu kolesterol, batu pigmen yaitu coklatatau pigmen hitam, atau batu
campuran.
10
duktus sistikus, duktus koledokus, ampula vateri, di dalam hati. Kandung empedu
merupa kan kantong berbentuk seperti buah alpukat yang terletak tepat dibawah
lobus kanan hati. Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk
dan penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstra
sign positif yakni nyeri saat probe USG ditekan pada daerah kandung
empedu).
kolesistitis akut.
a. Non Bedah
b. Farmakoterapi
kolesterol utama.
dilakukan.
c. Litotripsi
yang diarahkan pada batu empedu yang terletak di dalam kandung empedu
d. Bedah
batu.
e. Laparatomy
pada rongga abdomen yang dilakukan untuk memeriksa nyeri pada abdomen yang
belum diketahui penyebabnya atau pada trauma abdomen dan perlu didiagnosa.
C. Cholesystektomy
1. Pengertian Cholesystektomy
Cholesystektomy atau pengangkatan kandung empedu merupakan salah satu
merupakan penatalaksanaan yang aman dan efektif untuk cholesistitis akut dan
invasive.
2. Klasifikasi Cholesystektomy
a. Cholesystektomy Laparoskopi
Merupakan pengangkatan total dari kandung empedu tanpa insisi yang besar.
kehamilan, dan sirosis tidak lagi di anggap sebagai mkontra indikasi namun
keuntungannya.
b. Cholesystektomy Terbuka
pada bagian abdomen kanan atas menembus lemak dan otot hingga ke kandung
Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu empedu
simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti oleh Cholesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi,
meliputi trauma CBD, perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini menunjukkan
mortalitas pada pasien yang menjalani Cholesystektomy terbuka pada tahun 1989,
angka kematian secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang dari 65 tahun
angka kematian 0,03 % sedangkan pada penderita diatas 65 tahun angka kematian
3. Indikasi Cholesystektomy
Indikasi Cholesystektomy pada penyakit batu empedu (open ataupun
laparoskopik) :
c. Cholesistitis akalkulus
e. Porcellain gallbladder
Pasien dengan penyakit batu empedu simtomatik dibagi menjadi dua kategori
yaitu pasien yang mengalami kolik bilier simpel dan mereka yang mengalami
1) Cirrhosis hepatis
2) Obesitas
3) Kolesistitis akut
6) Kehamilan
7) Ventriculoperitoneal shunt
16
5. Patofisiologi Cholesystektomy
Bagan 2.1 Patofisiologi
17
6. Komplikasi Cholesystektomy
a. Infeksi
Infeksi dapat terjadi setelah jenis operasi perut dan terjadi pada sekitar 1 di 15
Cholesystektomy. Kedua infeksi luka dan infeksi di dalam perut Anda dapat
umum. Komplikasi termasuk reaksi alergi dan kematian. Menjadi bugar dan sehat
c. Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi setelah operasi Anda. Jika perdarahan tidak terjadi,
itu mungkin memerlukan operasi lebih lanjut melalui bekas luka lubang kunci
d. Kebocoran empedu
empedu ke saluran empedu utama, menguras hati. Namun, cairan empedu kadang-
kasus yang jarang terjadi, operasi diperlukan untuk mengalirkan empedu dan
mencuci bagian dalam rongga perut. Kebocoran empedu terjadi pada sekitar 1-2%
kasus.
Komplikasi yang paling serius dari operasi kandung empedu adalah cedera
pada saluran empedu, yang terjadi pada sekitar dari 500 kasus. Jika saluran
18
Dalam beberapa kasus, operasi korektif yang kompleks dan besar diperlukan
f. Cedera usus
menghapus kantong empedu bisa melukai sekitar struktur, seperti usus, usus dan
pembuluh darah. Risiko meningkat jika kandung empedu meradang. Jenis cedera
jarang terjadi dan biasanya dapat diperbaiki pada saat operasi. Kadang-kadang
luka yang melihat setelah itu dan operasi lebih lanjut diperlukan.
Beberapa orang berada pada risiko yang lebih tinggi dari bekuan darah
berkembang selama operasi. Hal ini dikenal sebagai deep vein thrombosis dan
h. Sindrom pasca-kolesistektomi
Sekitar tiga dari tujuh orang akan mengalami gejala yang mirip dengan –
meskipun biasanya lebih ringan – yang disebabkan oleh batu empedu setelah
operasi, sepertii sakit perut, gangguan pencernaan, diare, menguning mata dan
kulit (jaundice), suhu tinggi (demam) dari 38°C atau di atas (100,4 ° F). Hal ini
dipahami, tetapi diduga disebabkan oleh gerakan empedu diubah melalui tubuh.
kasus PCS mungkin hasil dari batu empedu yang masih terjebak dalam saluran
empedu.
19
empedu yang tersisa. Ada juga obat-obatan, seperti antasida, penghambat pompa
gejala seperti sakit perut, gangguan pencernaan dan diare. dan juga Lechitin
Softgel untuk mengatasi sekaligus mengobati masalah pada batu empedu dan
kandung empedu.
D. Anestesi
Anestesi suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada
tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr
tindakan anesthesia sendiri atau kondisi pasien. Penyulit dapat timbul pada waktu
12jam).
20
E. Ventilasi Mekanik
dalam paru-paru. Respirasi merupakan proses pertukaran gas O2 dan CO2 yang
orang mengenal penggunaaan ventilator pada rumah sakit, sepeti di ICU, dimana
menormalkan kadar gas darah arteri dan keseimbangan asam basa dengan
a. Pembedahan
2) Cedera kepala
ensefalitis.
5) Status epileptikus
d. Penyakit paru
1) Pneumonia
5) Trauma-kontusio paru
6) Edema paru
3. Mode Ventilator
a. Control Manual
Untuk pasien yang tidak bisa bernapas sama sekali pernapasan sepenuhnya
oleh alat.
1. Pengakajian
a. Pengkajian Fase Pre Operatif
Sistem integumen pasien apakah pasien pucat, sianosis dan adakah penyakit
validasi apakah pasien menderita penyakit jantung, kebiasaan minum obat jantung
frekuensi jantung.
Sistem pernafasan pasien apakah pasien bernafas teratur dan batuk secara
Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang. diberi
anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien yang diberi
anaesthesi lokal ditambah dengan pengkajian psikososial. Secara garis besar yang
1) Pengkajian mental pasien, bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien
masih sadar atau terjaga maka sebaiknya perawat menjelaskan prosedur yang
Transfusi dan infuse pasien. Monitor flabot sudah habis apa belum.
1 cc/kg BB/jam.
Status sirkulatori pasien, meliputi : nadi, tekanan darah, suhu dan warna kulit.
kabel panggil yang mudah dijangkau dan alat pemantau dipasang dan dapat
berfungsi.
kelancaran cairan.
Nyeri pasien meliputi : waktu, tempat, frekuensi, kualitas dan faktor yang
: adekuat
1. Klien 3. Sajikan makanan 3. Untuk menarik
mengatakan yang menarik klien untuk
sudah ada nafsu mungkin. makan.
makan
2. Klien tampak 4. Monitor BB. 4. Untuk
segar mengetahui
3. Klien tampak kehilangan BB
menghabiskan dari normal.
makanan yang 5. Kolaborasi 5. Agar nafsu
ada pemberian obat makan klien
4. BB klien atau vitamin. bertambah
bertambah
5. Tidak ada
penurunan berat
badan yang
berarti
4. Hambatan Setelah dilakukan 1. Bantu pasien 1. Memenuhi
Mobilitas Fisik tindakan dalam melakukan kebutuhan pasien
keperawatan selama ADL
3x24 jam diharapkan 2. Jika pasien 2. Mencegah
pasien dengan kesadaran sudah terjadinya
hambatan mobilitas optimal maka kekakuan pada
fisik dapat teratasi bantu latihan ROM sendi akibat tirah
dengan kriteria hasil aktif dan miring baring
: kanan miring kiri
1. Mampu 3. Bantu pasien jika 3. mencegah
mandiri total. pasien akan terjadinya
2. Mampu merubah posisi perubahan posisi
melakukan tidur pada pemasangan
perpindahan alat-alat infasiv.
miringkanan 4. Observasi 4. Dalam keadaan
miring kiri. kesadaran pasien pasien sadar,
3. Penampilan pasien dapat
posisi tubuh berkomunikasi
yang benar. jika pasien
4. Membutuhka membutuhkan
n bantuan bantuan dan
orang lain mendengarkan
dan alat. jika ada intruksi
dari perawat atau
dokter.
5. Resiko Setelah dilakukan 1. Observasi TTV 1. Keadaan
Perdarahan tindakan hemodinamika
keperawatan selama pasien terpantau
1×60 menit, maka 2. Identifikasi faktor 2. Tidak terjadi
kriteria hasil yang yang perdarahan
diharapkan adalah menyebabkan berulang-ulang
risiko perdarahan perdarahan
tidak terjadi dengan 3. Catat nilai 3. Agar pemberian
27
penyapihan. pasien
2. Membuat sehubungan
pernapasan dengan masalah
dengan rentang tentang
normal dan kemapuan
bebas tanda untuk bernafas
gagal napas. sendiri dab
3. Menunjukkan kebutuhan
peningkatan ventilator
toleransi untuk jangka panjang
aktivitas atau 3. Evaluasi atau catat 3. Indicator bahwa
berpartisipasi kemajuan pasien pasieb
dalam nenerlukan
perawatan diri kesempatan
sesuai lebih lambat
kemampuan. untuk stabil
atau perlu
menghentikan
program
4. Kolaborasi dengan 4. Penurunan
ahli gizi mengenai karbohidrat atau
pemenuhan lemak
kebutuhan nutrisi membutuhkan
pencegahan
produksi CO2
berlebihan
dimana dapat
menggangu
pernafasan
8. Resiko Infeksi Setelah dilakukan 1. Catat faktor 1. Intubasi,
tindakan resiko terjadinya ventilasi
keperawatan selama infeksi. mekanik lama,
2x24 jam diharapkan ketidakmampua
resiko infeksi dapat n umum,
diatasi dengan malnutrisi usia,
kriteria hasil: dan prosedure
1. Menunjukkan invasive.
pemahaman 2. Turunkan faktor 2. Faktor yang
faktor resiko resiko paling penting
individu. nasokomial untuk mencegah
2. Mengidentifikas melalui cuci infeksi.
i intervensi tangan yang tepat
untuk mencegah pada semua
atau perawat,
menurunkan mempertahankan
resiko infeksi. teknik steril.
3. Dorong 3. Memperbaiki
perawatan diri kesehatan
atau aktivitas umum dan
sampai regangan otot
29
batasantoleransi. dapat
merangsang
perbaikan
sistem imun.
4. Kolaborasi 4. Untuk
dengan dokter mengidentifikas
pemberian obat i pathogen dan
antimikrobacteria anti
l. mikrobacterial
yang tepat.
30
BAB III
A. Tinjauan Kasus
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama : Ny. K
Usia : 55 Tahun
Pendidikan : SMP
Nama : Tn. Y
Agama : Islam
30
31
Usia : 32 Tahun
c. Riwayat Penyakit
1) Keluhan Utama
Pada tanggal 9 Desember 2018, klien mengeluh panas badan disertai nyeri
ulu hati, klien meminum obat penurun panas tetapi tidak kunjung turun disertai
nyeri ulu hati yang terus menerus hingga mengganggu aktivitas klien.
sebanyak 4 papan di pagi dan sore hari pada saat klien masih panas badan dan
nyeri ulu hati. Kemudian nyeri ulu hati semakin bertambah setelah klien
mengkonsumsi petai, akhirnya pada tanggal 13 Desember 2018 pukul 01.03 WIB
Pada saat dilakukan pemeriksaan di IGD klien mengeluh badan panas (Suhu
380), nyeri ulu hati (skala nyeri 1-3 nyeri ringan) durasi terus menerus, diagnosa
Hemoglobin 11,8 g/dl, Leukosit 12.700 sel/u, Eritrosit 3,95 juta/uL, Hematokrit
32
Kreatinin 0,89 mg/dl dan GDS 90 mg/dl. Dilakukan pemeriksaan Tes widal
dengan hasil Negative, pemasangan infus dengan terapi RL 20 gtt/mnt. Pada saat
pemeriksaan, dokter menyarankan klien untuk tidak dirawat karena keadaan sudah
mulai stabil, tetapi klien menginginkan untuk dirawat karena klien khawatir
cefotaxim 3X1 gr, Lasix 1X2 amp. Obat oral: Paracetamol 3X1, Ondansetron 3X4
x/mnt, S 37,80. Akhir operasi pukul 21.00 dan recovery room pukul 21.00-23.00.
14 x/mnt, SpO 95%, GCS 15 E4 M6 V5, S 36,20C) PAN amin 612 500 cc, RL
1000 cc, terapi obat: Pantoprazole 1X1 pukul 24.00, ketorolac 3X1 pukul 08.00,
16.00, 24.00, ceftazidime 3X1 pukul 08.00, 16.00, 24.00, Hasil lab: Hb 8,5 g/dl,
albumin 2,2g/dL, GDS 183mg/dl. Keadaan pasien sudah terpasang ETT kemudian
dipasang ventilator hari ke-1 dengan mode SIMV, PEEP 7, F102: 85%, RR 12.
dengan bantuan ventilator melalui ETT, ukuran ETT diameter 7,5 cm, kedalaman
20 cm, ventilator hari ke-2 mode dari jam 07.00 CPAP, P. Control/P.S: 9, F102:
45%, PEEP: 7, TV: 584, RR:14. TTV TD: 101/64 Nadi 103 x/mnt.
Klien mempunyai riwayat kolestrol sejak 6 tahun yang lalu, pernah dirawat di
Bina Sehat pada tahun 2012 selama ± 1 minggu dengan diagnosa medis
Keluarga klien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit yang sama dengan
d. Keadaan Umum
GCS :E 4 M 6 Vtube
TB : 158 cm
BB : 73 Kg
SpO2 : 95%
34
e. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Pernapasan
Pola nafas reguler. Tidak ada tambahan pernafasan cuping hidung dan tidak
ada retraksi pada saat bernafas. Pengembangan dada simetris. Terdapat nyeri
tekan pada saat di palpasi di daerah dada. Tidak ada suara tambahan seperti
wheezing, ronkhi dan stridor. Terpasang ventilator dengan Mode: CPAP, TV:
2) Sistem Kardiovaskuler
Konjungtiva anemis, CRT<2 detik. Pulsasi nadi teraba kuat. Tidak ada
peningkatan JVP. Tidak ada sianosis di hidung, mulut maupun jari. Tidak ada
pulsasi disekitar jantung. Tidak terdapat nekrosis dan tidak terdapat clubbing
finger disekitar jari. Batas jantung normal, tidak terdapat kardiomegali. Akral
dingin.
3) Sistem Integumen
Terdapat luka bekas operasi di bagian tengah abdomen, daerah luka insisi
7 jam berwarna merah. Terdapat luka bekas operasi di bagian tengah abdomen,
4) Sistem Gastrointestinal
Bibir klien terlihat kering, mukosa lembab tidak terdapat lesi, gusi pucat dan
terdapat karies pada gigi. Bentuk lidah simetris, berwarna putih dan bisa
35
pembengkakan.
Bentuk abdomen simetris, tidak terdapat lesi maupun bekas luka operasi.
Umbilikal bersih. Bising usus 13 x/menit. Terdapat suara bruits pada saat di
auskultasi suara arteri vena diatas umbilikal. Terdengar bunyi timpani pada saat di
perkusi dan dullness pada saat diperkusi bagian organ. Terdapat nyeri tekan pada
Lingkar perut 64 cm. Tidak terdapat asites pada saat dilakukan tes
ballotement, pada saat dilakukan refleks kehrs sign klien tidak mengeluh nyeri.
Pada saat dilakukan balance test klien mengeluh nyeri, pada saat dilakukan
murphy sign klien juga mengeluh nyeri. Pada saat dilakukan Mc. Burney test di
2/3 SIAS, klien tidak mengeluh nyeri, pada saat diberikan test hipersensitivitas
cutaneous klien tidak mengeluh nyeri. Abdomen kembali ke bentuk semula pada
saat dilakukan test kekenyalan massa, klien tidak mengeluh nyeri bagian abdomen
pada saat dilakukan test otot illiopsoas dan klien tidak mengeluh nyeri pada saat
5) System Hematologi
trombosit 4 labu.
6) System Persyarafan
a) Nervus I (Olfactorius)
b) Nervus II ( Opticus )
dirangsang cahaya.
Bentuk mata klien simetris, pupil berkontriksi dengan baik saat dirangsang
cahaya, pergerakkan bola mata klien dapat bergerak kesegala arah, dan lapang
d) Nervus VI ( Trigeminus )
Refleks mengedip klien masih baik dan klien dapat merasakan rasa halus dan
h) Nervus XI ( Aksesorius )
Lidah klien berwarna merah muda, masih bisa merasakan makanan dengan
7) Sistem Endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan limfe. Tidak ada rasa kesemutan
8) Sistem Muskuloskeletal
Ekstremitas Atas
Bentuk tangan klien simetris tidak ada lesi, tidak deformitas, tidak ada
kontraktur dan fraktur, kemampuan bergerak klien baik dengan ROM dapat
bergerak kesegala arah, refleks bisep dan trisep (+/+), kekuatan otot 5 5
Ekstremitas Bawah
Bentuk kaki klien simetris tidak ada lesi, tidak deformitas, tidak ada
kontraktur dan fraktur, kemampuan bergerak klien baik dengan ROM dapat
bergerak kesegala arah, refleks patella dan achiles (+/+), kekuatan otot 5 5
9) Sistem Perkemihan
Palpasi dalam pada daerah pinggang tidak terdapat nyeri tekan, ginjal tidak
teraba,tidak ada lesi dan massa pada kandung kemih dan tidak ada nyeri tekan
pada saat di palpasi di kandung kemih. Pola BAK menggunakan DC kateter, IWL
f. Terapi
1) Terapi Obat
2) Terapi Cairan
Tanggal
Jenis Pemeriksaan Satuan Rujukan
13/12/18 17/12/18 18/12/18 19/12/18
Hematologi Hb 11,8 8.5 7.7 8.0 g/dl 12.0-16.0
HT 35,4 24.6 21.7 22.8 % 35-47
Trombosit 273.000 38000 108000 110000 Sel/uL 150000-
440000
Leukosit 12.700 6600 23100 23300 Sel/uL 3800-
10600
Eritrosit 3,95 2.92 2.59 2.77 Juta/uL 3.6-5.8
Kimia Klinik Creatinin 0,89 - 2.13 2.62 mg/dL 0.7-1.13
39
h. Analisis Data
mmHg
HR: 103 x/menit
RR: 14 x/menit
T : 37,4 0C
SpO2 : 95%
2. DS : - Resiko disfungsi
DO: penyapihan ventilator
HR: 103 x/menit
RR: 14 x/menit
SpO2 : 95%
Klien mampu
bernafas spontan
tetapi hanya ketika
diberikan instruksi
oleh perawat
3. DS : - Resiko Infeksi
DO :
Leukosit 23100
sel/uL
Trombosit 108.000
sel/uL
Luka insisi post
operasi daerah
subkutis terbuka
Hb 7,7 g/dl
Ht 21, 7%
Albumin 2,3g/dL
TD: 101/64
mmHg
HR: 103 x/menit
RR: 14 x/menit
T : 37,4 0C
2. Diagnosis Keperawatan
3. Rencana Keperawatan
Mengobservasi TTV
S: -
20.00
O: TD 105/65 mmHg, N 120
x/mnt, R 19 x/mnt, S 36,00C,
SPO 96%
Memberikan sanmol
Mengobservasi TTV
21.00 S: -
O: TD 90/58 mmHg, N 91
x/mnt, R 15 x/mnt, S 37,30C,
SPO 95%
Mengobservasi TTV
10.00 S: -
O: TD 126/73 mmHg, N 92
x/mnt, R 16 x/mnt, S 36,20C,
SPO 96%
Memberikan Vit K 1 amp
Memberikan Sanmol
Memberikan asam trane xamat
500 mg
45
Mengobservasi TTV
S: -
11.00 O: TD 127/64 mmHg, N 115
x/mnt, R 15 x/mnt, S 36,20C,
SPO 98%
Mengobservasi TTV
13.00 S: -
O: TD 90/58 mmHg, N 91
x/mnt, R 15 x/mnt, S 37,30C,
SPO 95%
B. Pembahasan
Pada bab ini merupakan pembahasan asuhan keperawatan Ny.K dengan
membandingkan antara teori dengan kenyataan yang muncul dalam kasus dengan
seluruh persamaan dan perbedaan yang ada secara rasional. Adapun pembahasan
dan evaluasi.
1. Pengkajian
a. Pada hari kedua post operasi terjadi pendarahan di area dressing luka post
operasi basah oleh darah ± 50 cc dalam 7 jam, karena daerah luka insisi post
luka pada waktu 0-3 hari disebut dengan Fase inflamasi; terjadi vaso dilatasi
cedera dan akan membentuk pembuluh darah yang baru. Operasi open
termasuk operasi besar sehingga sesuai dengan kondisi klien dengan hasil
pemeriksaan darah rutin terjadi penurunan Eritrosit 2,59 juta/uL, Hb 7,7 g/dl,
Ht 21, 7%, konjungtiva anemis serta akral dingin, sedangkan menurut teori
kesembuhan luka operasi sangat dipengaruhi oleh suplai oksigen dan nutrisi
perdarahan).
b. Awal mula terpasangnya ventilator pada klien adalah mode CPAP, namun
saturasi oksigen klien mengalami penurunan dari 95% menjadi 91% dan nadi
meningkat dari 103x/menit menjadi 130x/menit pada hari kedua yaitu tanggal
18 Desember 2018 pukul 19.00 WIB. Pada tanggal 19 Desember 2018 tetap
terjadi penurunan saturasi oksigen dan pada pukul 14.00 WIB dilakukan
menormalkan kadar gas darah arteri dan keseimbangan asam basa dengan
c. Pada saat pengkajian nilai leukosit 23.100 sel/uL menandakan resiko infeksi
pada klien post operasi hari kedua. Menurut Carpenito 2001, resiko infeksi
adalah keadaan dimana seorang individu terserang oleh agen patogenik atau
juga tanda lain yang bisa menunjukan resiko infeksi yaitu peningkatan nadi.
Pada pasien terjdi penurunan Albumin Menurut Nurjanah dan Imade sudana
akan tercermin dalam kadar albumin serum, dan kadar albumin yang rendah
tidak sempurna dari saluran pencernaan (usus halus) kedalam aliran darah
2. Diagnosa Keperawatan
mengatasi kebutuhan spesifik penyakit serta respon terhadap masalah aktual dan
resiko.
diantaranya :
diantaranya :
disfungsi penyapihan ventilator b.d pola nafas tidak adekuat sesuai dengan
ditemukan data obyektif yaitu Pasien bernafas dengan bantuan ventilator melalui
ETT, Ukuran ETT diameter 7,5 cm, kedalaman 20 cm, Ventilator hari ke-2 ,
Mode CPAP, P.Control/P.SUPP: 9, F102: 45%, Peep: 7, TV: 584, RR:14, TTV
menggangu kesehatan. Resiko syok yang pasien alami karena terdapat perdarahan
Maka penulis menegakkan diagnosa Resiko Syok b.d perdarahan area post op
sesuai dengan batasan karakteristik dan faktor yang berhubungan sesuai dengan
Eritrosit 2,59 juta/uL, Hb 7,7 g/dl, Ht 21, 7%, Trombosit 108.000 Sel/uL,
Konjungtiva anemis, Natrium 124 mmol/L, Kalium 3,1 mmol/L, Kalsium 0,90
patogenik yang dapat menggangu kesehatan. Data yang terdapat dari pasien
terdapat peningkatan suhu yaitu 37,40C, dan peningkatan nadi 103 x/menit, hal ini
memerlukan penanganan lebih dahulu, daripada diagnosa yang lain, jika resiko
masalah yang lain, jadi prioritas ini disesuaikan dengan kondisi pasien.
3. Intervensi Keperawatan
tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Pada bagian ini dibahas mengenai
tujuan, kriteria hasil dan intervensi yang telah dirumuskan dalam kasus Ny.K.
penulis membuat tujuan dengan kriteria hasil dan rencana asuhan keperawatan
yang diharapkan sesuai dengan referensi. Penulis membuat tujuan dengan Nursing
Tanda-tanda vital dalam batas normal: Pasien mampu bernafas spontan, Tidak
terjadi gagal winning, Tidak muncul tanda WOB (peningkatan RR, HR, dan
Retraksi), Tidak terjadi komplikasi dari pemasangan ETT. Serta penulis membuat
pasien.
Untuk mengatasi masalah Resiko syok maka penulis membuat tujuan dengan
kriteria hasil dan rencana asuhan keperawatan yang diharapkan sesuai dengan
51
yang diharapkan dalam proses keperawatan adalah Tanda-tanda vital dalam batas
normal: RR batas normal (16-24 x/mnt), Kesadaran compos mentis (GCS 15: E 4
M6 V5) dan Lab darah rutin sesuai nilai rujukan. Serta penulis membuat
bantu pernafasan, Monitor tanda-tanda vital aetiap 1 jam, Berikan transfuse PRC,
trombosit sesuai kebutuhan, Monitor status cairan, Monitor EKG dan Kolaborasi
dengan kriteria hasil dan rencana asuhan keperawatan yang diharapkan sesuai
tanda vital dalam batas normal, Leukosit dalam batas normal (4500-11000/mm3),
Hematokrit dalam batas normal (40-50 %). Serta penulis membuat rancangan
luka, drainase, warna, ukuran dan bau, Ganti balutan 2x sehari atau kondisional,
terapi antibiotik.
4. Implementasi Keperawatan
implementasi meliputi tindakan yang dapat dilaksanakan dan tindakan yang tidak
diantaranya :
52
a. Diagnosa pertama yaitu Resiko disfungsi penyapihan ventilator b.d pola nafas
normal (20 x/mnt) tanpa menggunakan alat bantu pernafasan, serta tidak
b. Diagnosa kedua yaitu Resiko Syok b.d perdarahan area post op. Implementasi
implementasi hasil lab darah rutin sesuai dengan rujukan, tidak terjadi
c. Diagnosa ketiga yaitu Resiko infeksi b.d gangguan kerusakan integritas kulit.
usus, melakukan monitor karakteristik luka, drainase, warna, ukuran dan bau,
antibiotik
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah asuhan yang dicatat dalam catatan kemajuan dan atau
rencana perawatan. Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang
53
dilakukan setelah interaksi terakhir dengan pasien. Berikut adalah evaluasi yang di
A. Kesimpulan
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan
untuk mengumpulkan data klien. Hasil pengkajian pada Ny.K dengan diagnosa
penyapihan ventilator b.d pola nafas tidak adekuat, Resiko Syok b.d perdarahan
area post op, Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
Resiko Syok b.d perdarahan area post op adalah observasi dan hentikan
perdarahan pada area post op, observasi kesadaran pasien dan TTV, kolaborasi
disfungsi penyapihan ventilator b.d bersihan jalan nafas berikan ventilasi mekanik
kebutuhan tubuh cek bising usus, bantu pasien agar memobilisasikan anggota
54
55
untuk bersihan jalan nafas, memonitor tanda-tanda vital aetiap 1 jam, memberikan
B. Saran
Penulis memberikan saran-saran yang nantinya kemungkinan berguna dan
dijadikan sebagai masukan kearah yang lebih baik yaitu sebagai berikut :
kesembuhan dan bekerjasama antara tim kesehatan maupun pasien sehingga dapat
(dokter, ahli gizi dan pekerja sosial) dalam memberikan asuhan keperawatan pada
dapat tercipta perawat professional, terampil, inovatif dan bermutu yang mampu
Buku teks Ilmu bedah Surgery Basic Science and Clinical Evidence, ed. Jeffrey A.
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan : Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6,
Pharmacology).
Hari dan
Jam TTV Kesadaran Terapi Tindakan
Tanggal
Kamis, 13 01.05 TD: Compos O23lt/menit
Desember WIB 130/80 mentis
2018 mmHg GCS: 15 E4
HR: 92 M6 V5
x/menit
RR: 22
x/menit
S: 380C
01.15 Sanmol
WIB 1x500mg/
Oral
Omeprazole
1x40mg/IV
01.25 Pemeriksaan EKG
WIB
02.15 Pengambilan
WIB darah IV
Hasil:
Hemoglobin 11,8
g/dl
Leukosit 12.700
sel/uL
Eritrosit 3,95
juta/uL
Hematokrit
35,4%
Trombosit
273.000
SGOT 94 U/L
SGPT 62 U/L
Ureum 23 mg/dl
Kreatinin 0,89
mg/dl
GDS 90 mg/dl.
pemeriksaan:
Hari dan
Jam TTV Kesadaran Terapi Tindakan
Tanggal
Kamis, 13 03.30 TD: Compos O23lt/menit
Desember WIB 117/60 mentis
2018 mmHg GCS: 15 E4
HR: 84 M6 V5
x/menit
RR: 20
x/menit
S: 390C
Ceftriaxone
1X2gr/IV
Pantoprazole 1X1
vial/IV
Buscopan 1 amp
ketorolac 2X1
amp/IV
Cefotaxim 3X1
gr/IV
Lasix 1X2
amp/IV
Paracetamol
3X500 mg/Oral
Ondansetron 3X4
mg
Proneuron 3X1
Albumin Flash
100 cc/IV
Sabtu 15 Pemeriksaan USG
Desember Hasil:
2018 Cholelithiasis 2
buah berdiameter
1,3 cm dan 1,29
cm,
hepatomegaly,
acites di sekitar
hepar
Ruangan OK dilakukan operasi cholesystektomy atas indikasi
Hari dan
Jam TTV Kesadaran Terapi Tindakan
Tanggal
Senin, 17 18.50 TD Compos O22lt/menit
Desember WIB 135/79, mentis Propranolol 100 mg
2018 Nadi 92 GCS: 15 E4 fentanyl 75 mg
x/mnt, RR M6 V5 rocuron 30 mg
24 x/mnt, dicynone 500 mg
S 37,80 ondansentrol 4 mg
tranesamat 500 mg
NaCl
TD:
19.00 120/100 Dengan Anestesi umum
WIB pengaruh
TD: obat
19.10 120/80 Dengan Mulai Insisi
WIB pengaruh
TD: 70/40 obat
21.00 Dengan Selesai operasi
WIB TD: 80/60 pengaruh
obat
21.15 Compos Akhir anestesi
WIB TD: 90/60 mentis
GCS: 15 E4
M6 V5
21.20 - Compos recovery room
23.00 mentis
WIB GCS: 15 E4
M6 V5
Pada tanggal 17 Desember 2018 Pukul 23.00 dipindakan ke Ruangan ICU
Hari dan
Jam TTV Kesadaran Terapi Tindakan
Tanggal
Senin 17 23.00 TTV: TD Compos Cairan : PAN amin Keadaan pasien
Desember WIB 101/64, N mentis 612 500 cc, RL sudah terpasang
2018 103 GCS 15 E4 1000 cc ETT kemudian
x/mnt, RR M6 Vtube Terapi obat: dipasang
14 x/mnt, Pantoprazole 1X 40 ventilator hari
S 36,20C, mg IV, ketorolac ke-1 dengan
SpO 95%, 3X30 mg IV, mode SIMV,
ceftazidime 3X 2 gr PEEP 7, F102:
IV 85%, RR 12
Darah Rutin
:Hb 8,5 g/dl,
leukosit 6600
sel/uL, eritrosit
2,92,
hematokrit
24,6, trombosit
38.000 sel/uL
Na 123, K 2,5,
Kalsium 0,87,
protein total
3,2, albumin
2,2.
GDS: 183
Bagan Analisis Data