Anda di halaman 1dari 20

LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

HIPERGLIKEMI PADA NEONATUS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat


Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Prof. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun oleh :
Astri Nur Yulianti G4A016132

Telah disetujui dan dipersentasikan


Pada tanggal September 2018

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Ariadne Tiara Hapsari, M. Si. Med, Sp.A

2
I. PENDAHULUAN
Hiperglikemia neonatal merupakan salah satu dari kelainan metabolik yang
paling sering terjadi pada bayi prematur dan bayi baru lahir yang sakit kritis.
Meskipun definisinya bervariasi, konsentrasi glukosa darah lebih besar dari 125
mg/dL (6,9 mmol/L) atau konsentrasi glukosa plasma atau serum lebih besar dari 150
mg/dL (8,3 mmol/L) sering digunakan. Tetapi, definisi tersebut masih bervariasi
dalam berbagai sumber. Sebagai contoh, survei di Australia menunjukkan bahwa
sebagian besar neonatologis mendefinisikan hiperglikemia neonatal dengan
konsentrasi glukosa plasma lebih besar dari 180 mg/dL (10,0 mmol/L). Alasan dari
nilai ini sudah ditetapkan sepihak, tetapi tidak karena adanya indikasi yang jelas
bahwa konsentrasi glukosa yang lebih besar dari 180 mg/dL (10,0 mmol/L) memiliki
efek samping yang spesifik dan serius. Pemantauan glukosa yang berkelanjutan
menggunakan elektroda jarum subkutan menunjukkan bahwa hiperglikemia lebih
sering terjadi pada 3 hingga 5 hari pertama setelah lahir, tetapi dapat ditemukan
hingga 10 hari atau lebih setelah lahir. Hiperglikemia akut membaik setelah 2 atau 3
hari pada sebagian besar bayi. Hiperglikemia neonatal berhubungan terbalik dengan
berat badan (18 kali lipat lebih sering pada bayi dengan berat badan kurang dari 1.000
gram dibandingkan bayi yang beratnya 1.000 hingga 2.000 gram) dan paling sering
terjadi pada bayi yang sangat prematur. Data lama dari Dweck dan Cassady
menunjukkan bahwa 86% bayi yang berat badannya kurang dari 1.100 gram
mengalami hiperglikemia (glukosa serum >125 mg/dL [6,9 mmol/L]), dan 84%
memiliki 1 atau lebih konsentrasi glukosa serum lebih besar dari 300 mg/dL (16,7
mmol/L). Angka kejadian tersebut biasa terjadi saat ini.
Hiperglikemia neonatal secara langsung berhubungan dengan penyakit dan
segala bentuk dari stress, contohnya septikemia. Penyebab dari hiperglikemia
neonatal bermacam-macam dan tidak jelas. Secara umum, hiperglikemia
menunjukkan adanya campuran dari produksi glukosa yang berlebihan pada bayi,
hingga terlalu banyak glukosa eksogen infus, dan penurunan kapasitas untuk
penggunaan glukosa. Tidak terdapat tanda klinis pada hiperglikemia neonatal dan
tidak ada perubahan kondisi klinis pada bayi ketika konsentrasi glukosa meningkat

3
atau menurun secara akut. Sebagai contoh, selama penelitian hiperglikemia, bayi
prematur mengalami glukosuria tetapi bukan diuresis osmotik dengan peningkatan
laju aliran urin. Hiperglikemia masih menjadi gangguan biokimia yang tidak dapat
didiagnosis tanpa mengukur konsentrasi glukosa dalam darah atau plasma.

4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Hiperglikemia neonatal didefinisikan dengan konsentrasi glukosa darah
lebih besar dari 125 mg/dL (6,9 mmol/L) atau konsentrasi glukosa plasma atau
serum lebih besar dari 150 mg/dL (8,3 mmol/L), tanpa memperhitungkan usia
kehamilan atau postnatal (Haymond, 2012).
B. Epidemiologi

Insiden hiperglikemia sangat bervariasi, tetapi hampir semua penelitian


menunjukkan bahwa berat badan lahir rendah (BBLR) adalah faktor risiko utama
yang berpengaruh secara signifikan kemudian kelahiran prematur menempati
urutan kedua. Dengan demikian, kejadian hiperglikemia berbanding lurus dengan
kejadian berat lahir rendah dan bayi prematur, mulai dari sekitar 2% terjadi pada
bayi yang beratnya lebih dari 2.000g, 45% pada mereka yang beratnya kurang
dari 1.000g dan 80% pada bayi dengan berat badan sangat rendah yaitu berat
badan kurang dari 750g. Banyak faktor lain juga yang berhubungan dengan
hiperglikemia. Di sebagian besar Studi terdapat hubungan yang signifikan antara
konsentrasi glukosa darah dan tingkat awal pemberian glukosa intravena.
Namun, selama periode pengamatan yang lebih lama didapatkan bahwa korelasi
antara konsentrasi glukosa darah dan tingkat infus glukosa insidensinya telah
menurun, tetapi terdapat penelitian yang membuktikan bahwa tingkat pemberian
glukosa serendah 3 sampai 4mg/kg per menit telah dikaitkan dengan
hiperglikemia persisten. Hubungan positif juga telah ditemukan antara
hiperglikemia dan tingkat keparahan masalah klinis pada neonatus. Korelasi
negatif juga ada antara konsentrasi glukosa darah dan hematokrit darah,
konsentrasi serum billirubin, dan konsentrasi protein total plasma (Blanco, 2006).

5
C. Etiologi
Penyebab utama hiperglikemia pada bayi baru lahir terdapat dalam Tabel
1. Bayi prematur, terutama mereka yang mengalami intrauterine growth
restriction (IUGR), memiliki kapasitas yang lebih rendah dalam mensekresi
insulin. Hal ini memicu terjadinya hiperglikemia karena hampir semuanya
menerima infus intravena glukosa dengan laju yang lebih tinggi dibandingkan
kapasitas mereka untuk menggunakan glukosa (Aldoretta, 2008). Laju infus
glukosa yang lebih besar dari 10 hingga 11 mg/kg per menit secara konsisten
berhubungan dengan hiperglikemia. Bayi prematur dan bayi yang mengalami
IUGR, keduanya mengalami penurunan massa otot dan kapasitas yang kurang
dari insulin untuk memicu penggunaan glukosa perifer (Bazaes, 2010). Bayi
yang mengalami IUGR juga memiliki resistensi insulin hepatik, hal ini
menyebabkan produksi glukosa hepatik tetap dipertahankan meskipun
konsentrasi glukosa plasma tinggi (Limesand, 2006). Bayi prematur tidak diberi
makan secara enteral sesaat setelah lahir, hal ini menyebabkan penurunan sekresi
inkretin di gaster. Inkretin adalah hormon yang memicu sekresi insulin dari
pankreas, sehingga dapat meningkatkan metabolisme glukosa setelah diberi
makan melalui enteral (Haymond, 2012).
Satu penyebab paling sering dari hiperglikemia adalah peningkatan hormon
reaktif stress yang bersirkulasi seperti epinefrin dan norepinefrin. Hormon-
hormon ini, dipicu oleh stress atau oleh infus untuk meningkatkan cardiac ouput
dan peningkatan resistensi vaskular perifer, menghambat sekresi dan kerja
insulin. Efek tersebut tidak terbatas pada bayi yang lahir mendekati aterm, yang
memiliki perkembangan sistem saraf simpatis dan adrenal yang lebih matang, hal
tersebut juga sering terjadi pada bayi prematur (Fowden, 2009).
Konsentrasi di sirkulasi dari epinefrin dan norepinefrin juga meningkat
selama diberikan infus dopamin dan dobutamin hingga 2 - 6 kali lipat, begitu
juga dengan peningkatan sekresi endogen, penurunan pembersihan (saturasi dari
reseptor yang berikatan), atau keduanya. Begitu juga dengan pemicu stress atau

6
infus kortisol (hidrokortison atau deksametason) memicu pemecahan protein,
sehingga menghasilkan asam amino yang digunakan untuk gluconeogenesis
(Fowden, 2009). Kortisol juga mengaktifkan phosphoenolpiruvat karboksikinase
(PEPCK) dan glukosa-6-fosfatase, dan peningkatan glukoneogenesis, dan
pengeluaran glukosa hepatik. Begitu juga dengan pemicu stress dapat
meningkatkan glukagon yang memicu glikogenolisis dan aktivasi PEPCK, yang
mengarah ke peningkatan produksi glukosa hepatik. Kondisi yang sama yaitu
ketika terjadi peningkatan sekresi katekolamin, glukagon, dan kortisol juga
menurunkan sekresi insulin, melipatgandakan kemungkinan hiperglikemia
(Anderson, 2010).
Infus lemak intravena memproduksi konsentrasi sirkulasi yang tinggi dari
asam lemak bebas (free fatty acids / FFA) juga dapat mengakibatkan
hiperglikemia. FFA membatasi oksidasi glukosa secara kompetitif dengan
menyediakan substrat karbon tambahan untuk metabolisme oksidatif (Savich,
2008). Produk metabolik FFA memicu glukoneogenesis dengan meningkatkan
konsentrasi atau aktivitas enzim pada jalur glukoneogenik. Gliserol dalam emulsi
lipid intravena menjadi bahan bakar glukoneogenesis secara langsung. Bayi yang
sangat prematur memiliki kebutuhan energi yang rendah (hanya 40 hingga 50
kcal/kg per hari) karena terapi hemat energi yang termasuk penggunaan
inkubator dan radiasi hangat, kelembaban yang tinggi pada lingkungan sementara
mereka, ventilasi atau tekanan aliran udara positif yang berkelanjutan
(continuous positive airway pressure/CPAP), obat relaksan otot, dan pembatasan
gerakan (pembedongan) yang menurunkan aktivitas otot mereka yang sudah
rendah (Sunehag, 2012).
Diabetes mellitus neonatal transien (TNDM) terjadi pada awal kehidupan
setelah melahirkan, 75% kasus hadir dalam 10 hari pertama kehidupan dengan
penurunan berat badan, poliuria, dehidrasi, glikosuria, dan hiperglikemia.
Konsentrasi C-peptida dan insulin plasma rendah. TNDM biasanya tidak sembuh
selama beberapa minggu hingga berbulan-bulan. Rebound dalam konsentrasi C-
peptida biasanya menandai adanya resolusi. Ketika TNDM tidak hilang, maka

7
dikenal sebagai diabetes mellitus neonatal permanen (PNDM). Kedua kondisi ini
disebabkan oleh kekurangan insulin endogen karena kegagalan fungsi sel beta
pankreas. Patogenesisnya tidak diketahui, antibodi anti-islet dan tipe antigen
limfosit manusia yang khas belum pernah dilaporkan pada bayi yang memiliki
TNDM atau PNDM. Riwayat keluarga diabetes ditemukan pada sekitar sepertiga
kasus TNDM, dengan kondisi ini terjadi lebih sering di antara saudara kandung
dan bahkan pada ibu dan anak (Heimann, 2007).

Tabel 1. Risiko Hiperglikemia pada Bayi Baru Lahir


1. Lahir prematur
2. IUGR
3. Peningkatan hormon stress
 Peningkatan infus katekolamin dan konsentrasi plasma
 Peningkatan konsentrasi glukokortikoid (untuk penggunaan steroid
antenatal, pemberian glukokortikoid postnatal, dan stress)
 Peningkatan konsentrasi glukagon
4. Infus lipid intravena awal dan laju tinggi
5. Infus glukosa intravena dengan aju lebih tinggi dari yang dibutuhkan
6. Insufisien pankreas insulin sekresi (prematur dan IUGR)
7. Tidak adanya pemberian makan enteral, mengakibatkan penurunan sekresi
dan aksi inkretin, membatasi potensinya untuk meningkatkan sekresi
insulin

D. Patogenesis

Pada janin manusia, insulin diproduksi di pankreas sedini mungkin pada


minggu ke-11 kehamilan. Namun, insulin ini tidak dilepaskan dengan segera
sebagai respons terhadap hiperglikemia bahkan hingga akhir minggu ke-20
kehamilan. Respons tidak optimal terhadap kerja insulin dapat berlanjut bahkan
di kemudian hari dalam kehamilan. Studi menggunakan teknik penjepit
hyperinsulinemik euglikemik pada neonatus yang lahir pada usia kehamilan 31
hingga 34 minggu telah menunjukkan produksi glukosa persisten selama infus
insulin yang cukup (Blanco, 2006).

8
Produksi glukosa endogen ini terjadi bahkan pada tingkat infus insulin
yang sangat tinggi yang berkisar dari 0,2 hingga 4,0 mU/kg per menit. Meskipun
defek reseptor post insulin dapat berperan dalam beberapa hal seperti transporter
glukosa atau regulasi enzim dalam jalur glikolitik, glikogenolitik, atau
glukoneogenik, tidak ada bukti khusus mengenai mekanisme ini. Bayi dengan
berat badan sangat rendah (BBLSR) dapat mengembangkan tingkat produksi
glukosa yang sangat tinggi, baik dari glikogenolisis dan dari glukoneogenesis,
relative terjadi segera setelah kelahiran premature (Blanco, 2006).
Pada kebanyakan bayi prematur, produksi glukosa endogen tidak dapat
dihambat sepenuhnya (tidak lebih dari 50% hingga 60%) oleh setiap tingkat
insulinemia, dan hanya konsentrasi insulin yang sangat tinggi (lebih dari 10 kali
lipat di atas normal) yang dapat meningkatkan pemanfaatan glukosa perifer.
Defek reseptor insulin dianggap paling berpengaruh. Studi beberapa spesies pada
periode awal bayi baru lahir menunjukkan bahwa hepatosit mengekspresikan
jumlah GLUT-1 yang tinggi tetapi level GLUT-2 yang relatif rendah. Ekspresi
GLUT-2 yang menurun dapat membatasi sensitivitas hepatosit dan responsivitas
terhadap peningkatan konsentrasi insulin yang menyertai hiperglikemia, yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk menurunkan produksi glukosa hepatik.
GLUT-4 ditemukan di jaringan yang tidak sensitif, terutama tulang, otot, jantung,
dan jaringan adiposa. Ketika ditranslokasikan oleh insulin ke membran sel,
GLUT-4 membantu menurunkan konsentrasi glukosa dengan meningkatkan
ambilan glukosa seluler. Pada penelitian yang telah dilakukan pada tikus yang
baru lahir, GLUT-4 tidak mencapai tingkat dewasa sampai hari ke 14 atau 15
(Hays, 2008).

E. Penegakkan Diagnosis

Bayi dengan gula darah yang tinggi atau hiperglikemi sering bersifat
asimptomatik, tetapi biasanya bayi yang mengalami hiperglikemi cenderung
mengeluarkan urin dalam jumlah yang banyak hingga bisa mengalami dehidrasi.

9
Gejala awal tingginya kadar glukosa darah tersebut yaitu adanya polidipsi dan
poliuri maupun polifagi, selain itu juga terdapat kelainan pada kulit seperti kulit
kering dan gatal-gatal, kelemahan tubuh hingga luka yang sulit sembuh. Bayi
yang perlu diperiksa untuk mengetahui risiko mengalami hiperglikemia maupun
hipoglikemi adalah sebagai berikut (Hays, 2008) :
• Bayi yang dilahirkan <35 minggu kehamilan
• Bayi menerima cairan IV atau TPN
• Bayi sakit
• Bayi dengan glikosuria
Hiperglikemia umumnya didefinisikan sebagai konsentrasi glukosa darah
keseluruhan lebih besar dari 6,66 hingga 6,94 mmol/ L (0,120 hingga 125 mg /
dL) atau konsentrasi glukosa plasma lebih besar dari 8,05 hingga 8,33 mmol / L
(145 hingga 150 mg / dL), terlepas dari usia kehamilan, berat badan, atau usia
setelah kelahiran. Meskipun neonatus yang terkena sering "tidak menimbulkan
gejala" atau memiliki tanda-tanda yang menunjukkan proses penyakit lainnya,
tanda-tanda yang dapat dikenali khusus sering berkaitan dengan kejadian
hiperglikemia neonatal termasuk dehidrasi karena diuresis osmotik, penurunan
berat badan, gagal tumbuh, demam, glikosuria, ketosis, dan asidosis metabolik.
Tiga tanda terakhir ini sangat umum di antara bayi yang memiliki transien atau
diabetes mellitus neonatal permanen. Karena tanda-tanda klinis seperti itu adalah
indikator yang tidak dapat dipastikan terkait dengan hiperglikemia, maka tetap
perlu mengukur konsentrasi glukosa dengan analisa glukosa. Kontroversi yang
cukup besar mengelilingi penggunaan berbagai instrumen itu dan memiliki
tingkat akurasi yang sangat bervariasi (Hays, 2008).
Pemeriksaan glukosa merupakan metode baku dengan menggunakan
laboratorium rumah sakit untuk menganalisis sampel darah berulang yang
diperlukan untuk mengelola neonatus yang sakit, seringkali dari waktu ke waktu.
(Hays, 2008).

10
F. Tatalaksana

Meskipun terdapat mekanisme dan faktor risiko yang mudah dipahami


tentang bagaimana terjadinya hiperglikemia neonatal, penjelasan tersebut masih
sangat umum. Tidak ada konsensus yang jelas yang sudah tercapai jika, kapan,
dan bagaimana untuk mengobati hiperglikemia neonatal (Alexandrou, 2010). Hal
ini karena beberapa alasan yang sudah ditulis sebelumnya yaitu komplikasi akut
dan berat jarang terjadi pada sebagian besar kasus, tetapi hubungan antara
konsentrasi glukosa yang tinggi dan hasil akhir yang buruk telah disampaikan.
Sebagai hasilnya, pilihan terapinya masih sangat bervariasi. Data penelitian kecil
mengindikasikan bahwa 1 pendekatan lebih baik dibandingkan pendekatan lain
atau membuat perbedaan terhadap hasil akhir jangka Panjang (Hays, 2008).
Mungkin terjadi bahwa hiperglikemia merupakan respon fisiologis yang sesuai
untuk menjaga masukan glukosa seluler pada situasi tertentu, terutama oleh otak,
dimana bergantung pada pengiriman glukosa untuk menjaga masukan dan
penggunaan glukosa. Saat ini, terdapat sedikit data penelitian rasional pada bayi
baru lahir prematur atau aterm untuk mengindikasikan apakah hiperglikemia
menyebabkan bahaya pada bayi tersebut dan tidak ada bukti (hiperglikemia berat
dalam waktu singkat menyebabkan koma dan kerusakan neurologis lainnya)
bahwa terapi dapat membuat perubahan (Kao, 2006).
Pendekatan yang paling jelas untuk menurunkan insidensi dan keparahan
hiperglikemia pada bayi baru lahir adalah menormalkan fisiologi dengan
perawatan medis yang baik dan menurunkan stress. Pendekatan yang lebih
langsung dan cepat adalah menurunkan infus katekolamin. Pilihan lain adalah
menurunkan laju infus lemak, meskipun pendekatan ini tidak menunjukkan
pengaruh yang besar atau cepat. Pendekatan yang paling baru untuk menurunkan
hiperglikemia adalah secara sederhana menurunkan semua laju infus glukosa

11
intravena, termasuk meminimalisir konsentrasi dextrose pada infus pengobatan
(Hays, 2008).

Terapi Insulin
Potensi keuntungan utama dari infus insulin intravena adalah cepat
menurunkan konsentrasi glukosa plasma, pertama dengan meningkatkan
penggunaan glukosa perifer dan kedua dengan menurunkan produksi insulin
hepatik. Terapi ini juga menurunkan hiperosmolaritas yang disebabkan
hiperglikemia begitu juga dengan hiperkalemia. Insulin juga menurunkan
pengeluaran asam amino dari pemecahan protein, dimana menurunkan susbtrat
glukoneogenik. Terdapat juga potensi memicu sintesis protein dan
menyeimbangkan protein dalam tubuh (Sunehag, 2012).
Hiperglikemia yang dideteksi oleh strip reagen yang dibaca secara visual
harus dikonfirmasi dengan metode laboratorium. Tingkat infus glukosa eksogen
dan obat yang diberikan harus dicatat. Output urin, konsentrasi glukosa urin, dan
glukosa plasma serta konsentrasi harus diukur untuk menilai potensi dehidrasi
dan diuresis osmotik. Elektrolit serum harus ditentukan untuk menghitung terapi
penggantian cairan. Berat badan harus diukur untuk menentukan status hidrasi.
Ketika konsentrasi glukosa darah berada di kisaran 6,9 hingga 19,43 mmol/L
(125 hingga 350 mg/dL), mengurangi pemberian glukosa eksogen seharusnya
cukup untuk memperbaiki hiperglikemia. Tingkat infus harus dikurangi secara
bertahap, dengan 1 hingga 2 mg/kg per menit setiap 2 sampai 4 jam, dengan
pemantauan konsentrasi plasma glukosa darah atau sering sampai normoglikemia
tercapai atau sampai tingkat infus glukosa mencapai 3 hingga 4 mg/ dL dan
hiperglikemia tetap berat (>19,43 mmol / L [>350 mg / dL]). Penting untuk
diingat bahwa 40 hingga 60 kkal/kg per hari diperlukan untuk cadangan protein
untuk selanjutnya. Perlu tetap dilakukan pemberian makan bayi yang mengalami
hiperglikemia kecuali masalah klinis lainnya dianggap cukup berat untuk
mencegah makan. Pengenalan dini asam amino IV dengan infus parenteral telah

12
dikaitkan dengan penurunan insidensi dan keparahan hiperglikemia dan
hiperkalemia (Bottino, 2009).
Jika hiperglikemia berat berlanjut, pemberian insulin eksogen dapat
diberikan. Pedoman yang wajar menunjukkan bahwa pengobatan insulin harus
disediakan sampai konsentrasi glukosa plasma melebihi 16,7-22,2 mmol/L (300
hingga 400 mg/dL) meskipun mengurangi tingkat infus glukosa menjadi kurang
dari 3 hingga 4 mg/kg per menit (Heimann, 2007).
Metode pemberian insulin yang umum melibatkan infus kontinu, mulai
dari 0,02 hingga 0,05 U/kg per jam. Insulin regular (short acting) intravena
adalah regimen insulin yang digunaka nuntuk pemberinintravena. Terapi isnsulin
dapat dimulai dengan dosis 0,05-0,1 unit/kg/jam, diberikan secara drip tanpa
diawali dengan bolus. Pemberian secara olus masih diakukanpada neonates,
dimulai dengan bolus 0,005-0,1 unit/kg dilanjutkan dengan drip 0,01-0,2
unit/kg/jam.
Meskipun tingkat infus yang lebih tinggi telah digunakan, mereka
biasanya tidak diperlukan dan meningkatkan risiko hipokalemia dan
hipoglikemia berikutnya. Hipokalemia dapat dicegah dengan penambahan
larutan kalium ke IV selama infus. Tingkat infus normal kalium biasanya cukup,
tetapi selama pengobatan insulin, sering pemantauan konsentrasi kalium serum.
Bolus kecil kalium (0,1 mEq potasium sebagai kalium klorida atau kalium asetat)
dapat ditambahkan setiap 1 sampai 2 jam jika hipokalemia signifikan dan gigih.
Tingkat aliran urin harus baik sebelum mengulangi dosis kalium (Heimann,
2007).

Perbaikan Nutrisi
Laju infus asam amino parenteral yang lebih tinggi pada bayi prematur
yang muda berhubungan dengan peningkatan konsentrasi insulin. Mungkin asam
amino menstimulasi sekresi insulin, yang dapat menjadi pendekatan yang lebih
baik dibandingkan infus insulin untuk mencegah hiperglikemia neonatal.
Konsentrasi asam amino plasma yang lebih tinggi dari infus asam amino

13
intravena dapat menyebabkan kondisi katabolik yang berhubungan dengan
hiperglikemia neonatal. Pemberian enteral telah terbukti meningkatkan fungsi
pankreas dan sekresi insulin. Bahkan jumlah minimal, seperti pada rejimen
"pemberian makanan minimal", menginduksi produksi usus "hormon
enteroinsular", juga dikenal sebagai "incretins," termasuk penghambatan
lambung polipeptida dan polipeptida pancreas, hormon-hormon ini
meningkatkan sekresi insulin melalui kerja sel beta pankreas. Observasi
semacam itu memerlukan upaya untuk memberi makan bayi prematur yang
mengalami hiperglikemia, bahkan jika pemberian makanan enteral lengkap tidak
dapat dilakukan maka hal tersebut tidak boleh dicoba (Heimann, 2007).
Kontrol fisiologis yang baik dan peningkatan nutrisi enteral dan parenteral
(terutama dengan peningkatan nutrisi asam amino) adalah dasar dari penurunan
insidensi dan berhubungan dengan komplikasi hiperglikemia. Penurunan stress
dapat menurunkan hormon katabolik yang menyebabkan hiperglikemia.
Meningkatkan masukan asam amino dapat secara langsung mempengaruhi
kondisi katabolik, memperbaiki insulin endogen, dan sekresi insulin-like growth
factor-1, dan pengaruh anaboliknya. Laju infus glukosa intravena sebaiknya
dibatasi hingga laju produksi konsentrasi glukosa normal. Infus lemak sebaiknya
dibatasi dalam hiperglikemia. Pemberian makan enteral sebaiknya digunakan dan
ditingkatkan secepatnya tetapi tetap seaman mungkin. Terapi insulin sebaiknya
diberikan sebanyak mungkin untuk hiperglikemia berat, terutama ketika
hiperglikemia terus menerus dengan konsentrasi glukosa lebih besar dari 500
mg/dL (27,8 mmol/L) dan berhubungan dengan depresi aktivitas sistem saraf
pusat. Hingga saat ini tidak ada bukti yang mendukung penggunaan insulin yang
berfungsi “kontrol ketat glukosa” pada bayi baru lahir. Belum terdapat juga bukti
mengenai hiperglikemia dalam waktu lama pada neonatus menyebabkan
kemungkinan buruk morbiditas yang tercatat pada orang dewasa yang sakit kritis
yang mengalami hiperglikemia.

14
Tabel 2. Ringkasan Rekomendasi untuk Pencegahan dan Penanganan
Hiperglikemia Neonatal

 Meningkatkan kontrol fisiologis


 Meningkatkan nutrisi parenteral awal dengan asam amino
 Inisiasi awal pemberian makan enteral
 Pembatasan laju infus glukosa intravena selama hiperglikemia sesuai
dengan yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi glukosa yang normal
 Membatasi infus lemak intravena selama hiperglikemia
 Pemberian terapi insulin hanya untuk hiperglikemia berat dengan tanda
klinis yang berhubungan dan ada komplikasi

G. Komplikasi
Hiperglikemia neonatal akut memiliki potensi untuk mengalami gangguan
cairan seperti diuresis osmotik dan dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit
seperti hiponatremia dan hipokalemia, dan komplikasi asam-basa seperti asidosis
dilusional (Sunehag, 2012). Hiperosmolalitas, dengan pergeseran osmotik dan
risiko perdarahan intrakranial, secara umum dapat terlihat hanya dengan
peningkatan yang sangat cepat dari konsentrasi glukosa plasma hingga nilai yang
sangat tinggi, biasanya lebih dari 500 mg/dL (27,8 mmol/L), setiap 18 mg/dL
(1,0 mmol/L) dari konsentrasi glukosa plasma memproduksi 1 mOsm/L.
Konsentrasi glukosa plasma 500 mg/dL (27,8 mmol/L) menyediakan tambahan

15
25 mOsm/L, ketika menetap untuk beberapa jam, dapat mengakibatkan dehidrasi
sel otak, pelebaran kapiler, dan perdarahan serebral. Kondisi tersebut dapat
menyebabkan cedera otak akut dan permanen (Hays, 2008). Meskipun derajat
rendah hiperglikemia terjadi pada neonatus, tetap saja berhubungan dengan
peningkatan angka mortalitas dan efek negatif perkembangan neuro-mental
nantinya (Kao, 2006). Tetapi, hal tersebut hanya sebuah hubungan dan tidak
menunjukkan hubungan sebab dan akibat antara hiperglikemia dan pengaruh
negatif nantinya. Masih belum jelas apakah konsentrasi glukosa yang tinggi
menyebabkan cedera otak atau merupakan tanda dari penyebab penyakit utama
yang berat yang terjadi secara tidak langsung dan dengan mekanisme yang lain
dapat menyebabkan kerusakan otak (Kao, 2006).
Hiperglikemia dalam waktu yang lebih lama memiliki potensi memicu
berbagai adaptasi metabolik yang akhirnya menjadi resistensi insulin dan
intoleransi gukosa. Adanya hiperglikemia dan yang berlangsung kronis
berhubungan dengan penurunan konsentrasi transporter glukosa jaringan yang
meregulasi laju masukan dan penggunaan glukosa basal dan yang dimediasi
insulin (Das, 2009).
Tabel 3. Komplikasi Hiperglikemia atau Kondisi yang Berhubungan dengan
Hiperglikemia

 Meningkatkan morbiditas dan mortalitas


 Imunitas terganggu
 Meningkatkan infeksi
 Penyembuhan luka yang buruk
 Kehilangan otot rangka dan jantung

H. Pencegahan

Pemberian glukosa pada bayi prematur harus dimulai pada 4-8mg/kg/


menit (atau 5,8 g/kg/hari untuk 11,5g/kg/hari) dan tidak boleh melebihi
13mg/kg/mnt (atau 18g/kg/hari) untuk neonatus jangka penuh karena ini

16
cenderung untuk menginduksi lipogenesis. Bayi prematur sering relatif tidak
bertoleransi dengan glikosuria (tidak selalu dengan diuresis osmotik) (Sinclair,
2009).
Tinjauan sistematis berdasarkan uji coba infus insulin dini untuk
pencegahan hiperglikemia neonatal menemukan bahwa penggunaan infus insulin
mengurangi hiperglikemia tetapi meningkatkan kematian sebelum usia 28 hari
dan meningkatkan risiko hipoglikemia. Pengurangan hiperglikemia tidak disertai
dengan efek yang signifikan pada morbiditas mayor maupun efek pada
perkembangan saraf (Sinclair, 2009).

17
III. KESIMPULAN

1. Hiperglikemia neonatal didefinisikan dengan konsentrasi glukosa darah lebih


besar dari 125 mg/dL (6,9 mmol/L) atau konsentrasi glukosa plasma atau
serum lebih besar dari 150 mg/dL (8,3 mmol/L), tanpa memperhitungkan usia
kehamilan atau postnatal.
2. Hiperglikemia dapat menjadi penyebab utama patologi atau penanda stres
berat pada neonatus.
3. Upaya mencegah hiperglikemia harus termasuk langkah-langkah untuk
meningkatkan kesehatan bayi dan mencoba untuk mengobati kondisi dan
penyakit penyerta pada neonatus. Memberi makan lebih awal, baik secara
parenteral maupun enteral, membantu meningkatkan produksi insulin dan
sensitivitas insulin serta metabolisme umum.
4. Berdasarkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa ketika hiperglikemia
berat dan terjadi dalam waktu yang lama, insulin dalam infus intravena yang
dititrasi dengan hati-hati telah berhasil menurunkan konsentrasi glukosa
plasma pada neonatus.

18
DAFTAR PUSTAKA

Aldoretta PW, Carver TD, Hay WW. 2008. Maturation of glucose metabolism
stimulated insulin secretion in fetal sheep. Biol neonate.
Bazaes RA, Salazar TE, Pittaluga E, et al. 2010. Glucose and lipis metabolism in
small for gestasional age infants at 48 hours of age. Pediatrics.
Blanco CL, Baillargeon JG, Morrison RL, Gong AK. Hyperglycemia in extremely
low birth weight infants in a predominantly Hispanic population and related
morbidities. J Perinatol. 2006;26:737-41.
Bottino M, Cowett RM, Sinclair JC. Interventions for treatment of neonatal
hyperglycemia in very low birth weight infants. Cochrane Database Syst Rev.
2009:CD007453.
Das UG, Schroeder RE, Hay WW Jr, Devaskar SU. 2009. Time dependent and tissue-
specific effects of circulating glucose on fetal ovine glucose transporter. Am J
physiol.
Fowden AL. 2009. Effect adrenaline and amino acids on the release of insulin in the
sheep fetus. Journal of endocrinology.
Halliday HL, Ehrenkranz RA, Doyle LW. Late (>7 days) postnatal corticosteroids for
chronic lung disease in preterm infants. Cochrane Database Syst Rev.
2009:CD001145.
Hays SP, Smith EO, Sunehag AL. 2008. Hyperglycemia is a risk factor for early
death and morbidity in extremely low birth-weight infants. Pediatrics.

19
Kao LS, Morris BH, Lally KP, Stewart CD, Huseby V, Kennedy KA. 2006.
Hyperglycemia and morbidity and mortality in extremely low birth weight
infants. J Perinatol.
Limesand SW, Rozance PJ, Zerbe go, et al. 2006. Attenuated insulin release and
storage in fetal sheep pancreatic islets with intrauterine growth restriction.
Endocrinology.
Savich RD, Finley SL, Ogata ES. 2008. Intravenous lipid and amino acids briskly
increase plasma glucose concentrations in small premature infants. Am J
Perinatology.
Sunehag AL, Haymond MW. 2012. Glucose extremes in newborn infants. Clinical
perinatology.
Van den Berghe G, Schetz M, Vlasselaers D, et al. 2009. Clinical review: Intensive
insulin therapy in critically ill patients. Journal of clinical Endocrinal
metabolism.

20

Anda mungkin juga menyukai