Anda di halaman 1dari 11

I.

KONSEP DASAR PARTUS PREMATUR

A. Anatomi fisiologi

Rahim atau uterus adalah organ reproduksi betina yang utama pada kebanyakan
mamalia, termasuk manusia. Salah satu ujungnya adalah serviks, membuka ke
dalam vagina, dan ujung satunya yang lebih laus, yang dianggap badan rahim,
disambung di kedua pihak dengan tabung fallopian. Rahim terdapat dalam berbagai
bentuk dan ukuran di organisme yang berbeda. Pada manusia adalah berbentuk
buah pir. Beberapa organisme seperti kelinci, kambing dan kuda mempunyai rahim
bipartite atau bertanduk.
Uterus adalah reproduksi pada wanita. Uterus berfungsi membungkus dan
menyediakan makanan untuk janin. Setiap bulan uterus menyiapkan diri sebagai
tempat perlindungan bagi telur yang dibuahi. Organ uterus berukuran sekepalan
tangan, sekitar 8 – 12 cm panjang dan sekitar 5 cm lebar pada puncaknya. Selama
kehamilan uterus meregang untuk menanmpung janin yang terus membesar.
Uterus terdiri dari 3 lapisan yaitu endometrium, miometrium dan permetrium. Uterus
terdiri dari 3 bagian yaitu fundus uteri, korpus uteri dan serviks uteri. Fungsi utama
uterus adalah untuk menahan ovum yang telah dibuahi dan tempat pertumbuhan
janin selama kehamilan.
Ovarium adalah kelenjar berbentuk biji buah kenari terletak di kiri dan kanan uterus.
Ovarium memiliki 3 fungsi memproduksi ovum, memproduksi hormon ekstrogen dan
progesteron serta berperan dalam pengaturan siklus menstruasi.
Rahim ditempatkan di pelvis dan dorsal (dan biasanya agak kranial) ke kandung
kemih dan ventral ke raktum. Rahim ditahan pada tempatnya oleh beberapa ligamen.
Di luar kehamilan, ukuran garis tengahnya adalah beberapa sentimeter. Rahim
kebanyakan terdiri dari otot. Lapisan permanen jaringan itu yang paling dalam
disebut endometrium. Pada kebanyakan mamalia, termasuk manusia, endometrium
membuat lapisan pada waktu – waktu tertentu yang, jika tak ada kehamilan terjadi,
dilepaskan atau menyerap kembali.
Lepasnya lapisan endometrial pada manusia disebabkan oleh menstruasi (dikenal
dengan istilah datang bulan seorang wanita) sepanjang tahun – tahun subur seorang
wanita. Pada mamalia lain mungkin ada siklus yang panjang selama enam bulan
atau sesering beberapa hari saja. Fungsi utama rahim menerima pembuahan ovum
yang tertanam ke dalam ondemetrium, dan berasal makanan dari pembuluh darah
yang berkembang secara khusus untuk maksud ini. Ovum yang dibuahi menjadi
embrio, berkembang menjadi fetus dan gestates sampai kelahiran.
Karena rintangan anatomis seperti pelvis, rahim didorong sebagian ke dalam perut
sampai perluasannya selama kehamilan. Di kehamilan pun rahim manusia beratnya
hanya sekitar sekilogram (2.2 pon).

B. Definisi
Menurut Oxorn (2010), partus prematurus atau persalinan prematur dapat
diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus yang teratur yang disertai pendataran dan
atau dilatasi servix serta turunnya bayi pada wanita hamil yang lama kehamilannya
kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari) sejak hari pertama haid terakhir. Menurut
Nugroho (2010) persalinan preterm atau partus prematur adalah persalinan yang terjadi
pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin
kurang dari 2500 gram. Partus preterm adalah kelahiran setelah 20 minggu dan
sebelum kehamilan 37 minggu dari hari pertama menstruasi terakhir (Benson, 2012).
Menurut Rukiyah (2010), partus preterm adalah persalinan pada umur kehamilan
kurang dari 37 minggu atau berat badan lahir antara 500-2499 gram.
Berdasarkan beberapa teori diatas dapat disimpulkan yaitu Partus Prematurus
adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan dimana timbulnya tanda-tanda
persalinan pada usia kehamilan yang belum aterm (20 minggu-37 minggu) dan berat
badan lahir bayi kurang dari 2500 gram.

C. Etiologi dan Faktor Resiko


Faktor resiko Partus Prematurus menurut Wiknjosastro (2010) yaitu :
1. Janin dan plasenta : perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum, KPD,
pertumbuhan janin terhambat, cacat bawaan janin, gemeli, polihidramnion
2. Ibu : DM, pre eklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan bentuk uterus,
riwayat partus preterm atau abortus berulang, inkompetensi serviks, pemakaian obat
narkotik, trauma, perokok berat, kelainan imun/resus.

Namun menurut Nugroho (2010) ada beberapa resiko yang dapat menyebabkan
partus prematurus yaitu :
1. Faktor resiko mayor : Kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus, serviks
terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks mendatar/memendek
kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada trimester II lebih
dari 1 kali, riwayat persalinan pretem sebelumnya, operasi abdominal pada
kehamilan preterm, riwayat operasi konisasi, dan iritabilitas uterus.
2. Faktor resiko minor : Penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam setelah
kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10 batang perhari,
riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali.
Sedangkan menurut Manuaba (2009), faktor predisposisi partus prematurus
adalah sebagai berikut:
1. Faktor ibu : Gizi saat hamil kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun,
jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, penyakit menahun ibu seperti; hipertensi,
jantung, ganguan pembuluh darah (perokok), faktor pekerjaan yang terlalu berat
2. Faktor kehamilan : Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum,
komplikasi hamil seperti pre eklampsi dan eklampsi, ketuban pecah dini
3. Faktor janin : Cacat bawaan, infeksi dalam rahim

D. Tanda dan Gejala


Partus prematurus ditandai dengan :
1. Kontraksi uterus dengan atau tanpa rasa sakit
2. Rasa berat dipanggul
3. Kejang uterus yang mirip dengan dismenorea
4. Keluarnya cairan pervaginam
5. Nyeri punggung
Gejala diatas sangat mirip dengan kondisi normal yang sering lolos dari kewaspadaan
tenaga medis.
Menurut Manuaba (2009), jika proses persalinan berkelanjutan akan terjadi tanda klinik
sebagai berikut :
1. Kontraksi berlangsung sekitar 4 kali per 20 menit atau 8 kali dalam satu jam
2. Terjadi perubahan progresif serviks seperti pembukaan lebih dari 1 cm, perlunakan
sekitar 75-80 % bahkan terjadi penipisan servik.

E. Patofisiologi
Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan mekanisme yang bertanggung
jawab untuk mempertahankan kondisi tenang uterus selama kehamilan atau adanya
gangguan yang menyebabkan singkatnya kehamilan atau membebani jalur
persalinanan normal sehingga memicu dimulainya proses persalinan secara dini. Empat
jalur terpisah, yaitu stress, infeksi, regangan dan perdarahan (Norwintz, 2007).
Enzim sitokinin dan prostaglandin, ruptur membran, ketuban pecah, aliran darah ke
plasenta yang berkurang mengakibatkan nyeri dan intoleransi aktifitas yang
menimbulkan kontraksi uterus, sehingga menyebabkan persalinan prematur.
Akibat dari persalinan prematur berdampak pada janin dan pada ibu. Pada janin,
menyebabkan kelahiran yang belum pada waktunya sehingga terjailah imaturitas
jaringan pada janin. Salah satu dampaknya terjdilah maturitas paru yang menyebabkan
resiko cidera pada janin. Sedangkan pada ibu, resiko tinggi pada kesehatan yang
menyebabkan ansietas dan kurangnya informasi tentang kehamilan mengakibatkan
kurangnya pengetahuan untuk merawat dan menjaga kesehatan saat kehamilan.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Ultrasonografi : Pengkajian getasi (dengan berat badan janin 500 sampai 2500 gram)
2. Tes nitrazin : menentukan KPD
3. Jumlah sel darah putih : Jika mengalami peningkatan, maka itu menandakan adanya
infeksi amniosentesis yaitu radio lesitin terhadap sfingomielin (L/S) mendeteksi
fofatidigliserol (PG) untuk maturitas paru janin, atau infeksi amniotik
4. Pemantauan elektronik : memfalidasi aktifitas uterus/status janin.

G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksaan awal
a. Segera lakukan penilaian tentang : usia kehamilan (untuk tentukan prognosis),
demam ada/tidak, kondisi janin (jumlah, letak, presentasi, TBJ, hidup/gawat
janin/mati, kelainan congenital dll), letak placenta, kesiapan untuk menangani
bayi prematur.
b. Tentukan kemungkinan penanganan selanjutnya, yaitu: pertahankan kehamilan,
sehingga janin dapat lahir mendekati aterm, tunda persalinan 2-3 hari, untuk
memberikan obat pematangan paru janin, biarkan terjadi persalinan (tokolitik
tidak berguna, persalinan lebih baik untuk ibu dan janin)
2. Penataksanaan belum dalam persalinan.
a. Bedrest
b. Deteksi dan menejemen factor resiko
c. Tokolitik
d. Periksa kesejahteraan janin (USG dan CTG)
e. Kortikosteroid (untuk mematangkan paru janin)
3. Penatalaksanaan dalam persalinan
a. Presentasi kepala, lahir pervaginam dengan episotomi lebar dan perlindungan
degan forcep (tertuma jika kurang dari 35 minggu).
b. SC jika : presentasi bokong, letak lintang, TBJ kurang dari 1500 gr, syarat
pervaginan tidak terpenuhi, dan placenta previa
c. Manipulasi bayi seminimal mungkin, incubator dan oksigen
Menurut Benson (2012), pengobatan utama terdiri atas dua modalitas yaitu istirahat
baring dan obat – obatan.
1. Istirahat baring
Terdapat berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa istirhat baring
bermanfaat baik dalam pencegahan maupun membantu penghentian partus yang telah
berlangsung disertai dengan obat–obatan. Hidrasi intravena sering dianjurkan sebagai
bentuk awal intervensi, sebelum mulai dengan obat-obat farmakologik.
2. Obat farmakologik
a. Beta – simpatomimetik
Dinamakan demikian karena lebih merangsang reseptor beta – adrenergik, dua obat
yang paling sering digunakan adalah ritodrine dan terbutaline. Reaksi kerja obat ini
yaitu dapat menurunkan tonus otot polos uterus, bronkiolus dan vaskulator, output
urine juga berkurang dan glikogenolisis dan pembebasan insulin kedua – duanya
meningkat, nadi meningkat, tekanan darah diastolik menurun, frekuensi jantung
cepat.
Prosedur pemberian ritodrine :
1. Usahakan pemeriksaan darah lengkap dengan platelet, elektrolit serum, dan
glukosa
2. Mulai infus IV kemudian mulai obat dengan kecepatan 50 – 100 / menit, harus
menggunakan infussion pump
3. Naikkan dosis dengan 50 / menit setiap 15 menit sampai kontraksi lebih kecil dari
empat kali / jam atau sampai dosis maksimum 350 / menit
4. Pertahankan dosis selama 6 – 12 jam, pemantauan fetus terus dilakukan dan
pasien tetap diobservasi sampai menjadi stabil dengan medikasi oral
5. Ubah menjadi pengobatan oral dengan pemberian 10 – 20 mg ritodrine peroral
satu jam sebelum menghentikan medikasi IV. Tindak lanjuti dengan 10 – 20 mg
ritodrine peroral setiap 2 – 4 jam sesuai keperluan.

b. Magnesium Sulfat
Mekanisme kerja magnesium yaitu menurunkan kalsium bebas intraselular yang
perlu untuk kontraksi otot polos, namun magnesium memiliki efek ini pada semua
otot. Salah satu efek samping yang sangat mengganggu adalah disforia dimana
dilukiskan perasaan bagai terperangkap awan gelap.
Prosedur pemberian Magnesium Sulfat :
1. Magnesium merupakan pilihan yang baik bagi pasien dengan diabetes,
perdarahan dan gangguan jantung.
2. Usahakan pemeriksaan darah lengkap dengan platelet, elektrolit serum, dan
glukosa
3. Berikan dosis awal 4g selama 10 – 20 menit dan kemudian infus magnesium
dengan kecepatan 1 – 3 g / jam. Dosis magnesium tidak boleh melebihi 4 g / jam
karena kadar toksik mungkin tercapai
4. Naikkan dosis sebanyak 0,5 g setiap 15 menit sampai kontraksi uterus sama
atau kurang dari 4 per jam
5. Frekuensi pernafasan dan refleks tendon dalam harus imonitor dengan seksama
6. Setelah relaksasi uterus tercapai, sejumlah ahli kebidanan akan menganti obat
dengan beta – simpatomimetik oral.
Menurut Nugroho (2010), pada kasus PPI yang tidak mungkin ditangani ekspektatif,
harus dilakukan intervensi yaitu dengan :
1. Akslerasi pematangan fungsi paru
a. Terapi glukokortikoid, misalnya dengan betamethasone 12 mg IM, 2 kali selang
24 jam, atau dexamethasone 5 mg tiap 12 jam IM sampai 4 dosis
b. Thyrotropin releasing hormone 400 IV, akan meningkatkan kadar tri–
iodothyronine yang dapat meningkatkan produksi surfaktan
c. Suplemen inositol, karena inositol merupakan komponen membran fosfolipid
yang berperan dalam pembentukan surfaktan.
2. Pemberian antibiotika
a. Pemberian antibiotika yang tepat dapat menurunkan angka kejadian koriomnionitis
dan sepsis neonatorum
b. Diberikan 2 gram ampicillin IV tiap 6 jam sampai persalinan selesai
c. Peneliti lain memberikan antibiotik kombinasi untuk kuman anaerob
d. Setelah itu dilakukan deteksi dan penanganan terhadap faktor resiko persalinan
prematur, bila tidak ada kontra indikasi, diberi tokolitik.
e. Pemberian tokolitik
f. Nifedipine 10 mg diulang tiap 30 menit, maksimum 40 mg/6 jam. Umumnya hanya
diperlukan 20 mg dan dosis perawatan 3x10 mg
g. Golongan beta – mimetik : salbutamol per infuse : 20 – 50 / menit atau salbutamol
per oral : 4 mg, 2 – 4 kali / hari
Tabel 2. Dosis pemakaian obat tokolitik
Efek samping dan hal yang
Obat Dosis awal Dosis selanjutnya
harus diperhatiakan
Salbutamol 10 mg dalam Bila kontraksi masih ada, Takikardi ibu : kurangi tetesan
larutan NaCl tingkatkan tetesan infuse bila nadi 120 x / menit, hati –
atau RL, ulai 10 tetes per menit sampai hati pemakaian pada ibu
infuse 10 kontraksi berhenti atau nadi anemi
tetes / menit ibu melebihi 120 x / menit. Edema paru ibu : dapat
Bila kontraksi berhenti, jaga terjadi bila memakai steroid
tetesan paling tidak 12 jam bersamaan dengan
setelah kontraksi uterus salbutamol. Batasi air, jaga
berakhir. keseimbangan cairan dan
Maintenance ventolin per hentikan obat
oral 3 x 4 mg / hari paling
sedikit 7 hari
MgSo4 Berikan dosis Diikuti dosis selanjutnya Hati – hati untuk
awal 6 g 2g / jam hipermagnesia untuk janin
dan ibu
Periksa refleks dan
respiratory rate dan produksi
urine
Sumber : Saefuddin (2009)

H. Komplikasi
Menurut Nugroho (2010), komplikasi partus prematurus iminens yang terjadi
pada ibu adalah terjadinya persalinan prematur yang dapat menyebabkan infeksi
endometrium sehingga mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka
episiotomi. Sedangkan pada bayi prematur memiliki resiko infeksi neonatal lebih tinggi
seperti resiko distress pernafasan, sepsis neonatal, necrotizing enterocolitis dan
perdarahan intraventikuler.
Menurut Benson (2012), terdapat paling sedikit enam bahaya utama yang
mengancam neonatus prematur, yaitu gangguan respirasi, gagal jantung kongestif,
perdarahan intraventrikel dan kelainan neurologik, hiperilirubinemia, sepsis dan
kesulitan makan.
Sedangkan menurut Oxorn (2010), prognosis yang dapat terjadi pada persalinan
prematuritas adalah :
1. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi prematur
2. Gangguan respirasi
3. Rentan terhadap kompresi kepala karena lunaknya tulang tengkorak dan immaturitas
jaringan otak
4. Perdarahan intracranial 5 kali lebih sering pada bayi prematur dibanding bayi aterm
5. Cerebral palsy
6. Terdapat insidensi kerusakan organik otak yang lebih tinggi pada bayi prematur
(meskipun banyak orang–orang jenius yang dilahirkan sebelum aterm).

I. Pengkajian
Fokus pengkajian keperawatan yaitu :
1. Sirkulasi
Hipertensi, Edema patologis (tanda hipertensi karena kehamilan (HKK), penyakit
sebelumnya.
2. Intregitas Ego
Adanya ansietas sedang.
3. Makanan/cairan
Ketidakadekuatan atau penambahan berat badan berlebihan.
4. Nyeri/Katidaknyamanan
Kontraksi intermiten sampai regular yang jaraknya kurang dari 10 menit selama
paling sedikit 30 detik dalam 30-60 menit.
5. Keamanan
Infeksi mungkin ada (misalnya infeksi saluran kemih (ISK) dan atau infeksi vagina)
6. Seksualitas : Tulang servikal dilatasi, Perdarahan mungkin terlihat, Membran
mungkin ruptur (KPD), Perdarahan trimester ketiga, Riwayat aborsi, persalinan
prematur, riwayat biopsi konus, Uterus mungkin distensi berlebihan, karena
hidramnion, makrosomia atau getasi multiple.
7. Pemeriksaan diagnostik
Ultrasonografi : Pengkajian getasi (dengan berat badan janin 500 sampai 2500 gram)
Tes nitrazin : menentukan KPD
Jumlah sel darah putih : Jika mengalami peningkatan, maka itu menandakan adanya
infeksi amniosentesis yaitu radio lesitin terhadap sfingomielin (L/S) mendeteksi
fofatidigliserol (PG) untuk maturitas paru janin, atau infeksi amniotik
Pemantauan elektronik : memfalidasi aktifitas uterus/status janin.

J. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (fisik, biologis, kimia, psikologis),
kontraksi otot dan efek obat-obatan.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipersensitivitas otot/seluler, tirah baring,
kelemahan
3. Ansietas, ketakutan berhubungan dengan krisis situasional, ancaman yng dirasakan
atau aktual pada diri dan janin.

K. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri Akut

Diagnosa Rencana Keperawatan

Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan NIC :
berhubungan keperawatan 1x3 jam rasa nyeri a. Lakukan pengkajian
dengan agen berkurang nyeri secara
injuri (fisik, komprehensif termasuk
biologis, Kriteria lokasi, karakteristik,
kimia, Meringis durasi, frekuensi,
Gelisah
psikologis), Tekanan kualitas dan faktor
kontraksi otot darah presipitasi
dan efek Pola nafas b. Observasi reaksi
obat-obatan. nonverbal dari
ketidaknyamanan
c. Bantu pasien dan
keluarga untuk mencari
dan menemukan
dukungan
d. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
e. Kurangi faktor presipitasi
nyeri
f. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
g. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi: napas
dala, relaksasi, distraksi,
kompres hangat/ dingin
h. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri: ……...
i. Tingkatkan istirahat
j. Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
k. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
2. Intoleransi aktivitas

Diagnosa Rencana Keperawatan

Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Intoleransi NOC : NIC :
aktivitas Setelah dilakukan asuhan a. Observasi adanya
berhubungan keperawatan 1x3 jam dapat pembatasan klien dalam
dengan melakukan aktivitas melakukan aktivitas
hipersensitivita b. Kaji adanya faktor yang
s otot/seluler, Kriteria menyebabkan kelelahan
tirah baring, Kekuatan c. Monitor nutrisi dan sumber
kelemahan tubuh energi yang adekuat
Keluhan
d. Monitor pasien akan
lelah
Tekanan adanya kelelahan fisik dan
darah emosi secara berlebihan
Dyspnea e. Monitor respon
kardivaskuler terhadap
aktivitas (takikardi,
disritmia, sesak nafas,
diaporesis, pucat,
perubahan hemodinamik)
f. Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
pasien
g. Kolaborasikan dengan
Tenaga Rehabilitasi Medik
dalam merencanakan
progran terapi yang tepat.
h. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
i. Monitor respon fisik, emosi,
sosial dan spiritual

3. Ansietas

Diagnosa Rencana Keperawatan

Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Ansietas, NOC : NIC:
ketakutan Setelah dilakukan asuhan Coping Enhancement
berhubungan keperawatan 1x3 jam rasa nyeri a. Jelaskan pada pasien
dengan krisis berkurang tentang proses
situasional, penyakit
b. Jelaskan semua tes
ancaman yng Kriteria
pusing dan pengobatan pada
dirasakan atau
Gelisah pasien dan keluarga
aktual pada diri Tekanan c. Sediakan
dan janin. darah reninforcement positif
Frek. Nadi
ketika pasien
melakukan perilaku
untuk mengurangi takut
d. Sediakan perawatan
yang
berkesinambungan
e. Kurangi stimulasi
lingkungan yang dapat
menyebabkan
misinterprestasi
f. Dorong
mengungkapkan
secara verbal
perasaan, persepsi dan
rasa takutnya
g. Perkenalkan dengan
orang yang mengalami
penyakit yang sama
h. Dorong klien untuk
mempraktekan tehnik
relaksasi
DAFTAR PUSTAKA

Benson, Ralph C dan Pernoll, Martin L. 2012. Buku Saku Obsetri dan Ginekologi. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Cunningham, F., Gary, et al., 1995, Obstetri Williams, Ed. 18, EGC, Jakarta.
Doengoes, Marilynn E, et al., 2001, Rencana Perawatan Maternal / Bayi: Pedoman untuk
Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien, Ed. 2, EGC, Jakarta.
Hacker, Neville F, Moore, J. G., 2001, Essential Obstetri dan Ginekologi, Ed. 2, Hipokrates,
Jakarta.
Hariadi, R. 2004. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Surabaya : Himpunan Kedokteran
Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Manuaba, I.B.G., 2001, Kapita Selekta Pelaksanaan Rutin Obstetric Ginekologi & KB, EGC,
Jakarta.
Manuaba. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita Edisi 2. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam, 1990, Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi, EGC, Jakarta.
NANDA. 2012-2014, Nursing Diagnosis: Definitions and Classification, Philadelphia, USA
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Oxorn Harry, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan (Human Labor
and Birth). Yogyakarta : YEM.
Prawirohardjo, Sarwono, 1984, Pengantar Ilmu dan Praktek Kebidanan Bag. I, FKUI,
Jakarta.
Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk. 2010. Asuahan Kebidanan Patologi. Jakarta : Trans Info Media
Sulaiman, Sastrawinata, 1979, Obstetri Patologi, UNPAD, Bandung.
Taber, Ben Zion, 1994, Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi, Ed. 2, EGC,
Jakarta.
Varney, Helen, 2001, Buku Saku Bidan, EGC, Jakarta.
Wiknjosastro, H. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka, Sarwono
Prawirohardjo.
Wikrojosastro, Hanifa, 1999, Ilmu Kebidanan, Ed. 3, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta
Wilkinson, J.M., & Ahern N.R., 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Diagnosa NANDA
Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC. Edisi Kesembilan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai