Anda di halaman 1dari 78

i

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TERHADAP MOBILISASI DINI


PADA PASIEN POST SC DI RUANG NIFAS RSUD SEKARWANGI
KABUPATEN SUKABUMI
TAHUN 2022

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


Gelar Sarjana Kebidanan

Indah Martiastuti Harahap


6221533

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN ALIH


JENJANG
FAKULTAS KEBIDANAN
INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan
judul “Hubungan Pengetahuan Ibu Nifas Terhadap Mobilisasi Dini Di RSUD
Sekarwangi Tahun 202” tepat pada waktunya. Proposal penelitian ini diajukan
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kebidanan di Institut
Kesehatan Rajawali Bandung.

Dalam penyusunan penelitian ini penulis banyak mendapatkan bantuan


dan dukungan dari berbagai pihak, baik dari institusi, tempat penelitian, keluarga
dan teman-teman terdekat lainnya. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Tonika Tohri, S.Kp., M.Kes, selaku Rektor Institut Kesehatan Rajawali
Bandung.
2. Erni Hernawati, S.S.T, Bd., M.M., M.Keb, selaku Dekan Fakultas Kebidanan
Institut Kesehatan Rajawali Bandung.
3. Lia Kamila, S.S.T, Bd., M.Keb, selaku Penanggungjawab Program Studi
Sarjana Kebidanan Institut Kesehatan Rajawali Bandung.
4. Yulia Susanti S.S.T., Bd., M.Kes selaku Pembimbing Utama Skripsi yang
telah menuntun, mendidik dan memberikan saran serta dorongan selama
penyusunan skripsi.
5. Irma Suryani, S.S.T., M.Kes., selaku Pembimbing Pendamping yang juga
telah memberikan arahan, masukan dan motivasi dalam penyusunan skripsi.
6. Seluruh Dosen dan Staf Program Studi Sarjana Kebidanan Institut Kesehatan
Rajawali Bandung yang telah memberikan ilmu pengatahuan yang tak ternilai
harganya .
7. Kedua Orangtua saya serta keluarga saya yang sudah memberikan dukungan
yang tiada henti-hentinya baik dukungan doa, moril dan materi hingga skripsi
ini dapat terselesaikan.
8. Teman-teman seperjuangan yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang
telah memberikan semangat pada penulis.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa penyusunan
proposal ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca demi perbaikan penelitian selanjutnya dan mudah-mudahan
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Sukabumi, Desember 2022

Penulis
5

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR···························································i
LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG·······································ii
DAFTAR ISI······································································iv
DAFTAR TABEL································································vii
DAFTAR GAMBAR·····························································viii
DAFTAR LAMPIRAN··························································ix
BAB 1 PENDAHULUAN·······················································1
1.1 Latar Belakang·································································1
1.2 Identifikasi Masalah··························································5
1.3 Rumusan Masalah·····························································6
1.4 Tujuan Penelitian······························································6
1.4.1 Tujuan Umum····························································6
1.4.2 Tujuan Khusus···························································6
1.5 Hipotesis Penelitian.··························································6
1.6 Manfaat Penelitian····························································7
1.6.1 Manfaat Teoritis·························································7
1.6.2 Manfaat Praktis··························································7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA···············································8
2.1 Konsep Masa Nifas
2.1.1 Pengertian Masa Nifas··················································8
2.1.2 Tujuan Asuhan Masa Nifas············································8
2.1.3 Tahapan Masa Nifas····················································8
2.1.4 Kebijakan Program Nasional Masa Nifas····························9
2.1.5 Perubahan Fisiologi dan Psikologi Post Partum····················10
2.2 Konsep Sectio Caesarea·····················································12
2.2.1 Pengertia································································12
2.2.2 Jenis-jenis Sectio Caesarea ···········································13
2.2.3 Etiologi···································································13
2.2.4 Patofisiologis Sectio Caesarea
2.2.5 Resiko Kelahiran Sectio Caesarea
2.3 Konsep Spinal Anastesi·······················································20
2.3.1 Pengertian Spinal Anastesi············································20
2.3.2 Tujuan dan manfaat spinal anastesi··································22
2.3.3 Waktu Pemeriksaan Triple Eliminasi································22
2.3.4 Indikasi dan Kontra Indikasi Spinal Anastesi·······················23
2.3.5 Fase Anestesi
2.4 Konsep Mobilisasi·····························································23
2.4.1 Pengertian Mobilisasi··················································23
2.4.2 Tujuan Mobilisasi······················································24
2.4.3 Manfaat Mobilisasi·····················································25
2.4.4 Tahap-Tahap Mobilisasi···············································26
2.5 Konsep Pengetahuan··························································28
2.5.1 Pengertian Pengetahuan···············································28
2.5.2 Tingkat Pengetahuan···················································28
2.5.3 Faktor-faktor Pengetahuan ···········································29
2.5.4 Kriteria Pengetahuan···················································30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN·····································44
3.1 Rancangan Penelitian··························································44
3.2 Kerangka Penelitian····························································44
3.3 Variabel Penelitian·····························································45
3.3.1 Variabel Independen.·····················································45
3.3.2 Variabel Dependen·······················································45
3.4 Definisi Operasional···························································45
3.5 Populasi dan Sampel···························································47
3.5.1 Populasi····································································47
3.5.2 Sampel·····································································48
3.5.2.1 Kriteria Sampel.························································48
3.6 Teknik Pengumpulan Data····················································49
3.6.1 Data Primer································································49
3.6.2 Data Sekunder·····························································49
3.6.3 Instrumen Penelitian······················································49
3.6.4 Uji Validitas dan Reliabilitas············································50
3.7 Pengolahan dan Analisis Data················································53
3.7.1 Pengolahan Data··························································53
3.7.2 Analisis Data······························································55
3.7.2.1 Analisis Univariat·····················································55
3.7.2.1 Analisis Bivariat······················································56
3.8 Lokasi dan Waktu Penelitian··················································56
DAFTAR PUSTAKA·····························································57
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kunjungan Masa Nifas……………………………………………
Table 3.1 Definisi Operasional………………………………………………..
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tinggi Fundus Uteri……………………………………

DAFTAR BAGAN
Bagan 2.9 Kerangka Teori……………………………………………………
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lembar Kegiatan Bimbingan Tugas Akhir·················61

Lampiran 2 : Instrumen Penelitian···········································67

Lampiran 3 : Form Bukti Melihat Sidang Skripsi··························75


Lampiran 4 : Bukti Pembayaran··············································76

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Persalinan merupakan sebuah proses akhir dari serangkaian kehamilan.


Terdapat dua macam proses persalinan yaitu persalinan pervaginam atau
persalinan normal persalinan spontan dan persalinan Sectio Caesarea (SC) atau
orang awam menyebutnya operasi sesar. Operasi sesar yaitu proses pengeluaran
janin lewat pembedahan perut (Aprina, 2016).

Persalinan secara Caesar terus meningkat di seluruh dunia, khususnya


di negara- negara berpenghasilan menengah dan tinggi, serta telah menjadi
masalah kesehatan masyarakat yang utama dan kontroversial (Torloni, et al.,
2014).

Menurut data World Health Organization (WHO) standar persalinan SC


di Inggris tahun 2008 sampai 2009 angka SC mengalami peningkatan sebesar
24,6% yang pada tahun 2004 sekitar 24,5 % dan di Australia tahun 2007 terjadi
peningkatan 31% yang pada tahun 1980 hanya sebesar 21%. Sedangkan pada
tahun 2014, beberapa negara lainnya seperti Australia kejadian SC sebesar
32%, Brazil sebesar 54%, dan Colombia sebesar 43% (WHO, 2014).

Angka persalinan dengan metode sesar telah meningkat di seluruh dunia


dan melebihi batas kisaran 10%-15% yang direkomendasikan World Health
Organization (WHO) dalam upaya penyelamatan nyawa Ibu dan Bayi. Amerika
Latin dan wilayah Karibia menjadi penyumbang angka metode sesar tertinggi
yaitu 40,5 persen, diikuti oleh Eropa (25%), Asia (19,2%) dan Afrika (7,3%) .
Angka kelahiran di Indonesia masih tinggi dan kira-kira 15% dari seluruh
wanita hamil mengalami komplikasi dalam persalinan, hal ini terjadi seiring
meningkatnya kelahiran dengan SC. Angka kejadian SC tersebut jika di
rataratakan sejak tahun 2005 sampai dengan 2011 yaitu sebesar 7% dari jumlah
semua kelahiran, sedangkan pada pada tahun 2006 sampai dengan 2012 rata-
rata kejadian SC meningkat menjadi sebesar 12%.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 menunjukkan


kelahiran bedah sesar sebesar 12.8 % dengan proporsi tertinggi di DKI Jakarta
(19,9%) dan terendah di Sulawesi Tenggara (3,3%). Hasil Riskesdas tahun
2018 menunjukkan bahwa kelahiran dengan bedah caesarea di Indonesia yaitu
sebesar 9,8%. Angka kelahiran dengan bedah Caesarea di Provinsi Jawa Barat
yaitu sebesar 7,5%. Sebanyak 19,50– 27,30 % diantaranya merupakan Sectio
Caesarea karena CPD (Cephalo Pelvik Disproporsi), perdarahan hebat 11,90–
21 %, karena kelainan letak 4,30– 8,70 %. Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2013 menyatakan Ibu yang melahirkan melalui bedah
Caesarea banyak mengalami komplikasi (55%) dibandingkan dengan wanita
lainnya (Dinkes Jabar, 2019).
Data yang didapatkan di Kabupaten Sukabumi dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Sukabumi tahun 2020 angka persalinan Sectio Caesarea juga sangat
terbilang tinggi, yaitu sebesar 37,2% dari 45,337 persalinan. Paling banyak di
Rumah Sakit Swasta sebanyak 62%. (SIK Dinas Kesehatan Kabupaten
Sukabumi, 2020).

Di RSUD Sekarwangi Kabupaten Sukabumi pada tahun 2020


didapatkan data, dari 2350 persalinan terdapat 840 (35,7%) persalinan SC. Dan
meningkat pada tahun 2021 dari 2841 persalinan, terdapat 1293 (45.5%)
persalinan SC, diantaranya merupakan Sectio Caesarea karena KPD sebanyak
29%, Bekas SC (20%), Pereklamsi, (13,4%) dan CPD yaitu sebesar 13,2%.

Upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan prevalensi kejadian


Sectio Caesarea adalah dilakukannya asuhan yang berkesinambungan atau
yang biasa disebut Continuity Of Care (COC). Continuity Of Care ini
dilakukan sejak Ibu pada masa kehamilan, persalinan, nifas sampai Ibu
menentukan pilihannya
untuk memakai kontrasepsi yang akan digunakan. Asuhan kebidanan yang
berkesinambungan yang diberikan pada Ibu dapat mendeteksi dini adanya
komplikasi yang dapat terjadi dan juga dapat mencegah kemungkinan
komplikasi yang akan terjadi dengan segera. Dengan demikian dilakukannya
perawatan Continuity Of Care ini mampu menurunkan angka kejadian sectio
caesarea. Selain itu melakukan pelayanan Continuity Of Care menciptakan
terjalinnya hubungan yang baik antara seorang Pasien dan Bidan. Asuhan yang
berkelanjutan berkaitan dengan kualitas pelayanan dari waktu kewaktu yang
membutuhkan hubungan terus menerus antara pasien dengan tenaga kesehatan
(Kemenkes, 2016).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan pasca operasi


Sectio Caesarea adalah perawatan luka insisi, tempat perawatan pasca operasi,
pemberian cairan, nutrisi, nyeri, kateterisasi, perawatan rutin dan mobilisasi
dini (Kasdu, 2013). Dan dampak jika tidak melakukan perawatan yang tidak
benar akan menyebabkan infeksi, perdarahan, dan luka yang tidak kunjung
kering dan membaik. (Puspitasari, dkk 2012)

Cara untuk mencegah komplikasi yang ditimbulkan pasca tindakan SC


adalah dengan Mobilisasi. Mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang
terpenting pada fungsi fisiologis untuk mempertahankan kemandirian. Salah
satu keuntungan dari mobilisasi dini adalah mempercepat penyembuhan luka,
dengan Mobilisasi dapat memperlancar peredaran darah (Kasdu, 2015).Adapun
dampak jika pasien post Sectio Cesarea tidak melakukan mobilisasi dini
diantarakan terjadi peningkatan suhu tubuh yang dapat mengakibatkan resiko
terjadinya infeksi pasien post sectio cesarea, perdarahan abnormal dan involusi
uterus yang tidak baik). Selain itu juga bila tidak melakukan mobilisasi dini
dapat terjadi sulit buang air kecil, distensi lambung, gangguan pernafasan,
gangguan kardivaskuler (Mocthar, 2015).
Menurut Grace & Nasution (2008), Ibu Nifas post Sectio Caesarea
belum melakukan mobilisasi dini, karena tidak mau bergerak dan merasa
khawatir kalau tubuh di gerakan pada posisi tertentu akan mempengaruhi luka
operasi yang belum sembuh yang baru saja selesai di lakukan operasi, sehingga
menjadikan rendahnya mobilisasi dini pada Ibu Nifas post Sectio Caesarea.
Salah satu kondisi yang menyebabkan rendahnya mobilisasi dini Ibu Nifas
adalah masih kurangnya pengetahuan masyarakat di bidang kesehatan.
Khususnya Ibu Nifas yang bersalin dengan operasi Sectio Caesarea (Nunung
Liawati, 2015).

Pengetahuan dan pemahaman tentang pentingnya mobilisasi lebih awal


perlu dimiliki oleh pasien pasien paska operasi (Adelia 2012), menurut futria et
all 2018 pengetahuan seseorang juga mempengaruhi terhadap pelaksanaan
Mobilisasi secara awal pada pasien - pasien paska operasi. Beberapa Faktor
mempengaruhi pemahaman pasien tentang pentinnya aktivitas Mobilisasi paska
operasi diantaranya umur, pendidikan, dan pekerjaan. (Buhari.I.S, et all, 2015)

Pengetahuan adalah berbagai macam hal yang diperoleh oleh seseorang


melalui panca indra. Pengetahuan diperoleh dari mengingat, mengenal sumber
informasi yang diterima melalui penginderaan yang kemudian diterima dan
diakumulasi menjadi pengetahuan. Pengetahuan menjadi landasan yang
memengaruhi tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2017).

Hal ini sejalan dengan penelitian Rahmawati, 2020 menyatakan bahwa


ada hubungan antara pengetahuan dengan pelaksanaan mobilisasi dini pada
pasien post SC di RSUD Sungai Dareh 2019. Hasil dari uji kerolasi Rank
Spearman didapatkan hasil ρ = 0,049, berarti ρ < 0.05 yang artinya ada
hubungan pengetahuan dengan perilaku mobilisasi dini pada pasien post
operasi
Penelitian dari Sutrisno,dkk, 2021 dengan hasil Uji Chi-Square
menunjukkan ada hubungan pengetahuan (p value = 0,034) dengan aktivitas
mobilisasi pada ibu post SC. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan aktifitas
mobilisasi.

Hasil peneliti lain menurut Helda Fitri 2022 menyatakan bahwa ada
hubungan antara pengetahuan dengan pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien
post sc di RSUD Sungai Dareh 2019. Uji statistik Uji Chi Square nilai p adalah
0, 0161 (p < 0.05).

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk


melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Pengetahuan Ibu Nifas
Terhadap Mobilisasi Dini Pada Pasien Post SC Di Ruang Nifas RSUD
Sekarwangi Kabupaten Sukabumi Tahun 2022.

1.2 Identifikasi Masalah

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan penulis di Di Ruang Nifas


RSUD Sekarwangi Kabupaten Sukabumi tercatat pada tahun pada tahun 2021
dari 2841 persalinan, terdapat 1293 (45.5%) persalinan SC, sedangkan 1544
(54,34%) persalinan yang normal (persalinan pervaginam, spontan brach dan
ektraksi kaki), dan terdapat 4 (0,14%) pada persalinan ektraksi vakum dan
forcep.

Berdasarkan Hasil wawancara pada 10 Ibu Nifas Post SC, didapatkan 7


Ibu Nifas Post SC tidak mengetahui kapan ibu harus bergerak setelah paska
operasi, 1 diantaranya mengatakan karena takut terbuka jahitan operasinya, dan
2 diantaranya tidak diperbolehkan oleh keluarga untuk bergerak atau
mobilisasi.
1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan masalah


dalam penelitian ini adalah apakah terdapat Hubungan Pengetahuan Ibu Nifas
Terhadap Mobilisasi Dini Pada Pasien Post SC Di Di Ruang Nifas RSUD
Sekarwangi Kabupaten Sukabumi Tahun 2022.”
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan Ibu Nifas Terhadap


Mobilisasi Dini Pada Pasien Post SC Di Ruang Nifas RSUD Sekarwangi
Kabupaten Sukabumi Tahun 2022.

1.4.2 Tujuan Khusus


Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini antara lain untuk:
1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi pengetahuan Ibu Nifas Terhadap
Mobilisasi Dini Pada Pasien Post SC Di Ruang Nifas RSUD
Sekarwangi Kabupaten Sukabumi Tahun 2022.
2. Ibu Untuk mengetahui distribusi frekuensi Mobilisasi Dini Pada Pasien
Post SC Di Ruang Nifas RSUD Sekarwangi Kabupaten Sukabumi
Tahun 2022.
3. Untuk Mengetahui Hubungan Pengetahuan Ibu Nifas Terhadap
Mobilisasi Dini Pada Pasien Post SC Di Ruang Nifas RSUD
Sekarwangi Kabupaten Sukabumi Tahun 2022.
1.5 Hipotesis Penelitian
Hipotesis pada penelitian ini adalah:
Terdapat Hubungan Pengetahuan Hubungan Pengetahuan Ibu Nifas
Terhadap Mobilisasi Dini Pada Pasien Post SC Di Ruang Nifas RSUD
Sekarwangi Kabupaten Sukabumi Tahun 2022.
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Manfaat Teoritis
Hasi Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi,
khususnya dapat menambah bacaan dan pengetahuan tentang
pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien paska operasi.
1.6.2 Manfaat Praktis
1. Bagi RSUD Sekarwangi
Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam
meningkatkan kegiatan penyuluhan-penyuluhan atau pemberian
pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga tentang pelaksanaan
mobilisasi dini pada Ibu Nifas paska operasi, dan sebagai upaya
pendampingan tindakan mobilisasi dini.
2. Bagi Ibu Pasien Dan Keluarga
Hasi Penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan Ibu dan pengetahuan
Ibu Nifas dalam mengetahui pelaksanaan mobilisasi pada pasien Ibu
Nifas paska operasi.
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menambah khasanah keilmuan yang dapat
dijadikan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Masa Nifas


1.1.1 Pengertian Masa Nifas
Masa nifas atau puerperium berasal dari bahasa latin yaitu dari
kata “puer” yang artinya bayi dan”parous” yang berarti melahirkan.
Definisi masa nifas adalah masa dimana tubuh ibu melakukan adaptasi
pasca persalinan, meliputi perubahan kondisi tubuh ibu hamil kembali
ke kondisi sebelum hamil. Masa ini dimulai setelah plasenta lahir, dan
sebagai penanda berakhirnya masa nifas adalah ketika alat-alat
kandungan sudah kembali seperti keadaan sebelum hamil. Sebagai
acuan, rentang masa nifas berdasarkan penanda tersebut adalah 6
Minggu atau 42 hari (Astuti, 2015).
Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah persalinan
selesai sampai 6 minggu atau 42 hari. Selama masa nifas, organ
reproduksi secara perlahan akan mengalami perubahan seperti keadaan
sebelum hamil. Perubahan organ reproduksi ini disebut involus
(Maritalia, 2012).
Masa nifas adalah masa penyembuhan fisik dan psikologis yang
dimulai sesaat setelah keluarnya plasenta dan selaput janin serta
berlanjut hingga 6 minggu (Fraser, 2011).
Pelayanan pasca persalinan harus terselenggara pada masa itu
untuk memenuhi kebutuhan bayi dan ibu, yang meliputi upaya
pencegahan, deteksi dini, penyakit yang mungkin terjadi penyediaan
pelayanan pemberian ASI (Saifuddin, 2016).
Masa ini merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga
kesehatan untuk selalu melakukan pemantauan karena pelaksanaan yang
kurang maksimal dapat menyebabkan ibu mengalami berbagai masalah,
bahkan dapat berlanjut pada komplikasi masa nifas. Adanya
permasalahan pada ibu akan berimbas juga kepada kesejahteraan bayi
yang dilahirkannya karena bayi tersebut tidak akan mendapatkan
perawatan maksimal dari ibunya. Dengan demikian, angka morbiditas
dan mortalitas bayi pun akan meningkat (Sulistyawati, 2015).

1.1.2 Tujuan Asuhan Masa Nifas


Menurut Sulistyawati (2015) asuhan yang diberikan pada ibu nifas
bertujuan untuk:
1) Meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologis bagi ibu dan bayi
Dengan di berikannya asuhan, ibu akan mendapatkan fasilitas
dan dukungan dalam upaya untuk menyesuikan peran barunya
sebagai ibu (pada kasus ibu dengan kelebihan anak pertama) dan
pendampingan keluarga dalam membuat bentuk dan pola baru
dengan kelebihan anak berikutnya. Jika ibu dapat melewati masa ini
dengan baik maka kesejahteraan fisik dan psikolgis bayi pun akan
meningkat.
Pencegahan, diagnosa dini, dan pengobatan komplikasi pada ibu
Dengan diberikannya asuhan pada ibu nifas, kemungkinan
munculnya permasalahan dan komplikasi akan lebih cepat terdeteksi
sehingga penanganan dapat lebih maksimal.
2) Merujuk ibu ke asuhan tenaga ahli bilamana perlu
Meskipun ibu dan keluarga mengetahui ada permasalahan
kesehatan pada ibu nifas yang memerlukan rujukan, namun tidak
semua keputusan yang diambil tetap, misalkan mereka lebih memilih
untuk tidak datang ke fasilitas pelayanan kesehatan karena
pertimbangan tertentu. Jika bidan senantiasa mendampingi pasien
dan keluarga maka kepuasan tetap dapat di ambil sesuai dengan
kondisi pasien sehingga kejadian mortalitas dapat di cegah.
3) Mendukung dan memperkuat keyakinan ibu, serta memungkinkan
ibu untuk mampu melaksanakan perannya dalam situasi keluarga dan
budaya yang khusus.
4) Pada saat memberikan asuhan nifas, keterampilan seseorang bidan
sangat di tuntut dalam memberikan pandidikan kesehatan terhadap
ibu dan keluarga. Keterampilan yang harus di kuasai oleh bidan,
antara lain berupa materi pendidikan yang sesuai dengan kondisi
pasien, teknik penyampaian, media yang digunakan, dan pendekatan
psikologis yang efektif sesuai dengan budaya setempat.
5) Imunisasi ibu terhadap tetanus

Dengan pemberian asuhan yang maksimal pada ibu nifas,


kejadian tetanus dapat di hindari, meskipun untuk saat ini angka
kejadian tetanus sudah banyak mengalami penurunan.
6) Mendorong pelaksanaan metode yang sehat tentang pemberian
makan anak, serta peningkatan pengembangan hubungan yang baik
antara ibu dan anak.
Saat bidan memberikan asuhan pada masa nifas, material dan
pemantauan yang di berikan tidak hanya sebatas pada lingkup
permasalahan ibu, tapi besifat menyeluruh terhadap ibu dan anak.
Kesempatan untuk berkonsultasi tentang kesehatan, termasuk
kesehatan anak dan keluarga akan sangat terbuka. Bidan akan
mengkaji pengetahuan ibu dan keluarga mengenai upaya
pengembangan pola hubungan psikologis yang baik antara ibu, anak
dan kelurga juga dapat ditingkatkan melalui pelaksanaan asuhan ini.

1.1.3 Tahapan Masa Nifas


Tahapan masa nifas dibagi dalam tiga periode, yaitu:
1) Purperium dini, yaitu masa kepulihan ketika ibu telah
diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
2) Puerperium intermedial, yaitu masa pemulihan menyeluruh alatalat
genetalia, yang lamanya sekitar 6-8 minggu.
3) Remote puerperium, yaitu masa yang diperlukan untuk pulih dan
sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan
mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat
berlangsung selama berminggu-minggu, bulanan, bahkan tahunan
(Sulistyawati, 2015).

Tabel 2.1 Kunjungan Masa Nifas


Kunjungan Waktu Tujuan
1. 6-8 jam 1. Mencegah perdarahan masa nifas
karena atonia uteri.
setelah
2. Melakukan deteksi dini dan
persalinan merawat penyebab lain perdarahan
dan rujuk bila perdarahan
berlanjut.
3. Memberikan konseling cara
mencegah perdarahan masa nifas
karena atonia uteri pada ibu atau
salah satu anggota keluarga ibu
4. Membantu ibu memberikan ASI
awal yaitu 1 jam setelah Inisiasi
Menyusu Dini (IMD) berhasil
dilakukan.
5. Membantu ibu memberikan ASI
awal yaitu 1 jam setelah Inisiasi
Menyusu Dini (IMD) berhasil
dilakukan.
2. 6 hari 1. Memastikan involusi uterus
berjalan normal: uterus
persalinan
berkontraksi, fundus dibawah
umbilikus, tidak ada perdarahan
abnormal, tidak ada bau.
2. Menilai adanya tanda-tanda infeksi
seperti demam atau perdarahan
abnormal.
3. Memastikan ibu mendapatkan
nutrisi yang baik seperti cukup
makanan, cairan dan istirahat.
4. Memastikan ibu menyusui dengan
baik dan tidak memperlihatkan
tanda-tanda penyulit pada bagian
payudara ibu.
5. Memberikan konseling pada ibu
tentang asuhan pada bayi
mengenai tali pusat, menjaga bayi
tetap hangat dan merawat bayi
sehari-hari
3. 2 minggu 1. Memastikan involusi uterus
berjalan normal uterus
berkontraksi, fundus dibawah
umbilikus, tidak ada perdarahan
abnormal, tidak ada bau.
2. Menilai adanya tanda-tanda
infeksi seperti demam atau
perdarahan abnormal.
3. Memastikan ibu mendapatkan
nutrisi yang baik seperti cukup
makanan, cairan dan istirahat.
4. Memastikan ibu menyusui
dengan baik dan tidak
memperlihatkan tanda-tanda
penyulit.
5. Memberikan konseling pada ibu
tentang asuhan pada bayi
mengenai tali pusat, menjaga bayi
tetap hangat dan merawat bayi
sehari-hari.

3. 6 minggu 1. Menanyakan pada ibu tentang


setelah penyulit yang ia atau bayi alami.
persalin an 2. Memberikan konseling untuk
menggunakan KB secara dini.
Sumber: (Sulistyawati, 2015)

1.1.4 Kebijakan Program Nasional Masa Nifas


Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Sulistyawati (2015),
kunjungan pada masa nifas paling sedikit 4 kali, kunjungan masa
nifas ini bertujuan untuk menilai keadaan ibu dan bayi baru lahir dan
untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang
terjadi.
Frekuensi kunjungan pada masa nifas adalah:
2.1.5 Perubahan Fisiologi dan Psikologi Post Partum
a. Perubahan Fisiologis
Ibu dalam masa nifas mengalami perubahan fisiologis.
Setelah keluarnya plasenta, kadar sirkulasi hormon HCG (human
chorionic gonadotropin), human plasental lactogen, estrogen dan
progesteron menurun. Human plasental lactogen akan menghilang
dari peredaran darah ibu dalam 2 hari dan HCG dalam 2 mingu
setelah melahirkan. Kadar estrogen dan progesteron hampir sama
dengan kadar yang ditemukan pada fase follikuler dari siklus
menstruasi berturut-turut sekitar 3 dan 7 hari. Penarikan
polipeptida dan hormon steroid ini mengubah fungsi seluruh
sistem sehingga efek kehamilan berbalik dan wanita dianggap
sedang tidak hamil (Walyani, 2017)

Perubahan- perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu


masa nifas menurut Maritalia (2012) dan Walyani (2017) yaitu:

a. Uterus
Uterus merupakan organ reproduksi interna yang
berongga dan berotot, berbentuk seperti buah alpukat yang
sedikit gepeng dan berukuran sebesar telur ayam. Panjang
uterus sekitar 7-8 cm, lebar sekitar 5-5,5 cm dan tebal sekitar 2,
5 cm. Letak uterus secara fisiologis adalah anteversiofleksio.
Uterus terbagi dari 3 bagian yaitu fundus uteri, korpus uteri,
dan serviks uteri.
Menurut Walyani (2017) uterus berangsur- angsur
menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti
sebelum hamil:
1) Bayi lahir fundus uteri setinggi pusat dengan berat
uterus
1000
2) Akhir kala III persalinan tinggi fundus uteri teraba 2 jari
bawah pusat dengan berat uterus 750 gr.
3) Satu minggu postpartum tinggi fundus uteri teraba
pertengahan pusat dengan simpisis, berat uterus 500
gr. \
4) Dua minggu postpartum tinggi fundus uteri tidak teraba
diatas simpisis dengan berat uterus 350 gram
5) Enam minggu postpartum fundus uteri bertambah kecil
dengan berat uterus 50 gr.
Pemeriksaan uterus meliputi mencatat lokasi, ukuran dan
konsistensi antara lain:
a. Penentuan lokasi uterus

Dilakukan dengan mencatat apakah fundus


berada diatas atau dibawah umbilikus dan apakah
fundus berada digaris tengah abdomen/ bergeser ke
salah satu sisi.

b. Penentuan ukuran uterus

Dilakukan melalui palpasi dan mengukur TFU


pada puncak fundus dengan jumlah lebar jari dari
umbilikus atas atau bawah.
c. Penentuan konsistensi uterus

Ada 2 ciri konsistensi uterus yaitu uterus kerasa teraba


sekeras batu dan uterus lunak.
Gambar 2.1 Tinggi Fundus Uteri\

Sumber : Walyani, 2017


b. Serviks
Serviks merupakan bagian dasar dari uterus yang
bentuknya menyempit sehingga disebut juga sebagai leher
rahim. Serviks menghubungkan uterus dengan saluran vagina
dan sebagai jalan keluarnya janin dan uterus menuju saluran
vagina pada saat persalinan. Segera setelah persalinan, bentuk
serviks akan menganga seperti corong. Hal ini disebabkan oleh
korpus uteri yang berkontraksi sedangkan serviks tidak
berkontraksi. Warna serviks berubah menjadi merah kehitaman
karena mengandung banyak pembuluh darah dengan
konsistensi lunak.
Segera setelah janin dilahirkan, serviks masih dapat
dilewati oleh tangan pemeriksa. Setelah 2 jam persalinan
serviks hanya dapat dilewati oleh 2-3 jari dan setelah 1 minggu
persalinan hanya dapat dilewati oleh 1 jari, setelah 6 minggu
persalinan serviks menutup.
c. Vagina

Vagina merupakan saluran yang menghubungkan


rongga uterus dengan tubuh bagian luar. Dinding depan dan
belakang vagina berdekatan satu sama lain dengan ukuran
panjang ± 6, 5 cm dan ± 9 cm/
Selama proses persalinan vagina mengalami penekanan
serta pereganganan yang sangat besar, terutama pada saat
melahirkan bayi. Beberapa hari pertama sesudah proses
tersebut, vagina tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3
minggu vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae
dalam vagina secara berangsur- angsur akan muncul kembali.
Sesuai dengan fungsinya sebagai bagian lunak dan jalan
lahir dan merupakan saluran yang menghubungkan cavum uteri
dengan tubuh bagian luar, vagina juga berfungsi sebagai
saluran tempat dikeluarkannya sekret yang berasal dari cavum
uteri selama masa nifas yang disebut lochea.
Karakteristik lochea dalam masa nifas adalah sebagai berikut:
1) Lochea rubra/ kruenta

Timbul pada hari 1- 2 postpartum, terdiri dari darah


segar barcampur sisa- sisa selaput ketuban, sel- sel
desidua, sisa- sisa verniks kaseosa, lanugo dan mekoneum.

2) Lochea sanguinolenta

Timbul pada hari ke 3 sampai dengan hari ke 7


postpartum, karakteristik lochea sanguinolenta berupa
darah bercampur lendir.
3) Lochea serosa

Merupakan cairan berwarna agak kuning, timbul


setelah 1 minggu postpartum.
4) Lochea alba

Timbul setelah 2 minggu postpartum dan hanya


merupakan cairan putih (Walyani, 2017)
Normalnya lochea agak berbau amis, kecuali bila
terjadi infeksi pada jalan lahir, baunya akan berubah menjadi
berbau busuk.
d. Vulva

Sama halnya dengan vagina, vulva juga mengalami


penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses
melahirkan bayi. Beberapa hari pertama sesudah proses
melahirkan vulva tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah
3 minggu vulva akan kembali kepada keadaan tidak hamil dan
labia menjadi lebih menonjol.
e. Payudara (mamae)

Setelah pelahiran plasenta, konsentrasi estrogen dan


progesteron menurun, prolactin dilepaskan dan sintesis ASI
dimulai. Suplai darah ke payudara meningkat dan
menyebabkan pembengkakan vascular sementara. Air susu sata
diproduksi disimpan di alveoli dan harus dikeluarkan dengan
efektif dengan cara dihisap oleh bayi untuk pengadaan dan
keberlangsungan laktasi.
ASI yang akan pertama muncul pada awal nifas ASI
adalah ASI yang berwarna kekuningan yang biasa dikenal
dengan sebutan kolostrum. Kolostrum telah terbentuk didalam
tubuh ibu pada usia kehamilan ± 12 minggu.
Perubahan payudara dapat meliputi:
a. Penurunan kadar progesteron secara tepat dengan
peningkatan hormon prolactin setelah persalinan.
b. Kolostrum sudah ada saat persalinan produksi ASI terjadi
pada hari ke 2 atau hari ke 3 setelah persalinan
c. Payudara menjadi besar dan keras sebagai tanda mulainya
proses laktasi (Walyani, 2017)
f. Tanda- tanda vital

Perubahan tanda- tanda vital menurut Maritalia (2012)


dan Walyani (2017) antara lain:
a. Suhu tubuh

Setelah proses persalinan suhu tubuh dapat meningkat


0,5⁰ celcius dari keadaan normal namun tidak lebih dari
38⁰ celcius. Setelah 12 jam persalinan suhu tubuh akan
kembali seperti keadaan semula.
b. Nadi

Setelah proses persalinan selesai frekuensi denyut


nadi dapat sedikit lebih lambat. Pada masa nifas biasanya
denyut nadi akan kembali normal.

c. Tekanan darah

Setelah partus, tekanan darah dapat sedikit lebih


rendah dibandingkan pada saat hamil karena terjadinya
perdarahan pada proses persalinan.
d. Pernafasan

Pada saat partus frekuensi pernapasan akan


meningkat karena kebutuhan oksigen yang tinggi untuk
tenaga ibu meneran/ mengejan dan memepertahankan agar
persediaan oksigen ke janin tetap terpenuhi. Setelah partus
frekuensi pernafasan akan kembali normal.
e. Sistem peredaran darah (Kardiovaskuler)

Denyut jantung, volume dan curah jantung


meningkat segera setelah melahirkan karena terhentinya
aliran darah ke plasenta yang mengakibatkan beban
jantung meningkat yang dapat diatasi dengan
haemokonsentrasi sampai volume darah kembali normal,
dan pembuluh darah kembali ke ukuran semula.
f. Sistem pencernaan
Pada ibu yang melahirkan dengan cara operasi
(section caesarea) biasanya membutuhkan waktu sekitar 1-
3 hari agar fungsi saluran cerna dan nafsu makan dapat
kembali normal. Ibu yang melahirkan secara spontan
biasanya lebih cepat lapar karena telah mengeluarkan
energi yang begitu banyak pada saat proses melahirkan.
Buang air besar biasanya mengalami perubahan pada 1- 3
hari postpartum, hal ini disebabkan terjadinya penurunan
tonus otot selama proses persalinan. Selain itu, enema
sebelum melahirkan, kurang asupan nutrisi dan dehidrasi
serta dugaan ibu terhadap timbulnya rasa nyeri disekitar
anus/ perineum setiap kali akan b.a.b juga mempengaruhi
defekasi secara spontan. Faktor- faktor tersebut sering
menyebabkan timbulnya konstipasi pada ibu nifas dalam
minggu pertama. Kebiasaan defekasi yang teratur perlu
dilatih kembali setelah tonus otot kembali normal.
g. Sistem perkemihan

Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama.


Kemungkinan terdapat spasine sfingter dan edema leher
buli- buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara
kepala janin dan tulang pubis selama persalinan. Urine
dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12-
36 jam sesudah melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan,
kadar hormon estrogen yang bersifat menahan air akan
mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan ini
menyebabkan diuresis. Uterus yang berdilatasi akan
kembali normal dalam tempo 6 minggu.
h. Sistem integument
Perubahan kulit selama kehamilan berupa
hiperpigmentasi pada wajah, leher, mamae, dinding perut
dan beberapa lipatan sendri karena pengaruh hormon akan
menghilang selama masa nifas.
i. Sistem musculoskeletal

Ambulasi pada umumnya dimulai 4- 8 jam


postpartum. Ambulasi dini sangat membantu untuk
mencegah komplikasi dan mempercepat proses involusi.
b. Perubahan Psikologis
Adanya perasaan kehilangan sesuatu secara fisik sesudah
melahirkan akan menjurus pada suatu reaksi perasaan sedih.
Kemurungan dan kesedihan dapat semakin bertambah oleh
karena ketidaknyamanan secara fisik, rasa letih setelah proses
persalinan, stress, kecemasan, adanya ketegangan dalam
keluarga, kurang istirahat karena harus melayani keluarga dan
tamu yang berkunjung untuk melihat bayi atau sikap petugas
yang tidak ramah (Maritalia, 2012).
Minggu- minggu pertama masa nifas merupakan masa
rentan bagi seorang ibu. Pada saat yang sama, ibu baru
(primipara) mungkin frustasi karena merasa tidak kompeten
dalam merawat bayi dan tidak mampu mengontrol situasi.
Semua wanita akan mengalami perubahan ini, namun
penanganan atau mekanisme koping yang dilakukan dari setiap
wanita untuk mengatasinya pasti akan berbeda. Hal ini
dipengaruhi oleh pola asuh dalam keluarga dimana wanita
tersebut dibesarkan, lingkungan, adat istiadat setempat, suku,
bangsa, pendidikan serta pengalaman yang didapat (Maritalia,
2012).
Adaptasi psikologis ibu dalam masa nifas, Fase- fase yang
akan dialami oleh ibu pada masa nifas antara lain adalah sebagai
berikut:
a) Fase Taking In atau tahap tergantungan

Terjadi pada hari 1-2 post partum, perhatian ibu terhadap


kebutuhan dirinya, pasif dan tergantung. Ibu tidak menginginkan
kontak dengan bayinya bukan berarti tidak memperhatikan. Dalam
fase ini yang diperlukan ibu adalah informasi tentang bayinya,
bukan cara merawat bayi.
b) Fase Taking Hold

Fase ini berlangsung sampai kira-kira 10 hari. Ibu


berusaha mandiri dan berinisiatif, perhatian terhadap dirinya
mengatasi tubuhnya, misalnya kelancaran miksi dan defikasi,
melakukan aktefitas duduk, jalan, belajar tentang perawatan diri
dan bayinya, timbul kurang percaya diri sehingga mudah
mengatakan tidak mampu melakukan perawatan. Pada saat ini
sangat dibutuhkan sistem pendukung terutama bagi bagi ibu muda
atau primipara karena pada phase ini seiring dengan terjadinya
post partum blues.
c) Fase Letting Go atau saling ketergantungan

Dimulai sekarang minggu ke 5-6 pasca kelahiran.Tubuh


ibu telah sembuh, secara fisik ibu mampun menerima tanggung
jawab normal dan tidak lagi menerima peran sakit. Kegiatan
seksualnya telah dilakukan kembali.
2.2 Konsep Sectio Caesaria
2.2.1 Pengertian
Sectio caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak
lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus (Oxorn & William, 2010).
Menurut Sugeng (2015) Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan
janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding
depan perut.
Dari beberapa pengertian tentang Sectio caesarea diatas dapat
diambil kesimpulan bahwa Sectio caesarea adalah suatu tindakan
pembedahan yang tujuannya untuk mengeluarkan janin dengan cara
melakukan sayatan pada dinding abdomen dan dinding uterus.

2.2.2 Jenis-Jenis Sectio Caesarea


Menurut Rantaurapat (2015) jenis-jenis sectio caesarea yaitu :
a. Sectio caesarea klasik (corporal) dengan sayatan memanjang pada
korpus uteri kira-kira sepanjang 10cm.
b. Sectio caesarea ismika (profunda) dengan sayatan melintang
konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10cm.
c. Sectio caesarea transperitonialis yang terdiri dari sectio ekstra
peritonelis, yaitu tanda membuka peritoneum parietalis dengan
demikian tidak membuka kavum abdominal. (Sugeng, 2012).

2.2.3 Etiologi
1) Etiologi yang berasal dari ibu

Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua


disertai kelainan letak ada, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi
janin/panggul), ada riwayat kehamilan dan persalinan buruk, plasenta
previa terutama pada primigravida, solutsio plasenta tingkat I-II,
komplikasi kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM) dan
gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri dsb.).
(Nurarif&Hardhi, 2015).
2) Etiologi yang berasal dari janin

Fetal distress atau gawat janin, mal presentasi dan mal posisi
kedudukan janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil,
kegagalan persalinan vakum atau forceps ekstraksi.
(Nurarif&Hardhi, 2015).
2.2.4 Patofisiologi Sectio Caesarea
Sectio caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi
dengan berat diatas 500 gram dengan sayatan pada dinding uterus yang
masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distrosi kepala
panggul, disfungsi uterus, distrosia jaringan lunak, plasenta previa dan
lain-lain untuk ibu. Sedangkan untuk gawat janin yaitu janin besar dan
letak lintang. Setelah dilakukan sectio caesarea ibu akan mengalami
adaptasi post partum. (Rahmawati, 2012).
2.2.5 Resiko Kelahiran Sectio Caesarea
Menurut Rantauprapat (2015) resiko kelahiran dengan sectio caesarea
terdiri dari :
a. Resiko bagi ibu (untuk waktu pendek)

Mual muntah dan menggigil, merasa kehilangan emosi,


gangguan pada sistem pernafasan, kejang-kejang dan pusing.
b. Resiko bagi ibu (untuk waktu panjang)
Komplikasi sistem saraf, sakit pada bagian belakang tubuh
(bisa menahun), kehilangan kontrol untuk buang air kecil maupun air
besar, dan kehilangan sensasi pada bagian perineum (daerah antara
vagina dan anus) (Rahmawati. T, 2012).
c. Resiko bagi bayi
Kekuatan dan kemampuan gerak otot tubuhnya kurang baik
pada jam-jam pertama setelah dilahirkan dan demam karena
mengalami penurunan suhu tubuh.
2.3 Spinal Anestesi
2.3.1 Pengertian Spinal Anastesi
Menurut Mangku (2010), anestesi dan reanimasi adalah cabang ilmu
kedokteran yang mempelajari tatalaksana untuk mematikan rasa. Rasa
nyeri, rasa tidak nyaman pasien, dan rasa lain yang tidak diharapkan.
Anestesiologi adalah ilmu yang mempelajari tatalaksana untuk menjaga
atau mempertahankan hidup pasien selama mengalami “kematian” akibat
obat anestesia (Kusumawati, 2019).
Spinal Anestesi Spinal anestesi adalah prosedur pemberian obat
anestesi untuk menghilangkan rasa sakit pada pasien yang akan menjalani
pembedahan dengan menginjeksikan obat anastesi lokal ke dalam cairan
serebrospinal dalam ruang subarachnoid (Morgan, et al. 2013). Spinal
anestesi dihasilkan bila obat analgesik lokal disuntikkan ke dalam ruang
subarachnoid di antara vertebra lumbal 2 dan lumbal 3, lumbal 3 dan
lumbal 4 atau lumbal 4 dan lumbal 5 (Latief dkk, 2009) (Puspitasari,
2019). Menurut Chestnut et al, 2009, anestesi spinal merupakan teknik
yang sederhana dan dapat diandalkan, mempunyai onset blokade simpatis
yang cepat dan sempurna. Hanya dibutuhkan sejumlah kecil obat anestesi
lokal untuk menghasilkan blokade spinal fungsional sehingga risiko
mengalami toksisitas anestesi lokal sistemik dapat diabaikan. Keunggulan
teknik anestesi spinal menjadikannya teknik anestesi yang paling umum
dilakukan (Y. S. Putri et al., 2016).
2.3.2 Tujuan dan manfaat spinal anastesi
Tujuan anestesi spinal adalah dapat digunakan sebagai prosedur
pembedahan, persalinan, penanganan nyeri akut maupun kronik
(Sjamsuhuidayat & De Jong, 2012).

2.3.3 Indikasi dan kontra indikasi anastesi Spinal


Menurut Keat tahun 2013 indikasi pemberian spinal anestesi yaitu
sebagai prosedur bedah dibawah umbilicus.
Kontraindikasi pemberian anestesi spinal menurut Oyston (2013) adalah
tidak diperkenankan diberikan pada pasien yang mengalami syok
hipovolemik, gangguan fungsi hepar, peningkatan tekanan intracranial,
alergi obat lokal anestesi, sepsis, dan gangguan koagulasi
2.3.4 Fase Anestesi Menurut Mangku & Senapathi (2012)
Ada 3 fase anestesi, meliputi:

a. Fase pre anestesi

Pada tahap pre anestesi, seorang perawat akan menyiapkan


hal-hal yang dibutukan selama operasi. Contoh: pre 13 visit pasien
yang akan melakukan operasi, persiapan pasien, pasien mencukur
area yang akan dilakukan operasi, persiapan catatan rekam medik,
persiapan obat premedikasi yang harus diberikan kepada pasien. 2.
Fase intra anestesi Pada fase intra anestesi, seorang perawat anestesi
akan melakukan monitoring keadaan pasien. Perawat yang menjalani
operasi.
b. Fase pasca anestesi
Pada tahap ini, perawat anestesi membantu pasien dalam menangani
respon-respon yang muncul setelah tindakan anestesi. Respon
tersebut berupa nyeri, mual muntah, pusing, hipotensi, hipotermi
bahkan sampai menggigil (Mubarokah, 2017).
2.4 Mobilisasi Dini
2.4.1 Definisi
Mobilisasi dini adalah suatu pergerakan dan posisi yang akan
melakukan aktifitas atau kegiatan. Mobilisasi merupakan kemampuan
seseorang untuk bergerak dengan bebas dan merupakan faktor yang
menonjol dalam mempercepat pemulihan pasca bedah, mobilisasi dini
merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal
ini esensial untuk mempertahankan kemandirian. Dengan demikian
mobilisasi dini adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini
mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan
fungsi fisiologi. Bahwa mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk
selekas mungkin membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan
membimbing selekas mungkin berjalan (Wirnata, 2019).
Mobilisasi dini post sectio caesarea adalah suatu
pergerakan,posisi atau adanya kegiatan yang dilakukan ibu setelah
beberapa jam melahirkan dengan persalinan caesarea. Untuk mencegah
komplikasi post operasi sectio caesarea ibu harus segera dilakukan
mobilisasi sesuai dengan tahapannya. Oleh karena setelah mengalami
secsio saesarea, seorang ibu disarankan tidak malas untuk bergerak
pasca operasi secsio sesarea, ibu harus mobilisasi cepat. Semakin cepat
bergerak itu semakin baik, namun mobilisasi dini harus tetap dilakukan
secara hati-hati. (Wirnata, 2019).
Mobilisasi dini dapat dilakukan pada kondisi pasien yang
membaik. Pada pasien post operasi secsio caesarea 6 jam pertama
dianjurkan untuk segara menggerakkan anggota tubuhnya. Gerak tubuh
yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan, kaki dan
jarijarinya agar kerja organ pencernaan segara kembali normal. (Kasdu,
2015).
Mobilisasi ibu nifas adalah menggerakkan tubuh dari satu
tempat ke tempat lain yang harus dilakukan secara bertahap dan
langsung setelah melahirkan. Mobilisasi sedini mungkin sangat
dianjurkan, bidan harus menjelaskan kepada ibu tentang tujuan dan
manfaat mobilisasi (Bahiyatun, 2009).
2.4.2 Tujuan Mobilisasi
Menurut Fitriyahsari (2019) tujuan dari mobilisasi adalah untuk
Mempertahankan fungsi tubuh, memperlancar peredaran darah,
membantu pernafasan menjadi lebih baik, Memperlancar eliminasi urin,
mengembalikan aktifimas tertentu, sehingga pasien dapat kembali normal
dan dapat memenuhi. Kebutuhan gerak harian., memberikan kesempatan
perawat dan pasien berinteraksi atau komunikasi.
Menurut Vivian, (2011) Perawatan mobilisasi dini mempunyai
keuntungan, Menglancarkan pengeluaran lokhea, mengurangi infeksi
puerperium, mempercepat involusi uteri, melancarkan fungsi alat
grastrointestinal dan alat kelamin, meningkatkan kelancaran perdaran
darah sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa
metabolisme, kesempatan yang baik untuk mengajar ibu
memelihara/merawat anaknya.
2.4.3 Manfaat Mobilisasi
Menurut Potter & Perry (2012), ada beberapa manfaat yang
dapat diperoleh dari dilakukannya mobilisasi dini pada klien, yaitu:
a. Sistem respiratori
Meningkatkan frekuensi dan kedalaman pernapasan diikuti oleh
laju istirahat kembali lebih cepat juga dapat meningkatkan ventilasi
alveolar (normal 5-6 L/mnt), menurunkan kerja pernapasan,
meningkatkan pengembangan diafragma jika mengubah posisi pasien 2
jam sekali.
b. Sistem kardiovaskuler

Meningkatkan curah jantung, memperbaiki kontraksi miokardial,


menguatkan otot jantung dan menyuplai darah ke jantung dan otot yang
sebelumnya terjadi pengumpulan darah pada bagian ekstermitas,
menurunkan tekanan darah istirahat, serta memperbaiki aliran balik
vena. Jumlah darah yang dipompa oleh jantung (cardiac output) normal
nya adalah 5 L/mnt, dengan melakukan mobilisasi meningkat sampai 30
L/mnt.
c. Sistem metabolik

Meningkatkan laju metabolisme basal dimana apabila pasien


melakukan aktivitas berat maka kecepatan metabolisme dapat
meningkat hingga 20 kali dari kecepatan normal, meningkatkan
penggunaan glukosa dan asam lemak, meningkatkan pemecahan
trigliserida, meningkatkan motilitas lambung, serta meningkatkan
produksi panas tubuh.
d. Menurunkan insiden komplikasi

Mencegah hipotensi/ tekanan darah rendah, otot mengecil,


hilangnya kekuatan otot, konstipasi, meningkatkan kesegaran tubuh, dan
mengurangi tekanan pada kulit yang dapat mengakibatkan kulit menjadi
merah atau bahkan lecet.
e. Sistem musculoskeletal
Memperbaiki tonus otot, meningkatkan mobilisasi sendi,
memperbaiki toleransi otot untuk latihan, mengurangi kehilangan
tulang, meningkatkan toleransi aktivitas dan mengurangi kelemahan
pada pasien.
2.4.4 Tahap-tahap Mobilisasi
Menurut teori Clark Et Al tentang tahapan mobilisasi dini yang
peneliti kutip dari R. Nursaid (2019). R. Pelaksanaan mobilisasi dini
pada ibu post partum Secsio Caesarea terdiri dari:
1) Hari ke 1
a) Berbaring miring kekanan dan kekiri yang dapat dimulai sejak
610 jam setelah ibu sadar.
b) Latihan pernafasan dapat dilakukan ibu sambil tidur terlentang
sedini mungkin setelah sadar. 2) Hari ke 2
c) Ibu dapat duduk 5 menit dan minta untuk bernafas dalam– dalam
lalu menghembuskannya disertai batuk-batuk kecil yang gunanya
untuk melonggarkan pernafasan dan sekaligus menumbuhkan
kepercayaan pada diri ibu bahwa ia mulai pulih.
d) Kemudian posisi tidur terlentang dirubah menjadi setengah duduk.
e) Selanjunya secara berturut-turut, hari demi hari ibu yang sudah
melahirkan dianjurkan belajar duduk selama sehari.

2) Hari ke 3 sampai ke 5
a. Belajar berjalan kemudian berjalan sendiri pada hari setelah
operasi.
b. Mobolisasi secara teratur dan bertahap serta diikuti dengan
istirahat dapat membantu penyembuhan luka.
Sedangkan menurut (Handiani, 2019) prosedur pelaksanaan mobilisasi
terdiri dari :
a. Hari 1 – 4
1) Membentuk lingkaran dan meregangkan telapak tangan

Ibu berbaring di tempat tidur, kemudian bentuk gerak


lingkaran dengan telapak tangan kaki satu demi satu. Gerakan ini
seperti sedang menggambar sebuah lingkaran dengan ibu jari
kaki ke satu arah, lalu kearah lainnya. Kemudian regangkan
masingmasing telapak kaki dengan cara menarik jari- jari kaki
ibu ke arah betis, lalu balikkan ujung telapak kaki kearah
sebaliknya sehingga ibu merasakan otot betisnya berkontraksi.
Lakukan gerakan ini dua atau tiga kali sehari.
2) Bernafas dalam-dalam

Berbaring dan tekukkan kaki sedikit. Tempatkan kedua


tangan ibu di bagian dada atas dan tarik nafas. Arahkan nafas ke
arah tangan ibu, lalu tekanlah dada saat ibu menghembus nafas.
Kemudian tarik nafas sedikit lebih dalam. Tempatkan kedua
tangan diatas tulang rusuk, sehingga ibu dapat merasakan
paruparu mengembang, lalu hembuskan nafas seperti
sebelumnya. Cobalah untuk bernafas lebih dalam sehingga
mencapai perut. hal ini akan merangsang jaringan-jaringan
disekitar bekas luka. Sanggah insisi ibu dengan cara
menempatkan kedua tangan secara lembut diatas daerah tersebut.
Kemudian, tarik dan hembuskan nafas yang lebih dalam lagi
beberapa kali. Ulangi sebanyak tiga atau empat kali (Handiani,
2019).
3) Duduk tegak

Tekuk lutut dan miring kesampin, putar kepala ibu dan


gunakan tangan- tangan ibu untuk membantu dirinya ke posisi
duduk. Saat melakukan gerakan yang pertama, luka akan tertarik
dan terasa sangat tidak nyaman, namun teruslah berusaha dengan
bantuan lengan samapai ibu berhasil duduk. Pertahankan posisi
itu selama beberapa saat. Kemudian, mulailah memindahkan
berat tubuh ke tangan, sehingga ibu dapat menggoyangkan
pinggul kearah belakang. Duduk setegak mungkin dan tarik
nafas dalam- dalam beberapa kali. Luruskan tulang punggung
dengan cara mengangkat tulang-tulang rusuk. Gunakan tangan
ibu untuk menyangga insisi. Cobalah batuk 2 atau 3 kali
(Handiani, 2019).

4) Bangkit dari tempat tidur

Gerakkan tubuh ke posisi duduk. Kemudian gerakkan


kaki pelan-pelan kesisi tempat tidur. Gunakan tangan ibu untuk
mendorong kedepan dan perlahan turunkan telapak kaki ke
lantai. Tekanlah sebuah bantal dengan ketat diatas bekas luka
ibu untuk menyangga. Kemudian cobalah bagian atas tubuh
ibu. Cobalah meluruskan seluruh tubuh lalu luruskan kaki-kaki
ibu (Aliahani, 2019).
5) Berjalan

Dengan bantal tetap tertekan diatas bekas luka,


berjalanlah kedepan. Saat berjalan usahakan kepala tetap tegak,
bernafas lewat mulut. Teruslah berjalan selama beberapa menit
sebelum kembali ke tempat tidur (Handiyani, 2019).
6) Berdiri dan meraih

Duduklah dibagian tepi tempat tidur, angkat tubuh


hingga berdiri. Pertimbangkanlah untuk mengontraksikan
otototot punggung agar dada mengembang dan merenggang,
cobalah untuk mengangkat tubuh, mulai dari pinggang
perlahanlahan, melawan dorongan alamiah untuk
membungkuk, lemaskan tubuh kedepan selama satu menit
(Handiani, 2019).
7) Menarik perut
Berbaringlah ditempat tidur dan kontraksikan otot-otot
dasar pelvis, dan cobalah untuk menarik perut. Perlahan- lahan
letakkan kedua tangan diatas bekas luka dan berkontraksilah
untuk menarik perut menjauhi tangan ibu, lakukan 5 kali
tarikan dan lakukan 2 kali sehari.Saat menyusui tarik perut
sembari menyusui. Kontraksikan otot-otot perut selama
beberapa detik lalu lemaskan.lakukan 5 sampai 10 kali setiap
kali ibu menyusui (Alihani, 2019).
b. Hari 4 – 7
1) Menekuk pelvis

Kontraksikan abdomen dan tekan punggung bagian


bawah ketempat tidur. Jika dilakukan dengan benar pelvis
akan menekuk. Lakukan 4 hingga 8 tekukkan selama 2
detik.

b) Meluncurkan kaki
Berbaring dengan lutut ditekuk dan bernafaslah
secara normal. Lalu luncurkan kaki diatas tempat tidur,
menjauhi tubuh. Seraya mendorong tumit, ulurkan kaki,
sehingga ibu akan merasakan sedikit denyutan disekitar
insisi. Lakukan 4 kali dorongan untuk satu kaki.
c) Sentakan pinggul

Berbaringlah di atas tempat tidur, tekukkan kaki


keatas dan rentangkan kaki yang satu lagi. Lakukan
gerakan menunjuk ke arah jari-jari kaki. Dorong pinggul
pada sisi yang sama dengan kaki yang tertekuk ke arah
bahu,lalu lemaskan. Dorong kaki menjauhi kaki menjauhi
tubuh dengan lurus. Lakuakn 6 hingga 8 pengulangan
untuk masing-masing tubuh.
d) Menggulingkan lutut

Berbaring ditempat tidur, kemudian letakkan


tangan disamping tubuh untuk menjaga keseimbangan.
Perlahan- lahan gerakkan kedua lutut ke satu sisi.
Gerakkan lutut hingga bisa merasakan tubuh ikut berputar.
Lakukan 3 kali ayunan lutut kemasing-masing sisi. Akhiri
dengan meluruskan kaki.
e) Posisi jembatan

Berbaringlah diats tempat tidur dengan kedua lutut


tertekuk. Bentangkan kedua tangan ke bagian samping
untuk keseimbangan. Tekan telapak kaki kebawah dan
perlahan-lahan angkat pinggul dari tempat tidur. Rasakan
tulang tungging terangkat. Lakukan gerakan ini lima kali
sehari.
f) Posisi merangkak

Perlahan-lahan angkat tubuh dengan bertopang


kedua tangan dan kaki diatas tempt tidur. Saat ibu
mempertahankan posisi merangkak tanpa merasa tidak
nyaman sedikitpun ibu dapat menambah beberpa gerakan
dalam rangkaian ini. Tekan tangan dan kaki di tempat tidur
dan cobalah untuk melakukan gerakan yang sama dengan
sentakan pinggul, sehingga pinggul terdorong kearah bahu.
Jika melakukan gerakan ini dengan benar, ibu akan merasa
seolah-olah menggoyang-goyangkan ekor. Lakukan
gerakan ini 5 kali sehari.
2.5 Pengetahuan
2.5.1 Pengertian Pengetahuan
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa
inggris yaitu knowledge. Dalam Ensyclopedia of philosophy dijelaskan
bahwa definisi penetahuan adalah kepercayaan yang benar “ knowledge is
justified true belief”.
Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia atau
seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung,
telinga, rasa dan raba). Pengetahuan merupakan hal yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2010).
Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan
formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan,
dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang
tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu
ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak
berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan
pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, akan
tetapi dapat diperoleh melalui oendidikan non formal. Pengetahuan
tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positf dan aspek
negatif. Kedua aspek ini yang akan enentukan sikap seseorang, semakin
banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan
sikap makin positif terhadap objek tertentu.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut disimpulkan
bahwa pengetahuan merupakan fakta atau informasi yang kita anggap
benar dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap
suatu objek tertentu melalui panca indra manusia.
2.5.2 Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010) tingkat pengetahuan dapat di
klasifikasikan sebagai berikut:
a. Tahu (Know)

Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah


dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat
ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami (Comprehension)

Diartikan sebagai suatu kemampuan


untuk menyelesaikan secara benar tentang objek yang
diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar.
c. Aplikasi (Aplication)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan


materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real
(sebenarnya).
d. Analisis (Analysis)

Suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu


objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Synthesis)

Suatu kemampuan untuk meletakkan atau


menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah
suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang
ada.
f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk


melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau
objek. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan
wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi
yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur
dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkatan di atas.
2.4.5 Faktor- faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu:
a. Usia

Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola


pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin
berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga
pengetahuan yang diperoleh semakin membaik.
b. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam dan diluar sekolah dan
berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses
belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang
tersebut untuk menerima informasi. Pengetahuan sangat erat
kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang
dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin
luas pula pengetahuannya. Namun perlu di tekankan bahwa
seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak
berpengaruh rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak
diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh
pada pendidikan non formal.
c. Pekerjaan

Pengetahuan responden yang bekerja lebih baik bila


dibandingkan dengan pengetahuan ibu yang tidak bekerja.
Semua ini disebabkan karena keluarga yang bekerja di luar
rumah (sektor formal) memiliki akses yang lebih baik terhadap
berbagai informasi
d. Sosial Ekonomi

Tingkat sosial ekonomi terlalu rendah sehingga tidak


begitu memperhatikan pesan-pesan yang disampaikan karena
lebih memikirkan kebutuhan- kebutuhan lain yang lebih
mendesak (Efendi Nasrul, 1998).
e. Informasi

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal


maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek
(immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau
peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia
bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi
pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sehingga sarana
komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio,
surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam
penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa
membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat
mengarahkan opini seseorang.
2.4.6 Kriteria tingkat pengetahuan
Menurut Arikunto 2016 kriteria pengetahuan dibagi Dalam 3
tingkatan dengan acuan sebagai berikut:
F
P = ----- x 100 %
N
P : Presentasi
F : Jumlah skor jawaban benar
N : Jumlah skor maksimal jika semua jawaban benar.
Kemudian dibagi menjadi 3 kategori
1) Pengetahuan Baik : 76 % - 100 %
2) Pengetahuan Cukup : 56 % - 75 %
3) Pengetahuan Kurang : < 56 % (Arikunto S., 2016)
2.5 Kerangka Teori

Faktor Predisposisi
1. Pengetahuan
2. sikap
3. kepercayaan
4. Kepercayaan
5. nilai nilai

Faktor Pemungkin
Mobilisasi Dini Post SC
1. Lingkungan fis ik
2. Fasilitas
3. Sumber Informasi
4. Ketersediaan pelayanan
kesehatan
5. Keterjangkauan
fasilitas kesehatan

Faktor Penguat
1. Dukungan Tokoh
masyarakat
2. Dukungan Petugas
Kesehatan
3. Dukungan Keluarga
4. Peraturan UU

Sumber : Teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo. 2012, Kasdu 2015, Gesiler
2015.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik yang menggunakan
pendekatan Cross Sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari
dinamika korelasi antar faktor-fakor risiko dengan efek, dengan cara
pendekatan, obeservasi atau pengumpulan data yang didapatkan dilakukan
sekaligus pada suatu saat (point time approach).

Hal ini dilakukan dengan pendekatan Cross Sectional yang bertujuan


untuk menganalisis menjadi lebih cepat, praktis dan efisien serta data yang
telah ada dapat dimanfaatkan walaupun terdapat beberapa kelemahan karena
pengamatan sebab dan akibat dilakukan pada saat bersamaan, tanpa urutan
waktu yang lazim, yaitu sebab mendahului akibat (Notoatmodjo, 2018).

Dalam penelitian ini akan mengkaji Hubungan pengetahuan Ibu


Nifas Terhadap Mobilisasi Dini Pada Pasien Post SC Di Ruang Nifas RSUD
Sekarwangi Kabupaten Sukabumi Tahun 2022.

3.2 Kerangka Penelitian


Kerangka penelitian merupakan formula atau simplikasi dari
kerangka teori atau teori-teori yang mendukung penelitian. Oleh sebab itu,
kerangka teori terdiri dari beberapa variabel serta hubungan variabel yang
satu dengan yang lain (Notoatmodjo, 2018).
Variabel Independen Variabel Dependent

Mobilisasi Dini Post


Pengetahuan Ibu
OP SC
Nifas
3.3 Variabel Penelitian
3.3.1 Variabel Independen (Variabel Bebas)
Merupakan variabel yang apabila ia berubah akan
mengakibatkan perubahan pada variable lain (Variabel Dependen)
(Notoatmodjo, 2018). Variabel independen penelitian ini adalah
pengetahuan Ibu Nifas.

3.3.2 Variabel Dependen (Variabel Terikat)


Merupakan variable yang dipengaruhi atau menjadi akibat,
karena adanya variable bebas (Sugiono, 2016). Variabel dependen
penelitian ini adalah Mobilisasi Dini Post SC.

3.4 Definisi Operasional Variabel


Definisi operasional merupakan batasan varibL yang dimaksud, atau
tentang apa yang diukur oleh variable yang bersangkutan, bertujuan ungtuk
mengarahkan pada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel
yang bersangkutan serta pengembangan instrument (alat ukur) (Notoatmodjo,
2018).
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi operasinal Alat Hasi ukur Skala
ukur
1. Pengeta Pengetahuan Ibu Nifa Kuesio Skor penilaian ordinal
huan Pasien Post Operasi ner 1 = Benar
Ibu
Tentang Mobilisasi Dini 0=Salah
Nifas
1. Pengetahuan
Baik: 76 % -
100 %

2. Pengetahuan
Cukup : 56 % -
75 %
3. Pengetahuan
Kurang: < 56
% Arikunto s.
(2016)
2. Mobilisa Mobilisasi dini adalah Kuesio Skor Penilaian: ordinal
si dini suatu pergerakan dan ner 1 = Ya,
Post SC posisi yang akan
0 = Tidak
melakukan aktifitas
atau kegiatan post 1. Hasil

Sectio caesaria. Baik

(Wirnata, dilaksanakan:

2019) > 75 %

2. Cukup
dilaksanakan:
60 - 75 %

3. Kurang
dilaksanakan:
< 60 %

Arikunto s.

(2016)
3.5 Populasi dan Sampel
3.5.1 Populasi
Populasi penelitian adalah keseluruhan objek yang diteliti
(Notoatmodjo, 2018). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Ibu
Nifas 6 jam yang melahirkan secara Sectio Caesarea di RSUD
Sekarwangi Kabupaten Sukabumi tahun 2022. Periode Januari – Juni
sebanyak 543 orang.
3.5.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki


oleh populasi. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan
dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang
di ambil dari populasi itu. Apa yang di pelajari dari sampel,
kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Sampel adalah
sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Untuk itu sampel yang di
ambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili) (Sugiyono.
2019)

Adapun pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan


rumus Slovin yaitu sebagai berikut:

Keterangan :

Jumlah populasi Ibu Nifas Periode Januari-Juni 543 orang. Maka


sampel yang diambil (n) adalah:

𝑛=

𝑛=
𝑛=

𝑛= = 42,5

n = 84,4 dibulatkan jadi 84 responden

Jadi dari 543 Ibu Nifas post SC, yang diambil menjadi sampel
sebanyak 84 orang Oleh karena itu, merujuk pada pernyataan diatas, maka
yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah 84 responden. Teknik
pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Accidental
Sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang menggunakan subjek
penelitian yang kebetulan ada pada saat dilakukan penelitian.
Dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:
1) Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi merupakan syarat untuk penentuan responden
yang masuk kedalam sampel Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu:
a) Ibu Nifas Post SC dengan Anastesi Spinal
b) Pasien post operasi yang bersedia menjadi responden
c) Pasien dalam keadaan sadar (Compos mentis)
2) Kriteria Eksklusi
a) Pasien tidak kooperatif
b) Menolak untuk menjadi responden
3.6 Teknik Pengumpulan Data dan Prosedur Penelitian
3.6.1 Teknik Pengumpulan Data

1) Data Primer

Data yang diperoleh secara langsung dari responden dengan


cara memberikan kuesioner yang berisi pertanyaan yang akan dijawab
oleh responden. Data primer dalam penelitian ini adalah data yang
didapat langsung dari responden dengan cara wawancara dengan
menggunakan kuesioner.

1) Kuisioner Pengetahuan
Instrumen ini untuk mengukur tingkat pengetahuan pasien dengan
menggunakan kuisioner yang terdiri dari 10 pertanyaan dengan setiap
jawaban yang benar dinilai 1 dan jawaban yang salah diberikan nilai 0.
Kuisioner ini mengutip kuisioner penelitian Clara Grace Y.A.S.
(2012).
Selanjutnya presentase dari jawaban diinterprestasikan dalam
kalimat kualitatif dengan acuan sebagai berikut:

P = ----- x 100 %

Keterangan :

P : Persentase
f : Jumlah skor jawaban yang benar
N : Jumlah skor maksimal jika semua jawaban benar.
Kemudian dibagi menjadi 3 kategori

1) Pengetahuan Baik : 76 % - 100 %


2) Pengetahuan Cukup : 56 % - 75 %
3) Pengetahuan Kurang : < 56 % (Arikunto S., 2016)
2) Kuisioner Perilaku Mobilisasi Dini

Instrumen yang digunakan dalam penilaian ini adalah soal


pertanyaan yang diisi oleh responden yang terdiri dari 4 item
yang diisi selama 4 hari sejak hari pertama operasi sesuai
tahapan dalam lembar tersebut. Adapun penilaian ini
berdasarkan tahapan mobilisisasi yang sudah dijelaskan
berdasarkan teori Clark Et Al tentang tahapan mobilisasi dini
yang peneliti kutip dari R. Nursaid (2019). Pilihan jawaban
untuk kuisioner ini terdiri dari 2 pilihan yaitu ya atau tidak.
Setiap pilihan ya di berikan nilai 1 dan setiappilihan tidak diberi
nilai 0. Kemudian skor penilaian sebagai berikut:

P = ----- x 100 %

Keterangan :

P : Persentase

f : Jumlah skor jawaban yang ya

N : Jumlah skor maksimal jika semua jawaban ya

Kemudian dibagi menjadi 3 kategori

1) Baik dilaksanakan : > 75 %

2) Cukup dilaksanakan : 60 - 75 %

3) Kurang dilaksanakan : < 60 % (Arikunto S., 2016)

2) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapatkan dari pihak lain baik
perorangan maupun lembaga tertentu yang sudah diolah. Data
sekunder pada penelitian ini meliputi data-data yang didapatkan dari
buku Register Rumah Sakit dan Register Ruang Nifas.
3.6.2 Prosedur Penelitian
Langkah-langkah yang akan ditempuh oleh penulis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan data, peneliti memberikan informasi mengenai tujuan


dan bagaimana proses berlangsungnya dilakukan penelitian.
2. Setelah responden memahami maksud, tujuan dan proses penelitian,
maka responden diminta menandatangani surat persetujuan (informed
consent) serta bersedia menjadi responden selama penelitian dimulai
sampai dengan berakhirnya penelitian.
3. Data yang dikumpulkan adalah, data primer yang diperoleh langsung
dari subjek penelitian berupa kuesioner, dan data sekunder yang
didapat dari laporan.
3.7 Pengolahan dan Analisis Data
3.7.1 Pengolahan Data
Menurut Notoatmodjo, 2012 proses pengolahan data dapat melalui
tahap-tahap sebagai berikut:

1. Editing, yaitu peneliti melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan


dan kejelasan data yang diperoleh dengan kebutuhan penelitian, hal ini
dilakukan di lapangan sehinga apabila terdapat kesalahan ataupun
meragukan maka akan diperbaiki kembali.
2. Coding, yaitu kegiatan memberi kode terhadap data yang diperoleh
dan sumber data yang telah diperiksa kelengkapannya.
Adapun pemberian scoring dan coding pada penelitian ini sabagai
berikut:

1) Variabel pengetahuan:

• Benar : 1

• Salah : 0
• Pengetahuan baik : 3

• Pengetahuan cukup : 2

• Pengetahuan kurang : 1

2) Variabel perilaku mobilisasi dini

• Ya : 1

• Tidak : 0

• Baik dilaksanakan : 3

• Cukup dilaksanakan : 2

• Kurang dilaksanakan : 1

3. Entry, yaitu data yang sudah diberi kode dimasukan ke dalam


komputer.

4. Cleaning, yaitu kegiatan pengecekan kembali data yang dimasukan


dilakukan bila terdapat kesalahan dalam memasukan data yaitu dengan
melihat distribusi frekuensi dari variabel – variabel yang diteliti
3.7.2 Analisis Data
a. Analisis Univariat
Yaitu analisa yang dilakukan terhadap variabel dan hasil
penelitian dalam analisa ini hanya menggunakan distribusi dan
persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010). Analisa univariat
dalam penelitian ini adalah persentase dari setiap variabel yang
diukur dengan menggunakan rumus:

b. Analisis Bivariat
Analisis Bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua
variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo,
2010). Untuk mengetahui pengaruh antara dua variabel apakah
signifikan atau tidak signifikan yaitu dengan menggunakan uji
korelasional SPSS dengan Software SPSS 21 (AA. Anwar Prabu
Mangkunegara. 2013) dalam uji normalitas data yang didapat,
peneliti melakukan uji normalitas dengan menggunakan uji saphiro
wilk sehingga didapatkan nilai p = 0,000 artinya data tidak
terdistribusi normal. Kemudian peneliti menggunakan uji korelasi
Sperman Rank digunakan mencari hubungan atau untuk menguji
signifikansi hipotesis asosiatif bila masing-masing variabel yang
dihubungkan berbentuk ordinal, dan sumber data antar variabel tidak
harus sama.

3.8 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.8.1 Lokasi Penelitian
Tempat penelitian adalah di RSUD Sekarwangi Kabupaten
Sukabumii

3.8.2 Waktu Penelitian


Waktu yang digunakan pada penelitian ini dimulai pada bulan
Oktober 2022.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad D.Psikologis Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika ; 2012.

Aprina Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Sectio Caesarea di RSUD DR.

H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. jurnal Kesehatan ; 2016

Arikunto. Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rhineka Cipta ;


2010.

Arianti A Efektifitas Edukasi Video Animasi Mobilisasi Dini Dengan Kecepatan

Pemulihan Kemampuan Berjalan Pada Pasien Pasca Pembedahan. Jurnal

Kesehatan ; 2018

Astuti Sri. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Jakarta: Erlangga ; 2015. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan : Laporan Hasil Riset Kesehatan

Dasar (RISKESDAS). Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ; 2018.

DEPKES, Upaya Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu, Di unduh


darihttp://www.kesehatanibu.depkes.go.id/wpcontent/uploads/downloads22
02/08/Factsheet_Upaya-PP-AKI.pdf

Fraser DM, Margaret AC. Myles Buku Ajar Bidan Edisi 14. Jakarta: EGC; 2011.
Green C.J and J.M. Wilkinson. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal & Bayi

Baru Lahir. Jakarta: EGC; 2012.


Handiani. Hubungan Mobilisasi Dini dengan Pemulihan Luka Post Sectio Caesarea
diRumah Sakit Panembahan Senopati Bantul. Yogyakarta ; 2019.

Heri Setiawan Pengaruh Edukasi Mobilisasi Dini Dengan Media Leaflet Terhadap
Penyembuhan Luka Post Sectio Caesarea Di Rs Aura Syifa 2017.from
https://oasis.iik.ac.id:9443/repo/items/show/7079

Hidayat A. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: EGC;
2011

https://www.tiktok.com/@dianalvi6/video/7109098636738415898?
_t=8VCgbw7pC41&_r=1

Ismail. Luka dan Perawatan. (http://www.images.mailmkes.multipy. com diakses


tanggal 8 Februari 2022) ; 2018.

Johnson, R., dan Taylor, W., Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta: EGC; 2015.

Karundeng M. Faktor-Faktor Yang Berperan Meningkatnya Angka Kejadian

Sectio Caesarea Di Rumah Sakit Umum Daerah Liun Kendage Manado, Ejournal
keperawatan (e-Kp), 2014.

Kasdu D. Operasi Caesarea Masalah dan Solusinya. Jakarta : Puspa Swara ; 2015.
Manuaba. Kepanitraan Klinik Obstetri dan Ginekologi Edisi 2. Jakarta: EGC; 2013.

Marni. Asuhan Kebidanan . Yogyakarta: Pustaka Pelajar ; 2012.

Mitayani. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC; 2019. Mochtar R. Sinopsis


Obstetri Jilid 2. Jakarta: EGC; 2018.

Notoatmojo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta;2018.


Ni Luh dkk Perbedaan Pengetahuan Mobilisasi Dini Pada Ibu Post Seksio Sesarea
Sebelum Dan Sesudah Edukasi Dengan Leaflet Studi Dilakukan Di Rumah Sakit
Prima Medika Denpasar Tahun 2021. Jurnal from https://ejournal.poltekkes-
denpasar.ac.id/index.php/JIK/article/view/1550

Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan,

Jakarta:Selemba Medika; 2015.

Oxorn H, William R. Ilmu Kebidanan Patologi & Fisiologi Persalinan.Yogyakarta:


Yayasan Essentia Medica ; 2010.

Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo ; 2014.

Reeder, Martin, dan Koniak-Griffin. Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita,


Bayi dan Keluarga Edisi 18, EGC, Jakarta ; 2012.

Reeder M, Koniak. Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita, Bayi dan Keluarga


Edisi 18. Jakarta: EGC; 2019.

Riyanto, Agus. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha


Medika; 2011

Saleha S. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas.Jakarta: EGC; 2019.

Sarwono P. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka; 2018.

Sastroasmoro S, dan Ismael S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta ;


BinarupaAksara; 2018.

Sulistyawati A. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Yogyakarta : Andi
Offset ; 2015.

Sugiono. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan


R&D). Bandung : Alfabeta ; 2017.

Syaifuddin, Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal ;


2018. (http://wirnursing.co.id diakses tanggal 15 Februari 2022)

Torloni, M.R. Betrán,dkk The Increasing Trend in Caesarean Section Rates: Global,
Regional and National Estimates: 1990-2014, PLoS One. ; 2014.

Varney, Kriebs dan Gegor. Buku Ajar Asuhan kebidanan Edisi 4 Volume : 2.

Jakarta:EGC ; 2014.

Vivian D. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Jakarta: EGC; 2011. Winkjosastro.
Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal ;

2016.(http://wirnursing.co.id diakses tanggal 15 Februari 2022).

Wirnata. Belajar Merawat Di Bangsal Anak. Jakarta: EGC; 2019.

World Health Organization (WHO), Angka Kematian Bayi, WHO, Amerika ; 2012.

World Health Organization(WHO), Angka Kejadian Sectio Caesarea, WHO,

Amerika ; 2014.
LEMBAR KUISIONER TINGKAT PENGETAHUAN

Petunjuk pengisian:

Jawablah pertanyaan berikut dengan memberikan tanda silang (X) pada soal dibawah
ini dengan memilih salah satu jawaban berikut: Salah satu kebutuhan

1. seseorang setelah menjalani operasi yang berguna untuk mempercepat proses


pemulihan fungsi tubuh adalah:
a. Menghindari pergerakan atau perubahan posisi
b. Tidur sebanyak-banyaknya
c. Melakukan mobilisasi dini bertahap
d. Tidak tau
2. Tujuan dilakukannya mobilisasi dini (selekas mungkin bergerak dari tempat
tidur) setelah operasi adalah :
a. Meningkatkan kelancaran peredaran darah
b. Menurunkan berat badan
c. Menjadi alasan agar tidak dimarahi dokter
d. Tidak tau
3. Di bawah ini merupakan tahap-tahap mobilisasi dini:
a. Duduk langsung berjalan
b. Setengah duduk, duduk, berdiri dan berlari
c. Miring kanan kiri, setengah duduk, duduk dan berdiri
d. Tidak tau
4. Menggerakkan lengan, tangan, ujung jari kaki, dan memutar pergelangan
tangan dapat dilakukan setelah:
a. 6 jam setelah operasi
b. 12 jam setelah operasi
c. 1 hari setelah operasi
d. Tidak tau
5. Miring kiri dan kanan dapat dilakukan setelah:
a. 4 – 8 jam setelah operasi
b. 6 - 10 jam setelah operasi
c. 24 jam setelah operasi
d. Tidak tau
6. Belajar duduk dilakukan setelah :
a. 6 – 10 jam setelah operasi
b. 24 jam setelah operasi
c. hari ke 2 setelah operasi
d. Tidak tau
7. Belajar jalan dilakukan setelah:
a. 1 hari setelah operasi
b. hari ke 3 setelah operasi
c. Setelah pulang dari rumah sakit
d. Tidak tau
8. Di bawah ini merupakan manfaat dilakukannya mobilisasi dini KECUALI
a. Rasa sakit tidak terjadi
b. Mengurangi kekakuan otot
c. Perdarahan tidak terjadi
d. Tidak tau
9. Manfaat melakukan mobilisasi dini adalah :
a. Memperlambat proses penyembuhan luka
b. Mencegah terjadinya kontraktur(Kekakuan otot)
c. Memperlambat masa rawat
d. Tidak tau
10. Kerugian bila tidak melaksanakan mobilisasi dini adalah :
a. Terjadi kekakuan otot
b. Terjadinya perdarahan
c. Rasa nyeri berlebihan
d. Tidak tau

Sumber: Clara Grace Y.A.S. (2012)

Tahapan Mobilisasi ya tidak


Hari ke 1) Setelah operasi, pada 6 -10 jam
1 pertama pasca operasi harus tirah
baring dulu. Mobilisasi yang biasa
dilakukan adalah menggerakkan
lengan, tangan, menggerakkan ujung
jari kaki, mengangkat tumit,
menegangkan otot betis serta
menekuk dan menggeser kaki
2) Setelah 24 jam diharuskan untuk
dapat miring ke kiri dan ke kanan
mencegah thrombosis dan trombo
emboli
Hari ke 1) Ibu dapat duduk 5 menit dan minta
2 untuk bernafas dalam– dalam lalu
menghembuskannya disertai batuk-
batuk kecil yang gunanya untuk
melonggarkan pernafasan dan
sekaligus menumbuhkan kepercayaan
pada diri ibu bahwa ia mulai pulih.
2) Kemudian posisi tidur terlentang
dirubah menjadi setengah duduk.
3) Selanjunya secara berturut-turut, hari
demi hari ibu yang sudah melahirkan
dianjurkan belajar duduk selama
sehari.

Hari ke 1) Latihan duduk di tempat tidur


3 dengan kaki menjuntai ke bawah
tempat tidur
2) Latihan turun dari tempat tidur dan
berjalan di sekitar tempat tidur
dengan bantuan atau melakukan
sendiri
Hari ke 1) Latihan berjalan sendiri dapat
4 dilakukan sendiri di sekitar tempat
tidur atau sampai ke kamar mandi
Kunci Jawaban
BUKTI MELIHAT HASIL SIDANG SKRIPSI

PRODI SARJANA KEBIDANAN ALI H JENJANG

FAKULTAS KEBIDANAN STIKES RAJAWALI BANDUNG TA 2021/2022

Nama : Indah Martiastuti Harahap

NPM : 6221533

Prodi : Sarjana Kebidanan Alih Jenjang kelas 2C

NO HARI/TGL NAMA PROGRAM STUDI JUDUL PROPOSAL/HASIL TTD PENGUJI III/Bukti SS


PENYAJI Foto melihat sidang
1 Senin, 07 Sarjana kebidanan Alih Hubungan Faktor Risiko Kehamilan Intan Karlina, S.S.T., M.Keb
Mely Maslihah
Maret 2022 jenjang Dengan Kejadian Preeklampsia Pada Ibu
Bersalin Di Rsud Bandung Kiwari
Tahun 2021
2 Kamis, 10 Lita Fitriawati Sarjana kebidanan Alih Hubunganpola Makan Dengan Erni Hernawati,
Maret 2022 jenjang Kejadian Hipertensi Pada Ibu S.S.T.,M.M.,M.Keb
Hamil Di Pmb Lita Fitriawati
Kota Sukabumi Tahun 2021

3 Kamis, 10 Dewi Ayu Indriani Sarjana kebidanan Alih Faktor-Faktor Yang Intan Karlina, S.S.T., M.Keb
Maret 2022 jenjang Berhubungan Dengan
Kejadian Hipertensi Dalam
Kehamilan Di Rs
Bhayangkara Setukpa
Sukabumi Tahun 2021
4 Kamis, 10 Deti Romdonah Sarjana kebidanan Hubungan Pengetahuan Dan Intan Karlina, S.S.T., M.Keb
Maret 2022 Alih jenjang Dukungan Suami Dengan
Kunjungan Antenatal Care (Anc)
Di Puskesmas Sukahurip
Kabupaten Garut Tahun 2021

5 Rabu, 23 Vicha Arjani Sarjana kebidanan Hubungan Pemberian Makanan Diany Aliansy, S.S.T.,M.Kes
Maret 2022 Alih jenjang Pendamping Air Susu Ibu (Mp-
Asi) Pada Bayi Usia 3-12 Bulan
Dengan Kejadian Diare Di
Wilayah Kerja Puskesmas Baros
Kota Sukabumi

Anda mungkin juga menyukai