Disusun Oleh:
Pembimbing:
dr. Yanuar Wahyu Hidayat , Sp.A
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan referat yang berjudul “
TATALAKSANA HIPOGLIKEMIA DAN HIPERGLIKEMIA” sebagai salah
satu tugas dalam kepaniteraan klinik di Departemen ilmu kesehatan anak Rumah
Sakit Umum Daerah Dokter Soeselo Slawi, Kabupaten Tegal.
Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Yanuar wahyu
hidayat Sp.A selaku pembimbing referat ini yang telah memberikan bimbingan
dan nasihat dalam penyusunan telaah ilmiah ini. Penulis menyadari bahwa referat
ini masih jauh dari sempurna, dan masih banyak kekurangan yang harus
diperbaiki. Oleh sebab itu penulis mengharapkan bantuan dari dokter pembimbing
untuk memberikan saran dan masukan yang berguna bagi penulis. Penulis
berharap semoga referat ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Slawi, 2020
Penulis
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii
KATA PENGANTAR...................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 2
A. Definisi ................................................................................................... 2
B. Etiologi ................................................................................................... 2
C. Klasifikasi ............................................................................................... 3
D. Patofisiologi ........................................................................................... 11
E. Manifestasi Kinis..................................................................................... 11
F. Diagnosis ................................................................................................ 12
G. Tatalaksana ............................................................................................. 14
H. Komplikasi ............................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................28
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
mmol/L). Alasan dari nilai ini sudah ditetapkan sepihak, tetapi tidak karena
adanya indikasi yang jelas bahwa konsentrasi glukosa yang lebih besar dari 180
mg/dL (10,0 mmol/L) memiliki efek samping yang spesifik dan serius.
Pemantauan glukosa yang berkelanjutan menggunakan elektroda jarum subkutan
menunjukkan bahwa hiperglikemia lebih sering terjadi pada 3 hingga 5 hari
pertama setelah lahir, tetapi dapat ditemukan hingga 10 hari atau lebih setelah
lahir. Hiperglikemia akut membaik setelah 2 atau 3 hari pada sebagian besar bayi.
Hiperglikemia neonatal berhubungan terbalik dengan berat badan (18 kali lipat
lebih sering pada bayi dengan berat badan kurang dari 1.000 gram dibandingkan
bayi yang beratnya 1.000 hingga 2.000 gram) dan paling sering terjadi pada bayi
yang sangat prematur. Data lama dari Dweck dan Cassady menunjukkan bahwa
86% bayi yang berat badannya kurang dari 1.100 gram mengalami hiperglikemia
(glukosa serum >125 mg/dL [6,9 mmol/L]), dan 84% memiliki 1 atau lebih
konsentrasi glukosa serum lebih besar dari 300 mg/dL (16,7 mmol/L). Angka
kejadian tersebut biasa terjadi saat ini.
Hiperglikemia neonatal secara langsung berhubungan dengan penyakit dan
segala bentuk dari stress, contohnya septikemia. Penyebab dari hiperglikemia
neonatal bermacam-macam dan tidak jelas. Secara umum, hiperglikemia
menunjukkan adanya campuran dari produksi glukosa yang berlebihan pada bayi,
hingga terlalu banyak glukosa eksogen infus, dan penurunan kapasitas untuk
penggunaan glukosa. Tidak terdapat tanda klinis pada hiperglikemia neonatal dan
tidak ada perubahan kondisi klinis pada bayi ketika konsentrasi glukosa
meningkat atau menurun secara akut. Sebagai contoh, selama penelitian
hiperglikemia, bayi prematur mengalami glukosuria tetapi bukan diuresis osmotik
dengan peningkatan laju aliran urin. Hiperglikemia masih menjadi gangguan
biokimia yang tidak dapat didiagnosis tanpa mengukur konsentrasi glukosa dalam
darah atau plasma.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Hipoglikemia yang dimaksud adalah hipoglikemia pada bayi dan anak.
Disebut hipoglikemia apabila kadar gula darah kurang dari 40 mg% (serum atau
plasma lebih tinggi 10- 15%).
Hiperglikemia neonatal didefinisikan dengan konsentrasi glukosa darah
lebih besar dari 125 mg/dL (6,9 mmol/L) atau konsentrasi glukosa plasma atau
serum lebih besar dari 150 mg/dL (8,3 mmol/L), tanpa memperhitungkan usia
kehamilan atau postnatal
Diagnosis
A. HIPOGKLIMIA
Diagnosis
1. Anamnesis
Ditanyakan ada tidaknya gejala hipoglikemia (gejala akibat
rangsangan saraf simpatis dan susunan saraf pusat) dan faktor-
faktor pemicu timbulnya hipoglikemia antara lain:
a. Ibu menderita diabetes
b. Makrosomia
6
c. Kolestasis, merupakan petanda mungkin adanya penyakit
metabolik antara lain galaktosemia dan kelainan
mitokondria yang dapat menyebabkan hipoglikemia
d. Mikropenis mendukung kearah hipopituitarisme
e. Hepatomegali yang didapatkan dari anamnesis atau
pemeriksaan fisis seringkali akibat dari glycogen storage
disease atau defek glukoneogenesis.
f. Miopati merupakan tanda defek fattyacid oxidation dan
glycogen storage disease
g. Minum obat-obatan sebelumnya (misalnya etanol, salisilat,
hipoglikemik oral)
h. Komponen dalam diet antara lain galaktose dan fruktose
yang merupakan petunjuk adanya inbornerror of
metabolism antara lain pada galaktosemia, penyakit maple
syrup urine, dan intoleransi fruktosa.
A. Pemeriksaan fisik
7
12. Berkeringat
13. Hipotonia
8
2. Urin:
Pemeriksaan urin pada saat yang sama untuk
pemeriksaan asam organik, keton, dan bahan pereduksi lain.
3. Pencitraan
a. CT Scan kepala, bila dicurigai hipopituitarisme
b. USG abdomen, bila dicurigai adanya insulinoma
B. HIPERGLIKEMIA
Bayi dengan gula darah yang tinggi atau hiperglikemi sering
bersifat asimptomatik, tetapi biasanya bayi yang mengalami hiperglikemi
cenderung mengeluarkan urin dalam jumlah yang banyak hingga bisa
mengalami dehidrasi.
Gejala awal tingginya kadar glukosa darah tersebut yaitu adanya
polidipsi dan poliuri maupun polifagi, selain itu juga terdapat kelainan
pada kulit seperti kulit kering dan gatal-gatal, kelemahan tubuh hingga
luka yang sulit sembuh.
Bayi yang perlu diperiksa untuk mengetahui risiko mengalami
hiperglikemia maupun hipoglikemi adalah sebagai berikut (Hays, 2008) :
• Bayi yang dilahirkan <35 minggu kehamilan
• Bayi menerima cairan IV atau TPN
• Bayi sakit
• Bayi dengan glikosuria
Hiperglikemia umumnya didefinisikan sebagai konsentrasi glukosa
darah keseluruhan lebih besar dari 6,66 hingga 6,94 mmol/ L (0,120
hingga 125 mg / dL) atau konsentrasi glukosa plasma lebih besar dari 8,05
hingga 8,33 mmol / L (145 hingga 150 mg / dL), terlepas dari usia
kehamilan, berat badan, atau usia setelah kelahiran.
Meskipun neonatus yang terkena sering "tidak menimbulkan
gejala" atau memiliki tanda-tanda yang menunjukkan proses penyakit
lainnya, tanda-tanda yang dapat dikenali khusus sering berkaitan dengan
9
kejadian hiperglikemia neonatal termasuk dehidrasi karena diuresis
osmotik, penurunan berat badan, gagal tumbuh, demam, glikosuria,
ketosis, dan asidosis metabolik.
Tiga tanda terakhir ini sangat umum di antara bayi yang memiliki
transien atau diabetes mellitus neonatal permanen. Karena tanda-tanda
klinis seperti itu adalah indikator yang tidak dapat dipastikan terkait
dengan hiperglikemia, maka tetap perlu mengukur konsentrasi glukosa
dengan analisa glukosa. Kontroversi yang cukup besar mengelilingi
penggunaan berbagai instrumen itu dan memiliki tingkat akurasi yang
sangat bervariasi (Hays, 2008).
Pemeriksaan glukosa merupakan metode baku dengan
menggunakan laboratorium rumah sakit untuk menganalisis sampel darah
berulang yang diperlukan untuk mengelola neonatus yang sakit, seringkali
dari waktu ke waktu. (Hays, 2008).
Penatalaksanaan
A. HIPOGLIKEMIA
1. Medikamentosa
a. Tujuan pengobatan adalah mengembalikan kadar gula darah
menjadi normal dengan pemberian glukosa secara adekuat, enteral,
maupun parenteral.
b. Pemberian glukosa:
1) Per oral, apabila pasien sadar, dapat minum dan menelan
dengan baik. Segera diberikan karbohidrat yang cepat
diserap dengan baik (glukosa tablet, jelly glukosa, larutan
gula, perasan buah-buahan, atau madu.
2) IV, diberikan bilamana pasien tidak sadar atau tidak dapat
menelan dan minum dengan baik
c. Bila tidak dapat diberikan glukosa per oral, berikan secara iv bolus
glukosa 10% 1-2 mL/kgBB (dekstrose 0,25-0,5 mg/kgBB), diikuti
dengan glukosa 10% 3-5 ml/ kgBB/jam (6-8 mg/kgBB/menit).
10
Gula darah diturunkan secara bertahap supaya tidak terjadi rebound
hiperglikemia, dan dipertahankan supaya tetap diatas 150 mg/dL.
d. Bila kebutuhan glukosa atau glucose infusion rate (GIR) >10
mg/kgbb/menit, sudah harus waspada adanya insulinoma, dan lebih
meyakinkan bila GIR 15-20 mg/kgbb/ menit maka
1) Tambahkan glukagon 5-10 µg/kgBB/jam
2) Beri deksametason bila ada tanda edema otak
3) Pengobatan kausal tergantung penyebab
2. Dietetik
3. Operatif
Pankreatektomi, dilakukan pada hiperinsulinisme
4. Suportif
a. Oksigen
b. Jaga kehangatan tubuh
5. Indikasi rawat
a. Hipoglikemi menetap atau berulang-ulang
b. Kebutuhan glukosa sama atau lebih dari 10 mg/kgBB/menit
c. Tidak jelas penyebabnya
6. Pemantauan
a. Respons pengobatan
b. Ulang pemeriksaan gula darah secepatnya
c. Bila kesadaran telah pulih, anamnesis untuk mencari kemungkinan
penyebabnya
11
d. Cari penyakit yang mungkin sebagai penyebab
e. Bila memungkinkan secepatnya diberikan diet peroral
f. Periksa kadar gula darah setiap jam bilamana kadar gula darah
tidak stabil.
7. Algoritma hipoglikemi
12
B. HIPERGLIKEMIA
Meskipun terdapat mekanisme dan faktor risiko yang mudah
dipahami tentang bagaimana terjadinya hiperglikemia neonatal, penjelasan
tersebut masih sangat umum. Tidak ada konsensus yang jelas yang sudah
tercapai jika, kapan, dan bagaimana untuk mengobati hiperglikemia
neonatal (Alexandrou, 2010). Hal ini karena beberapa alasan yang sudah
ditulis sebelumnya yaitu komplikasi akut dan berat jarang terjadi pada
sebagian besar kasus, tetapi hubungan antara konsentrasi glukosa yang
tinggi dan hasil akhir yang buruk telah disampaikan. Sebagai hasilnya,
pilihan terapinya masih sangat bervariasi. Data penelitian kecil
mengindikasikan bahwa 1 pendekatan lebih baik dibandingkan pendekatan
lain atau membuat perbedaan terhadap hasil akhir jangka Panjang (Hays,
2008). Mungkin terjadi bahwa hiperglikemia merupakan respon fisiologis
yang sesuai untuk menjaga masukan glukosa seluler pada situasi tertentu,
terutama oleh otak, dimana bergantung pada pengiriman glukosa untuk
menjaga masukan dan penggunaan glukosa. Saat ini, terdapat sedikit data
penelitian rasional pada bayi baru lahir prematur atau aterm untuk
mengindikasikan apakah hiperglikemia menyebabkan bahaya pada bayi
tersebut dan tidak ada bukti (hiperglikemia berat dalam waktu singkat
menyebabkan koma dan kerusakan neurologis lainnya) bahwa terapi dapat
membuat perubahan (Kao, 2006).
Pendekatan yang paling jelas untuk menurunkan insidensi dan
keparahan hiperglikemia pada bayi baru lahir adalah menormalkan
fisiologi dengan perawatan medis yang baik dan menurunkan stress.
Pendekatan yang lebih langsung dan cepat adalah menurunkan infus
katekolamin. Pilihan lain adalah menurunkan laju infus lemak, meskipun
pendekatan ini tidak menunjukkan pengaruh yang besar atau cepat.
Pendekatan yang paling baru untuk menurunkan hiperglikemia adalah
secara sederhana menurunkan semua laju infus glukosa intravena,
13
termasuk meminimalisir konsentrasi dextrose pada infus pengobatan
(Hays, 2008).
Terapi Insulin
Potensi keuntungan utama dari infus insulin intravena adalah cepat
menurunkan konsentrasi glukosa plasma, pertama dengan meningkatkan
penggunaan glukosa perifer dan kedua dengan menurunkan produksi
insulin hepatik. Terapi ini juga menurunkan hiperosmolaritas yang
disebabkan hiperglikemia begitu juga dengan hiperkalemia. Insulin juga
menurunkan pengeluaran asam amino dari pemecahan protein, dimana
menurunkan susbtrat glukoneogenik. Terdapat juga potensi memicu
sintesis protein dan menyeimbangkan protein dalam tubuh (Sunehag,
2012).
Hiperglikemia yang dideteksi oleh strip reagen yang dibaca secara
visual harus dikonfirmasi dengan metode laboratorium. Tingkat infus
glukosa eksogen dan obat yang diberikan harus dicatat. Output urin,
konsentrasi glukosa urin, dan glukosa plasma serta konsentrasi harus
diukur untuk menilai potensi dehidrasi dan diuresis osmotik. Elektrolit
serum harus ditentukan untuk menghitung terapi penggantian cairan. Berat
badan harus diukur untuk menentukan status hidrasi. Ketika konsentrasi
glukosa darah berada di kisaran 6,9 hingga 19,43 mmol/L (125 hingga 350
mg/dL), mengurangi pemberian glukosa eksogen seharusnya cukup untuk
memperbaiki hiperglikemia. Tingkat infus harus dikurangi secara
bertahap, dengan 1 hingga 2 mg/kg per menit setiap 2 sampai 4 jam,
dengan pemantauan konsentrasi plasma glukosa darah atau sering sampai
normoglikemia tercapai atau sampai tingkat infus glukosa mencapai 3
hingga 4 mg/ dL dan hiperglikemia tetap berat (>19,43 mmol / L [>350
mg / dL]). Penting untuk diingat bahwa 40 hingga 60 kkal/kg per hari
diperlukan untuk cadangan protein untuk selanjutnya. Perlu tetap
dilakukan pemberian makan bayi yang mengalami hiperglikemia kecuali
masalah klinis lainnya dianggap cukup berat untuk mencegah makan.
14
Pengenalan dini asam amino IV dengan infus parenteral telah dikaitkan
dengan penurunan insidensi dan keparahan hiperglikemia dan
hiperkalemia (Bottino, 2009).
Jika hiperglikemia berat berlanjut, pemberian insulin eksogen
dapat diberikan. Pedoman yang wajar menunjukkan bahwa pengobatan
insulin harus disediakan sampai konsentrasi glukosa plasma melebihi
16,7-22,2 mmol/L (300 hingga 400 mg/dL) meskipun mengurangi tingkat
infus glukosa menjadi kurang dari 3 hingga 4 mg/kg per menit (Heimann,
2007).
Metode pemberian insulin yang umum melibatkan infus kontinu,
mulai dari 0,02 hingga 0,05 U/kg per jam. Insulin regular (short acting)
intravena adalah regimen insulin yang digunaka nuntuk
pemberinintravena. Terapi isnsulin dapat dimulai dengan dosis 0,05-0,1
unit/kg/jam, diberikan secara drip tanpa diawali dengan bolus. Pemberian
secara olus masih diakukanpada neonates, dimulai dengan bolus 0,005-0,1
unit/kg dilanjutkan dengan drip 0,01-0,2 unit/kg/jam.
Meskipun tingkat infus yang lebih tinggi telah digunakan, mereka
biasanya tidak diperlukan dan meningkatkan risiko hipokalemia dan
hipoglikemia berikutnya. Hipokalemia dapat dicegah dengan penambahan
larutan kalium ke IV selama infus. Tingkat infus normal kalium biasanya
cukup, tetapi selama pengobatan insulin, sering pemantauan konsentrasi
kalium serum. Bolus kecil kalium (0,1 mEq potasium sebagai kalium
klorida atau kalium asetat) dapat ditambahkan setiap 1 sampai 2 jam jika
hipokalemia signifikan dan gigih. Tingkat aliran urin harus baik sebelum
mengulangi dosis kalium (Heimann, 2007).
Perbaikan Nutrisi
Laju infus asam amino parenteral yang lebih tinggi pada bayi
prematur yang muda berhubungan dengan peningkatan konsentrasi insulin.
Mungkin asam amino menstimulasi sekresi insulin, yang dapat menjadi
pendekatan yang lebih baik dibandingkan infus insulin untuk mencegah
15
hiperglikemia neonatal. Konsentrasi asam amino plasma yang lebih tinggi
dari infus asam amino intravena dapat menyebabkan kondisi katabolik
yang berhubungan dengan hiperglikemia neonatal. Pemberian enteral telah
terbukti meningkatkan fungsi pankreas dan sekresi insulin. Bahkan jumlah
minimal, seperti pada rejimen "pemberian makanan minimal",
menginduksi produksi usus "hormon enteroinsular", juga dikenal sebagai
"incretins," termasuk penghambatan lambung polipeptida dan polipeptida
pancreas, hormon-hormon ini meningkatkan sekresi insulin melalui kerja
sel beta pankreas. Observasi semacam itu memerlukan upaya untuk
memberi makan bayi prematur yang mengalami hiperglikemia, bahkan
jika pemberian makanan enteral lengkap tidak dapat dilakukan maka hal
tersebut tidak boleh dicoba (Heimann, 2007).
Kontrol fisiologis yang baik dan peningkatan nutrisi enteral dan
parenteral (terutama dengan peningkatan nutrisi asam amino) adalah dasar
dari penurunan insidensi dan berhubungan dengan komplikasi
hiperglikemia. Penurunan stress dapat menurunkan hormon katabolik yang
menyebabkan hiperglikemia. Meningkatkan masukan asam amino dapat
secara langsung mempengaruhi kondisi katabolik, memperbaiki insulin
endogen, dan sekresi insulin-like growth factor-1, dan pengaruh
anaboliknya. Laju infus glukosa intravena sebaiknya dibatasi hingga laju
produksi konsentrasi glukosa normal. Infus lemak sebaiknya dibatasi
dalam hiperglikemia. Pemberian makan enteral sebaiknya digunakan dan
ditingkatkan secepatnya tetapi tetap seaman mungkin. Terapi insulin
sebaiknya diberikan sebanyak mungkin untuk hiperglikemia berat,
terutama ketika hiperglikemia terus menerus dengan konsentrasi glukosa
lebih besar dari 500 mg/dL (27,8 mmol/L) dan berhubungan dengan
depresi aktivitas sistem saraf pusat. Hingga saat ini tidak ada bukti yang
mendukung penggunaan insulin yang berfungsi “kontrol ketat glukosa”
pada bayi baru lahir. Belum terdapat juga bukti mengenai hiperglikemia
dalam waktu lama pada neonatus menyebabkan kemungkinan buruk
16
morbiditas yang tercatat pada orang dewasa yang sakit kritis yang
mengalami hiperglikemia.
Meningkatkan kontrol fisiologis
Meningkatkan nutrisi parenteral awal dengan asam amino
Inisiasi awal pemberian makan enteral
Pembatasan laju infus glukosa intravena selama hiperglikemia sesuai
dengan yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi glukosa yang normal
Membatasi infus lemak intravena selama hiperglikemia
Pemberian terapi insulin hanya untuk hiperglikemia berat dengan tanda
klinis yang berhubungan dan ada komplikasi
17
DAFTAR PUSTAKA
Physiol Rev.2004;84:239–75.
24.
2000;76:150-2.
PediatrClin N Am.2008;55:1113–27
Kappy MS. Carbohydrate metabolism and hypoglycemia. In: Kappy MS, Blizzard
18
Kwon KT, Tsai VW. Metabolic Emergencies. Emerg Med Clin N Am.
2007;25:1041–60.
Aldoretta PW, Carver TD, Hay WW. 2008. Maturation of glucose metabolism
Bazaes RA, Salazar TE, Pittaluga E, et al. 2010. Glucose and lipis metabolism in
Blanco CL, Baillargeon JG, Morrison RL, Gong AK. Hyperglycemia in extremely
Rev. 2009:CD007453.
Das UG, Schroeder RE, Hay WW Jr, Devaskar SU. 2009. Time dependent and
transporter. Am J physiol.
Fowden AL. 2009. Effect adrenaline and amino acids on the release of insulin in
Halliday HL, Ehrenkranz RA, Doyle LW. Late (>7 days) postnatal corticosteroids
for chronic lung disease in preterm infants. Cochrane Database Syst Rev.
2009:CD001145.
Hays SP, Smith EO, Sunehag AL. 2008. Hyperglycemia is a risk factor for early
19
Kao LS, Morris BH, Lally KP, Stewart CD, Huseby V, Kennedy KA. 2006.
infants. J Perinatol.
Limesand SW, Rozance PJ, Zerbe go, et al. 2006. Attenuated insulin release and
Endocrinology.
Savich RD, Finley SL, Ogata ES. 2008. Intravenous lipid and amino acids briskly
Perinatology.
Clinical perinatology.
Endocrinal metabolism.
20