Anda di halaman 1dari 67

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN K DENGAN DIAGNOSA

MEDIS POST-OP CHOLESYSTEKTOMY HARI KE-2 DI RUANG


INTENSIVE CARE UNIT (ICU) KAMAR 2 RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH
AL-IHSAN PROVINSI JAWA BARAT

LAPORAN TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Praktik Belajar lapangan V

Dosen Pembimbing :
Santy Sanusi, S.Kep.,Ners.,M.Kep

Preseptor Lapangan :
Dian Rahayuningsih, S.Kep
H. Lili Sali, S.Kep., Ners
Tatang Rohmaya, S.Kep., Ners

Disusun Oleh :

Kelompok 1 - Kelompok 2

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG

2018
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. K DENGAN DIAGNOSA

MEDIS POST-OP CHOLESYSTEKTOMY HARI KE-2 DI RUANG

INTENSIVE CARE UNIT (ICU) KAMAR 2 RUMAH SAKIT UMUM

DAERAH AL-IHSAN PROVINSI JAWA BARAT

Telah dapat diterima sebagai salah satu tugas Praktik Belajar Lapangan V

Perceptor Klinik ICU Perceptor Klinik HCU

Tatang Rohmaya, S.Kep., Ners H. Lili Sali, S.Kep., Ners

Pembimbing Akademik Kepala Ruangan Intensif

Santy Sanusi, S.Kep., Ners., M.Kep Dian Rahayuningsih, S.Kep

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta karunia kepada kita semua, sehingga

proses penyusunan makalah Sistem Neurobehavior yang berjudul “ASUHAN

KEPERAWATAN PADA NY. K DENGAN DIAGNOSA MEDIS POST-

OPCHOLESYSTEKTOMY HARI KE-2 DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT

(ICU) KAMAR 2 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AL-IHSAN PROVINSI

JAWA BARAT”

Proses penyusunan makalah ini banyak sekali kendala yang dialami penulis,

tetapi berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat

menyelesaikannya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak yang sangat membantu

proses penyusunan makalah ini, Semoga amal kebaikannya di balas oleh Allah

SWT.

Penulis sadar bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik

dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga

makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi

pembaca.

Bandung, 29 Desember 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i


KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 3
C. Sistematika Penulisan .................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN TEORITIS ............................................................................. 5
A. Anatomi Fisiologi Kandung Empedu........................................................... 5
1. Anatomi Kandung Empedu ...................................................................... 5
2. Fisiologi Kandung Empedu ...................................................................... 6
3. Proses Penyembuhan Luka ....................................................................... 7
B. Cholelithiasis ................................................................................................ 9
1. Definisi Cholelithiasis .............................................................................. 9
2. Pemeriksaan Diagnostik Cholelithiasis .................................................. 10
3. Penatalaksanaan Medis Cholelithiasis.................................................... 11
C. Cholesystektomy ........................................................................................ 13
1. Pengertian Cholesystektomy .................................................................. 13
2. Klasifikasi Cholesystektomy .................................................................. 13
3. Indikasi Cholesystektomy ...................................................................... 14
4. Kontra Indikasi Cholesystektomy .......................................................... 15
5. Patofisiologi Cholesystektomy ............................................................... 16
6. Komplikasi Cholesystektomy................................................................. 17
D. Anestesi ...................................................................................................... 19
E. Ventilasi Mekanik ...................................................................................... 20
1. Definisi Ventilasi Mekanik .................................................................... 20
2. Indikasi Pemasangan Ventilasi Mekanik ............................................... 20
3. Mode Ventilator ..................................................................................... 21
F. Asuhan Keperawatan Teori Post Cholesystektomy .................................... 22

iii
1. Pengakajian ............................................................................................ 22
2. Diagnosa Keperawatan Post Cholesystektom ........................................ 24
BAB III TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN ........................................ 30
A. Tinjauan Kasus ........................................................................................... 30
B. Pembahasan ................................................................................................ 45
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 54
A. Kesimpulan ................................................................................................ 54
B. Saran ........................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cholesystektomy merupakan terapi gold standar untuk Cholelithiasis, yang

dapat dilakukan dengan metode bedah laparoskopik dan terbuka, namun dalam

96% kasus, prosedur dapat dilaksanakan secara laparoskopik. Cholesystektomy

laparoskopik (KL) pertama kali diperkenalkan di Jerman pada tahun 1985. Pada

awalnya teknik ini banyak diragukan oleh ahli bedah, karena adanya pemikiran

“small brain-small incision”. Namun karena banyaknya manfaat yang dirasakan

oleh pasien, KL mulai dipertimbangkan dan sekarang menjadi prosedur pilihan

untuk pasien dengan diagnosis batu kandung empedu. Manfaat dari KL telah

banyak dipublikasikan, seperti nyeri pasca operasi yang minimal, lama rawatan

yang relatif singkat, luka operasi yang lebih baik dari segi kosmetik, rendahnya

resiko infeksi luka operasi dan infeksi paru, serta masa penyembuhan yang lebih

cepat dibandingkan dengan kolesistektomi terbuka (KT). Secara umum, KL

merupakan prosedur yang aman untuk dilakukan terhadap pasien namun masih

terdapat keterbatasan seperti lapangan operasi yang sifatnya dua dimensi,

kurangnya sensasi taktil dalam menjalankan prosedur, dan memiliki beberapa

komplikasi yang mengkhawatirkan, diantaranya cedera pada usus dan pembuluh

darah pada saat memasukkan trokar, kebocoran cairan empedu dan cedera pada

saluran empedu, keluarnya batu empedu dari kandung empedu sehingga

berserakan di rongga abdomen serta perdarahan pada hepatic bed yang juga bisa

menyebabkan leakage dari cairan empedu intra hepatika. Kekurangan

1
2

lainnya yaitu prosedur KL lebih mahal dibandingkan dengan KT karena

membutuhkan peralatan dan keahlian khusus.

Laparoskopi bukan merupakan prosedur yang mudah untuk dilakukan oleh

seorang ahli bedah. Pengalaman merupakan faktor yang penting dalam penentuan

hasil operasi nantinya. Namun, meskipun memiliki tingkat kesulitan yang lebih

tinggi, KL memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang lebih rendah dari KT,

angka morbiditas untuk KT adalah 7,7% dan angkamortalitas adalah 5%

sedangkan untuk KL angka morbiditas adalah 1,9% dan angka mortalitasnya

adalah 1%.

Salah satu keadaan yang meningkatkan risiko operasi adalah Cholesistitis.

Pertama, perikolesistitis mengubah gambaran anatomi lokal sehingga mempersulit

identifikasi pedikelsistikus dan common bile duct (CBD). Dengan demikian,

kemungkinan untuk cedera CBD semakin meningkat. Selain itu, cleavage plane

tidak jelas sehingga saat operasi parenkim hati akan lebih mudah tertusuk saat

diseksi kandung empedu dan ini akan berdampak kepada timbulnya kebocoran

cairan empedu, perdarahan, dan abses subhepatik setelah operasi. Salah satu

faktor penting untuk pencegahan timbulnya komplikasi adalah keterampilan

operator dalam mengendalikan alat laparoskopinya. Penggunaan alat laparoskopi

memiliki keunikan sendiri, yaitu dengan semakin seringnya prosedur ini

dilakukan oleh seorang ahli bedah maka komplikasi akan semakin bisa untuk

dihindari. Namun, dari salah satu penelitian yang dilakukan, hampir 90% dari

cedera yang terjadi pada saat KL terjadi pada 30 tindakan pertama oleh ahli bedah

tersebut. Dengan demikian akan sangat dibutuhkan sebuah prediktor yang bisa
3

memprediksi kondisi kesulitan yang akan dihadapi saat operasi nanti. Dengan

demikian ahli bedah bisa memperkirakan batas kemampuan (skill) yang

dimilikinya terhadap kesulitan yang akan dihadapi saat operasi nantinya. Selain

menambah pengalam operator, juga diperlukan suatu alat diagnostik untuk yang

bisa memberikan gambaran terhadap anatomi kandung empedu sehingga operator

bias memperkirakan tingkat kesulitan yang akan dihadapinya. Pemeriksaan non

invasif terbaik untuk batu kandung empedu adalah ultrasonografi (USG) karena

alat ini memiliki nilai sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi, yakni 96%.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum

Melakukan Asuhan Keperawatan Pada Ny. K dengan Diagnosa Medis Post-

Op Cholesystektomy hari ke-2 di Ruang Intensive Care Unit (ICU) Kamar 2

Rumah Sakit Umum Daerah Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian pada pasien Ny. K dengan Diagnosa Medis Post-Op

Cholesystektomy hari ke-2 di Ruang Intensive Care Unit (ICU) Kamar 2

Rumah Sakit Umum Daerah Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat.

b. Membuat rumusan diagnosis keperawatan pada pasien Ny. K dengan

Diagnosa Medis Post-Op Cholesystektomy hari ke-2 di Ruang Intensive Care

Unit (ICU) Kamar 2 Rumah Sakit Umum Daerah Al-Ihsan Provinsi Jawa

Barat.
4

c. Membuat rencana keperawatan pada pasien Ny. K dengan Diagnosa Medis

Post-Op Cholesystektomy hari ke-2 di Ruang Intensive Care Unit (ICU)

Kamar 2 Rumah Sakit Umum Daerah Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat.

d. Melakukan implementasi pasien Ny. K dengan Diagnosa Medis Post-Op

Cholesystektomy hari ke-2 di Ruang Intensive Care Unit (ICU) Kamar 2

Rumah Sakit Umum Daerah Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat.

e. Melakukan evaluasi pasien Ny. K dengan Diagnosa Medis Post-Op

Cholesystektomy hari ke-2 di Ruang Intensive Care Unit (ICU) Kamar 2

Rumah Sakit Umum Daerah Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat.

C. Sistematika Penulisan
1. BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini membahas tentang latar belakang, tujuan penelitian, dan

sistematika penulisan.

2. BAB II TINJAUAN TEORITIS

Pada bab ini membahas tentang teori-teori mengenai Cholelithiasis,

Cholesystektomy dan Asuhan keperawatan secara teori tentang pasien Post op

Cholesystektomy.

3. BAB III TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini membahas Asuhan keperawatan terhadap pasien yang dikelola

dimulai dari pengkajian sampai evaluasi.

4. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini membahas tentang kesimpulan secara singkat dan saran penulis

bagi penulis selanjutnya dan bagi institusi.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi Fisiologi Kandung Empedu

1. Anatomi Kandung Empedu


Kandung empedu (vesika felea), yang merupakan organ berbentuk seperti

buah pir, berongga dan menyerupai kantong dengan panjang 7,5 hingga 10 cm,

terletak dalam suatu cekungan yang dangkal pada permukaan inferior hati oleh

jaringan ikat yang longgar. Dinding kandung empedu terutama tersusun dari otot

polos. Kandung empedu dihubungkan dengan duktus koledokus lewat duktus

sistikus (Smeltzer dan Bare, 2002). Kandung empedu memiliki bagian berupa

fundus, korpus, dan kolum. Fundus berbentuk bulat, berujung buntu pada kandung

empedu sedikit memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar

dari kandung empedu. Kolum adalah bagian sempit dari kandung empedu yang

terletak antara korpus dan duktus sistika.

Empedu yang disekresikan dari hati akan disimpan sementara waktu dalam

kandung empedu. Saluran empedu terkecil yang disebut kanalikulus terletak

diantara lobulus hati. Kanalikulus menerima hasil sekresi dari hepatosit dan

membawanya ke saluran empedu yang lebih besar yang akhirnya akan

membentuk duktus hepatikus. Duktus hepatikus dari hati dan duktus sistikus dari

kandung empedu bergabung untuk membentuk duktus koledokus (common bile

duct) yang akan mengosongkan isinya ke dalam intestinum. Aliran empedu ke

dalam intestinum dikendalikan oleh sfingter oddi yang terletak pada tempat

5
6

sambungan (junction) dimana duktus koledokus memasuki duodenum (Smeltzer

dan Bare, 2002).

2. Fisiologi Kandung Empedu

Kandung empedu berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu. Kapasitas

kandung empedu adalah 30-50ml empedu. Empedu yang ada di hati akan

dikeluarkan di antara saat-saat makan, ketika sfingter Oddi tertutup, empedu yang

diproduksi oleh hepatosit akan memasuki kandung empedu. Selama penyimpanan,

sebagian besar air dalam empedu diserap melalui dinding kandung empedu

sehingga empedu dalam kandung empedu lebih pekat lima hingga sepuluh kali

dari konsentrasi saat disekresikan pertama kalinya oleh hati. Ketika makanan

masuk ke dalam duodenum akan terjadi kontraksi kandung empedu dan relaksasi

sfingter Oddi yang memungkinkan empedu mengalir masuk ke dalam intestinum.

Respon ini diantarai oleh sekresi hormon kolesistokininpankreozimin (CCK-PZ)

dari dinding usus (Smeltzer dan Bare, 2002).


7

Empedu memiliki fungsi sebagai ekskretorik seperti ekskresi bilirubin dan

sebagai pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam-

garam empedu (Smeltzer dan Bare, 2002). Selain membantu proses pencernaan

dan penyerapan lemak, empedu juga berperan dalam membantu metabolisme dan

pembuangan limbah dari tubuh, seperti pembuangan hemoglobin yang berasal

dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol. Garam empedu

membantu proses penyerapan dengan cara meningkatkan kelarutan kolesterol,

lemak, dan vitamin yang larut dalam lemak.

3. Proses Penyembuhan Luka


Setiap proses penyembuhan luka akan terjadi melalui 3 tahapan yang dinamis,

saling terkait dan berkesinambungan serta tergantung pada tipe/jenis dan derajat

luka. Sehubungan dengan adanya perubahan morfologik, tahapan penyembuhan

luka terdiri dari :

a. Fase Inflamasi

Netrofil merupakan sel peradang pertama yang dijumpai pada daerah luka,

fungsi utamanya untuk mengeliminasi benda asing, bakteri, sel dan matrik

jaringan yang rusak. Histamin dan berbagai jenis mediator kimia lain yang

bertanggung jawab terhadap terjadinya inflamasi pada daerah sekitar luka. Bahan

aktif yang dilepaskannya akan memicu serangkaian proses yang menyebabkan

peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga sel monosit bisa dengan

mudah bermigrasi kedalam jaringan yang luka (Eming et. al. 2007).

Sel Monosit dalam darah akan menjadi teraktivasi dan menjadi makrofag setelah

48 jam, yang berperan besar dalam tahap inflamasi penyembuhan luka dan
8

gangguan terhadap fungsi makrofag akan mengganggu penyembuhan luka.

Setelah teraktivasi, sel Makrofag sendiri juga akan menghasilkan PDGF dan TGF-

β. Sifat fagositik dari Makrofag bertujuan untuk mengeliminasi sel dan matrik

yang rusak, netrofil yang penuh dengan patogen, benda asing dan sisa bakteri

yang masih tersisa (Rajan dan Murray, 2008).

b. Fase Proliferasi / Granulasi

Fase proliferasi terdiri atas proses reepitelialisasi, neovaskularisasi, dan

pembentukan jaringan granulasi, dalam fase ini peran TGF-β yang dilepaskan

oleh Trombosit, Makrofag memegang peranan penting sebagai pengatur fungsi

Fibroblas. TGF-β memiliki beberapa peran penting dalam pembentukan matrik

ekstraselular, yaitu meningkatkan pergerakan sel epidermis, pembentukan

kolagen, proteoglikan, dan fibronektin, serta mengurangi produksi dari enzim

protease yang merusak matrik. Sitokin-sitokin lain yang berperan dalam proses

penyembuhan luka (Diegelmann, 2004 ; Epstein et. al, 1999).

Fibroblas akan berikatan dengan serabut dari matrik fibrin dan mulai

memproduksi kolagen, sampai saat ini telah diketahui ada 23 jenis kolagen, yang

dominan ditemukan pada kulit adalah kolagen tipe 1. Reepitelialisasi terjadi dalam

beberapa jam setelah terjadi luka, dan Sitokin yang berperan adalah EGF dan

TGFα yang dihasilkan oleh Platelet, Makrofag, dan keratinosit. Karena proses ini

memiliki aktivitas metabolik yang tinggi, maka akan timbul peningkatan

kebutuhan oksigen dan nutrisi. Penurunan pH, oxygen tension, dan peningkatan

laktat dilokasi sekitar luka akan memicu serangkaian proses yang mendorong

terbentuknya pembuluh darah baru atau yang lazim dikenal sebagai angiogenesis.
9

Proses angiogenesis akan terhenti setelah terbentuk granulasi dan pembuluh darah

baru yang banyak tersebut akan mengalami disintegrasi akibat apoptosis, dengan

berakhirnya tahap ini, proses penyembuhan dilanjutkan oleh fase remodelling

(Epstein et. al, 1999; Wulff, 2012).

c. Fase Maturasi/Deferensiasi/Remodeling

Sebagian molekul kolagen terdegradasi oleh enzim kolagenase yang

didapatkan pada Fibroblas, Makrofag, dan Netrofil pada fase remodelling,

disamping itu juga terjadi kontraksi luka (wound contraction) yang merupakan

suatu proses kompleks dimana melibatkan berbagai jenis sel, matrik, danSitokin.

Pada periode ini, Fibroblas memiliki suatu gambaran fenotipe yang disebut

myofibroblas, yang mampu melakukan kontraksi, adanya fenomena ini

menunjukan adanya pemadatan dari jaringan ikat dan kontraksi dari luka. Proses

ini diduga dipicu oleh TGF β1 (Rajan dan Murray, 2008).

B. Cholelithiasis

1. Definisi Cholelithiasis
Batu empedu atau cholelithiasis adalah timbunan kristal di dalam kandung

empedu atau di dalam saluran empedu atau kedua-duanya. Batu kandung empedu

merupakan gabungan beberapa unsur daricairan empedu yang mengendap dan

membentuk suatu material mirip batu di dalam kandung empedu atau saluran

empedu. Komponen utama dari cairan empedu adalah bilirubin, garam empedu,

fosfolipid dan kolesterol. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu bisa

berupa batu kolesterol, batu pigmen yaitu coklatatau pigmen hitam, atau batu

campuran.
10

Lokasi batu empedu bisa bermacam – macam yakni di kandung empedu,

duktus sistikus, duktus koledokus, ampula vateri, di dalam hati. Kandung empedu

merupa kan kantong berbentuk seperti buah alpukat yang terletak tepat dibawah

lobus kanan hati. Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk

kesaluran empedu yang kecil di dalam hati.

2. Pemeriksaan Diagnostik Cholelithiasis


a. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) merupakan modalitas diagnostik utama

dan sangat dianjurkan. USG bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk

dan penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstra

hepatik. Gambaran USG pada cholelithiasis akut dapat berupa tidak

ditemukan adanya batu dalam kandung empedu, penebalan dinding kandung

empedu dengan atau tanpa cairan perikolesistik dan sonographic Murphy’s

sign positif yakni nyeri saat probe USG ditekan pada daerah kandung

empedu).

b. Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu

bila ada obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk

kolesistitis akut.

c. Pemeriksaan CT scan abdomen kurang sensitif dan mahal tapi mampu

memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang masih kecil yang mungkin

tidak terlihat pada pemeriksaan USG.


11

3. Penatalaksanaan Medis Cholelithiasis


Penatalaksanaan pasien cholelithiasis dapat dilakukan dengan intervensi :

a. Non Bedah

1) Penatalaksanaan pendukung dan diit

a) Mencapai perbaikan dengan istirahat, cairan IV, penghisapan nasogastrik,

analgesik, dan antibiotik.

b) Diit segera setelah serangan biasanya cairan rendah lemak.

b. Farmakoterapi

1) Analgesik seperti meperidin mungkin dibutuhkan ; hindari penggunaan

morfin karena dapat meningkatkan spasme sfingter Oddi.

2) Asam senodeoksikolik (chenodiol) adalah efektif dalam menghancurkan batu

kolesterol utama.

3) Tindak lanjut jangka panjang dan pemantauan enzim-enzim hepar harus

dilakukan.

c. Litotripsi

1) Litotripsi syok gelombang ekstrakorporeal : Kejutan gelombang berulang

yang diarahkan pada batu empedu yang terletak di dalam kandung empedu

atau duktus empedu komunis untuk memecahkan batu empedu.

2) Litotripsi syok gelombang intrakorporeal : batu dapat dipecahkan dengan

ultrasound, tembakan laser, atau litotripsi hidrolik yang dipasang melalui

endoskopi yang diarahkan pada batu empedu.

d. Bedah

1) Cholesystektomy: kandung empedu diangkat setelah ligasi duktus sistikus

dan arteri sistikus.


12

2) Minikoleksistektomi : kandung empedu diangkat melalui insisi 4 cm

3) Koleksistektomi laparoskopi : dilakukan melalui insisi kecil atau pungsi yang

dibuat melalui dinding abdomen dalam umbilicus.

4) Koledokostomi : insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk mengeluarkan

batu.

5) Kolesistostomi : Kandung empedu dibuka melalui pembedahan, batu serta

getah empedu atau cairan drainase yang purulen dikeluarkan.

e. Laparatomy

Laparatomy disebut juga laparatomy eksplorasi adalah suatu pembedahan

pada rongga abdomen yang dilakukan untuk memeriksa nyeri pada abdomen yang

belum diketahui penyebabnya atau pada trauma abdomen dan perlu didiagnosa.

f. Perawatan post operasi secara umum antara lain :

1) Memantau tanda-tanda vital

2) Mempertahankan volume sirkulasi adekuat

3) Memantau keadaan luka terhadap tanda-tanda infeksi (kemerahan, nyeri

sekitar insisi, bengkak), dan keadaan drainase

4) Melakukan perawatan luka secara rutin

5) Meredakan rasa nyeri

6) Memperbaiki status nutrisi secara bertahap

7) Membantu meningkatkan aktivitas secara bertahap


13

C. Cholesystektomy

1. Pengertian Cholesystektomy
Cholesystektomy atau pengangkatan kandung empedu merupakan salah satu

prosedur abdominal yang paling umum. Cholesystektomy adalah penatalaksanaan

yang definitif untuk batu empedu simtomatik. Cholesystektomy terbuka

merupakan penatalaksanaan yang aman dan efektif untuk cholesistitis akut dan

kronik. Namun dua dekade terakhir Cholesystektomy laparoskopi telah

mengambil alih peran Cholesystektomy terbuka dengan prosedur minimal

invasive.

2. Klasifikasi Cholesystektomy
a. Cholesystektomy Laparoskopi

Merupakan pengangkatan total dari kandung empedu tanpa insisi yang besar.

Insisi kecil 2-3 cm dilakukan di umbilikus dan laparoskop dimasukkan. Kontra

indikasi untuk kolesistektomi laparoskopi antra lain pasien yang tidak

menoleransi anestesi umum atau bedah mayor. Kondidi seperti koagulopati,

kehamilan, dan sirosis tidak lagi di anggap sebagai mkontra indikasi namun

memerlukan perhatian dan persiapan lebih dan evaluasi resiko beserta

keuntungannya.

b. Cholesystektomy Terbuka

Cholesystektomy terbuka dilakukan dengan melakukan insisi sekitar 6 – 8 cm

pada bagian abdomen kanan atas menembus lemak dan otot hingga ke kandung

empedu. Duktus-duktus lainnya di klem, kemudian kandung empedu diangkat.


14

Kolesistektomi terbuka telah menjadi prosedur yang jarang dilakukan biasanya

dilakukan sebagai konversi dari Cholesystektomy laparoskopi.

Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu empedu

simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris

rekuren, diikuti oleh Cholesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi,

meliputi trauma CBD, perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini menunjukkan

mortalitas pada pasien yang menjalani Cholesystektomy terbuka pada tahun 1989,

angka kematian secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang dari 65 tahun

angka kematian 0,03 % sedangkan pada penderita diatas 65 tahun angka kematian

mencapai 0,5 % (Fried,2007).

3. Indikasi Cholesystektomy
Indikasi Cholesystektomy pada penyakit batu empedu (open ataupun

laparoskopik) :

a. Cholelitiasis simtomatik (dengan atau tanpa komplikasi)

b. Cholelitiasis asimtomatik pada pasien yang berisiko mengalami

kolangiokarsinoma atau komplikasi akibat penyakit batu empedu

c. Cholesistitis akalkulus

d. Polip kandung empedu diameter >0,5 cm

e. Porcellain gallbladder

f. Penderita kolesterolosis simtomatik

g. Adenomyomatosis kantung empedu simtomatik

h. Diskinesia bilier (Mayo, AAFP).


15

Pasien dengan penyakit batu empedu simtomatik dibagi menjadi dua kategori

yaitu pasien yang mengalami kolik bilier simpel dan mereka yang mengalami

komplikasi. Cholesystektomy (biasanya laparoskopik) direkomendasikan untuk

sebagian besar pasien dengan batu empedu yang simtomatik.

4. Kontra Indikasi Cholesystektomy


a. Kontra indikasi absolut

1) Koagulopati yang tidak terkontrol

2) Penyakit liver stadium akhir

3) Penyakit Paru obstruktif berat dan penyakit jantung kongestif berat

b. Kontra indikasi relatif (tergantung keahlian operator)

1) Cirrhosis hepatis

2) Obesitas

3) Kolesistitis akut

4) Gangrene dan empyema gall bladder

5) Biliary enteric fistula

6) Kehamilan

7) Ventriculoperitoneal shunt
16

5. Patofisiologi Cholesystektomy
Bagan 2.1 Patofisiologi
17

6. Komplikasi Cholesystektomy
a. Infeksi

Infeksi dapat terjadi setelah jenis operasi perut dan terjadi pada sekitar 1 di 15

Cholesystektomy. Kedua infeksi luka dan infeksi di dalam perut Anda dapat

diobati dengan kursus singkat antibiotik.

b. Resiko dari anestesi umum

Ada beberapa komplikasi serius yang berhubungan dengan memiliki anestesi

umum. Komplikasi termasuk reaksi alergi dan kematian. Menjadi bugar dan sehat

sebelum operasi Anda mengurangi risiko komplikasi yang terjadi.

c. Perdarahan

Perdarahan dapat terjadi setelah operasi Anda. Jika perdarahan tidak terjadi,

itu mungkin memerlukan operasi lebih lanjut melalui bekas luka lubang kunci

yang sama dengan operasi pertama Anda.

d. Kebocoran empedu

Klip khusus digunakan untuk menutup tabung yang menghubungkan kandung

empedu ke saluran empedu utama, menguras hati. Namun, cairan empedu kadang-

kadang bisa bocor keluar.Kadang-kadang cairan ini dapat dikeringkan. Dalam

kasus yang jarang terjadi, operasi diperlukan untuk mengalirkan empedu dan

mencuci bagian dalam rongga perut. Kebocoran empedu terjadi pada sekitar 1-2%

kasus.

e. Cedera pada saluran empedu

Komplikasi yang paling serius dari operasi kandung empedu adalah cedera

pada saluran empedu, yang terjadi pada sekitar dari 500 kasus. Jika saluran
18

empedu terluka selama operasi, dimungkinkan untuk memperbaikinya langsung.

Dalam beberapa kasus, operasi korektif yang kompleks dan besar diperlukan

setelah operasi asli Anda.

f. Cedera usus

Usus dan pembuluh darah Instrumen lubang kunci digunakan untuk

menghapus kantong empedu bisa melukai sekitar struktur, seperti usus, usus dan

pembuluh darah. Risiko meningkat jika kandung empedu meradang. Jenis cedera

jarang terjadi dan biasanya dapat diperbaiki pada saat operasi. Kadang-kadang

luka yang melihat setelah itu dan operasi lebih lanjut diperlukan.

g. Deep vein thrombosis

Beberapa orang berada pada risiko yang lebih tinggi dari bekuan darah

berkembang selama operasi. Hal ini dikenal sebagai deep vein thrombosis dan

biasanya terjadi pada vena kaki.

h. Sindrom pasca-kolesistektomi

Sekitar tiga dari tujuh orang akan mengalami gejala yang mirip dengan –

meskipun biasanya lebih ringan – yang disebabkan oleh batu empedu setelah

operasi, sepertii sakit perut, gangguan pencernaan, diare, menguning mata dan

kulit (jaundice), suhu tinggi (demam) dari 38°C atau di atas (100,4 ° F). Hal ini

dikenal sebagai sindrom pasca-Cholesystektomy (PCS). PCS tetap kondisi kurang

dipahami, tetapi diduga disebabkan oleh gerakan empedu diubah melalui tubuh.

Misalnya, empedu dapat bocor ke dalam perut, menyebabkan iritasi. Beberapa

kasus PCS mungkin hasil dari batu empedu yang masih terjebak dalam saluran

empedu.
19

Salah satu pilihan adalah untuk melaksanakan retrograde

cholangiopancreatography endoskopik (ERCP) untuk memeriksa setiap batu

empedu yang tersisa. Ada juga obat-obatan, seperti antasida, penghambat pompa

proton dan loperamide, yang dapat digunakan untuk membantu meringankan

gejala seperti sakit perut, gangguan pencernaan dan diare. dan juga Lechitin

Softgel untuk mengatasi sekaligus mengobati masalah pada batu empedu dan

kandung empedu.

D. Anestesi
Anestesi suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan

pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada

tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr

pada tahun 1846.

Anastesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai

hilangnya kesadaran dan bersifat irreversible. Anestesi umum yang sempurna

menghasilkan ketidak sadaran, analgesia, relaxasi otot tanpa menimbulkan resiko

yang tidak diinginkan dari pasien.

Komplikasi (penyulit) kadang-kadang datangnya tidak diduga tindakan

anestesi sudah dilaksanakan dengan baik. Komplikasi dapat dicetuskan oleh

tindakan anesthesia sendiri atau kondisi pasien. Penyulit dapat timbul pada waktu

pembedahan atau kemudian segera ataupun setelah pembedahan (lebih dari

12jam).
20

E. Ventilasi Mekanik

1. Definisi Ventilasi Mekanik


Ventilasi merupakan proses perpindahan udara dari lingkungan luar tubuh ke

dalam paru-paru. Respirasi merupakan proses pertukaran gas O2 dan CO2 yang

terjadi di alveolus dalam paru-paru. Alveolus merupakan kantong udara di ujung

percabangan bronkus dalam paru-paru. O2 berdifusi melalui dinding alveolus

menembus pembuluh darah dan CO2 berdifusi ke luar pembuluh darah.

Ventilator, dikenal juga dengan istilah respirator, merupakan alat bantu

mekanik yang mempertahankan udara dapat mengalir kedalam paru-paru. Banyak

orang mengenal penggunaaan ventilator pada rumah sakit, sepeti di ICU, dimana

penggunaan ventilator akut dan kompleks banyak dijumpai.

Ventilasi mekanik rutin diperlukan pada pasien dewasa kritis di unit

perawatan intensif. Tujuan utama penggunaan ventilator mekanik adalah untuk

menormalkan kadar gas darah arteri dan keseimbangan asam basa dengan

memberi ventilasi adekuat dan oksigenasi (Grossbach, 2011).

Ventilasi mekanik memiliki prinsip yang berlawanan dengan fisiologi

ventilasi, yaitu dengan menghasilkan tekanan positif sebagai pengganti tekanan

negatif untuk mengembangkan paru-paru.

2. Indikasi Pemasangan Ventilasi Mekanik


Adapun indikasi pemasangan ventilasi mekanik dibagi atas :

a. Pembedahan

1) Anestesi umum dengan blokade neuromuskular

2) Penatalaksanaan pascaoperasi bedah mayor


21

b. Kerusakan pada spinalis servikal di atas C4 : Fraktur leher

c. Depresi pusat respirasi

1) PaCO2 >7-8 kPa (50-60 mmHg)

2) Cedera kepala

3) Overdosis obat (opiat, barbiturat)

4) Peningkatan tekanan intrakranial: perdarahan serebral / tumor / meningitis /

ensefalitis.

5) Status epileptikus

d. Penyakit paru

1) Pneumonia

2) Sindrom gawat napas akut (ARDS)

3) Serangan asma berat

4) Eksaserbasi akut PPOK, fibrosis kistik

5) Trauma-kontusio paru

6) Edema paru

3. Mode Ventilator
a. Control Manual

Untuk pasien yang tidak bisa bernapas sama sekali pernapasan sepenuhnya

oleh alat.

b. Assisten Control Ventilator

Untuk pernapasan yang lemah

c. Sincronized Intermitent Mandatory Ventilator (SIMV)

Usaha pernapasan oleh pasien 50% dan oleh ventilator 50%.


22

d. Continus Positive Airway Pressure (CPAP)

Pernapasan dilakukan oleh pasien dan mesin hanya memberikan tekanan.

F. Asuhan Keperawatan Teori Post Cholesystektomy

1. Pengakajian
a. Pengkajian Fase Pre Operatif

Pengkajian Psikologis pasien meliputi perasaan takut/cemas dan keadaan

emosi pasien. Pengkajian Fisik pasien, pengkajian tanda-tanda vital: tekanan

darah, nadi, pernafasan dan suhu.

Sistem integumen pasien apakah pasien pucat, sianosis dan adakah penyakit

kulit di area badan.

Sistem Kardiovaskuler pasien apakah ada gangguan pada sisitem cardio,

validasi apakah pasien menderita penyakit jantung, kebiasaan minum obat jantung

sebelum operasi, kebiasaan merokok, minum alcohol, oedema, Irama dan

frekuensi jantung.

Sistem pernafasan pasien apakah pasien bernafas teratur dan batuk secara

tiba-tiba di kamar operasi.

Sistem gastrointestinal pasien apakah pasien mengalami diare.

Sistem reproduksi pasien apakah pasien wanita mengalami menstruasi.

Sistem saraf pasien bagaimana kesadaran dan pengkajian systemsaraf kranial.

Validasi persiapan fisik pasien. Apakah pasien puasa, lavement, kapter,

perhiasan, make up, scheren, pakaian pasien/perlengkapan operasi dan validasi

apakah pasien alaergi terhadap obat.


23

b. Pengkajian Fase Intra Operatif

Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang. diberi

anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien yang diberi

anaesthesi lokal ditambah dengan pengkajian psikososial. Secara garis besar yang

perlu dikaji adalah:

1) Pengkajian mental pasien, bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien

masih sadar atau terjaga maka sebaiknya perawat menjelaskan prosedur yang

sedang dilakukan terhadapnya dan memberi dukungan agar pasien tidak

cemas atau takut menghadapi prosedur tersebut.

2) Pengkajian fisikpasien, tanda-tanda vital (bila terjadi ketidaknormalan maka

perawat harus memberitahukan ketidaknormalan tersebut kepada ahli bedah).

Transfusi dan infuse pasien. Monitor flabot sudah habis apa belum.

Pengeluaran urin pasien. Normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak

1 cc/kg BB/jam.

c. Pengkajian fase Post Operatif

Status respirasi pasien meliputi : kebersihan jalan nafas, kedalaman

pernafasaan, kecepatan dan sifat pernafasan dan bunyi nafas.

Status sirkulatori pasien, meliputi : nadi, tekanan darah, suhu dan warna kulit.

Status neurologis pasien meliputi tingkat kesadaran.

Balutan pasien meliputi : balutan luka Kenyamanan pasien, meliputi :

terdapat nyeri, mual dan muntah.


24

Keselamatan pasien meliputi : diperlukan penghalang samping tempat tidur,

kabel panggil yang mudah dijangkau dan alat pemantau dipasang dan dapat

berfungsi.

Perawatan pasien meliputi : cairan infus, kecepatan, jumlah cairan,

kelancaran cairan.

Nyeri pasien meliputi : waktu, tempat, frekuensi, kualitas dan faktor yang

memperberat atau memperingan.

2. Diagnosa Keperawatan Post Cholesystektom


Tabel 2.1 Diagnosa Keperawatan Post Cholesystektomi
Tujuan dan
Diagnosa
No Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
(NOC)
1. Ketidak 1. Irama: Reguler 1. Kaji dan 1. Dengan mengkaji
efektifan pola 2. Frekuensi : 20- identivikasi pernafasan,kita
pernafasan 24x/mnt penyebab ketidak dapat tahu sejauh
berhubungan 3. Tidak ada efektifan pola mana perubahan
dengan dispnea nafas. kondisi pasien
menurunnya 4. Bunyi nafas dan
ekspansi paru. terdengar jelas. mengidentifikasi
penyebab, kita
dapat
menentukan jenis
effusi pleura
sehingga dapat
mengambil
tindakan.
2. Lakukan observasi 2. Pening katan RR
RR. dan tachcardi
merupakan
medikasi adanya
penurunan fungsi
pan.
3. Atur klien pada 3. Memudahkan
posisi semifowler. pertukaran gas
agar tidak
mengalami
kesusahan pada
pola nafas.
25

4. Lakukan aukultasi 4. Aukultasi dapat


suara nafas tiap 2-4 menentukan
jam kelainan suara
nafas pada bagian
paru-paru
5. Bantu dan ajarkan 5. Pasien mampu
pasien untuk batuk berlatih tentang
dan nafas dalam tehnik
yang efektif. pengontrolan
nafas yang di
anjurkan.
6. Kolaborasi dengan 6. Pemberian
tim medis lain oksigen dapat
untuk pemberian menurunkan
O2 dan obat- beban pernafasan
obatan serta dan mencegah
frothorax terjadinya
sianosis akibat
hiponia dengan
photo toraks
dapat di monitor
kemajuan dari
berkurangnya
cairan dan
kembalinya daya
kembang paru.
2 Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. Perawatan luka 1. Mencegah
berhubungan tindakan terjadinya
dengan keperawatan komplikasi pada
terhadap resiko luka dan
infeksi dapat memfasilitasi
berkurang dengan proses
kriteria hasil: penyembuhan
1. Klien bebas dari luka
tanda dan gejala 2. Monitor suhu 2. Untuk
infeksi mengetahui
4. Suhu dalam apakah terjadi
rentang normal 3. Pemberian infeksi atau tidak
(36-5 -37,50C) antibiotik 3. Untuk mencegah
dan mengatasi
infeksi
3 Ketidakseimbang Setelah dilakukan 1. Kaji pola makan 1. Untuk
an nutrisi kurang tindakan klien. mengetahui pola
dari kebutuhan keperawatan makan klien
tubuh terhadap sebelum dan
berhubungan ketidakseimbangan sesudah di rumah
dengan anoreksia nutrisi kurang dari sakit
kebutuhan tubuh 2. Anjurkan klien 2. Untuk
dapat berkurang makan sedikit tapi meningkatkan
dengan kriteria hasil sering. nutrisi yang
26

: adekuat
1. Klien 3. Sajikan makanan 3. Untuk menarik
mengatakan yang menarik klien untuk
sudah ada nafsu mungkin. makan.
makan
2. Klien tampak 4. Monitor BB. 4. Untuk
segar mengetahui
3. Klien tampak kehilangan BB
menghabiskan dari normal.
makanan yang 5. Kolaborasi 5. Agar nafsu
ada pemberian obat makan klien
4. BB klien atau vitamin. bertambah
bertambah
5. Tidak ada
penurunan berat
badan yang
berarti
4. Hambatan Setelah dilakukan 1. Bantu pasien 1. Memenuhi
Mobilitas Fisik tindakan dalam melakukan kebutuhan pasien
keperawatan selama ADL
3x24 jam diharapkan 2. Jika pasien 2. Mencegah
pasien dengan kesadaran sudah terjadinya
hambatan mobilitas optimal maka kekakuan pada
fisik dapat teratasi bantu latihan ROM sendi akibat tirah
dengan kriteria hasil aktif dan miring baring
: kanan miring kiri
1. Mampu 3. Bantu pasien jika 3. mencegah
mandiri total. pasien akan terjadinya
2. Mampu merubah posisi perubahan posisi
melakukan tidur pada pemasangan
perpindahan alat-alat infasiv.
miringkanan 4. Observasi 4. Dalam keadaan
miring kiri. kesadaran pasien pasien sadar,
3. Penampilan pasien dapat
posisi tubuh berkomunikasi
yang benar. jika pasien
4. Membutuhka membutuhkan
n bantuan bantuan dan
orang lain mendengarkan
dan alat. jika ada intruksi
dari perawat atau
dokter.
5. Resiko Setelah dilakukan 1. Observasi TTV 1. Keadaan
Perdarahan tindakan hemodinamika
keperawatan selama pasien terpantau
1×60 menit, maka 2. Identifikasi faktor 2. Tidak terjadi
kriteria hasil yang yang perdarahan
diharapkan adalah menyebabkan berulang-ulang
risiko perdarahan perdarahan
tidak terjadi dengan 3. Catat nilai 3. Agar pemberian
27

kriteria hasil: hemoglobin dan transfuse sesuai


1. Kehilangan hematocrit dengan yang
darah yang sebelum dan dibutuhkan oleh
visible sesudah tubuh pasien
2. Perdarahan kehilangan darah
pasca 4. Monitoring status 4. Pemberian cairan
pembedahan cairan pasien dapat sesuai
3. Penurunan dengan
hemoglobin kebutuhan tubuh
4. Penurunan pasien
hematocrit
5. Penurunan
tekanan darah
sistolik
6. Penurunan
tekanan darah
diastolic
7. Kecemasan
6. Resiko Syok Setelah dilakukan 1. Monitor tanda- 1. Keadaan
tindakan tanda vital. hemodinamika
keperawatan selama pasien terpantau
2x24 jam diharapkan 2. Pencegahan 2. Tidak terjadi
resiko syok dapat pendarahan. kehilangan darah
diatasi dengan yang dapat
kriteria hasil : menimbulkan
syok hipovolemik
3. Monitor Cairan. 3. Pemberian cairan
dapat sesuai
dengan
kebutuhan tubuh
pasien
4. Pemasangan 4. Untuk mengganti
Infus. kekurangannya
cairan pada
pasien
5. Kolaborasi 5. Membantu
pemberian terapi menghentikan
obat. perdarahan
7. Resiko disfungsi Setelah dilakukan 1. Kaji faktor fisik 1. Jantung harus
respons tindakan dalam penyapihan bekerja lebih
penyapihan keperawatan selama (frekuensi jantung, keras untuk
ventilator 2x24 jam diharapkan irama stabil, memenuhi
resiko disfungsi tekanan darah, dan kebutuhan
respons penyapihan bunyi nafas jelas). energi
ventilator dapat sehubungan
diatasi dengan 2. Menentukan dengan
kriteria hasil: kesiapan psikologis penyapihan
1. Secara aktif 2. Penyapihan
berpartisipasi menimbulkan
dalam proses ansietas pada
28

penyapihan. pasien
2. Membuat sehubungan
pernapasan dengan masalah
dengan rentang tentang
normal dan kemapuan
bebas tanda untuk bernafas
gagal napas. sendiri dab
3. Menunjukkan kebutuhan
peningkatan ventilator
toleransi untuk jangka panjang
aktivitas atau 3. Evaluasi atau catat 3. Indicator bahwa
berpartisipasi kemajuan pasien pasieb
dalam nenerlukan
perawatan diri kesempatan
sesuai lebih lambat
kemampuan. untuk stabil
atau perlu
menghentikan
program
4. Kolaborasi dengan 4. Penurunan
ahli gizi mengenai karbohidrat atau
pemenuhan lemak
kebutuhan nutrisi membutuhkan
pencegahan
produksi CO2
berlebihan
dimana dapat
menggangu
pernafasan
8. Resiko Infeksi Setelah dilakukan 1. Catat faktor 1. Intubasi,
tindakan resiko terjadinya ventilasi
keperawatan selama infeksi. mekanik lama,
2x24 jam diharapkan ketidakmampua
resiko infeksi dapat n umum,
diatasi dengan malnutrisi usia,
kriteria hasil: dan prosedure
1. Menunjukkan invasive.
pemahaman 2. Turunkan faktor 2. Faktor yang
faktor resiko resiko paling penting
individu. nasokomial untuk mencegah
2. Mengidentifikas melalui cuci infeksi.
i intervensi tangan yang tepat
untuk mencegah pada semua
atau perawat,
menurunkan mempertahankan
resiko infeksi. teknik steril.
3. Dorong 3. Memperbaiki
perawatan diri kesehatan
atau aktivitas umum dan
sampai regangan otot
29

batasantoleransi. dapat
merangsang
perbaikan
sistem imun.
4. Kolaborasi 4. Untuk
dengan dokter mengidentifikas
pemberian obat i pathogen dan
antimikrobacteria anti
l. mikrobacterial
yang tepat.
30

BAB III

TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Tinjauan Kasus
1. Pengkajian

a. Identitas Klien

Nama : Ny. K

Usia : 55 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Suku/ Bangsa : Sunda / Indonesia

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat :Kp. Gugunungan, Jelekong

Tanggal masuk RS : 17 Desember 2018

Tanggal pengkajian : 18 Desember 2018

Diagnosa medis : Post-op Cholesystektomy

No medical record : 00 – 661100

Sumber Informasi : Keluarga dan klien

b. Identitas Penanggung jawab

Nama : Tn. Y

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status marital : Menikah

30
31

Usia : 32 Tahun

Alamat : Kp. Gugunungan, Jelekong

Hubungan dengan klien : Anak Kandung

c. Riwayat Penyakit

1) Keluhan Utama

Saat dikaji pasien terpasang ETT dan ventilator.

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada tanggal 9 Desember 2018, klien mengeluh panas badan disertai nyeri

ulu hati, klien meminum obat penurun panas tetapi tidak kunjung turun disertai

nyeri ulu hati yang terus menerus hingga mengganggu aktivitas klien.

Kemudian pada tanggal 12 Desember 2018 klien mengkonsumsi petai

sebanyak 4 papan di pagi dan sore hari pada saat klien masih panas badan dan

nyeri ulu hati. Kemudian nyeri ulu hati semakin bertambah setelah klien

mengkonsumsi petai, akhirnya pada tanggal 13 Desember 2018 pukul 01.03 WIB

klien dibawa ke IGD RSUD Al-Ihsan dengan diantar oleh keluarganya.

Pada saat dilakukan pemeriksaan di IGD klien mengeluh badan panas (Suhu

380), nyeri ulu hati (skala nyeri 1-3 nyeri ringan) durasi terus menerus, diagnosa

medis di IGD Febris dan GERD (Gastroesophageal Reflux Disease, di IGD

dilakukan pemeriksaan TTV: TD 130/80, N 92 x/mnt, R 22 x/mnt, S 380C,

kesadaran compos mentis E4 M6 V5, kemudian dilakukan tindakan pemberian

sanmol 1x500mg/Oral, omeprazole 1x40mg/IV, Infus RL 20 gtt/mnt. Dilakukan

pemeriksaan darah rutin tanggal pemeriksaan 13 Desember 2018 dengan hasil

Hemoglobin 11,8 g/dl, Leukosit 12.700 sel/u, Eritrosit 3,95 juta/uL, Hematokrit
32

35,4%, Trombosit 273.000, SGOT 94 U/L, SGPT 62 U/L, Ureum 23 mg/dl,

Kreatinin 0,89 mg/dl dan GDS 90 mg/dl. Dilakukan pemeriksaan Tes widal

dengan hasil Negative, pemasangan infus dengan terapi RL 20 gtt/mnt. Pada saat

pemeriksaan, dokter menyarankan klien untuk tidak dirawat karena keadaan sudah

mulai stabil, tetapi klien menginginkan untuk dirawat karena klien khawatir

nyerinya akan berulang.

Kemudian Pukul 03.30 WIB pasien di pindahkan ke ruangan Zaitun 2

medikal untuk menjalani rawat inap TTV: TD 117/60 mmHg, N 87 x/mnt, R 20

x/mnt, S 39,0C, kesadaran compos mentis E4 M6 V5, di berikan terapi obat

injeksi: ceftriaxone 1X2gr, pantoprazole 1X1, buscopan 1 amp ketorolac 2X1,

cefotaxim 3X1 gr, Lasix 1X2 amp. Obat oral: Paracetamol 3X1, Ondansetron 3X4

mg, proneuron 3X1, Albumin Flash 1.

Pada tanggal 15 Desember 2018 pasien dilakukan tindakan USG hasilnya

yaitu terdapat Cholelithiasis 2 buah berdiameter 1,3 cm dan 1,29 cm,

hepatomegaly, acites di sekitar hepar.

Dilakukan operasi Cholesystektomy dengan anestesi umum pada tanggal 17

desember 2018 mulai cek in pukul 18.50 TD 135/79, Nadi 92 x/mnt, RR 24

x/mnt, S 37,80. Akhir operasi pukul 21.00 dan recovery room pukul 21.00-23.00.

Pukul 23.00 dipindakan ke Ruangan ICU TTV: TD 101/64, N 103 x/mnt, RR

14 x/mnt, SpO 95%, GCS 15 E4 M6 V5, S 36,20C) PAN amin 612 500 cc, RL

1000 cc, terapi obat: Pantoprazole 1X1 pukul 24.00, ketorolac 3X1 pukul 08.00,

16.00, 24.00, ceftazidime 3X1 pukul 08.00, 16.00, 24.00, Hasil lab: Hb 8,5 g/dl,

leukosit 6600 sel/uL, eritrosit 2,92jt/uL, hematokrit 24,6%, trombosit 38.000


33

sel/uL Na 123mmol/L, K 2,5mmol/L, Kalsium 0,87mmol/L, protein total 3,2g/dl,

albumin 2,2g/dL, GDS 183mg/dl. Keadaan pasien sudah terpasang ETT kemudian

dipasang ventilator hari ke-1 dengan mode SIMV, PEEP 7, F102: 85%, RR 12.

Saat pengkajian tanggal 18 Desember 2018 pukul 15.00 pasien bernafas

dengan bantuan ventilator melalui ETT, ukuran ETT diameter 7,5 cm, kedalaman

20 cm, ventilator hari ke-2 mode dari jam 07.00 CPAP, P. Control/P.S: 9, F102:

45%, PEEP: 7, TV: 584, RR:14. TTV TD: 101/64 Nadi 103 x/mnt.

3) Riwayat Kesehatan Dahulu

Klien mempunyai riwayat kolestrol sejak 6 tahun yang lalu, pernah dirawat di

Bina Sehat pada tahun 2012 selama ± 1 minggu dengan diagnosa medis

Cholelithiasis namun tidak dilakukan operasi karena klien takut.

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Keluarga klien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit yang sama dengan

penyakit pasien saat ini.

d. Keadaan Umum

Tingkat Kesadaran : Compos Mentis

GCS :E 4 M 6 Vtube

TB : 158 cm

BB : 73 Kg

Tanda-tanda Vital : TD: 101/64 mmHg RR: 14 x/menit

HR: 103 x/menit T : 37,4 0C

SpO2 : 95%
34

e. Pemeriksaan Fisik

1) Sistem Pernapasan

Pola nafas reguler. Tidak ada tambahan pernafasan cuping hidung dan tidak

ada retraksi pada saat bernafas. Pengembangan dada simetris. Terdapat nyeri

tekan pada saat di palpasi di daerah dada. Tidak ada suara tambahan seperti

wheezing, ronkhi dan stridor. Terpasang ventilator dengan Mode: CPAP, TV:

584, RR: 14, PEEP: 7 dan FiO2:45

2) Sistem Kardiovaskuler

Konjungtiva anemis, CRT<2 detik. Pulsasi nadi teraba kuat. Tidak ada

peningkatan JVP. Tidak ada sianosis di hidung, mulut maupun jari. Tidak ada

pulsasi disekitar jantung. Tidak terdapat nekrosis dan tidak terdapat clubbing

finger disekitar jari. Batas jantung normal, tidak terdapat kardiomegali. Akral

dingin.

3) Sistem Integumen

Terdapat luka bekas operasi di bagian tengah abdomen, daerah luka insisi

post operasi subkutis terbuka ditengah abdomen dengan pengeluaran 50 cc dalam

7 jam berwarna merah. Terdapat luka bekas operasi di bagian tengah abdomen,

terpasang drain di bagian kanan dengan pengeluaran 50cc berwarna merah

kecoklatan. Sirkulasi perifer dan turgor kulit < 2 detik.

4) Sistem Gastrointestinal

Bibir klien terlihat kering, mukosa lembab tidak terdapat lesi, gusi pucat dan

terdapat karies pada gigi. Bentuk lidah simetris, berwarna putih dan bisa
35

digerakkan ke segala arah. Tonsil berada di tengah dan tidak terdapat

pembengkakan.

Bentuk abdomen simetris, tidak terdapat lesi maupun bekas luka operasi.

Umbilikal bersih. Bising usus 13 x/menit. Terdapat suara bruits pada saat di

auskultasi suara arteri vena diatas umbilikal. Terdengar bunyi timpani pada saat di

perkusi dan dullness pada saat diperkusi bagian organ. Terdapat nyeri tekan pada

saat di palpasi di area kuadran kanan dan kiri atas.

Lingkar perut 64 cm. Tidak terdapat asites pada saat dilakukan tes

ballotement, pada saat dilakukan refleks kehrs sign klien tidak mengeluh nyeri.

Pada saat dilakukan balance test klien mengeluh nyeri, pada saat dilakukan

murphy sign klien juga mengeluh nyeri. Pada saat dilakukan Mc. Burney test di

2/3 SIAS, klien tidak mengeluh nyeri, pada saat diberikan test hipersensitivitas

cutaneous klien tidak mengeluh nyeri. Abdomen kembali ke bentuk semula pada

saat dilakukan test kekenyalan massa, klien tidak mengeluh nyeri bagian abdomen

pada saat dilakukan test otot illiopsoas dan klien tidak mengeluh nyeri pada saat

dilakukan test rovsings.

5) System Hematologi

Pendarahan di luka operasi ± 50 cc, diberikan tansfusi PRC 2 labu, di berikan

trombosit 4 labu.

6) System Persyarafan

Kesadaran dan orientasi : Kesadaran klien Compos Mentis

Nilai GCS : Nilai GCS klien E = 4, M = 6, Vtube.

Memori : Kemampuan klien dalam mengingat masih berfungsi dengan baik.


36

Tes Funggsi Saraf Otak :

a) Nervus I (Olfactorius)

Penciuman klien masih baik, karena masih bisa mencium bau-bauan.

b) Nervus II ( Opticus )

Penglihatan klien kurang baikdan pupil berkontriksi dengan baik saat

dirangsang cahaya.

c) Nervus III,IV,V (Okulomotorius,Trokleari,dan Abdusen)

Bentuk mata klien simetris, pupil berkontriksi dengan baik saat dirangsang

cahaya, pergerakkan bola mata klien dapat bergerak kesegala arah, dan lapang

pandang dapat melihat sampai jarak 75o.

d) Nervus VI ( Trigeminus )

Refleks mengedip klien masih baik dan klien dapat merasakan rasa halus dan

kasar saat diberikan sensasi.

e) Nervus VII ( Vasialis )

Klien dapat mengerutkan dahi, mengangkat alis.

f) Nervus VIII ( Akustikus )

Klien dapat mendengar dengan baik dan tidak terdapat keluhan.

g) Nervus IX dan X ( Glosofaringeal & Fagus )

Refleks mengunyah klien baik dan menelan klien kurang baik.

h) Nervus XI ( Aksesorius )

Klien masih dapat melawan tahanan yang diberikan perawat.


37

i) Nervus XII ( Hipoglosus )

Lidah klien berwarna merah muda, masih bisa merasakan makanan dengan

baik dan lidah mampu digerakkan kesegala arah.

7) Sistem Endokrin

Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan limfe. Tidak ada rasa kesemutan

dan kram dibagian ekstermitas.

8) Sistem Muskuloskeletal

Ekstremitas Atas

Bentuk tangan klien simetris tidak ada lesi, tidak deformitas, tidak ada

kontraktur dan fraktur, kemampuan bergerak klien baik dengan ROM dapat

bergerak kesegala arah, refleks bisep dan trisep (+/+), kekuatan otot 5 5

Ekstremitas Bawah

Bentuk kaki klien simetris tidak ada lesi, tidak deformitas, tidak ada

kontraktur dan fraktur, kemampuan bergerak klien baik dengan ROM dapat

bergerak kesegala arah, refleks patella dan achiles (+/+), kekuatan otot 5 5

9) Sistem Perkemihan

Palpasi dalam pada daerah pinggang tidak terdapat nyeri tekan, ginjal tidak

teraba,tidak ada lesi dan massa pada kandung kemih dan tidak ada nyeri tekan

pada saat di palpasi di kandung kemih. Pola BAK menggunakan DC kateter, IWL

29, BB 73, intake 995, output 637, balance +358.


38

f. Terapi

1) Terapi Obat

Tabel 3.1 Terapi Obat


No Nama Obat Rute Dosis Indikasi
1. Pantoprazole Intravena 1X 40 mg Mengatasi asam lambung yang
berlebih
2. Ketorolac Intravena 3X30 mg Mengatasi nyeri
4. Ceftazidime Intravena 3X 2 gr Mencegah dan mengobati infeksi
bakteri
5. As. Tranexamat Intravena 3X500 mg Mengurangi/menghentikan
perdarahan
6. Vit. K Intravena 3X 40 mg Pembekuan darah
7. Sanmol Intravena 3X 500 mg Menurunkan demam

2) Terapi Cairan

Tabel 3.2 Terapi Cairan


No Nama Obat Rute Dosis Indikasi
1. Transfusi Intravena 2 labu 500 cc Mengganti darah akibat syok
PRC hipovolemik
2. Trombosit Intravena 4 labu = 120 cc Pembekuan darah
3. RL Intravena 1000 cc Elektrolit untuk hidrasi
4. PAN Amin 612 Intravena 500 cc Mensuplay asam amino

g. Hasil Pemeriksaan Penunjang

Tabel 3.3 Hasil Pemeriksaan Penunjang

Tanggal
Jenis Pemeriksaan Satuan Rujukan
13/12/18 17/12/18 18/12/18 19/12/18
Hematologi Hb 11,8 8.5 7.7 8.0 g/dl 12.0-16.0
HT 35,4 24.6 21.7 22.8 % 35-47
Trombosit 273.000 38000 108000 110000 Sel/uL 150000-
440000
Leukosit 12.700 6600 23100 23300 Sel/uL 3800-
10600
Eritrosit 3,95 2.92 2.59 2.77 Juta/uL 3.6-5.8
Kimia Klinik Creatinin 0,89 - 2.13 2.62 mg/dL 0.7-1.13
39

Ureum 23 - 46 76 mmol/L 10-50


K - 2.5 3.1 - mmol/L 3.6-5.6
Na - 123 124 - mmol/L 134-145
Ca - 0.87 0.90 - mmol/L 1.15-1.35
SGOT 94 - - - - -
SGPT 62 - - - - -
GDS 90 183 - - mg/dL 70-200
Protein - 3.2 3.7 - g/dL 6.6-8.3
Total
Albumin - 2.2 2.3 g/dL 3.7-5.3
Bilirubin - - - - - -
Total
Bilirubin - - - - - -
Direk
FotoThoraks Tgl 13 desember 2018: kardiomegali ringan, tidak tampak TB paru

USG Terdapat Cholelithiasis 2 buah berdiameter 1,3 cm dan 1,29 cm,


hepatomegaly, acites di sekitar hepar.

h. Analisis Data

Tabel 3.4 Analisis Data

No. Kelompok Data Kemungkinan Penyebab Masalah Keperawatan


1. DS : - Resiko syok
DO:
 Pendarahan di area
dressing luka post
operasi basah oleh
darah ± 50 cc
dalam 7 jam
 Eritrosit 2,59
juta/uL
 Hb 7,7 g/dl
 Ht 21, 7%
 Trombosit 108.000
Sel/uL
 Konjungtiva
anemis
 Akral dingin
 TD: 101/64
40

mmHg
 HR: 103 x/menit
 RR: 14 x/menit
 T : 37,4 0C
 SpO2 : 95%
2. DS : - Resiko disfungsi
DO: penyapihan ventilator
 HR: 103 x/menit
 RR: 14 x/menit
 SpO2 : 95%
 Klien mampu
bernafas spontan
tetapi hanya ketika
diberikan instruksi
oleh perawat
3. DS : - Resiko Infeksi
DO :
 Leukosit 23100
sel/uL
 Trombosit 108.000
sel/uL
 Luka insisi post
operasi daerah
subkutis terbuka
 Hb 7,7 g/dl
 Ht 21, 7%
 Albumin 2,3g/dL
 TD: 101/64
mmHg
 HR: 103 x/menit
 RR: 14 x/menit
 T : 37,4 0C
2. Diagnosis Keperawatan

a. Resiko disfungsi penyapihan ventilator b.d pola nafas tidak adekuat

b. Resiko Syok b.d perdarahan area post op

c. Resiko Infeksi b.d gangguan integritas kulit


41

3. Rencana Keperawatan

Tabel 3.5 Rencana Keperawatan

No. Nursing DX Nursing Outcome Nursing Intervention

1. Resiko disfungsi Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan ventilasi mekanik sesuai


penyapihan ventilator b.d selama 1X24 jam Resiko dengan perkembangan pasien
bersihan jalan nafas 2. Observasi Respirasi pasien
disfungsi penyapihan
3. Lakukan suction untuk bersihan
ventilatorterobservasi
jalan nafas
dengan kriteria hasil :
 Pasien mampu
bernafas spontan
 Tidak terjadi gagal
winning
 Tidak muncul tanda
WOB (peningkatan
RR, HR, dan
Retraksi)
 Tidak terjadi
komplikasi dari
pemasangan ETT
2. Resiko Syok b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan alat bantu pernafasan
perdarahan area post op selama 3X24 jam resiko 2. Monitor tanda-tanda vital aetiap
1 jam
syok teratasi dengan
3. Berikan transfuse PRC,
kriteria hasil :
trombosit sesuai kebutuhan
 RR batas normal (16- 4. Monitor status cairan
24 x/mnt) 5. Monitor EKG
 Kesadaran compos 6. Kolaborasi pemberian terapi
mentis (GCS 15: E 4 sesuai indikasi
M6 V5)
 Lab darah rutin sesuai
nilai rujukan
42

Resiko Infeksi 1. Monitor karakteristik luka,


3. Setelah dilakukan tindakan
drainase, warna, ukuran dan
selama 1X24 jam resiko
bau
infeksi terobservasi
2. Ganti balutan 2x sehari atau
dengan kriteria hasil :
kondisional
 Tanda-tanda vital 3. Mempertahankan teknik
dalam batas normal ( aseptik dalam perawatan luka
 Leukosit dalam batas 4. Kolaborasi pemberian terapi
normal (4500- antibiotik
11000/mm3)
 Hematokrit dalam
batas normal (40-50
%)

4. Implementasi Dan Catatan Perkembangan Serta Evaluasi

Tabel 3.6 Implementasi Dan Catatan Perkembangan Serta Evaluasi

HARI/TGL JAM IMPLEMENTASI EVALUASI PRF

Selasa, 18 15.00  Pengkajian pasien kelolaan S : Pasien terpasang ETT


Desember S: -
2018 O: Pasien terpasang ETT, O : TTV : TD 101/64, N
pasien bernafas dengan 103 x/mnt, RR 14 x/mnt,
bantuan ventilator melalui ETT, SpO 95%, GCS 15 (E 4
ukuran ETT diameter 7,5 cm, M6 Vtube), pendarahan
kedalaman 20 cm, ventilator pada luka insisi
hari ke-2 mode dari jam 07.00 A : masalah belum teratasi
CPAP, P. Control/P.S: 9, F102:
45%, PEEP: 7, TV: 584, RR:14 P : Lanjutkan intervensi
 Mengobservasi TTV Monitor luka insisi,
S: - monitor TTV setiap 1 jam
O: TTV : TD 101/64, N 103 sekali, tingkat kesadaran,
x/mnt, RR 14 x/mnt, SpO 95%, observasi BU,
 Mengobservasi area insisi post memobilisasikan anggota
op tubuh pasien, Kolaborasi
S: - pemberian terapi sesuai
O: Perdarahan pada luka insisi indikasi.
± 50 cc
 Mengobsrvasi tingkat
kesadaran pasien
S: -
O: GCS 15 (E 4 M6 Vtube)
43

Rabu, 19 16.00  Mengobservasi TTV S : Pasien mengeluh lemas


Desember S: -
2018 O: - TD 125/63 mmHg, N 96 O : TD 90/58 mmHg, N 91
x/mnt, R 19 x/mnt, S 37,00C, x/mnt, R 15 x/mnt, S
SPO 95%, O2 NRM 8 liter 37,30C, SPO 95%, GCS
15, BB 73 kg, tidak ada
pendarahan pada luka
 Mengobservasi area insisi post
insisi, ETT sudah dilepas.
op
S: - A: masalah teratasi
O: sudah tidak terjadi sebagian
perdarahan pada area post op
 Mengobsrvasi tingkat P: Lanjutkan intervensi
kesadaran pasien Monitor luka insisi,
S: - monitor TTV setiap 1 jam
O: GCS 15 (E 4 M6 Vtube) sekali, tingkat kesadaran,
 Memberikan terapi ketorolac observasi tindakan
S: - pemberian obat sesuai
O: Skala nyeri 0 dengan waktu yang
 Memberikan terapi ceftazidime ditentukan.
S: -
O: tidak menunjukan tanda-
tanda infeksi

 Memberikan terapi PAN amin


G12

17.00  Bilas lambung


S: -
O: cairan NGT 150 cc
 Mengobservasi TTV
S: -
O: TD 117/61 mmHg, N 100
x/mnt, R 20x/mnt, S 36,00C,
SPO 96%
- Melakukan suction
S:-
O: terdapat secret berwarna
putih ±2 cc
18.00  Mengobservasi TTV
S: -
O: TD 127/64 mmHg, N 115
x/mnt, R 15 x/mnt, S 36,20C,
SPO 98%
 Memberikan Vit K 1 amp
 Memberikan asam trane xamat
500 mg
44

 Mengobservasi TTV
S: -
20.00
O: TD 105/65 mmHg, N 120
x/mnt, R 19 x/mnt, S 36,00C,
SPO 96%
 Memberikan sanmol

 Mengobservasi TTV
21.00 S: -
O: TD 90/58 mmHg, N 91
x/mnt, R 15 x/mnt, S 37,30C,
SPO 95%

 Memberikan terapi PAN amin


G12

Kamis, 20 08.00  Mengobservasi TTV S : pasien mengeluh batuk


Desember S: - berdahak
2018 O: TD 133/70 mmHg, N 101
x/mnt, R 24 x/mnt, S 36,00C, O : TD 90/58 mmHg, N 91
SPO 97%, O2 BC 3 liter x/mnt, R 15 x/mnt, S
37,30C, SPO 95%, sputum
 Mengobsrvasi tingkat kesadaran
berawna putih, terdengar
pasien
bunyi ronchi saat diaskultasi
S: -
area dada
O: GCS 15 (E 4 M6 V5)
 Memberikan terapi ketorolac A : muncul diagnose
 Memberikan terapi ceftazidime keperawatan
Ketidakefektifan Bersihan
 Mengobservasi TTV Jalan Nafas
09.00 S: -
O: TD 122/72 mmHg, N 110 P : Kolaborasi pemberian
x/mnt, R 15 x/mnt, S 36,50C, terapi sesuai indikasi.
SPO 96%

 Mengobservasi TTV
10.00 S: -
O: TD 126/73 mmHg, N 92
x/mnt, R 16 x/mnt, S 36,20C,
SPO 96%
 Memberikan Vit K 1 amp
 Memberikan Sanmol
 Memberikan asam trane xamat
500 mg
45

 Mengobservasi TTV
S: -
11.00 O: TD 127/64 mmHg, N 115
x/mnt, R 15 x/mnt, S 36,20C,
SPO 98%

12.00  Mengobservasi TTV


S: -
O: TD 105/65 mmHg, N 120
x/mnt, R 19 x/mnt, S 36,00C,
SPO 96%

 Mengobservasi TTV
13.00 S: -
O: TD 90/58 mmHg, N 91
x/mnt, R 15 x/mnt, S 37,30C,
SPO 95%

B. Pembahasan
Pada bab ini merupakan pembahasan asuhan keperawatan Ny.K dengan

diagnosa medis Post-Op Cholesystektomy di ruang Intensive Care Unit kamar 2

RSUD Al-Ihsan provinsi Jawa Barat. Dalam pembahasan ini akan

membandingkan antara teori dengan kenyataan yang muncul dalam kasus dengan

seluruh persamaan dan perbedaan yang ada secara rasional. Adapun pembahasan

kasus ini meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi

dan evaluasi.

1. Pengkajian

Dalam pengkajian terhadap Ny.K penulis menggunakan metode observasi,

pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi. Setelah dilakukan pengkajian pada

tanggal 18 Desember 2018 penulis mendapat data fokus, diantaranya :

a. Pada hari kedua post operasi terjadi pendarahan di area dressing luka post

operasi basah oleh darah ± 50 cc dalam 7 jam, karena daerah luka insisi post

operasi daerah subkutis terbuka. Menurut Martini 2001, Waktu penyembuhan


46

luka pada waktu 0-3 hari disebut dengan Fase inflamasi; terjadi vaso dilatasi

oleh mediator kimiawi (histamin, bradikinin, serosin, dan prostaglandin)

untuk melebarkan tempat masuknya makrofag agar mendorong jaringan mati

keluar dan untuk memakan mematikan debris-debris yang masuk ke area

cedera dan akan membentuk pembuluh darah yang baru. Operasi open

cholesystektomy memiliki salah satu komplikasi yaitu perdarahan dan

termasuk operasi besar sehingga sesuai dengan kondisi klien dengan hasil

pemeriksaan darah rutin terjadi penurunan Eritrosit 2,59 juta/uL, Hb 7,7 g/dl,

Ht 21, 7%, konjungtiva anemis serta akral dingin, sedangkan menurut teori

kesembuhan luka operasi sangat dipengaruhi oleh suplai oksigen dan nutrisi

ke dalam jaringan (Kartinah, 2006). Oksigen yang berikatan dengan molekul

protein hemoglobin diedarkan ke jaringan dan sel-sel tubuh melalui sistem

peredaran darah. Terjadi penurunan Trombosit 108.000 Sel/uL, sedangkan

menurut Martini 2001, trombosit berfungsi dalam hemostatis (penghentian

perdarahan).

b. Awal mula terpasangnya ventilator pada klien adalah mode CPAP, namun

saturasi oksigen klien mengalami penurunan dari 95% menjadi 91% dan nadi

meningkat dari 103x/menit menjadi 130x/menit pada hari kedua yaitu tanggal

18 Desember 2018 pukul 19.00 WIB. Pada tanggal 19 Desember 2018 tetap

terjadi penurunan saturasi oksigen dan pada pukul 14.00 WIB dilakukan

penyapihan ventilator. Setelah winning ventilator, klien diberi terapi oksigen

dengan menggunakan Non Rebreathing Mask sebesar 10liter. Namun ketika

terpasang NRM saturasi oksigen klien meningkat dibandingkan dengan saat


47

dipasang ventilator, yaitu dengan kadar saturasi 98%. Namun menurut

Grossbach, 2011, tujuan utama penggunaan ventilator mekanik adalah untuk

menormalkan kadar gas darah arteri dan keseimbangan asam basa dengan

memberi ventilasi adekuat dan oksigenasi.

c. Pada saat pengkajian nilai leukosit 23.100 sel/uL menandakan resiko infeksi

pada klien post operasi hari kedua. Menurut Carpenito 2001, resiko infeksi

adalah keadaan dimana seorang individu terserang oleh agen patogenik atau

aportunistik (virus,jamur,bakteri,protozoa,parasit) bahwa diagnosa resiko

infeksi dapat ditegakan apabila ada factor-faktor resiko diantaranya tindakan

pembedahan. Menurut Doenges 2000, perencanaan tindakan diagnosa resiko

infeksi adalah mengukur tanda tanda vital diantaranya, jika terdapat

peningatan suhu dalam 24 jam pertama sangat menandakan terjadinya infeksi,

juga tanda lain yang bisa menunjukan resiko infeksi yaitu peningkatan nadi.

Pada pasien terjdi penurunan Albumin Menurut Nurjanah dan Imade sudana

dalam Public health perspective Journal 2 (3) 2017, penurunan albumin

merupakan hasil peningkatan kebutuhan metabolisme untuk perbaikan

jaringan dan netralisasi radikal bebas, peningkatan asupan makanan akan

meningkatkan kadar albumin (Moses, 2008). Penurunan protein makanan

akan tercermin dalam kadar albumin serum, dan kadar albumin yang rendah

dijumpai pada malnutrisi akibat malabsorpsi yaitu penyerapan makanan yang

tidak sempurna dari saluran pencernaan (usus halus) kedalam aliran darah

yang menyebabkan kekurangan gizi.


48

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan

mengatasi kebutuhan spesifik penyakit serta respon terhadap masalah aktual dan

resiko.

Berdasarkan teori diagnosa yang muncul pada Post-Op Cholesystektomy,

diantaranya :

a. Gangguan pertukaran gas b.d efek samping dari anaesthesi

b. Kerusakan integritas kulit b.d luka post operasi

c. Nyeri akut b.d luka insisi pasca pembedahan

Berdasarkan pengkajian pada Ny.K ditemukan diagnosa keperawatan

diantaranya :

a. Resiko disfungsi penyapihan ventilator b.d pola nafas tidak adekuat

Dalam Klasifikasi Diagnosa Keperawatan NANDA Internasional, Resiko

disfungsi penyapihan ventilator didefinisikan ketidakmampuan beradaptasi

dengan kadar penurunan dukungan ventilator yang menghambat dan memperlama

proses penyapihan (Nanda,2015). Resiko disfungsi penyapihan ventilator

mempunyai batasan karakteristik yaitu peningkatan fokus pada pernafasan. Resiko

disfungsi penyapihan ventilator yang dialami pasien dikarenakan pasien

dihawatirkan tidak siap menyesuaikan pernafasannya ketika beralih mode serta

ketika penyapihan dilakukan. Maka penulis menegakkan diagnosa Resiko

disfungsi penyapihan ventilator b.d pola nafas tidak adekuat sesuai dengan

batasan karakteristik dan faktor yang berhubungan sesuai dengan Klasifikasi

Diagnosa Keperawatan NANDA Internasional, karena pada saat pengkajian


49

ditemukan data obyektif yaitu Pasien bernafas dengan bantuan ventilator melalui

ETT, Ukuran ETT diameter 7,5 cm, kedalaman 20 cm, Ventilator hari ke-2 ,

Mode CPAP, P.Control/P.SUPP: 9, F102: 45%, Peep: 7, TV: 584, RR:14, TTV

TD: 101/64 Nadi 103 x/mnt, RR 14 x/mnt.dan Hemoglobin 7,7 g/dL.

b. Resiko Syok b.d perdarahan area post op

Dalam Klasifikasi Diagnosa Keperawatan NANDA Internasional, Resiko

Syok didefinisikan sebagai ketidakcukupan aliran darah ke jaringan tubuh, yang

dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang mengancam jiwa, yang dapat

menggangu kesehatan. Resiko syok yang pasien alami karena terdapat perdarahan

pada area post insisi sebnyak ±50 cc.

Maka penulis menegakkan diagnosa Resiko Syok b.d perdarahan area post op

sesuai dengan batasan karakteristik dan faktor yang berhubungan sesuai dengan

Klasifikasi Diagnosa Keperawatan NANDA Internasional, karena pada saat

pengkajian ditemukan data obyektif yaitu Pendarahan di luka operasi ± 50 cc,

Eritrosit 2,59 juta/uL, Hb 7,7 g/dl, Ht 21, 7%, Trombosit 108.000 Sel/uL,

Konjungtiva anemis, Natrium 124 mmol/L, Kalium 3,1 mmol/L, Kalsium 0,90

mmol/L, Kreatinin 2.13 mg/dL dan Albumin 2,3 g/dL

c. Resiko Infeksi b.d gangguan kerusakan kulit

Dalam Klasifikasi Diagnosa Keperawatan NANDA Internasional, Resiko

Infeksi didefinisikan rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme

patogenik yang dapat menggangu kesehatan. Data yang terdapat dari pasien

terdapat peningkatan suhu yaitu 37,40C, dan peningkatan nadi 103 x/menit, hal ini

menjadi data untuk menegakkan diagnosa keperawatan resiko infeksi.


50

Penulis memprioritaskan diagnosa Resiko disfungsi penyapihan ventilator

sebagai diagnosa yang utama, karena resiko disfungsi penyapihan ventilator

memerlukan penanganan lebih dahulu, daripada diagnosa yang lain, jika resiko

disfungsi penyapihan ventilator teratasi akan mudah untuk mengatasi masalah-

masalah yang lain, jadi prioritas ini disesuaikan dengan kondisi pasien.

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi adalah deskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan atau

tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Pada bagian ini dibahas mengenai

tujuan, kriteria hasil dan intervensi yang telah dirumuskan dalam kasus Ny.K.

Selanjutnya pada bab ini dibahas tentang intervensi masing-masing diagnosa

keperawatan yaitu sebagai berikut :

Untuk mengatasi masalah Resiko disfungsi penyapihan ventilator maka

penulis membuat tujuan dengan kriteria hasil dan rencana asuhan keperawatan

yang diharapkan sesuai dengan referensi. Penulis membuat tujuan dengan Nursing

Outcome Classification (NOC) yang diharapkan dalam proses keperawatan adalah

Tanda-tanda vital dalam batas normal: Pasien mampu bernafas spontan, Tidak

terjadi gagal winning, Tidak muncul tanda WOB (peningkatan RR, HR, dan

Retraksi), Tidak terjadi komplikasi dari pemasangan ETT. Serta penulis membuat

rancangan intervensi berdasarkan Nursing Intervention (NIC) yaitu Berikan

ventilasi mekanik sesuai dengan perkembangan pasien dan Observasi Respirasi

pasien.

Untuk mengatasi masalah Resiko syok maka penulis membuat tujuan dengan

kriteria hasil dan rencana asuhan keperawatan yang diharapkan sesuai dengan
51

referensi. Penulis membuat tujuan dengan Nursing Outcome Classification (NOC)

yang diharapkan dalam proses keperawatan adalah Tanda-tanda vital dalam batas

normal: RR batas normal (16-24 x/mnt), Kesadaran compos mentis (GCS 15: E 4

M6 V5) dan Lab darah rutin sesuai nilai rujukan. Serta penulis membuat

rancangan intervensi berdasarkan Nursing Intervention (NIC) yaitu Berikan alat

bantu pernafasan, Monitor tanda-tanda vital aetiap 1 jam, Berikan transfuse PRC,

trombosit sesuai kebutuhan, Monitor status cairan, Monitor EKG dan Kolaborasi

pemberian terapi sesuai indikasi.

Untuk mengatasi masalah Resiko infeksi maka penulis membuat tujuan

dengan kriteria hasil dan rencana asuhan keperawatan yang diharapkan sesuai

dengan referensi. Penulis membuat tujuan dengan Nursing Outcome

Classification (NOC) yang diharapkan dalam proses keperawatan adalah Tanda-

tanda vital dalam batas normal, Leukosit dalam batas normal (4500-11000/mm3),

Hematokrit dalam batas normal (40-50 %). Serta penulis membuat rancangan

intervensi berdasarkan Nursing Intervention (NIC) yaitu Monitor karakteristik

luka, drainase, warna, ukuran dan bau, Ganti balutan 2x sehari atau kondisional,

Mempertahankan teknik aseptik dalam perawatan luka dan Kolaborasi pemberian

terapi antibiotik.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah pelaksanaan tindakan yang telah disusun. Pembahasan

implementasi meliputi tindakan yang dapat dilaksanakan dan tindakan yang tidak

dapat dilaksanakan sesuai dengan intervensi pada diagnosa. Implementasi

diantaranya :
52

a. Diagnosa pertama yaitu Resiko disfungsi penyapihan ventilator b.d pola nafas

tidak adekuat. Implementasi yang telah dilaksanakan yaitu memberikan

ventilasi mekanik sesuai dengan perkembangan pasien dan melakukan

observasi Respirasi pasien. Setelah dilakukan implementasi klien dapat

menunjukan kesiapan untuk berpindah mode ventilator dan bernafas dengan

normal (20 x/mnt) tanpa menggunakan alat bantu pernafasan, serta tidak

terjadi komplikasi pada saat ETT dilepas dan ventilator di hentikan.

b. Diagnosa kedua yaitu Resiko Syok b.d perdarahan area post op. Implementasi

yang telah dilaksanakan yaitu memberikan alat bantu pernafasan, melakukan

monitor tanda-tanda vital setiap 1 jam, memberikan transfuse PRC, trombosit

sesuai kebutuhan, melakukan monitor status cairan, melakukan monitor EKG

dan melakukan kolaborasi pemberian terapi sesuai indikasi. Setelah dilakukan

implementasi hasil lab darah rutin sesuai dengan rujukan, tidak terjadi

perdarahan pada area luka insisi.

c. Diagnosa ketiga yaitu Resiko infeksi b.d gangguan kerusakan integritas kulit.

Implementasi yang telah dilaksanakan yaitu melakukan pengecekan bising

usus, melakukan monitor karakteristik luka, drainase, warna, ukuran dan bau,

melakukan ganti balutan 2x sehari atau kondisional, mempertahankan teknik

aseptik dalam perawatan luka, melakukan kolaborasi pemberian terapi

antibiotik

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah asuhan yang dicatat dalam catatan kemajuan dan atau

rencana perawatan. Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang
53

digunakan untuk menentukan seberapa baik rencana keperawatan bekerja dengan

meninjau respon pasien. Evaluasi ini dilakukan dengan mengguanakan format

evaluasi SOAP (Subyektif, Obyektif, Assessment, Planning). Evaluasi ini

dilakukan setelah interaksi terakhir dengan pasien. Berikut adalah evaluasi yang di

lakukan pada tanggal 20 Desember 2018, yaitu :

S : pasien mengeluh batuk berdahak

O : TD 90/58, nadi 91 x/mnt, suhu 37,30C, SPO 95 %, Sputum berwarna

putih, terdengar bunyi ronchi saat dilakukan auskultai area dada

A : muncul dagnosa keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas

P : lakukan terapi farmakologi dan non farmakologi sesuai dengan indikasi.


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan

untuk mengumpulkan data klien. Hasil pengkajian pada Ny.K dengan diagnosa

medis post op choesystektomy adalah terpasang ETT dan ventilator.

Diagnosa keperawatan yang muncul pada Ny.K adalah Resiko disfungsi

penyapihan ventilator b.d pola nafas tidak adekuat, Resiko Syok b.d perdarahan

area post op, Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d

ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient.

Rencana asuhan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah

Resiko Syok b.d perdarahan area post op adalah observasi dan hentikan

perdarahan pada area post op, observasi kesadaran pasien dan TTV, kolaborasi

pemberian obat yang berperan dalam menghentikan perdarahan. Masalah resiko

disfungsi penyapihan ventilator b.d bersihan jalan nafas berikan ventilasi mekanik

sesuai dengan perkembangan pasien, observasi respirasi pasien, lakukan suction

untuk bersihan jalan nafas. Masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh cek bising usus, bantu pasien agar memobilisasikan anggota

tubuh, monitor tanda-tanda vital, kolaborasi pemberian terapi sesuai indikasi.

Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan

yang telah disusun. Penulis melakukan implementasi pada Ny.K selama 1 x 24

jam. Implementasi yang dilakukan adalah memberikan ventilasi mekanik sesuai

dengan perkembangan pasien, mengobservasi respirasi pasien, melakukan suction

54
55

untuk bersihan jalan nafas, memonitor tanda-tanda vital aetiap 1 jam, memberikan

transfuse PRC dan trombosit, memonitor status cairan, mengkolaborasi pemberian

terapi sesuai indikasi, mengecek bising usus, membantu pasien agar

memobilisasikan anggota tubuh.

B. Saran
Penulis memberikan saran-saran yang nantinya kemungkinan berguna dan

dijadikan sebagai masukan kearah yang lebih baik yaitu sebagai berikut :

1. Bagi Institusi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit).

Hal ini diharapkan rumah sakit dapat meningkatkan pelayanan kesehatan,

menyediakan fasilitas serta sarana dan prasarana yang dapat mendukung

kesembuhan dan bekerjasama antara tim kesehatan maupun pasien sehingga dapat

meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang optimal pada umumnya.

2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat.

Diharapkan selalu meningkatkan koordinasi dengan tim kesehatan lainnya

(dokter, ahli gizi dan pekerja sosial) dalam memberikan asuhan keperawatan pada

klien agar lebih maksimal, perawat diharapkan dapat memberikan pelayanan

professional dan komprehensif.

3. Bagi institusi pendidikan

Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas dan

professional untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan keterampilan sehingga

dapat tercipta perawat professional, terampil, inovatif dan bermutu yang mampu

memberikan asuhan keperawatan dalam praktik klinik dan pembuatan laporan.


DAFTAR PUSTAKA

Alih Bahasa : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jakarta : Salemba Medika.

Buku teks Ilmu bedah Surgery Basic Science and Clinical Evidence, ed. Jeffrey A.

Norton,Springer Verlag 2000, 647 – 666

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan : Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6,

Alih Bahasa Yasmin Asih. EGC. Jakarta.

Doenges, M. R. 2000. Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian

Perawatan Pasien, Ed.3. EGC. Jakarta.

Ganiswara, Silistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy

Pharmacology). Alih Bahasa: Bagian Farmakologi F K U I. Jakarta

Ibrahim, F. (2014). Angka Kejadian Komplikasi Kolesistektomi Laparoskopik dan

Hubungannya dengan Usia, Riwayat Kolelitiasis, dan Riwayat Operasi

Abdominal. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Katzung, Bertram G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik (Basic Clinical

Pharmacology).

NANDA NIC NOC. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa

Medis, Edisi Revisi. Jakarta :EGC.

Smeltzer, S. C. (2001). Keperawatan Medikal Bedah vol. 3. Jakarta: EGC.

Staf Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. 1989. Anestesiologi.

Jakarta : CV. Info Medika


LAMPIRAN
Pada saat dilakukan pemeriksaan di IGD didapatkan hasil:

Hari dan
Jam TTV Kesadaran Terapi Tindakan
Tanggal
Kamis, 13 01.05 TD: Compos O23lt/menit
Desember WIB 130/80 mentis
2018 mmHg GCS: 15 E4
HR: 92 M6 V5
x/menit
RR: 22
x/menit
S: 380C
01.15  Sanmol
WIB 1x500mg/
Oral
 Omeprazole
1x40mg/IV
01.25 Pemeriksaan EKG
WIB
02.15  Pengambilan
WIB darah IV
Hasil:
 Hemoglobin 11,8
g/dl
 Leukosit 12.700
sel/uL
 Eritrosit 3,95
juta/uL
 Hematokrit
35,4%
 Trombosit
273.000
 SGOT 94 U/L
 SGPT 62 U/L
 Ureum 23 mg/dl
 Kreatinin 0,89
mg/dl
 GDS 90 mg/dl.

 Tes widal hasil:


Negative
 Pemasangan infus
dengan terapi RL
20 gtt/mnt
Ruangan Zaitun 2 medikal untuk menjalani rawat inap. Didapatkan hasil

pemeriksaan:

Hari dan
Jam TTV Kesadaran Terapi Tindakan
Tanggal
Kamis, 13 03.30 TD: Compos O23lt/menit
Desember WIB 117/60 mentis
2018 mmHg GCS: 15 E4
HR: 84 M6 V5
x/menit
RR: 20
x/menit
S: 390C
 Ceftriaxone
1X2gr/IV
 Pantoprazole 1X1
vial/IV
 Buscopan 1 amp
ketorolac 2X1
amp/IV
 Cefotaxim 3X1
gr/IV
 Lasix 1X2
amp/IV
 Paracetamol
3X500 mg/Oral
 Ondansetron 3X4
mg
 Proneuron 3X1
 Albumin Flash
100 cc/IV
Sabtu 15 Pemeriksaan USG
Desember Hasil:
2018 Cholelithiasis 2
buah berdiameter
1,3 cm dan 1,29
cm,
hepatomegaly,
acites di sekitar
hepar
Ruangan OK dilakukan operasi cholesystektomy atas indikasi

cholelithiasis dengan keadaan cyto.

Hari dan
Jam TTV Kesadaran Terapi Tindakan
Tanggal
Senin, 17 18.50 TD Compos O22lt/menit
Desember WIB 135/79, mentis Propranolol 100 mg
2018 Nadi 92 GCS: 15 E4 fentanyl 75 mg
x/mnt, RR M6 V5 rocuron 30 mg
24 x/mnt, dicynone 500 mg
S 37,80 ondansentrol 4 mg
tranesamat 500 mg
NaCl

TD:
19.00 120/100 Dengan Anestesi umum
WIB pengaruh
TD: obat
19.10 120/80 Dengan Mulai Insisi
WIB pengaruh
TD: 70/40 obat
21.00 Dengan Selesai operasi
WIB TD: 80/60 pengaruh
obat
21.15 Compos Akhir anestesi
WIB TD: 90/60 mentis
GCS: 15 E4
M6 V5
21.20 - Compos recovery room
23.00 mentis
WIB GCS: 15 E4
M6 V5
Pada tanggal 17 Desember 2018 Pukul 23.00 dipindakan ke Ruangan ICU

Hari dan
Jam TTV Kesadaran Terapi Tindakan
Tanggal
Senin 17 23.00 TTV: TD Compos Cairan : PAN amin  Keadaan pasien
Desember WIB 101/64, N mentis 612 500 cc, RL sudah terpasang
2018 103 GCS 15 E4 1000 cc ETT kemudian
x/mnt, RR M6 Vtube Terapi obat: dipasang
14 x/mnt, Pantoprazole 1X 40 ventilator hari
S 36,20C, mg IV, ketorolac ke-1 dengan
SpO 95%, 3X30 mg IV, mode SIMV,
ceftazidime 3X 2 gr PEEP 7, F102:
IV 85%, RR 12
 Darah Rutin
:Hb 8,5 g/dl,
leukosit 6600
sel/uL, eritrosit
2,92,
hematokrit
24,6, trombosit
38.000 sel/uL
Na 123, K 2,5,
Kalsium 0,87,
protein total
3,2, albumin
2,2.
 GDS: 183
Bagan Analisis Data

Anda mungkin juga menyukai