Anda di halaman 1dari 108

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF, BERAT

BADAN LAHIR DAN TINGKAT PENDIDIKAN IBU


DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK
USIA 3-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SORONG TIMUR
KOTA SORONG

HASIL PENELITIAN

Disusun oleh:

VIVIN OLIVIA SAIMAN


NIM. 201502130 A

YAYASAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PAPUA (YPMP)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PAPUA
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SORONG
2020
LEMBAR PERSETUJUAN

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF, BERAT BADAN LAHIR DAN


TINGKAT PENDIDIKAN IBU DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA
ANAK USIA 3-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
SORONG TIMUR KOTA SORONG

HASIL PENELITIAN

Disusun oleh :

VIVIN OLIVIA SAIMAN


NIM. 201502130 A

Telah disetujui untuk diseminarkan pada :


Hari, Tanggal :
Jam :
Tempat :

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Ns. Maylar Gurning, S.Kep., M.Kep Ns.,Wahyuni M.P.H, S.Kep.,M.Kes


NIDN. 1214118601 NIDN. 0906069201

Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

Ns. Triani Banna, S.Kep., M.Kep.


NIDN: 1228058702

ii
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PAPUA
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

VIVIN OLIVIA SAIMAN


201502130 A

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF, BERAT BADAN


LAHIRDAN TINGKAT PENDIDIKAN IBU DENGAN KEJADIAN
STUNTINGPADA ANAK USIA 3-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SORONG TIMUR KOTA SORONG
(xiii + 67 Halaman + 20 Tabel + 2 Gambar + 10 Lampiran)

ABSTRAK

Prevalensi stunting di Indonesia secara nasional adalah 27,67%. Persentase


stunting tertinggi pada tahun 2018 adalah di Provinsi Sulawesi Barat (39,7%),
Nusa Tenggara Timur (38,7%), dan Sulawesi Selatan (35,6%) sedangkan
persentase terendah adalah Provinsi DKI Jakarta (20,1%), di Bali (19,7%) dan
Sumatera Selatan (19,3%). Sedangkan untuk dipapua Barat Kasus stunting
mencapai (27,5%). Tujuan Penelitian ini adalah mengetahui hubungan
pemberian ASI eksklusif, berat badan lahir, dan pendidikan ibu dengan
kejadian stunting pada anak usia 3-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Sorong
Timur Kota Sorong.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan
desain penelitian cross sectional. Populasi dalam penelitian ini 35 orang tua
dari balita yang mengalamin stunting di wilayah kerja Puskesmas Sorong
Timur Kota Sorong. Sampel penelitian diambil berdasarkan total sampling
berjumlah 35 responden. Penelitian dilaksanakan pada Tgl 18 September 2020,
uji yang digunakan adalah Chi-square. Dengan menggunakan Pengisian
Kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan pemberian ASI eksklusif p = 0,013 dengan
nilai signifikansi (alpa 0,05) yang berarti ada hubungan pemberian ASI
eksklusif dengan dengan kejadian stunting pada anak. BBL p = 0,191 dengan
nilai signifikansi (alpa 0,05) yang berarti tidak ada hubungan BBL dengan
kejadian stunting pada anak. Pendidikan ibu p = 0,033 dengan nilai signifikansi
(alpa 0,05) yang berarti ada hubungan pendidikan ibu dengan kejadian pada
anak. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan pemberian ASI
eksklusif dan tingkat pendidikan dengan kejadian stunting pada anak di
Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong. Tidak ada hubungan BBL dengan
kejadian stunting pada anak di Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong. Saran
Diharapakan agar dapat meningkatkan penyuluhan-penyuluhan kepada orang
tua terkait cara pencegahan stunting agar dapat mencegah terjadinya stunting.

Kata Kunci : Stunting, Tingkat Pendidikan, BBL, ASI Eksklusif


Jumlah Pustaka : 71 (2010 – 2019)

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil

penelitan ini dengan judul “Hubungan Pemberian Asi Eksklusif, Berat Badan

Lahir dan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 3-5

Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong” hasil penelitian

ini merupakan salah satu syarat untuk lanjut ke tahap skripsi.

Penyusunan hasil penelitian ini, penulis tidak dapat melupakan jasa-jasa dari

pihak yang telah meluangkan waktunya yang sangat berguna untuk memberikan

petunjuk, bimbingan serta nasehat-nasehat yang sangat berguna dalam

penyusunan skripsi ini.

1. Drs. Hendrik Sagrim, M.Si., selaku Ketua Yayasan Pemberdayaan

Masyarakat Papua ( YPMP ).

2. Dr. Marthen Sagrim, S.K.M., M.Kes., selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Papua.

3. Ns. Maylar Gurning, S.Kep., M.Kep., selaku pembimbing utama yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan motivasi, bimbingan, arahan dan

petunjuk dalam membimbing sehingga penulis mampu menyelesaikan hasil

penelitian ini.

4. Ns. Wahyuni M.P., S.Kep., M.Kes., selaku pembimbing pendamping yang

telah memberikan arahan dan petunjuk serta serta memberikan perhatiannya

dalam membimbing sehingga penulis mampu menyelesaikan hasil penelitian

ini.

iv
5. Ns. Inggried Anges Manoppo S.Kep., M.Kep., selaku penguji I yang telah

memberikan saran dan kritikan yang membangun demi kesempurnaan hasil

penelitian ini.

6. Ns. Ivana R. Nasedum, S.Kep., MARS., selaku penguji II yang telah

memberikan saran dan kritikan yang membangun demi kesempurnaan hasil

penelitian ini

7. Hendrik Manggapro, SKM., selaku Kepala Puskesmas Sorong Timur Kota

Sorong yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan

penelitian di Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong.

8. Seluruh responden yang telah bersedia membantu dan meluangkan waktu

dalam pengisian kuesioner dan menjadi sampel dalam penelitian karya tulis

ilmiah ini.

9. Serta kedua orang tua saya Bapa Daud saiman dan Mama Tenti yang tiada

hentinya memberikan semangat dan perhatian dari awal penyusunan tugas

akhir ini.

10. Teman-teman seperjuangan adi, aldy, firdiansyah, ronal, firda, ratna dan kk

novi yang telah memberikan motivasi , saran dan bantuan dalam

menyelesaikan.

11. Serta pihak- pihak lain yang secara langsung maupun tidak langsung turut

dalam penyelesaian hasil penelitian ini dan tidak dapat saya sebutkan satu

persatu.

Semoga ALLAH SWT membalas budi baik yang sama terhadap semua

pihak yang memberikan doa, kesempatan, dukungan, dan bantuan dalam

v
penyusunan hasil penelitian ini. Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini

masih jauh dari sempurna, segala kritik dan saran untuk perbaikan, akhir kata

penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak yang

membutuhkan dan untuk penelitian selanjutnya.

Sorong, ………………..2020

Penulis

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................... ii
ABSTRA.......................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iv
DAFTAR ISI................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL........................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian.................................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian................................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 8
A. Tujuan Umum Tentang Stunting.......................................................... 8
B. Tujuan Umum Tentang Status Gizi Balita............................................ 19
C. Tujuan Umum Tentang Asi Eksklusif.................................................. 29
D. Tujuan Umum Tentang BBL................................................................ 31
E. Tujuan Umum Tentang Pendidikan...................................................... 33
F. Kerangka Teori .................................................................................... 35
G. Kerangka Konsep.................................................................................. 36
H. Definisi Operasional............................................................................. 36
I. Hipotesis Penelitian.............................................................................. 38
BAB III METODE PENELITIAN.............................................................. 39
A. Jenis Dan Desain Penelitan................................................................... 39
B. Tempat Dan Waktu Penelitian.............................................................. 39
C. Populasi Dan Sampel............................................................................ 39
D. Instrument Penelitian............................................................................ 40
E. Metode Pengumpulan Data................................................................... 41

vii
F. Pengolahan Dan Analisa Data.............................................................. 41
G. Etika Penelitian..................................................................................... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................ 44
A. Hasil Penelitian..................................................................................... 44
B. Pembahasan.......................................................................................... 53
BAB V PENUTUP....................................................................................... 45
A. Kesimpulan........................................................................................... 60
B. Saran..................................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karakteristik Status Gizi Balita..................................................... 20

Tabel 2.2 Nilai Median Simpang Baku Rujukan Status Gizi


Berat Badan (kg)............................................................................ 21

Tabel 2.3 Nilai Median Simpang Baku Rujukan Status Gizi


Tinggi Badan (cm)......................................................................... 21

Tabel 2.4 Rumus Perkiraan Berat Badan (BB).............................................. 22

Tabel 2.5 Rumus Perkiraan Tinggi Badan (TB)............................................ 22

Tabel 2.6 Kebutuhan Air Sehari Pada Anak.................................................. 27

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Balita di Puskesmas


Sorong Timur Kota Sorong Tahun 2020....................................... 45

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Anak


diPuskesmas Sorong Timur Kota Sorong Tahun 2020.................. 45

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tb Anak menurut usia


diPuskesmas Sorong Timur Kota Sorong Tahun 2020................. 46

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Berat Badan Sesuai Usia


Balita di Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong Tahun 2020...... 46

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Ibu di Puskesmas


Sorong Timur Kota Sorong Tahun 2020...................................... 47

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Ibu di Puskesmas


Sorong Timur Kota Sorong Tahun 2020....................................... 47

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Ibu di Puskesmas


Sorong Timur Kota Sorong Tahun 2020....................................... 48

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pemberian ASI Eklusif


di Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong Tahun 2020................. 48

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Ibu di Puskesmas


Sorong Timur Kota Sorong Tahun2020........................................ 49

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Berdasarkan BBL di Puskesmas Sorong


Timur Kota Sorong Tahun 2020.................................................... 49

ix
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Stunting di Puskesmas
Sorong Timur Kota Sorong Tahun 2020....................................... 50

Tabel 4.12 Hubungan Pemberian ASI Eklusif Dengan Kejadian Stunting


di Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong Tahun 2020................. 50

Tabel 4.13 Hubungan BBL Dengan Kejadian Stunting di Puskesmas


Sorong Timur Kota Sorong Tahun 2020....................................... 51

Tabel 4.14 Hubungan Pendidikan Ibu Dengan Kejadian Stunting di


Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong Tahun 2020..................... 52

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori.......................................................................... 35


Gambar 2.2 Kerangka Konsep...................................................................... 36

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Penjelasan Penelitian

Lampiran 2 Lembar Persetujuan Sebagai Responden

Lampiran 3 Kuesioner Penelitian Pemberian ASI Eksklusif Dan Observasi

Status Gizi

Lampiran 4 Surat Ijin Pengambilan Data Awal Di Puskesmas Sorong Timur

Kota Sorong

Lampiran 5 Surat Ijin Penelitian Di Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong

Lampiran 6 Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian Dari Puskesms

Remu Kota Soronh

Lampiran 7 Master Tabel

Lampiran 8 Rekapan Kuesioner

Lampiran 9 Uji Statistik

Lampiran 10 Dokumentasi Penelitian

xii
DAFTAR SINGKATAN

ASI : Air Susu Ibu (ASI)

ANC : Ante Natal Care

BAB : Buang Air Besar

BB/TB : Berat Badan per Tinggi Badan

BB/U : Berat Badan Per Umur

BBLR : Berat Badan Lahir Rendah

BCB : Bayi Dengan Cukup Bulan

BKB : Bayi Dengan Kurang Bulan

BLB : Bayi Lebih Bulan

BPSPAM : Badan Peningkatan Dan Penyelenggaraam Sistem Penyediaan Air


Minum

DAK : Dana Alokasi Khusus

HPK : Hari Pertama Kehidupan

Kemenkes RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

KEP : Kekuraugan Energi Protein

MP-ASI : Makanan Pendamping Air Susu Ibu

MGRS : Multicentre Growth Reference Study

PAUD : Pendidikan Anak Usia Dini

PKH : Program Keluarga Harapan

SD : Standar Devisiasi

SDGS : Sustainable Development Goals

SDKI : Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

TB/U : Tinggi Badan Per Umur

WHO : World Health Organization

xiii
xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan dan perkembangan pada masa balita tentunya sangat

pesat, pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup dalam

jumlah dan kualitas yang lebih banyak, karena pada umumnya aktivitas fisik

yang cukup tinggi dan dalam proses belajar. Jika intake zat gizi tidak terpen

uhi maka pertumbuhan akan terganggu (UNICEF, 2013 dalam Bardiati,

2018). Menurut WHO 2010 gambaran gangguan pertumbuhan (stunting)

yaitu suatu kondisi kronis terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi

jangka panjang yang ditandai dengan indeks tinggi badan dibanding umur

(TB/U) dengan batas z-score kurang dari -2 SD (WHO, 2010 dalam Bardiati,

2018).

Pentingnya pemenuhan kebutuhan gizi pada masa ini akan turut

menentukan kualitas tumbuh dan kembang menjadi optimal. Oleh karena

masa ini disebut periode kritis karena kegagalan pertumbuhan yang terjadi

pada periode ini akan mempengaruhi kualitas kesehatan pada masa

mendatang, termasuk kualitas pendidikan (Sumarmi, 2017 dalam Agung dan

Ina, 2017).

Salah satu indikator kualitas pertumbuhan yang tidak optimal adalah

dengan tingginya prevalensi stunting. Stunting atau balita pendek adalah

balita dengan masalah gizi kronik, yang memiliki status gizi berdasarkan

1
panjang atau tinggi badan menurut umur balita jika dibandingkan

dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study)

memiliki nilai z-score kurang dari -2SD dan apa bila nilai z-scorenya kurang

dari-3SD dikategorikan sebagai balita sangat pendek (Kemenkes, 2017a).

Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak

saat anak berusia dua tahun. Permasalahan Stunting merupakan isu baru yang

berdampak buruk terhadap permasalahan gizi diIndonesia karena

mempengaruhi fisik dan fungsional dari tubuh anak serta meningkatnya

angka kesakitan anak, bahkan kejadian stunting tersebut telah menjadi

sorotan WHO untuk segera dituntaskan (Kania, 2015 dalam Sri dkk, 2018).

Tingginya prevalensi stunting pada balita menunjukan terganggunya kualitas

pertumbuhan pada masa emas. Periode 1000 hari kehidupan dimulai sejak

bayi dalam kandungan hingga dua tahun pertama kehidupan (Kavle et al.,

2016 dalam Agung dan Ina, 2017).

Secara global, sekitar 151 juta anak di bawah lima tahun diperkirakan

akan mengalami stunting pada tahun 2013. Pada tahun 2017, sekitar setengah

dari semua anak yang mengalami stunting tinggal di Asia seperti Myanmar

sebesar 35%, Vietnam sebesar 23%, dan Thailand sebesar 16% , dan lebih

dari sepertiga di Afrika (United Nations Children’s Fund, World Health

Organization and World Bank Group, 2018 dalam Agung dan Ina, 2017).

Prevalensi stunting di Indonesia secara nasional tahun 2019 adalah

27,67% berarti angka stunting menalami penurunan dari 30,8% ditahun 2018,

37,2% di tahun 2013, tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%). Persentase
stunting tertinggi pada tahun 2016 adalah di Provinsi Sulawesi Barat (39,7%),

Nusa Tenggara Timur (38,7%), dan Sulawesi Selatan (35,6%) sedangkan

persentase terendah adalah Provinsi DKI Jakarta (20,1%), di Bali (19,7%) dan

Sumatera Selatan (19,3%). Stunting dianggap sebagai masalah kesehatan

masyarakat yang berat bila prevalensi stunting berada pada rentang 30-39

persen. Hal ini menunjukan bahwa stunting merupakan permasalahan

kesehatan masyarakat di Indonesia hingga saat ini (National Institute of

Health Research and Development of Ministry of Health of the Republic of

Indonesia, 2019 dalam Agung dan Ina, 2017).

Banyak faktor yang menyebabkan tingginya kejadian stunting pada

anak adalah riwayat pemberian ASI, berat badan anak dan pendidikan ibu.

Penyebab stunting pada balita salah satunya yaitu asupan makanan yang tidak

seimbang. Asupan makanan yang tidak seimbang termasuk dalam pemberian

ASI eksklusif yang tidak diberikan selama 6 bulan (Fitri, 2018 dalam Anita

dkk, 2020).

Penelitian yang dilakukan oleh Arifin dkk (2012) menyebutkan bahwah

ada sebanyak 38 (76%) balita dengan ASI tidak eksklusif menderita stunting,

sedangkan yang tidak menderita stunting sebanyak 76 (46%). Hasil uji

statistik di peroleh p value = 0,0001, maka dapat disimpulkan terdapat

hubungan antara pemberian ASI dengan kejadian stunting.

BBLR merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kejadian

stunting pada balita (Mardani dkk, 2015). Bayi dengan BBLR mempunyai

risiko kematian, keterlambatan perkembangan dan pertumbuhan lebih besar


dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan normal (Rajashree

dkk, 2015). Selain itu, individu yang lahir BBLR cenderung lebih rentan

terhadap penyakit terutama infeksi serta gangguan perkembangan kognitif.

BBLR merupakan salah satu faktor risiko yang paling menonjol untuk

kejadian stunting (Aryastami et al., 2017). Anak yang lahir dengan BBLR

memiliki potensi untuk mengalami stunting lebih tinggi dibandingkan dengan

anak yang lahir dengan berat badan normal (Proverawati & Ismawati, 2010).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Atikah Rahayu (2015)

didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat

status BBLR (nilai p = 0,015) dengan stunting pada anak balita. Anak dengan

BBLR memiliki risiko 5,87 kali untuk mengalami stunting. Riwayat BBLR

memiliki peranan penting dalam kejadian stunting anak balita di wilayah

Puskesmas Sungai Karias, Hulu Sungai Utara.

Tingkat pendidikan orang tua akan berpengaruh terhadap pengetahuan

orang tua terkait gizi dan pola pengasuh anak, dimana pola asuh yang tidak

tepat akan meningkatkan risiko terjadinya stunting. Tingkat pendidikan

memengaruhi seseorang dalam menerima informasi. Orang dengan tingkat

pendidikan yang baik akan lebih mudah dalam menerima informasi dari pada

orang dengan tingkat pendidikan yang kurang. Informasi tersebut dijadikan

sebagai bekal ibu untuk mengasuh balitanya dalam kehidupan sehari-hari

(Ni’mah, 2016).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahayu, dan

Khairiyati (2014), diwilayah Puskesmas Cempakan Banjar baru tahun 2013


bahwa pendidikan Ibu yang rendah mempengaruhi terjadinya stunting pada

anak yaitu 84.6% sedangkan pendidikan ibu yang tinggi tidak menyebabkan

stunting pada anak yaitu 52.2%.

Tingkat pendidikan ibu biasanya mempengaruhi pengetahuan ibu

tentang gizi balita. Dimana semakin tinggi pendidikan maka akan mudah

menyerap informasi-informasi tentang kesehatan contohnya pengetahuan gizi

(Rahayu, dan Laily Khairiyati, 2014).

Berdasarkan survey awal peneliti yang dilakukan di Puskesmas Sorong

Timur Kota Sorong, berdasarkan data Puskesmas terdapat 35 balita yang

mengalami stunting. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Hubungan pemberian ASI eksklusif, berat badan lahir,

dan pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada anak usia 3-5 tahun di

wilayah kerja Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka yang menjadi rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah adakah hubungan pemberian ASI eksklusif, berat badan

lahir, dan pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada anak usia 3-5 tahun

di wilayah kerja Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Tujuan umum penelitian untuk mengetahui hubungan pemberian

ASI eksklusif, berat badan lahir, dan pendidikan ibu dengan kejadian
stunting pada anak usia 3-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Sorong

Timur Kota Sorong.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian

stunting pada anak usia 3-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas

Sorong Timur Kota Sorong.

b. Mengetahui hubungan berat badan lahir dengan kejadian stunting

pada anak usia 3-5 tahun di wilayah Puskesmas Sorong Timur Kota

Sorong.

c. Mengetahui hubungan pendidikan dengan kejadian stunting pada

anak usia 3-5 tahun di wilayah Puskesmas Sorong Timur Kota

Sorong.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat ilmiah

Menambah wacana pengetahuan dan sebagai bahan referensi bagi

peneliti lain yang akan melakukan penelitian sejenis berkaitan dengan

hubungan pemberian ASI ekslusif, berat badan lahir, dan pendidikan ibu

dengan kejadian stunting pada anak usia 3-5 tahun di wilayah kerja

Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong.

Penelitian ini dapat dijadikan tambahan referensi untuk

memperluas wawasan pengetahuan bagi mahasiswa dan mahasiswi

STIKES Papua khususnya program studi Ilmu Keperawatan.

2. Manfaat praktis
Penelitian ini digunakan sebagai tugas akhir dan menambah

pengalaman penelitian, menambah pengetahuan penulis tentang

hubungan pemberian ASI eksklusif, berat badan lahir, dan

pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada anak usia 3-5 tahun di

wilayah kerja Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Stunting

1. Pengertian Stunting

Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang

atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur.Kondisi

ini diukur dengan panjang dan tinggi badan yang lebih dari minus dua

standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari WHO. Balita

stunting merupakan masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak

faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada

bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita stunting di masa

mendatang akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan

fisik dan kognitif yang optimal (Kemenkes, 2018a).

2. Klasifikasi Stunting

Penilaian status gizi balita yang paling sering dilakukan adalah

dengan cara penilaian antropometri. Secara umum antropometri

berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan

komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

Antropometri digunakan untuk melihat ketidak seimbangan asupan

protein dan energy (Kemenkes, 2018b).

Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat

badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat

badan menurut tinggi badan (BB/TB) yang dinyatakan dengan standar

8
deviasi unit (Z-score). Untuk mengetahui balita stunting atau tidak indeks

yang digunakan adalah indeks panjang badan/tinggi badan menurut

umur. Tinggi badan merupakan parameter antropometri yang

menggambarkan keadaan pertumbuhan tulang. Tinggi badan menurut

umur adalah ukuran dari pertumbuhan linear yang dicapai, dapat

digunakan sebagai indeks status gizi atau kesehatan masa lampau

(Riskesdas 2011).

3. Penyebab Stunting

Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya

disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun

anak balita. Intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi

pervalensi stunting oleh karenanya perlu dilakukan pada 1.000 Hari

Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita. Secara lebih detail, beberapa

faktor yang menjadi penyebab stunting dapat digambarkan sebagai

berikut tim nasional percepatan penanggulangan kemiskinan (TNP2K,

2017 dalam Utari, 2018) :

a. Praktek pengasuhan yang kurang baik

Termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan

gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan.

Beberapa fakta dan informasi yang ada menunjukkan bahwa 60%

dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI)

secara eksklusif, dan 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima

makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI). MP-ASI


diberikan/mulai diperkenalkan ketika balita berusia diatas 6 bulan.

Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi,

MP-ASI juga dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang

tidak lagi dapat disokong oleh ASI, serta membentuk daya tahan

tubuh dan perkembangan sistem imunologis anak terhadap makanan

maupun minuman.

b. Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC (ante

natal care) pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan

Post natal care dan pembelajaran dini yang berkualitas.

Informasi yang dikumpulkan dari publikasi Kemenkes dan Bank

Dunia menyatakan bahwa tingkat kehadiran anak di Posyandu

semakin menurun dari 79% di 2007 menjadi 64% di 2013 dan anak

belum mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi. Fakta

lain adalah 2 dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi sumplemen zat

besi yang memadai serta masih terbatasnya akses ke layanan

pembelajaran dini yang berkualitas (baru 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun

belum terdaftar di layanan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini).

c. Masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi

Hal ini dikarenakan harga makanan bergizi di Indonesia masih

tergolong mahal. Menurut beberapa sumber (Riskesdas 2013, SDKI

2012, Susenas), komoditas makanan di Jakarta 94% lebih mahal

dibanding dengan di New Delhi, India. Harga buah dan sayuran di

Indonesia lebih mahal dari pada di Singapura. Terbatasnya akses ke


makanan bergizi di Indonesia juga dicatat telah berkontribusi pada 1

dari 3 ibu hamil yang mengalami anemia.

4. Dampak stunting

Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah stunting

tersebut, dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak,

kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme

dalam tubuh. Sedangkan dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat

ditimbulkan adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi

belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan risiko

tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung

dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua, serta

kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada rendahnya

produktivitas ekonomi (Kemenkes, 2017a).

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi stunting

Faktor yang dapat mempengaruhi stunting di antaranya united

nations children’s fun (Unicef Framework, 2017 dalam Ridha, 2018):

a. Faktor Individu

1) Asupan zat gizi kurang

Masalah gizi yang dapat terjadi pada balita adalah tidak

seimbangnya antara jumlah asupan makan atau zat gizi yang

diperoleh dan makanan dengan kebutuhan gizi yang dianjurkan

pada balita misalnya Kekuraugan Energi Protein (KEP)

(Puspasari, 2017 dalam Ridha, 2018).


2) Infeksi penyakit

Kejadian infeksi merupakan suatu gejala klinis suatu

penyakit pada anak yang akan mempengaruhi pada penurunan

napsu makan anak, sehingga asupan makanan anak akan

berkurang. Apabila terjadi penurunan asupan makan dalam

waktu yang lama dan disertai kondisi muntah dan diare, maka

anak akan mengalami zat gizi dan cairan yang kurang. Hal ini

akan berdampak pada penurunan berat badan anak yang semula

memiliki status gizi yang baik sebelum mengalami penyakit

inteksi menjadi status gizi kurang. Apabila kondisi tersebut tidak

diatasi dengan baik maka anak akan mengalami gizi buruk

(Yustianingrum, 2017 dalam Ridha, 2018).

Kejadian penyakit infeksi yang berulang tidak hanya

berakibat pada menurunnya berat badan atau rendahnya nilai

indikator berat badan menurut umur, tetapi juga akan berdampak

pada indikator tinggi badan menurut umur (Welasasih, 2010

dalam Ridha, 2018).

3) Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Berat badan lahir dikategorikan menjadi BBLR dan

normal sedangkan panjang badan lahir dikategorikan pendek

dan normal. Balita masuk dalam kategori BBLR (Berat Badan

Lahir Rendah), jika balita tersebut memiliki berat badan lahir

kurang dari 2500 gram sedangkan kategori panjang badan lahir


kategori pendek jika balita memiliki panjang badan lahir kurang

dari 48 cm (Ngaisyah, 2016 dalam Ridha, 2018).

b. Faktor Pengasuh Orang Tua

1) Pengetahuan dan sikap

Pengetahuan pengasuh tentang gizi yang kurang dalam

kehidupan sehari-hari dapat menimbulkan masalah gizi pada

anak. Tingkat pengetahuan gizi seseorang akan sangat

berpengaruh terhadap sikap dan tindakan dalam memilih

makanan yang akan berpengaruh terhadap gizi. Pengetahuan

tentang gizi orang tua terutama ibu sangat berpengaruh terhadap

tingkat kecukupan gizi yang diperoleh oleh balita. Pengetahuan

gizi ibu yang baik akan meyakinkan ibu untuk memberikan

tindakan yang tepat untuk memenuhi kebutuhan gizi balita,

terutama yang berkaitan dengan kandungan zat-zat dalam

makanan, menjaga kebersihan makanan, waktu pemberian

makan dan lain-lain, sehingga pengetahuan yang baik akan

membantu ibu atau orang tua dalam menentukan pilihan kualitas

dan kuantitas makanan (Rahmatillah, 2018 dalam Ridha, 2018).

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang terhadap

suatu stimulus atau objek. Sikap ibu merupakan faktor yang

tidak langsung dapat mempengaruhi status gizi balita

(Rahmatillah, 2018 dalam Ridha, 2018).


2) Ketahanan pangan

Akses pangan untuk memenenuhi kebutulan gizi

dipengaruhi oleh pendapatan yang rendah. Upaya peningkatan

pendapatan maupun kemampuan daya beli pada kelompok

tergolong rentan pangan merupakan kunci untuk menigkatkan

akses terhadap pangan (Jayarni, 2018 dalam Ridha, 2018).

3) Pola asuh

Pola asuh anak merupakan perilaku yang dilakukan oleh

pengasuh anak dalam pemberian makan, pemeliharaan

kesehatan, pemberian stimulasi serta dukungan emosional yang

dibutuhkan anak untuk proses tumbuh kembangnya. Kasih

sayang dan tanggung jawab orang tua juga termasuk pola asuh

anak (Asrar, 2009 dalam Ridha, 2018).

c. Faktor Lingkungan

1) Pelayanan kesehatan

Pelayanan kesehatan yang baik pada balita akan

meningkatkan kualitas pertumbuhan dan perkembangan balita,

baik pelayanan kesehatan ketika sehat maupun saat dalam

kondisi sakit. Pelayanan kesehatan anak balita merupakan

pelayanan kesehatan bagi anak berumur 12-59 bulan yang

memperoleh pelayanan sesuai standar, meliputi pemantauan

pertumbuhan minimal 8 kali setahun, pemantauan


perkembangan minimal 2 kali setahun, pemberian vitamin A 2

kali setahun (Kemenkes, 2016a).

Keaktifan balita ke posyandu sangat besar pengaruhnya

terhadap pemantauan status gizi. Kehadiran balita ke posyaudu

menjadi indikator terjangkaunya pelayanan kesehatan pada

balita, karena balita akan mendapatkan penimbangan berat

badan, pemeriksaan kesehatan jika terjadi masalah, pemberian

makan tambahan dan penyuluhan gizi serta mendapat imunisasi

dan program kesehatan lain seperti vitamin A dan kapsul

yodium. Balita yang mendapatkan program kesehatan dasar

maka diharapkan pertumbuhan dan perkembangannya terpantau,

karena pada masa balita terjadi rawan/rentan terhadap infeksi

dan rentan terkena penyakit gizi. Anak yang sehat bukan karena

anak semakin gemuk tetapi anak yang juga mengalami kenaikan

karena pertambahan tinggi (Welasasih, 2010 dalam Ridha,

2018).

2) Sanitasi lingkungan

Akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi yang buruk

dapat meningkatkan kejadian indeksi yang dapat membuat

energi untuk pertumbuhan teralihkan kepada tubuh perlawanan

tubuh menghadapi infeksi, gizi sulit diserap oleh tubuh dan

terhambatnya pertumbuhan (Kemenkes, 2016a). Faktor sanitasi

dan kebersihan lingkungan berpengaruh pada tumbuh kembang


anak, karena pada usia anak-anak rentan terhadap berbagai

infeksi dan penyakit. Paparan terus menerus terhadap kotoran

manusia dan binatang dapat menyebabkan infeksi bakteri kronis,

infeksi tersebut disebabkan oleh praktik sanitasi dan kebersihan

yang kurang baik yang membuat gizi sulit diserap oleh tubuh.

Salah satu pemicu gangguan saluran pencernaan yaitu sanitasi

dan kebersihan lingkungan yang rendah (MCA, 2013 dalam

Urari, 2018).

6. Upaya Pencegahan Stunting

Rekomendasi rencana aksi Intervensi Stunting diusulkan menjadi 5

pilar utama dengan penjelasan sebagai berikut (TNP2K, 2017 dalam

Utari, 2017) :

a. Pilar 1: Komitmen dan visi pimpinan tertinggi negara

Pada pilar ini, dibutuhkan Komitmen dari Presiden/Wakil

Presiden untuk mengarahkan Intervensi Stunting baik di pusat

maupun daerah. Selain itu, diperlukan juga adanya penetapan

strategi dan kebijakan, serta target nasional maupun daerah (baik

provinsi maupun kab/kota) dan memanfaatkan Sekretariat

Sustainable Development Goals (SDGS) dan Sekretariat TNP2K

sebagai lembaga koordinasi dan pengendalian program program

terkait Intervensi Stunting.


b. Pilar 2: Kampanye nasional berfokus pada peningkatan pemahaman,

Perubahan Perilaku, Komitmen Politik dan Akun tabilitas

Berdasarkan pengalaman dan bukti internasional terkait program

program yang dapat secara efektif mengurangi pervalensi stunting,

salah satu strategi utama yang perlu segera dilaksanakan adalah

melalui kampanye secara nasional baik melalui media masa, maupun

melalui komunikasi kepada keluarga serta advokasi secara

berkelanjutan.

c. Pilar 3: konvergensi, koordinasi, dan konsolidasi program nasional,

daerah, dan masyarakat

Pilar ini bertujuan untuk memperkuat konvergensi, koordinasi,

dan konsolidasi, serta memperluas cakupan program yang dilakukan

oleh Kementerian/Lembaga (K/L) terkait. Di samping itu,

dibutuhkan perbaikan kualitas dari layanan program yang ada

(Puskesmas, Posyandu, PAUD, BPSPAM, PKH dll) terutama dalam

memberikan dukungan kepada ibu hamil, ibu menyusui dan balita

pada 1.000 HPK serta pemberian insentif dari kinerja program

Intervensi Stunting di wilayah sasaran yang berhasil menurunkan

angka stunting di wilayahnya. Terakhir, pilar ini juga dapat

dilakukan dengan memaksimalkan pemanfaatan Dana Alokasi

Khusus (DAK) dan Dana Desa untuk mengarahkan pengeluaran

tingkat daerah ke intervensi prioritas Intervensi Stunting.


d. Pilar 4: mendorong kebijakan “food nutritional security”. Pilar ini

berfokus untuk :

1) mendorong kebijakan yang memastikan akses pangan bergizi,

khususnya di daerah dengan kasus stunting tinggi,

2) Melaksanakan rencana fortifikasi bio-energi, makanan dan

pupuk yang komprehensif,

3) Pengurangan kontaminasi pangan,

4) Melaksanakan program pemberian makanan tambahan,

5) Mengupayakan investasi melalui Kemitraan dengan dunia

usaha, dana desa, dan lain-lain dalam infrastruktur pasar pangan

baik ditingkat urban maupun rural.

e. Pilar 5: pemantauan dan evaluasi

Pilar yang terakhir ini mencakup pemantauan exposure

terhadap kampanye nasional, pemahaman serta perubahan perilaku

sebagai hasil kampanye nasional stunting, pemantauan dan evaluasi

secara berkala untuk memastikan pemberian dan kualitas dari

layanan program Intervensi Stunting, pengukuran dan publikasi

secara berkala hasil Intervensi Stunting dan perkembangan anak

setiap tahun untuk akuntabilitas, Result-based planning and

budgeting (penganggaran dan perencanaan berbasis hasil) program

pusat dan daerah, dan pengendalian program-program Intervensi

Stunting.
B. Tinjauan Umum Tentang Status Gizi Balita

1. Definisi status gizi

Status gizi adalah keadaan pada tubuh manusia yang merupakan

dampak dari makanan dan penggunaan zat gizi yang dikonsumsi

seseorang. Status gizi merupakan indikator yang menggambarkan kondisi

kesehatan dipengaruhi oleh asupan serta pemanfaatan zat gizi dalam

tubuh. Asupan energi yang masuk ke dalam tubuh diperoleh dari

makanan yang dikonsumsi sedangkan pengeluaran energi digunakan

untuk metabolisme basal, aktivitas fisik dan efek termik makanan.

Keseimbangan antara pemasukan energi dan pengeluarannya akan

menciptakan status gizi normal. Apabila keadaan tersebut tidak terjadi

maka dapat menimbulkan masalah gizi baik masalah gizi kurang dan

masalah gizi lebih (Puspasari, 2017 dalam Ridha, 2018).

Berdasarkan (Kemenkes, 2016b), status gizi balita dinilai menjadi

tiga indeks, yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan

menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), BB/U

adalah berat badan anak yang dicapai pada umur tertentu, TB/U adalah

tinggi badan yang dicapai pada umur tertentu, BB/TB adalah berat badan

anak dibandingkan dengan tinggi badan yang dicapai. Ketiga nilai indeks

tersebut dibandingkan dengan baku pertumbuhan WHO, z-score

merupakan simpangan BB atau TB dan nilai BB atau TB normal.


2. Penilaian status gizi pada balita

Status gizi anak diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan

tinggi badan (TB). Berat badan anak balita ditimbang menggunakan

timbangan digital yaug memiliki presisi 0,1 kg, panjang atau tinggi badan

diukur dengan menggunakan alat ukur panjang/tinggi dengan presisi 0,1

cm. Variabel BB dan TB anak balita disajikan dalam bentuk tiga indeks

antropometri, yaitu BB/U, TB/U, dan BB/TB (Riskesdas. 2013).

Penilaian status gizi dibagi menjadi dua, yaitu penilaian status gizi secara

langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung.

a. Penilaian status gizi secara langsung (Arisman, 2009 dalam Ridha,

2018):

1) Antropometri

Antropometri digunakan untuk mengukur status gizi dan

berbagai ketidak seimbangan antara asupan protein dan energi.

Antropometri merupakan indikator status gizi yang dilakukan

dengan mengukur beberapa parameter, antara lain: umur, berat

badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar

dada, lingkar pinggul, dan tebal lemak di bawah kulit.

Tabel 2.1
Kategori Status Gizi balita (Kemenkes, 2017b)

Indikator Status Gizi Z-Score


BB/Umur Gizi Lebih >2,0 SD
Gizi Baik -2,0 SD s/d 2,0 SD
Gizi Kurang -3,0 SD s/d< -2,0 SD
Gizi Buruk < -3,0 SD
Tinggi >2,0 SD
TB/Umur Normal < -2,0 SD s/d 2,0 SD
Pendek -3,0 SD s/d < -2,0 SD
Sangat Pendek < -3,0 SD
BB/TB Gemuk >2,0 SD
Normal -2,0 SD s/d 2,0 SD
Kurus -3,0 SD s/d < -2,0 SD
Sangat Kurus < -3,0 SD

Tabel 2.2
Nilai Median Simpang Baku Rujukan Status Gizi
Berat Badan (Kg) (Kemenkes, 2017b)

Berat Badan (Kg)


Usia  -3 -2 2
-1 SD Median 1 SD  3 SD
SD SD  SD 
0 - 60  8,8 9,8 11, 0 12,4 13,9 15,5 17,5
Bulan Kg Kg  Kg  Kg  Kg  Kg  Kg 

Tabel 2.3
Nilai Median Simpang Baku Rujukan Status Gizi
Tinggi Badan (cm) (Kemenkes, 2017b)

Tinggi Badan (cm)


Usia  -3 -2 2
-1 SD Median 1 SD  3 SD
SD SD  SD 
0 - 60  78,6 81,7 84,9 88,0 91,1 94,2 97,3
Bulan cm cm  cm  Cm cm cm cm 

a) Umur

Faktor umur sangat penting dalam peneutuan status

gizi.

b) Berat badan

Berat badan merupakan salah sam parameter yang

memberikan ganibaran niasa tubuh.


Tabel 2.4
Rumus Perkiraan Berat Badan (Kemenkes, 2017b)

Usia Tinggi Badan (cm)


Lahir 3,25
1-12 bulan [ Usia (bulan) + 9 ] : 2
1-6 tahun [ Usia (tahun) X 2 + 8 ]
6-12 tahun [ Usia (tahun) X 7 – 5 ]

c) Tinggi badan

Tinggi badan merupakan indikator umum ukuran

tubuh dan panjang tulang. Tinggi badan diukur dalam

keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki, kedua tangan

merapat ke badan, punggung dan bokong menempel pada

dinding, dan pandangan arah ke depan. Kedua lengan

tergantung relaks di samping badan.

Tabel 2.5
Rumus Perkiraan Tinggi Badan (Kemenkes, 2017b)

Usia Tinggi Badan (cm)


Lahir 50
-1 tahun 75
2-12 tahun Usia (tahun) X 6 + 77

d) Lingkar Kepala

Pengukuran lingkar kepala merupakan prosedur baku

dibagian anak yang digunakan untuk meneutukan

kemungkinan adanya keadaan patologis yang berupa

pembesaran (hidrosefalus) dan pengecilan (mikrosefalus).


Lingkar kepala berhubungan dengan ukuran otak, dan

dalam skala kecil, ketebalan kulit kepala, serta tulang

tengkorak.

e) Lingkar dada

Pertumbuhan lingkar dada pesat sampai anak berusia

3 tahun. Rasio lingkar kepala dan dada dapat digunakan

sebagai indikator KEP (kurang energi dan protein) pada

balita. Pada usia enam bulan lingkar dada dan kepala sama.

Pada umur berikutnya lingkar kepala tumbuh lebih lambat

dari pada lingkar dada. Pada anak yang KEP terjadi

pertumbuhan dada yang lambat sehingga rasio lingkar dada

dan kepala < 1 (Departemen Gizi dan Kesehatan

Masyarakat, 2010). Alat yang digunakan untuk pengukuran

lingkar dada sama dengan pengukuran lingkar kepala, dan

dibaca sampai 0,1cm.

f) Lingkar lengan

Selama tahun pertama kehidupan, pertambahan otot

dan lemak di lengan berlangsung cepat. Pada anak berusia 5

tahun, pertumbuhan nyaris hampir tidak terjadi dan ukuran

lengan tetap konstan diangka 16 cm. Apabila anak

mengalami malnutrisi, otot akan mengecil, lemak menipis,

dan ukuran lingkar lengan akan susut. Pengukuran lingkar

lengan berguna untuk mendeteksi malnutrisi anak balita


terutama bila usia yang tepat tidak diketahui dan alat

timbang tidak ada.

2) Pemeriksaan klinis

Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan fisik secara

keseluruhan termasuk riwayat kesehatan. Pemeriksaan klinis

yang mencakup bagian tubuh yaitu kulit, gigi, gusi, bibir, lidah,

mata dan alat kelamin (khusus lelaki).

3) Biokimia

Pengukuran biokimia merupakan pemeriksaan spesimen

yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai

jaringan tubuh. Pemeriksaan biokimia dibutuhkan spesimen

yang akan diuji, antara lain darah, urin, tinja, dan jaringan tubuh

(hati, otot, tulang, rambut, kuku, dan lemak bawah kulit) (Gizi &

Kesehatan Masyarakat, 2010).

4) Biofisik

Metode biofisik merupakan penentuan status gizi

berdasarkan kemampuan fungsi dari jaringan dan perubahan

struktur jaringan (Gizi & Kesehatan Masyarakat, 2010).

b. Penilaian status gizi secara tidak langsung (Kemenkes, 2016b) :

1) Survei konsumsi gizi

Survei konsumsi Makanan adalah metode penentuan status

gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat
gizi yang dikonsumsi. Survei tersebut dapat mengidentifikasikan

kelebihan dan kekuraugan zat gizi.

2) Statistik vital

Pengumpulan status gizi dengan statistik vital adalah dengan

menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka

kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian

akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubuugan

dengan gizi.

3) Faktor ekologi

Pengukuran faktor ekologi sangat penting untuk mengetahui

penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk

melakukan program intervensi gizi. Malnutrisi merupakan

masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik,

biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan sangat

tergantung dan keadaan ekologi seperti iklim, tanah, dan irigasi.

3. Kebutuhan gizi balita

Proses tumbuh kembang pada masa balita berlangsung sangat pesat

yaitu pertumbuhan fisik dan perkembangan psikomotorik, mental dan

sosial. Pertumbuhan fisik balita perlu memperoleh asupan zat gizi dan

makanan sehari-hari dalam jumlah yang cukup dan berkualitas baik

untuk mendukung pertumbuhan. Kebutuhan gizi pada anak diantaranya

energi, protein, lemak, air, hidrat arang, vitamin, dan mineral (Adriani,

2012 dalam Ridha, 2018).


a. Energi

Kebutuhan energi pada masa balita dalam sehari untuk tahun

pertama sebanyak 100-200 kkaL/kg BB. Setiap tiga tahun

pertambahan umur, kebutuhan energi turun 10 kkal/kg BB. Energi

yang digunakan oleh tubuh adalah 50% atau 55 kkal/kg BB per hari

untuk metabolisme basal, 5-10% untuk Specific Dynamyic Action,

12% atau 15-25 kkal/kg BB per hari untuk aktifitas fisik dan l0%

terbuang melalui feses. Zat gizi yang mengandung energi terdiri atas

karbohidrat, lemak, dan protein. Jumlah energi yang dianjurkan di

dapat dari 50-60% karbohidrat, 25-35% lemak dan 10-15% protein.

b. Protein

Pemberian protein disarankan sebanyak 2-3 g/kg BB bagi bayi

dan 1,5-2 g/kg BB bagi anak. Pemberian protein dianggap adekuat

apa bila mengandung semua asam amino esensial dalam jumlah

cukup, mudah dicerna, dan diserap oleh tubuh. Protein yang

diberikan harus sebagian berupa protein berkualitas tinggi seperti

protein hewani.

c. Air

Air merupakan zat gizi yang sangat penting bagi bayi dan anak

karena sebagian besar dari tubuh terdiri dari air, kehilangan air

melalui kulit dan ginjal pada bayi dan anak lebih besar dari pada
orang dewasa sehingga anak akan lebih mudah terserang penyakit

yang menyebabkan kehilangan air dalam jumlah yang banyak.

Tebel 2.6
Kebutuhan Air Sehari Pada Anak (Kemenkes, 2011)

Umur Kebutuhan Sehari (ml/kg/BB/hari)


12 bulan 120-135
2-3 tahun 115-125
3-5 tahun 100-110

d. Lemak

Kebutuhan lemak tidak dinyatakan dalam angka mutlak,

namun dianjurkan 15-20% energi total basal berasal dari lemak.

Konsumsi lemak umur 6 bulan sebanyak 35% dari jumlah energi

seluruhnya masih dianggap normal, akan tetapi seharusnya tidak

lebih rendah.

e. Hidrat arang

Konsumsi hidrat arang dianjurkan 60-70 energi total basal.

Pada ASI dan sebagian susu formula bayi 40-50% kandungan kalori

berasal dari hidrat dan tidak ada ketentuan tentang kebutuhan

minimal, karena glukosa dalam sirkulasi dapat dibentuk dari protein

dan gliserol. Konsumsi yang optimal adalah 40-60% dari jumlah

energi.

f. Vitamin dan mineral

Anak sering mengalami kekurangan vitamin A, B dan C

sehingga anak perlu mendapatkan 1-1½ mangkuk atau 100-150 gram


sayur per hari. Pilih buah yang berwarna kekuningan atau jingga

seperti papaya, pisang, nanas dan jeruk.

g. Kebutuhan gizi mineral mikro

Kebutuhan gizi mineral mikro yang lebih dibutuhkan saat usia

balita antara lain:

1) Zat besi (Fe)

Zat besi sangat berperan dalam tubuh karena zat besi

terlibat dalam berbagai reaksi oksidasi reduksi. Balita usia satu

tahun dengan berat badan 10 kg harus mengkonsumsi 30% zat

besi yang berasal dari makanan.

2) Yodium

Yodium merupakan bagian integral dari hormon tiroksin

triiodotironin dan tetraiodotironim yang beifungsi untuk

mengatur perkembangan dan pertumbuhan. Yodium berperan

dalam perubahan karoten menjadi bentuk aktif vitamin A,

sintesis protein, dan absobsi karbohidrat dari saluran cerna.

Yodium juga berperan dalam sintesis kolesterol darah. Angka

kecukupan yodium untuk balita 70-120 µg/kg BB.

3) Zink

Zat berperan dalam proses metabolisme asam nukleat dan

sintesis protein. Selain itu zink berfungsi sebagai pertumbuhan

sel, replikasi sel, mematangkan fungsi organ reproduksi,


penglihatan, kekebalan tubul, pengecapan, dan selera makan.

Balita dianjurkan mengkonsumsi zink 10 mg/hari.

C. Tinjauan Umum Tentang ASI Ekslusif

1. Definisi ASI Eksklusif

ASI eksklusif adalah makanan yang diberikan kepada bayi dari

lahir sampai berusia enam bulan tanpa makanan tambahan lain (Yuliarti,

2010). Pemberian ASI eksklusif adalah tidak memberikan bayi makanan

atau minuman lain, termasuk air putih, selain menyusui, kecuali obat-

obatan dan vitamin atau mineral tetes, dimana pemberian ASI peras

diperbolehkan (Kemenkes 2014).

2. Kandungan ASI eksklusif

Berikut komponen penting dari ASI menurut Proverawati (2010) :

a. Kolostrum

Cairan susu kental berwarna kekuning-kuningan yang

dihasilkan pada sel alveoli payudara ibu. Jumlahnya tidak terlalu

banyak tetapi kaya gizi dan sangat baik bagi bayi. Kolostrum

mengandung karoten dan vitamin A yang sangat tinggi.

b. Protein

Protein dalam ASI terdiri dari casein (protein yang sulit

dicerna) dan whey (protein yang mudah dicerna). ASI lebih banyak
mengandung whey dari pada casein sehingga protein ASI mudah

dicerna.

c. Lemak

Lemak ASI lebih mudah dicerna karena sudah dalam bentuk

emulsi. Lemak ASI adalah penghasil kalori (energi) utama dan

merupakan komponen zat gizi yang sangat bervariasi.

d. Laktosa

Merupakan karbohidrat utama yang terdapat dalam ASI.

Fungsinya sebagai sumber energi, meningkatkan absorbsi kalsium

dan merangsang pertumbuhan lactobacillus bifidus.

e. Vitamin A

Kosentrasi vitamin A berkisar pada 200 gr..

f. Zat Besi

ASI hanya sedikit mengandung zat besi yaitu 0,5-1,0 mg/ltr,

bayi yang menyusui jarang kekurangan zat besi (anemia). Hal ini

dikarenakan zat besi pada ASI mudah dicerna.

g. Taurin

Berupa asam amino dan berfungsi sebagai neurotransmitter,

berperan penting dalam maturasi otak bayi.

h. Lactobasilus

Berfungsi menghambat pertumbuhan mikoorganisme seperti

bakteri esersia coli yang sering menyebabkan diare pada bayi.


i. Lactoferin

Besi batas yang mengikat protein, ketersediaan besi untuk

bakteri dalam intestines, serta memungkinkan bakteri sehat tertentu

untuk berkembang. Memiliki efek langsung pada antibiotic

berpontensi berbahaya seperti bakteri Staphylococci dan esersia coli.

Ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam kolostrum, tetapi

berlangsung sepanjang seluruh tahun pertama bermanfaat

menghambat bakteri staphylococcus dan jamur candida.

j. Lisozim

Dapat mencegah dinding bakteri sekaligus mengurangi insiden

cariesdentis dan maloklusi. Lisozim menghancurkan bakteri

berbahaya dan akhirnya menghambat keseimbangan rumit bakteri

yang menghuni usus.

D. Tinjauan Umum Tentang Berat Badan Lahir

1. Pengertian berat badan lahir

Berat badan lahir adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang

dari 2.500 gram tanpa memandang masa kehamilan (Atikah dan Cahyo,

2010). Berat badan lahir adalah bayi berat lahir rendah yaitu bayi berat

lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi dengan

catatan berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam satu jam

setelah lahir (Idai 2014).

2. Klasifikasi Bayi Berat Lahir

Menurut Idai (2014) Klasifikasi Bayi Berat Lahir, yaitu :


a. BBLR ( Bayi berat lahir Rendah), BBLR degan berat lahir <2500

gram tanpa memandang masa gestasi.

b. Bayi Berat Lahir Cukup / Normal. Berat lahir ˃2500 gram – 4000

gram.

c. Bayi Berat Lahir Lebih. Berat Lahir ˃4000 gram.

d. Bayi dengan Kurang Bulan (BKB). Bayi lahir dengan masa gestasi

kurang dari 37 minggu (<259 hari)

e. Bayi Cukup Bulan (BCB). Bayi lahir dengan masa gestasi 37 – 42

minggu (259 hari – 293 hari)

f. Bayi Lebih Bulan (BLB). Bayi lahir dengan masa gestasi lebih dari

42 minggu (294 hari).

3. Faktor penyebab berat badan lahir

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya berat badan lahir

menurut (Proverawati dan Ismawati, 2010) adalah :

a. Faktor Ibu

1) Gizi saat hamil yang kurang

2) Umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun

3) Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat

4) Penyakit menahun ibu : hipertensi, jantung, gangguan pembuluh

darah(perokok)

5) Faktor pekerja yang terlalu berat

b. Faktor Kehamilan

1) Hamil dengan hidramnion,


2) Hamil ganda

3) Perdarahan antepartum

4) Komplikasi hamil : pre-eklampsia / eklampsia, ketuban pecah

dini.

c. Faktor Janin

1) Cacat bawaan

2) Infeksi dalam rahim

3) Faktor yang masih belum diketahui

E. Tinjauan Umum Tentang Pendidikan

Pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ serta

akhiran ‘an’, arti dari kata pendidikan yaitu proses atau cara atau perbuatan

mendidik. Definisi pendidikan secara Bahasa adalah proses perubahan sikap

dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan

melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Departemen Pendidikan Nasional,

2017). Pendidikan adalah tuntunan dalam hidup dan tumbuhnya anak-anak,

adapun maksudnya yaitu pendidikan menuntun segala yang ada pada anak-

anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat

mencapai keselamatan dan kebahagian setinggi-tingginya (Suparlan, 2016).

Pendidikan orang tua terutama ibu merupakan faktor yang sangat

penting. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan

tingkat pengetahuan terhadap kesadaran kesehatan dan gizi anak-anak,

perawatan kesehatan, hygiene, pemeriksaan kehamilan sebelum dan pasca

persalinan dan keluarganya. Disamping itu pendidikan berpengaruh pula pada


faktor sosial ekonomi lainnya seperti pendapatan, pekerjaan, pola hidup,

makanan dan tempat tinggal. Tingkat pendidikan turut pula menentukan

mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang

mereka peroleh. Hal ini dapat dijadikan landasan untuk membedakan metode

penyuluhan yang tepat. Dari kepentingan gizi keluarga, pendidikan

diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi

didalam keluarga dan bisa mengambil tindakan secepatnya (Suhardjo, 2013).

Fungsi pendidikan untuk ibu adalah mengembangkan wawasan anak

mengenai dirinya dan lingkungan. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan ibu

tergantung pada lama pendidikan yang ditempuh. Ibu dengan tingkat

pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima informasi kesehatan

khususnya tentang cara mendidik balita sehari – hari. Cara merawat dan

mendidik dapat mempengaruhi perkembangan balita. Sedangkan ibu dengan

pendidikan rendah akan sulit menerima informasi. Anak yang hidup dalam

keluarga dengan tingkat pendidikan dasar cenderung mengalami pertumbuhan

yang lambat karena pola pengasuhan yang diberikan pada anak (Depkes

2016).

F.Kerangka Teori

Berdasarkan teori yang telah dipaparkan tersebut maka dapat disusun

kerangka teori sebagai berikut ;

1.Tinggi
Pendidikan Ibu
2.Rendah
Kandungan ASI :
Kolostrum, Protein,
Asi Eksklusif Lemak, Laktosa,Vitamin
A, Zat Besi, Taurin,
Lactobasilus, Lactoferin,
Lisozim

Status Gizi 1.Gizi Lebih


2.Gizi Normal
3.Gizi Kurang

1.BBLR <2500 gram


2.BBL Normal ˃2500
BBL gram– 4000 gram.
3.BBL Lebih˃4000 gram

Penyebab Stunting
1.Pengasuhan yang
kurang baik
2.Layanan kesehatan
(ANC)
Stunting 3.Makanan bergizi

Dampak stunting
1.Jangka pendek
2.Jangka panjang

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Modifikasi Notoatmodjo (2013), Lutfiana (2018)

G. Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Variabel independen Variabel dependen

Pemberian ASI Ekslusif

Berat badan lahir Stunting


Pendidikan Ibu

Pendidikan Ibu

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

H. Definisi Operasional

1. Stunting

Stunting adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi

badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur.

a. Kriteria objektif:

1) Normal : jika Zscore anak -2,0 SD s/d 2,0 SD

2) Stunting : jika Zscore anak -3,0 SD s/d < -2,0 SD

b. Alat ukur : Lembar observasi

c. Skala ukur : Interval

2. Pemberian ASI eksklusif

Pemberian ASI eksklusif adalah anak yang diberikan ASI saja

tanpa ada tambahan makanan lain, kecuali obat-obatan dan vitamin atau

mineral tetes sampai anak anak berusia 6 bulan.

a. Kriteria objektif:

1) Ya ASI eksklusif : jika skore yang diperoleh 4-8

2) Tdak ASI eksklusif : jika skore yang diperoleh <4

b. Alat ukur : Kuesioner

c. Skala ukur : Ordinal

3. Berat badan lahir


Berat badan lahir adalah Bayi yang lahir dengan berat badan

kurang dari 2.500 gram tanpa memandang masa kehamilan.

a. Kriteria objektif:

1) Normal : jika berat badan lahir>2.500 gram

2) Rendah : jika berat badan lahir ≤ 2.500 gram

b. Alat ukur : Kuesioner

c. Skala ukur : Ordinal

4. Pendidikan Ibu

Pendidikan ibu adalah jenjang pendidikan formal yang pernah

ditempuh oleh ibu.

a. Kriteria objektif:

1) Tinggi : jika ibu berpendidikan SMA-Perguruan Tinggi

3) Rendah : jika ibu berpendidikan SD-SMP

d. Alat ukur : Kuesioner

e. Skala ukur : Ordinal

I. Hipotesis Penelitian

Hipotesis peneltian

1. Ada hubungan pemberian ASI eksslusif dengan kejadian stunting

pada anak usia 3-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Sorong Timur

Kota Sorong.
2. Ada hubungan berat badan lahir dengan kejadian stunting pada anak

usia 3-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Sorong Timur Kota

Sorong.

3. Ada hubungan pendidikan dengan kejadian stunting pada anak usia

3-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan

desain penelitian cross sectional, dimana dalam penelitian ini variable sebab

atau resiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur

atau dikumpulkan secara simultan atau dalam waktu yang bersamaan

(Notoatmodjo, 2013).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Sorong

Timur Kota Sorong.

2. Waktu penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada Tanggal 18 september 2020.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah Balita Stunting berusia 3-5

tahun sebanyak 35 anak beserta Ibunya di wilayah kerja Puskesmas

Sorong Timur Kota Sorong.

2. Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 35 orang tua

yang mempunyai anak berusia 3-5 tahun yang mengalami stunting di

wilayah kerja Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong.

39
3. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel menggunakan metode total sampling.

Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel

sama dengan jumlah populasi.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini menggunakan lembar kuesioner dan

data lembar observasi :

1. Lembar kuesioner

Lembar kuesioner adalah aspek data berisi tentang karakteristik

responden (nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan pendidikan), dan

informasi tentang ASI eksklusif. Kuesioner tentang asi eksklusif terdiri

dari 8 pertanyaan dengan 4 nomor pertanyan positif yakni nomor 1, 2, 3, 4,

serta 4 nomor pertanyaan negativ yakni nomor 5, 6, 7, 8 dan kriteria

penelitan untuk pertanyaan positif jika responden menjawab benar diberi

skor 1 dan jika salah diberi skor 0 sedangkan pertanyaan negatif jika

responden menjawab benar diberi skor 1 dan jika salah diberi skor 0.

kuesioner tentang ASI eksklusif yang digunakan dalam penelitian ini

adalah kuesioner berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh,

Kuesioner diadopsi dari Lutfiana (2018) . Kuesioner ini sudah dilakukan

uji validitas 0,312 dan reliabilitas 0,06. Instrument yang digunakan adalah

lembar kuesioner dan lembar observasi. Maka disimpulkan bahwa 8 butir

layak untuk digunakan.


2. Lembar observasi

Lembar observasi dalam penelitian memiliki aspek data berisi

tentang karakteristik responden (usia anak, tinggi anak dan berat badan

anak) tentang status gizi dengan penilian zscore = tinggi badan di

kategorikan normal, pendek, sangat pendek dan status gizi di kategorikan

gizi baik, gizi kurang, gizi buruk

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data

primer dan data sekunder

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh dengan cara mengajukan

pertanyaan tertutup melalui lembar obesrvasi tentang status gizi balita

dan kuesioner tentang pengetahuan ibu tentang kejadian stunting di

wilayah kerja Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah yang didapatkan dari data Puskesma tentang

kejadian stunting.

F. Pengolahan Data dan Analisa Data

1. Pengolahan data

Proses pengolahan data terdapat beberapa langkah yang harus

ditempuh, diantaranya:
a. Editing (penyunting)

Editing data bertujuan untuk mengoreksi kembali apakah

isian pada tiap pertanyaan dalam kuesioner sudah lengkap.

b. Coding (mengkode)

Melaksanakan pengkodean atas jawaban responden untuk

memudahkan pengolahan data.

c. Entry data (memasukkan data)

Memasukkan data kedalam komputer.

d. Tabulating (tabulasi)

Mengelompokkan data ke dalam tabel yang dibuat sesuai

dengan maksud dan tujuan penelitian.

2. Analisis data

a. Analisa univariat untuk mendapatkan gambaran pemberian ASI

eksklusif, berat badan lahir dan pendidikan ibu dalam bentuk

distribusi frekuensi.

b. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variable

bebas dengan variable terikat dengan menggunakan Chi-square secara

statistic dengan:

1) Tingkat signifikan p value ≤0,05, maka H0 ditolak, yang berarti

ada hubungan pemberian ASI eksklusif, berat badan lahir dan

pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada naka usia 3-5

tahun di Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong.


2) Tingkat signifikan p value ≥ 0,05, maka H0 di terima, yang

berarti tidak ada hubungan pemberian ASI eksklusif, berat

badan lahir dan pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada

naka usia 3-5 tahun di Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong.

G. Etika Penelitian

1. Informed Consent (persetujuan)

Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan

yang bertujuan agar subjek mengerti maksud, tujuan penelitian, serta

mengetahui dampaknya.

2. Confidentialy (kerahasiaan)

Ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik hasil informasi maupun masalah-

masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiaan oleh peneliti.

3. Anonimity (tanpa nama)

Memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan

cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar

alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data

atau hasil penelitian yang akan disajikan.


BAB IV

HASIL PENELIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran lokasi umum penelitian

Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong berada di bawah pengelolaan

Dinas Kesehatan Kota Sorong, yang terletak di KPR permai Kelurahan

Klamana Distrik Sorong Timur dan mempunyai berbagai program

kesehtan seperti Promkes, Kesling, Kesehatan ibu dan anak (KIA),

Keluarga berencan (KB), Upaya perbaikan gizi, dan Prolanis. Luas

wilayah kerja Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong adalah 94,78 km2.

Batas wilayah kerja Puskesmas Sorong Timur yaitu, sebelah utara

berbatasan dengan Distrik Manoi, sebelah selatan berbatasan dengan

Kabupaten Sorong, sebelah timur berbatasan dengan Distrik Klaurung, dan

sebelah barat berbatasan dengan Selat Maladum.

Jumlah tenaga kesehatan yang ada di Puskaesmas Sorong Timur

tahun 2019 sebaynyak 60 tenaga kesehatan, 3 Dokter Umum, 1 Dokter

Gigi, 1 Apoteker, 2 Asisten Apoteker, 17 Perawat, 18 Bidan, 4 Gizi, 2

Analis, 5 Kesehatan Masyarakat, 1 Kesling, 2 Sanitarian, 4 Administrasi.

44
2. Data karakteristik responden

a. Distribusi responden berdasarkan usia anak

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Anak di
Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong
Tahun 2020

No Usia Anak Jumlah Persentase


1 3 Tahun 14 40,0
2 4 Tahun 11 31,4
3 5 Tahun 10 28,6
Total 35 100

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa anak berusia 3 tahun sebanyak

14 responden (40,0%) lebih banyak dari anak yang bersia 5 tahun

yaitu 10 responden (28,6%).

b. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin anak

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Anak di
Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong
Tahun 2020

No Jenis Kelamin Anak Jumlah Persentase


1 Laki-Laki 15 42,9
2 Perempuan 20 57,1
Total 35 100

Table 4.4 diatas menunjukkan bahwa anak yang berjenis

kelamin perempuan sebanyak 15 responden (42,9%) lebih banyak

dari anak yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 20 responden

(57,1%).

c. Ditribusi responden berdasarkan tinggi badan anak menurut usia


Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tinggi Badan Anak menurut
usia di Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong
Tahun 2020

No TB Menurut Usia Jumlah Persentase


1 Tinggi 18 51,4
2 Norma 13 37,1
3 Pendek 4 11,4
Total 35 100

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa anak yang tinggi badannya

berdasarkan usia kategori tinggi sebanyak 18 responden (51,4%)

lebih banyak dari anak yang tinggi badannya berdarkan usia kategori

pendek yaitu 4 responden (11,4%).

d. Distribusi responden berdasarkan berat badan anak sesuai usia

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Berat Badan Anak Menurut
Usaia di Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong
Tahun 2020

No BB Menurut usia Jumlah Persentase


1 Gemuk 6 40,0
2 Normal 24 31,4
3 Kurus 5 28,6
Total 35 100

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa anak berdasarkan berat badan

menurut usia kategori normal sebanyak 24 responden (31,4%) lebih

banyak dari anak dengan berat badan menurut usia kategori kurus

yaitu 5 responden (28,6%).

e. Distribusi responden berdasarkan usia ibu


Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Ibu di Puskesmas Sorong
Timur Kota Sorong Tahun 2020

No Usia Ibu Jumlah Persentase


1 25-30 14 40,0
2 31-35 15 42,9
3 36-40 4 11,4
4 >40 2 5,7
Total 35 100

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa usia ibu 31-35 tahun sebanyak

15 responden (42,9%) lebih banyak dari usia ibu >40 tahun yaitu 2

responden (5,7%).

f. Distribusi responden berdasarkan pendidikan ibu

Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Ibu di Puskesmas Sorong
Timur Kota Sorong Tahun 2020

No Pendidikan Jumlah Persentase


1 SD 6 17,1
2 SMP 2 5,7
3 SMA 19 54,3
4 Perguruan Tinggi 8 22,9
Total 35 100

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa ibu berpendidikan SMA

sebanyak 19 responden (54,3%) lebih banyak dari ibu yang

berpendidikan SD yaitu 6 responden (17,1%).

g. Distribusi responden berdasarkan pekerjaan ibu


Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Ibu di
Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong
Tahun 2020

No Pekerjaan Ibu Jumlah Persentase


1 Bekerja 13 37,1
2 Tidak bekerja 22 62,9
Total 35 100

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa ibu yang tidak bekerja

sebanyak 22 responden (62,9%) lebih banyak dari ibu yang memiliki

pekerjaan yaitu 13 responden (37,1).

3. Analisis univariat

a. Distribusi responden berdasarkan pemberian ASI eksklusif

Tabel 4.8
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif
Pada Anak di Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong
Tahun 2020

No ASI ekslusif Jumlah Persentase


1 Ekslusif 18 51,4
2 Tidak Ekslusif 17 48,6
Total 35 100

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif pada

anak sebanyak 18 responden (51,4%) lebih banyak dari ibu yang

tidak memberikan ASI eksklusif pada anak yaitu 17 responden

(48,6%).

b. Distribusi responden berdasarkan pendidikan ibu


Tabel 4.9
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu di
Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong
Tahun 2020

No Pendidikan Ibu Jumlah Persentase


1 Tinggi 27 77,1
2 Rendah 8 22,9
Total 35 100

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa ibu dengan pendidikan tinggi

sebanyak 27 responden (77,1%) lebih banyak dari ibu dengan

pendidikan rendah yaitu 8 responden (22,9%).

c. Distribusi frekuensi berdasarkan BBL anak

Tabel 4.10
Distribusi Frekuensi Berdasarkan BBL Anak Di Puskesmas
Sorong Timur Kota Sorong Tahun 2020

No BBL Jumlah Persentase


1 Normal 23 65,7
2 Rendah 12 34,3
Total 35 100
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa anak yang BBL-nya normal

sebanyak 23 responden (65,7%) lebih banyak dari anak yang BBL-

nya rendah yaitu 12 responden (34,3%).

d. Distribusi frekuensi berdasarkan kejadian stunting


Tabel 4.11
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Stunting Pada
Anak Di Puskesmas Sorong Timur Sorong Tahun 2020

No Kejadian Stunting Jumlah Persentase


1 Normal 30 85,7
2 Stunting 5 14,3
Total 35 100

Tabel 4.11 menunjukkan anak dengan tinggi bada normal

sebanyak 30 responden (85,7%) lebih banyak dari anak dengan

stunting yaitu 5 responden (14,3%).

4. Analisis Bivariat

a. Hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian

stunting pada anak.

Tabel 4.12
Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian
Stunting Pada Anak Di Puskesmas Sorong Timur
Kota Sorong Tahun 2020

Kejadian Stunting
Total
No ASI eklusif Normal Stunting
F % F % F %
1 Ekslusif 18 100 0 0 18 100
2 Tidak Ekslusif 12 70,6 5 29,4 17 100
Total 30 85,7 5 14,3 35 100
α = 0,05 p value = 0,013

Berdasarkan tabel 4.12 dapat dijelaskan bahwa pemberian

ASI eklusif dengan tinggi badan normal pada anak berjumlah 18

responden (100%) lebih banyak dari pemberian ASI eksklusif

dengan stunting berjumlah 0 responden (0%). Sedangkan tidak

pemberian ASI eksklusif dengan tinggi badan normal pada anak

berjumlah 12 responden (70,6%) lebih banyak dibandingkan


dengan tidak pemberian ASI eklusif dengan stunting pada anak

berjumlah 5 responden (29,4%).

Hasil uji statistik dengan menggunakan Chi-square dengan

taraf signifikan α = 0,05 diperoleh p value = 0,013 sehingga p

value< α. Dengan demikian Ha diterima yang berarti ada hubungan

pemberian ASI eklusif dengan kejadian stunting pada anak di

Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong.

b. Hubungan antara BBL dengan kejadian stunting pada anak

Tabel 4.13
Hubungan BBL Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Di
Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong
Tahun 2020

Kejadian Stunting
Total
No BBL Normal Stnting
F % F % F %
1 Normal 21 91,3 2 8,7 23 100
2 Rendah 9 75,0 3 25,0 12 100
Total 30 85,7 5 14,3 35 100
α = 0,05 p value = 0,191

Berdasarkan tabel 4.13 dapat dijelaskan bahwa BBL normal

dengan tinggi badan normal pada anak berjumlah 21 responden

(91,3%) lebih banyak dari BBL normal dengan stunting berjumlah

2 responden (8,7%). Sedangkan BBL rendah dengan tinggi badan

normal pada anak berjumlah 9 responden (75,0%) lebih banyak

dibandingkan dengan BBL rendah dengan stunting pada anak

berjumlah 3 responden (25,0%).

Hasil uji statistik dengan menggunakan Chi-square dengan

taraf signifikan α = 0,05 diperoleh p value = 0,191 sehingga p


value< α. Dengan demikian Ha ditolak yang berarti tidak ada

hubungan BBL dengan kejadian stunting pada anak di Puskesmas

Sorong Timur Kota Sorong.

c. Hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada

anak

Tabel 4.14
Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Kejadian Stunting
Pada Anak Di Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong
Tahun 2020

Tingkat Kejadian Stunting


Total
No Pendidikan Normal Stunting
Ibu F % F % F %
1 Tinggi 25 92,6 2 7,4 27 100
2 Rendah 5 62,5 3 37,5 8 100
Total 30 85,7 5 14,3 35 100
α = 0,05 p value = 0,033

Berdasarkan tabel 4.14 dapat dijelaskan bahwa tingkat

pendidikan ibu yang tinggi dengan tinggi badan normal pada anak

berjumlah 25 responden (92,6%) lebih banyak dari tingkat

pendidikan ibu yang tinggi dengan stunting berjumlah 2 responden

(7,4%). Sedangkan tingkat pendidikan ibu yang rendah dengan

tinggi badan normal pada anak berjumlah 5 responden (85,7%)

lebih banyak dari tingkat pendidikan ibu yang rendah dengan

stunting pada anak berjumlah 3 responden (37,5%).

Hasil uji statistic dengan menggunakan Chi-square dengan

taraf signifikan α = 0,05 diperoleh p value = 0,033 sehingga p

value< α. Dengan demikian Ha ditolak yang berartiada hubungan


pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada anak di Puskesmas

Sorong Timur Kota Sorong.

B. Pembahasan

1. Hubungan pemberian ASI ekslusif dengan kejadian stunting pada anak

Hasil penelitian ASI eksklusif menunjukkan bahwa ibu yang

memberikan ASI eksklusif lebih banyak dari ibu yang tidak memberikan

ASI eksklusif.

Hasil uji chi-square menunjukan p value=0,010 yang berarti bahwa

ada hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada

anak di Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong.

Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lukfiana

(2018), menunjukan bahwa ada hubungan pemberian ASI eklusif dengan

kejadian stunting.Peneliti yang di lakukan oleh Khoirun 2015), bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif

dengan kejadian stunting pada anak. Hasil penelitian ini sesuai dengan

penelitian Anisa (2012) menyatakan bahwa riwayat ASI eksklusif ada

hubungan dengan kejadian stunting, yang memiliki risiko 3,7 kali lebih

tinggi pada balita yang tidak diberi ASI eksklusif (ASI <6 bulan)

dibandingkan dengan balita yang diberi ASI eksklusif (≥6 bulan) karena

balita yang tidak mendapatkan kolostrum lebih berisiko tinggi terhadap

stuting. Hal ini disebabkan karena kolostrum memberikan efek

perlindungan pada bayi baru lahir dan bayi yang tidak menerima

kolostrum memiliki insiden, durasi dan keparahan penyakit yang lebih


tinggi seperti diare yang berkontribusi terhadap kurangnya gizi balita

sehingga pertumbuhan balita akan lambat.

ASI Ekslusif adalah pemberian hanya ASI saja bagi bayi sejak lahir

sampai usia 6 bulan, namun ada pengecualian, bayi diperbolehkan

mengonsumsi obat-obatan, vitamin dan mineral tetes atas saran dokter

(Kemenkes, 2017).

Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama di awal

kehidupan dapat menghasilkan pertumbuhan tinggi badan yang optimal.

ASI mengandung protein yang merupakan bahan utama dalam proses

pertumbuhan, walaupun kandungan protein dalam ASI lebih rendah

dibandingkan susu formula, namun kualitas protein ASI sangat tinggi.

Keistimewaan protein ASI adalah rasio protein yang seimbang

dibandingkan susu sapi. Kondisi ini menguntungkan bayi karena protein

lebih halus, sehingga mudah dicerna (Proverawati, 2014).

Peneliti berasumsi bahwa stunting yang dialami oleh anak

disebabkan karena riwayat ASI tidak eksklusif sehingga menyebabkan

lemahnya imunitas pada anak dan mudah terserang penyakit apa bila

balita mudah terserang penyakit akan terjadi pengalihan energi yang

seharusnya digunakan untuk pertumbuhan tetapi akhirnya digunakan

untuk melawan infeksi atau penyakit yang ada didalam tubuh.

Berdasarkan hasil yang di dapatkan dari penelitian ini bahwa ibu yang

memberikan ASI eksklusif pada anaknya lebih banyak sehingga daya


tahan tubuh anak yang baik dapat mencegah anak mengalami penyakit

yang dapat menghambat pertumbuhan anak.

2. Hubungan BBL dengan kejadian stunting pada anak

Hasil penelitian BBL pada anak menunjukkan bahwa anak dengan

BBL normal lebih banyak dari pada jumlah anak denagn BBL rendah

Hasil uji chi-square menunjukan p value = 0,191 yang berarti tidak

ada hubungan BBL dengan kejadian stunting pada anak di Puskesmas

Sorong Timur Kota Sorong.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Wiwin (2019), bahwa tidak ada hubungan antara status BBL dengan

kejadian stunting pada anak. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh

Khoirun (2015), bahwa tidak ada hubungan antara BBL dengan Kejadian

stunting. Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Murtini dan Jamaludin (2018), bahwa ada hubungan

antara BBL dengan kejadian stunting. Hal tersebut dikarenakan

pertumbuhan bayi sejak dalam kandungan sudah mulai bermasalah dan

berakibat pada masa mendatang pertumbuhannya juga akan terhambat.

Oleh karena itu, anak yang lahir dengan berat badan kurang dibawah

normal diwaspadai akan menjadi stunting. Semakin awal dilakukan

penangulangan malnutrisi, maka akan semakin kecil resiko menjadi

stunting (Kusumawardhani, 2017).

Berat badan lahir merupakan salah satu indikator kesehatan pada

bayi yang baru lahir. Berat badan lahir merupakan parameter yang sering
dipakai untuk menggambarkan pertumbuhan janin pada masa kehamilan.

Bayi dengan berat badan lahir rendah akan lebih rentan terhadap

pengaruh lingkungan yang kurang baik di masa mendatang (Umboh,

2013).

Faktor etiologi yang berkontribusi menyebabkan kejadian berat

badan lahir rendah terutama di negara-negara berkembang meliputi

penggunaan tembakau (merokok, konsumsi tembakau kunyah, dan

tembakau untuk kegunaan terapi), kurang intake kalori, berat badan

rendah sebelum masa kehamilan, primipara, riwayat BBLR sebelumnya,

dan faktor risiko lingkungan seperti paparan timbal, dan jenis-jenis polusi

udara (WHO,2014).

Sampai sekarang penyebab terbanyak yang diketahui menyebabkan

terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Dan dalam kasus demikian

bayi yang BBLR harus mendapatkan penanganan yang adekuat.

Sedangkan faktor lain berkaitan dengan faktor ibu dan janin

(Sulistyoningsih, 2011).

Peneliti beramsumsi bahwa BBL pada hasil penelitian ini tidak

menunjukkan hubungan dengan kejadian stunting pada anak dapat

disebabkan oleh banyak faktor yang lebih besar pengaruhnya dengan

kejadian stunting anak seperti ketidak cukupan gizi serta infeksi pada

anak. BBL pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak yang

memiliki BBL normal lebih banyak yang berarti gizi anak saat lahir
dalam keadaan baik sehingga sehingga gizi yang dibutuhkan tubuh anak

dapat berfungsi sebagai pertumbuhan anak.

3. Hubungan pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada anak

Hasil penelitian pendidikan ibu menunjukkan bahwa ibu dengan

berpendidikan tinggi lebih banyak dari pada ibu dengan berpendidikan

rendah.

Hasil uji chi-square menunjukan p=0,033 yang berarti ada

hubungan pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada anak di

Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Nadia (2018), bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan

kejadian stunting. Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian

yang dilakukan oleh Bardiati (2019) Bahwa terdapat hubungan antara

tingkat pendidikan ibu dengan kejadian stunting.

Pendidikan orang tua terutama ibu merupakan faktor yang sangat

penting. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan

tingkat pengetahuan terhadap kesadaran kesehatan dan gizi anak. Tingkat

pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap

dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Hal ini dapat

dijadikan landasan untuk membedakan metode penyuluhan yang tepat

(Sparlan, 2016).

Pendidikan juga merupakan sesuatu yang dapat membawa

seseorang untuk memiliki ataupun meraih wawasan dan pengetahuan


seluas-luasnya. Orang-orang yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan

memiliki wawasan dan pengetahuan yang lebih luas jika dibandingkan

dengan orang-orang yang memiliki pendidikan yang lebih rendah (Ariani

dan Yosopranoto, 2012). Hal ini mendukung hasil penelitian mengenai

hubungan tingkat pendidikan ibu terhadap kejadian stunting.

Pendidikan orang tua merupakan faktor yang paling penting. Hal

ini menunjukkan, pendidikan orang tua akan berpengaruh terhadap

pengasuhan anak, karena dengan pendidikan yang tinggi pada orang tua

akan memahami pentingnya peranan orang tua dalam pertumbuhan anak.

Tinggi rendahnya pengetahuan ibu sangat berpengaruh terhadap

perawatan kesehatan pada saat hamil dan setelah melahirkan serta sangat

berpengaruh terhadap kesehatan dan gizi anak-anaknya dan keluarganya

(Anisa, 2012).

Peneliti berasumsi bahwa ibu yang berpendidikan tinggi memiliki

pengetahuan tentang gizi anak sehingga ibu tau bagaimana dan hal-hal

apa saja yang harus dilakukan agar gizi anak tetap terjaga dalam

pertumbuhan anaknya dan dapat terhindar dari stunting. Seperti halnya

dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ibu yang berpendidikan tinggi

lebih banyak.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Ada hubungan pemberian ASI eklusif dengan kejadian stunting pada

anak di Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong.

2. Tidak ada hubungan BBL dengan kejadian stunting pada anak di

Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong.

3. Ada hubungan pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada anak di

Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong.

B. Saran

1. Bagi petugas kesehatan

Diharapakan agar dapat meningkatkan penyuluhan-penyuluhan

kepada orang tua terkait cara pencegahan stunting agar dapat mencegah

terjadinya stunting.

2. Bagi institusi pendidikan

Diharapkan menjadi salah satu institusi kesehatan yang dapat

membantu dalam upaya penyediaan informasi mengenai pencegahan

stunting serta melibatkan mahasiswa dalam upaya pencegahan tersebut

sebagai bagian proses belajar mahasiswa.

59
3. Peneliti selanjutnya

Penelitian selanjutnya agar dapat melakukan penelitian dengan

variabel lain yang lebih komplek yang belum diteliti oleh peneliti guna

untuk lebih menyempurnakan penelitian ini sehingga hasil yang diperoleh

lebih mendalam dan maksimal.


DAFTAR PUSTAKA

Adriani M. Wirjatmadi B. 2012. Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan. Jakarta:


Edited By P. Group.

Agung D, L. Ina K. 2017. Gambaran Prevalensi Balita Stunting dan Faktor yang
Berkaitan di Indonesia: Analisis Lanjut Profil Kesehatan Indonesia Tahun
2017. Puslitbang Humaniora dan Manajemen Kesehatan, Kementerian
Kesehatan RI.

Anisa, P. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan kejadian stunting Pada


balita usia 25-60 Bulan Di Kelurahan kali biru depok tahun 2012. Skripsi.
Jakarta: Universitas Indonesia

Anita S., Rindani C.T., Monica A.M. 2020. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif
Dengan Kejadian Stunting Pada Balita.Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi
Husada.Vol 11, No, 1.

Arifin, D.Z, S.Y Irdasari, dan H Sukandar. 2012. Analisis Sebaran dan Faktor
Risiko Stunting pada Balita di Kabupaten Purwakarta 2012.Purwakarta :
Epidemiologi Komunitas FKUP.

Arisman. 2009. Gzil dalam Daur Kehidupan. Buku Ajar Ilmu Gizi.Ed. 2. Jakarta:
EGC.

Asrar, M., Hamam, H. dan Dradiat, B. 2009. Pola Asuh, Pola makan, Asupan Zat
Gizi dan Hubungannya dengan Status Gizi Anak Balita masyarakat Suku
Nuaulu Kecamatan Amhai Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku.
Jurnal Gizi Kilnik Indonesia.6(2).

Aryastami, N. K., Shankar, A., Kusumawardani, N., Besral, B., Jahari, A. B., &
Achadi, E. 2017 .Low birth weight was the most dominant predictor
associated with stunting among children aged 12–23 months in Indonesia.
Journal BMC Nutrition. 3(1), 1–6.

Atikah R. 2015. Riwayat Berat Badan Lahir dengan Kejadian Stunting pada Anak
Usia Bawah Dua Tahun." Kesmas: National Public HealthJournal 10.2
(2015): 67-73.

Atikah & Cahyo. 2010. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Yogyakarta: Nuha
Medika.

Ariani Dan Yosopranoto M. 2012. Usia Anak Dan Pendidikan Ibu Sebagai Faktor
Risiko Gangguan Perkembangan Anak. Jurnal Kedokteran Brawijaya.
27(2):118-121.
Bardiati U. 2018. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Status
Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat
Inap Cempaka Banjarbaru Tahun 2018. Jurnal Siklus. Volume 08 Nomor
02.

Budiman. 2013. Kapital Selekta Kuesioner. Jakarta: Salemba Medika.

Departemen Pendidikan Nasional. 2017. Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta:


Pusat Bahasa.

Departemen gizi dan kesehatan masyarakat FKM UI ,2016. Gizi Dan Kesehatan
Masyarakat. Raja grafindo persada. Jakarta.

Fitri, L. 2018. Hubungan BBLR dan ASI eksklusif dengan kejadian stunting di
Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru.Jurnal Endurance. 3(1), 131–137.

Gizi & Kesehatan Masyarakat. 2010. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
Rajawali Pers.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2014. Hubungan Kategori Berat Badan
lahir Rendah. Jakarta.

Jayarni, D. E. dan Sumarmi, S. 2018. Hubungan Ketahanan Pangan dan


Karakteristik Keluarga dengan Status Gizi Balita Usia 2 — 5 Tahun. Studi
di wilayah Kerja Puskesmas Wonokusumo Kota Surabaya.

Kania, D. 2015. Indonesia Peringkat Lima Besar Anak Penderita Stunting.


Diakses dari
https://lifestyle.okezone.com/read/2015/01/23/481/1096366/indonesia-
peringkatlima-besar-anak-penderita-stunting.pada Desember 2019.

Kavle, J. A. et al. 2016. Factors associated with early growth in Egyptian infants:
Implications for addressing the dual burden of malnutrition’, Maternal and
Child Nutrition, 12(1), pp. 139-151. doi: 10.1111/mcn.12213.

Kemenkes RI. 2018a. Buletin Stunting.Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia, 1, 2.

Kemenkes RI. 2018b. Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia. Jakarta


Selatan : Pusat Data dan Informasi.
.
Kemenkes RI. 2017a. Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2016. Pusat
Data danInformasi: Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes RI. 2017b. Buku Saku Pemantauan Status Gizi.Jakarta : Kementerian
kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes RI. 2011. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.Jakarta :


Direktorat Bina Gizi.

Kemenkes RI. 2016a. Situasi Balita Pendek. IntoDATIN. Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia.

Kemenkes RI. 2016b. Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) Tahun 2016.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes RI. 2014. Situasi dan analisis ASI eksklusif. Jakarta: Pusat Data dan
Informasi, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Khoirun N, Siti R. N. 2015. Faktor Yang Berhubungan dengan kejadian stunting


Pada balita. Jurnal media Gizi Indonesia. Vol. 10, No. 1: Hlm. 13–19.

Kusumawardhani I. 2017. Asi Eksklusif, Panjang Badan Lahir, Berat Badan


Lahir Rendah Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Stunting Pada Anak Usia
6-24 Bulan Di Puskesmas Lendah Kulon Progo. Department Of Nutrition.
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.

Lutfianan O. N. 2018. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun
Tahun 2018. Skripsi. Peminatan Epidemiologi Program Studi S1 Kesehatan
Masyarakat Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun.

Mardani, R., Wetasin, K., & Suwanwaiphatthana, W. 2015. Faktor prediksi yang
mempengaruhi terjadinya stunting pada anak usia dibawah lima tahun.
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 11,1–7.

MCA. 2013. Stunting dan Masa Depan Indonesia. 2010. pp. 2-5.

Mitra.2015. Permasalahan Anak Pendek (Stunting) dan Intervensi untuk


Mencegah Terjadinya Stunting (Suatu Kajian Kepustakaan). Jurnal
Kesehatan Komunitas, Vol. 2, No. 6, Mei 2015.

Murtini & Jamaluddin, 2018. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Stunting Pada Anak Usia 0 – 36 Bulan. Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah.
Volume 7 Nomor 2. Issn: 2089-9394.

Nadia N, L. 2018. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting


Pada Balita Usia 25-59 Bulan Di Posyandu Wilayah Puskesmas Wonosari
Tahun 2017. Skripsi. Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
Yogyakarta
National Institute of Health Research and Development of Ministry of Health of
the Republic of Indonesia. 2019. The 2018 Indonesia Basic Health Survey
(Riskesdas): National Report. Jakarta.

Ngaisyah, R. .D. 2016. Hubungan riwayat lahir stunting dan BBLR dengan status
gizi anak balita usia 1-3 tahun di Potorono Bantul Yogyakarta. Jurnal
Medika Respati. 11(2).51-61.

Niga. D. M. dan Puniomo. W. 2016. Hubungan Antara Praktik Pemberian


Makan, Perawatan Kesehatan, dan Kebersihan Anak dengan Kejadian
Stunting pada Anak Usia 1-2 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas
Oebobo Kota Kupang. Jurnal Wiiata, 3(2). pp. 151—155.

Ni’mah C, Muniroh L. 2016. Hubungan Tingkat Pendidikan, Tingkat


Pengetahuan Dan Pola Asuh Ibu Dengan Wasting Dan Stunting Pada Balita
Keluarga Miskin. Media Gizi Indones.

Notoatmodjo S. 2014. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:


Rineka Cipta.

Notoatmodjo S. 2013. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoadmodjo S. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi edisi Revisi 2010.
Jakarta: PT Rineka Cipta.

Purwarni, E. and Mariyam. 2013. Pola Pemberian makan Dengan Status Gizi
Pada Anak 1 sampai 5 Tahun di Kabuman Taman Pemalang. Jurnal
Keperawatan Anak. 1(1).pp. 30-3 6.

Puspasari, N. dan Andriani, M. 2017. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Gizi


dan Asupan Makan Balita dengan Status Gizi Balita (BB / U) Usia 12- 24
Bulan.

Proverawati, A., & Ismawati, C. 2010. BBLR (berat badan lahir rendah).
Yogyakarta: Nuha Medika.

Proverawati, Atikah. 2014. Ilmu gizi untuk keperawatan dan gizi kesehatan.
Yogyakarta: Nuhamedika.

Rahayu Atikah, dan Laily Khairiyati 2014. Risiko Pendidikan Ibu Terhadap
Kejadian Stunting Pada Anak 6-23 Bulan (Maternal Education As Risk
Factor Sunting Of Child 6-23 Months -Old). Bagian Gizi Prodi Kesehatan
Masyarakat, FK Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru, Banjarmasin
Rahmatillah, D. K. 2018. Hubungan Pengetahuan Sikap dan Tindakan terhadap
Status Gizi.JournalAmerta Nutrition, pp. 106—112. doi:
10.20473/amnrt.v2.i1.2018.106-1 12.

Rajashree, K., Prashanth, H., & Revathy, R. 2015. Study on the factors associated
with low birth weight among newborns delivered in a tertiary-care
hospital,Shimoga, Karnataka. International Journal of Medical Science and
Public Health, 4(9), 1287.

Ridha C, P. 2018. Hubungan Pola Pemberian Makan Dengan Kejadian Stunting


Pada Balita Usia 12-59 Bulan di Wilayah kerja Puskesmas Tambak Wedi
Surabaya.Skripsi.Fakultas Kesehatan Universitas Airlangga. Surabaya

Riskesdas. 2013). Pokuk-pokok Hasil Riskesdas. Riset Kesehatan Dasar Republik


Indonesia.

Sri M. Arif M. Agus K, A. Zian L, N. 2018. Faktor penyebab anak Stunting usia
25-60 bulan di Kecamatan Sukorejo Kota Blitar. Jurnal Ners dan
Kebidanan, Volume 5, Nomor 3, Desember 2018, hlm. 268–278.

Suhardjo, 2013, berbagai cara pendidikan gizi. Bumi aksara, Bogor.

Sulistyoningsih, H. 2011. Gizi untuk kesehatan ibu dan anak. Yogyakarta: Graha
ilmu.

Sumarmi, S. 2017. Tinjauan Kritis Intervensi Multi Mikronutrien Pada1000 Hari


Pertama Kehidupan. Penelitian GizidanMakanan, 40(1), pp. 17–28.doi:
10.22435/pgm.v40i1.6374.

Suparlan, Henricus. 2016. Filsafat pendidikan ki hadjar dewantara dan


sumbangannya bagi pendidikan indonesia. Jurnal Filsafat. 25(1):56.

TNP2K. 2017. 100 Kabupaten/Kota Prioritas untuk Intervensi Anak Kerdil


(Stunting). Jakarta Pusat : TIM Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan.

Umboh, A. 2013. Berat lahir rendah dan tekanan darah pada anak. Jakarta:
Sagung seto.

Unicef Framework. 2017. A schematic overview of the factors known from


international experience to cause chronic malnutrition, or stunting.

Unicef. 2013. Improving child nutrition, the achievable imperative forgloba


Progress.New York: United Nations Children’s Fund.
Unicef Indonesia, 2013. Ringkasan Kajian Gizi Ibu dan Anak.diakses dari
www.unicef.org pada Desember 2019.

United Nations Children’s Fund, World Health Organization and World Bank
Group. 2018. Levels and trends in child malnutrition. UNICEF / WHO /
World Bank Group Joint Child Malnutrition Estimates Key findings of the
2018 edition. New York, Geneva, Washington D.C. Available at:
https://data.unicef.org/wp-content/uploads/2018/05/JME-2018-
brochure-.pdf.

Utari J. 2018. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kejadian Stunting Pada
Balita Di Paud Al Fitrah Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang
Bedagai Tahun 2018. Skripsi. Politeknik Kesehatan Kemenkes Ri Medan.

Welasasih, B. D. dan Wirjatmadi, R. B. 2010. Beberapa Faktor yang Berhubungan


dengan Status Gizi Balita Stunting’. The Indonesian Journal of Public
Health.8(3), pp. 99—104.

WHO. 2010. World Health Repost. Diakses dari


http://www.who.int/healthsystem/topics/financing/healthreport/whrbackgro
und/en/ pada Desember 2019.

WHO. 2014. Wha Global Nutrion Targets 2025 : Stunting Policy Brief. Who
Press: Geneva.

Wiwin B. H, Ninna R. Sulistiyani. 2019. Faktor Yang Berhubungan Dengan


Kejadian Stunting Pada Balita Di Desa Panduman Kecamatan Jelbuk
Kabupaten Jember. Jurnal Ilmu Gizi Indonesia.Vol. 02, No. 02, 89-100

Yuliarti, Nurheti. 2010. Keajaiban ASI makanan terbaik untuk kesehatan


kecerdasan dan kelincahan si kecil. Yogyakarta: ANDI.

Yustianingrum, L. N. dan Adriani, M. 2017. Perbedaan Status Gizi dan Penyakit


Infeksi pada Anak Balita yang Diberi ASI Eksklusif dan Non ASI Eksklusif.
pp. 415— 423.
Lampiran 1

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN

Sorong, …………2020

Kepada
Yth. Bapak/Ibu di Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong
Di Tempat

Selamat Pagi/Siang

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Vivin Olivia Saiman
NIM : 201502130 A
Pekerjaan : Mahasiswa

Melakukan penelitian dengan judul “hubungan pemberian ASI eksusif, berat


badan lahir dan pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada anak 3-5 tahun di
wilayah kerja Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong”. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui hubungan pemberian ASI eksusif, berat badan lahir dan
pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada anak 3-5 tahun di wilayah kerja
Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong.
Penelitian ini tidak akan menimbulkan kerugian dan pengaruh apapun
terhadap diri bapak/ibu sebagai responden. Kerahasiaan identitas dan semua
informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan
penelitian ini saja. Jika selama bapak/ibu menjadi responden penelitian terjadi hal
yang menimbulkan ketidak nyamanan maka bapak/ibu diperkenankan untuk
mengundurkan diri dengan memberitahukan terlebih dahulu pada peneliti. Jika
bapak/ibu berkenan untuk menjadi responden penelitian ini, saya persilahkan
untuk mengisi lembar persetujuan. Demikian atas perhatian dan kesediaan
bapak/ibu, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti

VIVIN OLIVIA SAIMAN


NIM. 201402056 A
Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN SEBAGAI RESPONEN

(INFORMED CONSENT)

Saya adalah mahasiswa STIKES Papua Program Studi Ilmu Keperawatan,

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “hubungan pemberian ASI eksusif,

berat badan lahir dan pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada anak 3-5

tahun di wilayah kerja Puskesmas Sorong Timur Kota Sorong” peneltian ini

merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di STIKES Papua.

Saya mengharapkan partisipasi ibu dalam memberikan jawaban atas segalah

pertanyaan pada lembar pertanyaan, sesuai dengan pengetahuan dan pendapat ibu

tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Saya akan menjamin kerahasiaan identitas dan

jawaban ibu. Informasi yang diberikan hanya dipergunakan untuk keperluan

penelitian dan pengembangan ilmu keperawatan.

Partisipasi ibu dalam penelitian ini hanya bersifat sukarela dan bebas

menerima menjadi responden penelitian atau menolak tanpa ada sangsi apapun.

Jika ibu bersedia menjadi rsponden penelitian, silahkan menandatangani surat

persetujuan ini pada tempat yang telah disediakan dibawah ini sebagai bukti

kesukarelaan ibu. Terimakasih atas partisipasi ibu untuk penelitian ini.

Menyetujui Mengetahui
Responden Penelit

(……………………………) Vivin Olivia Saiman


NIM. 201502130 A
Lampiran 3

KUESIONER

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF, BERAT BADAN LAHIR DAN


PENDIDIKAN IBU DENGAN KEJADIAN STUNTINGPADA
ANAK USIA 3-5 TAHUN DI WILAYAHKERJA
PUSKESMAS SORONG TIMUR
KOTA SORONG

2) PETUNJUK PENGISIAN

a) Bacalah dengan cermat dan teliti pada setiap pertanyaan


b) Pertanyaan dibawah ini mohon diisi semuanya
c) Pilih salah satu jawaban yang menurut ibu paling sesuai dengan kondisi
yang dialami dengan memberikan tanda ceklis (√)
d) Isilah titik-titik dengan jawaban yang benar

3) IDENTITAS ORANG TUA

a. Nama (Inisial) : …………………………

b. Usia : …………………………

c. Pendidikan

1. Tidak sekolah

2. Tamat SD

3. Tamat SMP

4. Tamat SMA

5. Perguruan Tinggi

d. Pekerjaan

a. Bekerja

b. Tidak Bekerja
4) IDENTITAS ANAK

a. Nama: ………………………..

b. Usia : ………………………..

c. Jenis kelamin : …………..…….

5) RIWAYAT BERET BADAN LAHIR

Berapa berat badan lahir anak saat lahir

6) PEMBERIAN ASI EKLUSIF

NO PERTANYAAN YA TIDAK
Apakah ibu memberikan susu formula pada anak saat
1
bayi berusia 0-6 bulan?
Apakah ibu pernah memberikan air tajin pada saat
2
bayi berusia 0-6 bulan?
Apakah ibu pernah mengoleskan madu ke mulut bayi
3
pada saat bayi berusia 0-6 bulan?
Apakah ibu pernah memberikan air the atau air gula
4
pada saat bayi berusia 0-6 bulan?
Apakah ibu pernah memberikan air putih pada saat
5
bayi berusia 0-6 bulan?
Apakah ibu pernah memberikan bubur nasi atau
6 bubur nasi tim kepada bayi pada saat bayi berusia 0-6
bulan?
Ketika ibu meninggalkan bayi lebih dari dua jam,
apakah ibu meminta agar bayi diberikan makanan
7
tambahan selain ASI pada saat bayi berusia 0-6
bulan?
Apakah ibu mulai memberikan makanan tambahan
8
pada anak saat anak berusia kurang dari 6 bulan?
LEMBAR OBSERVASI STATUS GIZI

a) Usia anak : ……………………………….

b) Tinggi Anak : ……………………………….

c) Bertat Badan Anak : ……………………………….

Normal Pendek Sangat Pendek


Lampiran 7

MASTER TABEL

Nama Nilai Z
No Usia Anak Kode JK Kode BBL Ket Kode TB Kode BB Kode Stunting Kode
Anak score
1 An. H 5 Thn 6 Bln 3 L 1 2,5 Kg Normal 1 100 cm 2 14 Kg 2 2 SD Normal 1
2 An. T 4 Thn 2 Bln 2 P 2 2,0 Kg Rendah 2 94 Cm 2 14 Kg 2 2 SD Normal 1
3 An. Y 5 Thn 6 Bln 3 P 2 3 Kg Normal 1 97 Cm 2 17 Kg 2 2 SD Normal 1
4 An. S 4 Thn 3 Bln 2 P 2 2 Kg Rendah 2 74 Cm 3 13 Kg 2 < 2 SD Stunting 2
5 An. J 4 Thn 2 Bln 2 L 1 3,2 Kg Normal 1 112, Cm 1 15 K9 2 2 SD Normal 1
6 An. A 3 Thn 3 Bln 1 P 2 2,5 Kg Normal 1 106 Cm 1 15 Kg 2 2 SD Normal 1
7 An. R 3 Thn 1 Bln 1 P 2 3 Kg Normal 1 105 Cm 1 14 Kg 2 2 SD Normal 1
8 An. G 4 Thn 4 Bln 2 L 1 2,2 Kg Rendah 2 99 Cm 2 16 Kg 2 2 SD Normal 1
9 An. D 5 Thn 7 Bln 3 P 2 1,3 Kg Rendah 2 102 Cm 2 17 Kg 2 2 SD Normal 1
10 An. F 3 Thn 9 Bln 1 P 2 2,5 Kg Normal 1 104 Cm 1 15 Kg 2 2 SD Normal 1
11 An. M 5 Thn 2 Bln 3 L 1 2,1 Kg Rendah 2 100 cm 2 16 Kg 2 2 SD Normal 1
12 An. Y 3 Thn 6 Bln 1 P 2 2 Kg Rendah 2 99 Cm 2 25 Kg 1 2 SD Normal 1
13 An. S 3 Thn 3 Bln 1 P 2 2,9 Kg Normal 1 90 Cm 2 15 Kg 2 2 SD Normal 1
14 An. W 5 Thn 3 L 1 3 Kg Normal 1 100 Cm 2 20 Kg 1 2 SD Normal 1
15 An. M 3 Thn 1 P 2 2,9 Kg Normal 1 90 Cm 2 13 Kg 2 2 SD Normal 1
16 An. W 5 Thn 7 Bln 3 L 1 1,8 Kg Rendah 2 63 Cm 3 10 Kg 3 <2 SD Stunting 2
17 An. A 4 Thn 9 Bln 2 P 2 2,5 Kg Normal 1 95 Cm 2 11 Kg 3 2SD Normal 1
18 An. S 3 Thn 3 Bln 1 L 1 1,9 Kg Rendah 1 90 Cm 2 14 Kg 2 2 SD Normal 1
19 An. S 3 Thn 4 Bln 1 L 1 3 Kg Normal 1 93 Cm 2 15 Kg 2 2 SD Normal 1

73
Nama Nilai Z
No Usia Anak Kode JK Kode BBL Ket Kode TB Kode BB Kode Kode
Anak score Stunting
20 An. R 3 Thn 9 Bln 1 L 1 2,7 Kg Normal 1 90 Cm 2 20 Kg 1 2 SD Normal 1
21 An. E 4 Thn 1 Bln 2 P 2 2 Kg Rendah 2 95 Cm 2 16 Kg 2 < 2 SD Stunting 2
22 An. N 4 Thn 2 Bln 2 L 1 2,1 Kg Rendah 2 113 Cm 1 11 Kg 3 2 SD Normal 1
23 An. K 3 Thn 6 Bln 1 L 1 3 Kg Normal 1 103 Cm 1 13 Kg 2 2 SD Normal 1
24 An. F 5 Thn 5 Bln 3 P 2 3 Kg Normal 1 120 Cm 1 16 kG 2 2 SD Normal 1
25 An. P 3 Thn 1 Bln 1 L 1 2,9 Kg Normal 1 93 Cm 2 19 Kg 1 2 SD Normal 1
26 An. M 4 Thn 5 Bln 2 L 1 3 Kg Normal 1 94 Cm 2 16 Kg 2 2 SD Normal 1
27 An. D 4 Thn 1o Bln 2 P 2 2,5 Kg Normal 1 95 CM 2 21 Kg 1 2 SD Normal 1
28 An. K 5 Thn 7 Bln 3 L 1 1,8 Kg Rendah 2 72 Cm 3 10 Kg 3 <2 SD Stunting 2
29 An. J 3 Thn 1 P 2 3 Kg Normal 1 90 Cm 2 13 Kg 2 2 SD Normal 1
30 An. S 5 Thn 1 Bln 3 P 2 2.5 Kg Normal 1 103 Cm 2 26 Kg 1 2 SD Normal 1
31 An. N 3 Thn 6 Bln 1 L 1 2 Kg Normal 1 91 Cm 2 15 Kg 2 2 SD Normal 1
32 An. S 4 Thn 4 Bln 2 P 2 2,4 Kg Normal 1 95 Kg 2 17 Kg 2 2 SD Normal 1
33 An. D 5 Thn 6 Bln 3 P 2 2,3 Kg Normal 1 121 Kg 1 18 Kg 2 2 SD Normal 1
34 An. P 3 Thn 7 Bln 1 P 2 1,5 kg Rendah 2 90 Kg 2 13 Kg 2 2 SD Normal 1
35 An. Y 4 Thn 11 Bln 2 P 2 1,9 Kg Rendah 2 70 Kg 3 11 Kg 3 <2 SD Stunting 2
Keterang an :
Usia Anak : JK : BBL : TB: BB : Stunting :
1. 3 Thn 1.Laki-laki 1. Normal 1. Tinggi 1. Gemuk 1. Normal
2. 4 Thn 2.Perempuan 2. Rendah 2. Normal 2. Normal 2. Stunting
3. 5 Thn 3. Pendek 3. Kurus
No Nama Ibu Usia Ibu Kode Pendidikan Kode Tingkat Pendidikan Kode Pekerjaan Kode ASI eklsusif Kode
1 NY. W 43 thn 4 SMA 4 Tingggi 1 Tidak bekerja 2 Tidak Ekslusif 2
2 NY. A 29 thn 1 SMA 4 Tingggi 1 Tidak bekerja 2 Ekslusif 1
3 NY. AN 26 thn 1 SMA 4 Tingggi 1 Tidak bekerja 2 Ekslusif 1
4 NY. N 26 thn 1 SMA 4 Tingggi 1 Tidak bekerja 2 Tidak Ekslusif 2
5 NY. K 28 thn 1 SMA 4 Tingggi 1 Tidak bekerja 2 Ekslusif 1
6 NY. F 25 thn 1 SMA 4 Tingggi 1 Tidak bekerja 2 Tidak Ekslusif 2
7 NY. J 41 thn 4 SMA 4 Tingggi 1 Tidak bekerja 2 Tidak Ekslusif 2
8 NY. Y 32 thn 2 SMA 4 Tingggi 1 Tidak bekerja 2 Ekslusif 1
9 NY. N 31 thn 2 SD 2 Rendah 2 Tidak bekerja 2 Tidak Ekslusif 2
10 N. F 27 thn 1 SMA 4 Tingggi 1 Tidak bekerja 2 Tidak Ekslusif 2
11 NY. G 27 thn 1 SMA 4 Tingggi 1 Tidak bekerja 2 Ekslusif 1
12 NY. Y 26 thn 1 SMA 4 Tingggi 1 Tidak bekerja 2 Ekslusif 1
13 NY. N 25 thn 1 SMA 4 Tingggi 1 Tidak bekerja 2 Tidak Ekslusif 2
14 NY. M 33 thn 2 SMA 4 Tingggi 1 Tidak bekerja 2 Tidak Ekslusif 2
15 NY. N 37 thn 3 Perguruan Tinggi 5 Tingggi 1 Tidak bekerja 2 Ekslusif 1
16 NY. M 31 thn 2 SD 2 Rendah 2 Tidak bekerja 2 Tidak Ekslusif 2
17 NY. W 36 thn 3 Perguruan Tinggi 5 Tingggi 1 Bekerja 1 Ekslusif 1
18 NY. S 27 thn 1 Perguruan Tinggi 5 Tingggi 1 Bekerja 1 Tidak Ekslusif 2
19 NY. D 27 thn 1 SMA 4 Tingggi 1 Bekerja 1 Ekslusif 1
20 NY. A 29 thn 1 SMA 4 Tingggi 1 Bekerja 1 Ekslusif 1
21 NY. M 31 thn 2 SD 2 Rendah 2 Tidak bekerja 2 Tidak Ekslusif 2
ASI eklsusif
No Nama Ibu Usia Ibu Kode Pendidikan Kode Tingkat Pendidikan Kode Pekerjaan Kode Kode
22 NY. H 34 thn 2 SMP 3 Rendah 2 Tidak bekerja 2 Tidak Ekslusif 2
23 NY. H 36 thn 3 Perguruan Tinggi 5 Tinggi 1 Bekerja 1 Ekslusif 1
24 NY. S 34 thn 2 SD 2 Rendah 2 Tidak bekerja 2 Ekslusif 1
25 NY. M 35 thn 2 Perguruan Tinggi 5 Tinggi 1 Bekerja 1 Ekslusif 1
26 NY. J 38 thn 3 Perguruan Tinggi 5 Tinggi 1 Bekerja 1 Tidak Ekslusif 2
27 NY. M 35 thn 2 SMA 4 Tinggi 1 Bekerja 1 Tidak Ekslusif 2
28 NY. H 33 thn 2 SMA 4 Tinggi 1 Bekerja 1 Tidak Sekslusif 2
29 NY. T 34 thn 2 SD 2 Rendah 2 Tidak bekerja 2 Tidak Sekslusif 2
30 NY. M 34 thn 2 Perguruan Tinggi 5 Tinggi 1 Bekerja 1 Ekslusif 1
31 NY. I 31 thn 2 SMP 3 Rendah 2 Tidak bekerja 2 Ekslusif 1
32 NY. J 25 thn 1 SMA 4 Tinggi 1 Bekerja 1 Ekslusif 1
33 NY. F 35 thn 2 SMA 4 Tinggi 1 Bekerja 1 Ekslusif 1
34 NY. K 28 thn 1 Perguruan Tinggi 5 Tinggi 1 Bekerja 1 Ekslusif 1
35 NY. V 34 thn 2 SD 2 Rendah 2 Tidak bekerja 2 Tidak Sekslusif 2
Keterangan :

Usia Ibu : Pendidikan Ibu: Tingkat Pendidikan Pekerjaan Ibu : Asi Eksklusif : 8
Lampiran
1. 25-35 Thn 1. Tidak Sekolah 1. Tinggi 1. Bekerja 1. Eksklusif
2. 31-35 Thn 2. SD 2. Rendah 2. Tidak Bekerja 2. Tidak Eksklusif
3. 36-40 Thn 3. SMP
4. >40 Thn 4. SMA
5.Perguruan Tinggi
REKAPITULASI DATA

Pemberian ASI ekslusif


No A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 Skore Kode Keterangan
1 0 1 0 1 1 0 0 0 3 2 Tidak Ekslusif
2 1 1 0 1 1 1 1 1 7 1 Ekslusif
3 0 1 0 1 1 1 0 1 5 1 Ekslusif
4 1 1 0 0 0 0 0 0 2 2 Tidak Ekslusif
5 0 1 0 0 1 1 1 1 5 1 Ekslusif
6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 Tidak Ekslusif
7 0 0 1 0 0 0 0 0 1 2 Tidak Ekslusif
8 1 1 0 0 1 1 1 1 6 1 Ekslusif
9 0 1 0 1 0 0 1 0 3 2 Tidak Ekslusif
10 1 1 0 0 0 0 0 1 3 2 Tidak Ekslusif
11 0 1 1 1 0 1 0 1 5 1 Ekslusif
12 1 1 1 1 0 1 1 1 7 1 Ekslusif
13 0 1 0 0 0 0 0 0 1 2 Tidak Ekslusif
14 0 0 1 0 0 0 0 0 1 2 Tidak Ekslusif
15 0 1 1 1 1 1 1 1 7 1 Ekslusif
16 0 0 1 0 0 0 0 0 1 2 Tidak Ekslusif
17 0 1 1 1 0 1 0 1 5 1 Ekslusif
18 0 0 1 0 0 0 0 0 1 2 Tidak Ekslusif
19 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Ekslusif
Pemberian ASI Ekslusif Keterangan
No A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 Skor Kode
20 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Ekslusif
21 0 0 1 0 0 0 0 0 1 2 Tidak Ekslusif
22 0 1 0 0 0 0 0 0 1 2 Tidak Ekslusif
23 1 1 1 0 0 1 1 1 6 1 Ekslusif
24 1 1 0 1 0 1 1 0 5 1 Ekslusif
25 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Ekslusif
26 0 1 0 1 1 0 0 0 3 2 Tidak Ekslusif
27 0 1 0 0 0 1 0 1 3 2 Tidak Ekslusif
28 0 1 0 0 1 0 0 0 2 2 Tidak Ekslusif
29 0 1 0 0 0 1 0 0 2 2 Tidak Ekslusif
30 0 1 1 1 1 0 1 0 5 1 Ekslusif
31 0 1 1 0 1 1 0 1 5 1 Ekslusif
32 1 1 1 1 1 1 0 0 6 1 Ekslusif
33 1 1 1 1 1 0 0 1 6 1 Ekslusif
34 0 1 1 1 1 0 1 0 5 1 Ekslusif
35 0 1 0 0 0 0 0 0 1 2 Tidak Ekslusif
Lampiran 9

Standar Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)Anak Laki-Laki Umur 24-60


Bulan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020).

Panjang Badan (cm)


Umur (bulan)
-3 SD -2 SD -1 SD Median +1 SD +2 SD +3 SD
24 * 78.0 81.0 84.1 87.1 90.2 93.2 96.3
25 78.6 81.7 84.9 88.0 91.1 94.2 97.3
26 79.3 82.5 85.6 88.8 92.0 95.2 98.3
27 79.9 83.1 86.4 89.6 92.9 96.1 99.3
28 80.5 83.8 87.1 90.4 93.7 97.0 100.3
29 81.1 84.5 87.8 91.2 94.5 97.9 101.2
30 81.7 85.1 88.5 91.9 95.3 98.7 102.1
31 82.3 85.7 89.2 92.7 96.1 99.6 103.0
32 82.8 86.4 89.9 93.4 96.9 100.4 103.9
33 83.4 86.9 90.5 94.1 97.6 101.2 104.8
34 83.9 87.5 91.1 94.8 98.4 102.0 105.6
35 84.4 88.1 91.8 95.4 99.1 102.7 106.4
36 85.0 88.7 92.4 96.1 99.8 103.5 107.2
37 85.5 89.2 93.0 96.7 100.5 104.2 108.0
38 86.0 89.8 93.6 97.4 101.2 105.0 108.8
39 86.5 90.3 94.2 98.0 101.8 105.7 109.5
40 87.0 90.9 94.7 98.6 102.5 106.4 110.3
41 87.5 91.4 95.3 99.2 103.2 107.1 111.0
42 88.0 91.9 95.9 99.9 103.8 107.8 111.7
43 88.4 92.4 96.4 100.4 104.5 108.5 112.5
44 88.9 93.0 97.0 101.0 105.1 109.1 113.2
45 89.4 93.5 97.5 101.6 105.7 109.8 113.9
46 89.8 94.0 98.1 102.2 106.3 110.4 114.6
47 90.3 94.4 98.6 102.8 106.9 111.1 115.2
48 90.7 94.9 99.1 103.3 107.5 111.7 115.9
49 91.2 95.4 99.7 103.9 108.1 112.4 116.6
50 91.6 95.9 100.2 104.4 108.7 113.0 117.3
51 92.1 96.4 100.7 105.0 109.3 113.6 117.9
52 92.5 96.9 101.2 105.6 109.9 114.2 118.6
53 93.0 97.4 101.7 106.1 110.5 114.9 119.2
54 93.4 97.8 102.3 106.7 111.1 115.5 119.9
Panjang Badan (cm)
Umur (bulan)
-3 SD -2 SD -1 SD Median +1 SD +2 SD +3 SD
55 93.9 98.3 102.8 107.2 111.7 116.1 120.6
56 94.3 98.8 103.3 107.8 112.3 116.7 121.2
57 94.7 99.3 103.8 108.3 112.8 117.4 121.9
58 95.2 99.7 104.3 108.9 113.4 118.0 122.6
59 95.6 100.2 104.8 109.4 114.0 118.6 123.2

60 96.1 100,7 105,3 110,0 114,6 119,2 112,9


Keterangan: * Pengukuran TB dilakukan dalam keadaan anak berdiri
Standar Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Anak perempuan Umur 24-60
Bulan (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020)

Tinggi Badan (cm)


Umur (bulan)
-3 SD -2 SD -1 SD Median +1 SD +2 SD +3 SD
24 * 76.0 79.3 82.5 85.7 88.9 92.2 95.4
25 76.8 80.0 83.3 86.6 89.9 93.1 96.4
26 77.5 80.8 84.1 87.4 90.8 94.1 97.4
27 78.1 81.5 84.9 88.3 91.7 95.0 98.4
28 78.8 82.2 85.7 89.1 92.5 96.0 99.4
29 79.5 82.9 86.4 89.9 93.4 96.9 100.3
30 80.1 83.6 87.1 90.7 94.2 97.7 101.3
31 80.7 84.3 87.9 91.4 95.0 98.6 102.2
32 81.3 84.9 88.6 92.2 95.8 99.4 103.1
33 81.9 85.6 89.3 92.9 96.6 100.3 103.9
34 82.5 86.2 89.9 93.6 97.4 101.1 104.8
35 83.1 86.8 90.6 94.4 98.1 101.9 105.6
36 83.6 87.4 91.2 95.1 98.9 102.7 106.5
37 84.2 88.0 91.9 95.7 99.6 103.4 107.3
38 84.7 88.6 92.5 96.4 100.3 104.2 108.1
39 85.3 89.2 93.1 97.1 101.0 105.0 108.9
40 85.8 89.8 93.8 97.7 101.7 105.7 109.7
41 86.3 90.4 94.4 98.4 102.4 106.4 110.5
42 86.8 90.9 95.0 99.0 103.1 107.2 111.2
43 87.4 91.5 95.6 99.7 103.8 107.9 112.0
Tinggi Badan (cm)
Umur (bulan)
-3 SD -2 SD -1 SD Median +1 SD +2 SD +3 SD
44 87.9 92.0 96.2 100.3 104.5 108.6 112.7
45 88.4 92.5 96.7 100.9 105.1 109.3 113.5
46 88.9 93.1 97.3 101.5 105.8 110.0 114.2
47 89.3 93.6 97.9 102.1 106.4 110.7 114.9
48 89.8 94.1 98.4 102.7 107.0 111.3 115.7
49 90.3 94.6 99.0 103.3 107.7 112.0 116.4
50 90.7 95.1 99.5 103.9 108.3 112.7 117.1
51 91.2 95.6 100.1 104.5 108.9 113.3 117.7
52 91.7 96.1 100.6 105.0 109.5 114.0 118.4
53 92.1 96.6 101.1 105.6 110.1 114.6 119.1
54 92.6 97.1 101.6 106.2 110.7 115.2 119.8
55 93.0 97.6 102.2 106.7 111.3 115.9 120.4
56 93.4 98.1 102.7 107.3 111.9 116.5 121.1
57 93.9 98.5 103.2 107.8 112.5 117.1 121.8
58 94.3 99.0 103.7 108.4 113.0 117.7 122.4
59 94.7 99.5 104.2 108.9 113.6 118.3 123.1
60 95.2 99.9 104.7 109.4 114.2 118.9 123.7
Keterangan: * Pengukuran TB dilakukan dalam keadaan anak berdiri

84
Lampiran 10

DATA STATISTIK

Frequencies

Statistics
Usia Jenis
Anak Kelamin BBL TB BB Stunting
N Valid 35 35 35 35 35 35
Missing 0 0 0 0 0 0

Statistics
Usia
Ibu Pendidikan Pekerjaan ASI_Ekslusif
N Valid 35 35 35 35
Missing 0 0 0 0

Frequency Table

Usia_Anak
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 3 14 40.0 40.0 40.0
4 11 31.4 31.4 71.4
5 10 28.6 28.6 100.0
Total 35 100.0 100.0

Jenis_Kelamin
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Laki-Laki 15 42.9 42.9 42.9
Perempuan 20 57.1 57.1 100.0
Total 35 100.0 100.0

BBL
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Rendah 12 34.3 34.3 34.3
Normal 23 65.7 65.7 100.0
Total 35 100.0 100.0
TB
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Tinggi 18 51.4 51.4 51.4
Normal 13 37.1 37.1 88.6
Pendek 4 11.4 11.4 100.0
Total 35 100.0 100.0

BB
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Gemuk 6 17.1 17.1 17.1
Normal 24 68.6 68.6 85.7
Kurus 5 14.3 14.3 100.0
Total 35 100.0 100.0

Stunting
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Stunting 5 14.3 14.3 14.3
Normal 30 85.7 85.7 100.0
Total 35 100.0 100.0

Usia_Ibu
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 20-30 thn 14 40.0 40.0 40.0
31-35 thn 15 42.9 42.9 82.9
36-40 thn 4 11.4 11.4 94.3
>40 thn 2 5.7 5.7 100.0
Total 35 100.0 100.0

Pendidikan
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid SD 6 17.1 17.1 17.1
SMP 2 5.7 5.7 22.9
SMA 19 54.3 54.3 77.1
Perguruan
8 22.9 22.9 100.0
Tinggi
Total 35 100.0 100.0
Tingkat Pendidikan
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Tinggi 27 77.1 77.1 77.1
Rendah 8 22.9 22.9 100.0
Total 35 100.0 100.0

Pekerjaan
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Bekerja 13 37.1 37.1 37.1
Tidak bekerja 22 62.9 62.9 100.0
Total 35 100.0 100.0

ASI_Ekslusif
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Tidak 17 48.6 48.6 48.6
YA 18 51.4 51.4 100.0
Total 35 100.0 100.0
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
ASI eklusif *
Kejadian 35 100.0% 0 0.0% 35 100.0%
Stunting

ASI eklusif * Kejadian Stunting Crosstabulation


Kejadian Stunting
Stunting Normal Total
ASI Tidak Count 5 12 17
eklusif % within ASI
29.4% 70.6% 100.0%
eklusif
Ya Count 0 18 18
% within ASI
0.0% 100.0% 100.0%
eklusif
Total Count 5 30 35
% within ASI
14.3% 85.7% 100.0%
eklusif

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value Df (2-sided) (2-sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 6.176 1 .013
Continuity Correctionb 4.008 1 .045
Likelihood Ratio 8.111 1 .004
Fisher's Exact Test .019 .019
Linear-by-Linear
6.000 1 .014
Association
N of Valid Cases 35

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 2.43.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
BBL * Kejadian
35 100.0% 0 0.0% 35 100.0%
Stunting

BBL * Kejadian Stunting Crosstabulation


Kejadian Stunting
Stunting Normal Total
BBL Normal Count 2 21 23
% within BBL 8.7% 91.3% 100.0%
Rendah Count 3 9 12
% within BBL 25.0% 75.0% 100.0%
Total Count 5 30 35
% within BBL 14.3% 85.7% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) (2-sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 1.712 1 .191
Continuity Correctionb .639 1 .424
Likelihood Ratio 1.622 1 .203
Fisher's Exact Test .313 .209
Linear-by-Linear
1.663 1 .197
Association
N of Valid Cases 35

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 1.71.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pendidikan Ibu *
Kejadian 35 100.0% 0 0.0% 35 100.0%
Stunting

Pendidikan Ibu * Kejadian Stunting Crosstabulation


Kejadian Stunting
Stunting Normal Total
Pendidikan Tinggi Count 2 25 27
Ibu % within Pendidikan
7.4% 92.6% 100.0%
Ibu
Rendah Count 3 5 8
% within Pendidikan
37.5% 62.5% 100.0%
Ibu
Total Count 5 30 35
% within Pendidikan
14.3% 85.7% 100.0%
Ibu

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 4.564a 1 .033
Continuity Correctionb 2.437 1 .118
Likelihood Ratio 3.864 1 .049
Fisher's Exact Test .067 .067
Linear-by-Linear
4.434 1 .035
Association
N of Valid Cases 35

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 1.14.
b. Computed only for a 2x2 table
Lampiran 11

DOKUMENTASI PENELITIAN

Anda mungkin juga menyukai