Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN EVALUASI PROGRAM

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KOMUNITAS


PUSKESMAS RAWALO
Angka Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis

Wilayah Kerja Puskesmas rawalo

Disusun Oleh :

Nur Izzati Humaira 1813020050

PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
PERIODE 7 SEPTEMBER – 3 OKTOBER 2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN EVALUASI PROGRAM

Angka Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis


Wilayah Kerja Puskesmas rawalo

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat dari


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Komunitas
Program Profesi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Disusun Oleh :
Nur Izzati Humaira 1813020050

Telah dipresentasikan dan disetujui :


Hari, tanggal: Sabtu, 12 September 2020

Disahkan oleh:
Dokter pembimbing,

dr. Dyah Retnani Basuki., M.kes., AAK


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium Tuberculosis yang dapat menyebar melalui drople yang telah
terinfeksi basil TB. Penyakit menular Tuberkulosis sampai sekarang masih menjadi
masalah kesehatan yang utama dan merupakan masalah kesehatan global sebagai
penyebab utama kematian pada jutaan orang setiap tahun di seluruh dunia setelah
Human Immunodeviciency Virus (HIV). Sebagian besar kuman tuberkulosis (TB)
menyerang paru, tetapi juga dapat mengenai organ tubuh lainnya (WHO, 2016).
World Health Organization (WHO) tahun 2016 menyatakan bahwa TB masih
menjadi topik utama dalam masalah kesehatan di dunia. Hal ini ditunjukkan dengan
TB menjadi salah satu penyakit menular 10 terbanyak di dunia. Pada tahun 2015 total
jumlah kasus TB di dunia 10,4 juta kasus TB baru termasuk 1,2 juta (11%) di antara
orang yang mengidap HIV positif dengan 56% laki-laki dan 34% wanita serta 10%
anak-anak. Dihitung dari segi persentase dapat dinilai bahwa jumlah kasus TB
sebesar 90% pada orang dewasa dan 10% pada anak-anak. Kasus TB mengalami
peningkatan dari tahun 2014 yang diperkirakan 2 juta orang meninggal di seluruh
dunia karena penyakit tuberkulosis paru dari total 9,6 juta kasus (WHO, 2015).
Menurut WHO dalam Global Tuberculosis Report tahun 2017, sebaran kasus
TB pada tahun 2016 banyak terjadi di wilayah Asia Tenggara (45%), Afrika (25%),
Timur Mediternia (7%), Eropa (3%), dan yang terakhir adalah di wilayah Amerika
(3%). Laporan dari WHO juga menyatakan bahwa terdapat 30 negara di dunia yang
mempunyai status angka TB tertinggi didunia yang menyumbang 87% dari semua
perkiraan kasus insiden diseluruh dunia. Berdasarkan tingkat insidensinya terdapat
tujuh negara yang menonjol memiliki kasus insiden TB tertinggi pada tahun 2016
yaitu India, Indonesia, China, Filipina, Pakistan, Nigeria, dan Afrika Selatan. Global
Tuberculosis Report tahun 2017 juga menyatakan bahwa dari 10,4 juta kasus hanya
6,1 juta yang diobati dan 49% yang berhasil diobati, 95% kematian akibat TB terjadi
di negara berpenghasilan rendah dan menengah (WHO, 2017).
The Global Plan to End TB (2016-2020) menyatakan bahwa untuk
keberhasilan pengobatan TB di dunia dengan target 90% treatment success untuk
semua yang terdiagnosis TB melalui pelayanan pengobatan yang terjangkau. Namun,
sampai pada tahun 2015 belum ada negara yang mencapai target dari cakupan
pengobatan dan keberhasilan pengobatan TB, gap terbesar di beberapa negara adalah
di cakupan pengobatan (WHO, 2017).
Seseorang yang terinfeksi TB paru akan menimbulkan berbagai dampak di
kehidupannya, baik secara fisik, mental, maupun sosial. Secara fisik, seseorang yang
telah terinfeksi TB paru akan sering batuk, sesak nafas, nyeri dada, berat badan dan
nafsu makan menurun, serta berkeringat di malam hari. Semua hal itu tentunya akan
mengakibatkan seseorang tersebut menjadi lemah. Secara mental, seseorang yang
telah terinfeksi TB paru umumnya akan merasakan berbagai ketakutan di dalam
dirinya, seperti ketakutan akan kematian, pengobatan, efek samping dalam
melakukan pengobatan, kehilangan pekerjaan, kemungkinan menularkan penyakit ke
orang lain, serta ketakutan akan ditolak dan didiskriminasi oleh orang-orang yang ada
di sekitarnya (Rohman, 2012).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui permasalahan penjaringan kasus TB, menganalisis, dan mencari
pemecahan
masalahnya.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui permasalahan penjaringan kasus TB.
b. Menganalisis kelemahan, kekuatan, peluang, dan ancaman yang dimiliki
Puskesmas Rawalo dalam kasus TB.
c. Mencari pemecahan masalah melalui berbagai strategi yang dapat
diterapkan di Puskesmas Rawalo.
d. Mengetahui keberhasilan pengobatan TB Paru di wilayah Puskesmas
Rawalo
A. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Meningkatkan ilmu pengetahuan dalam deteksi kasus TB.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi Puskesmas
Sebagai salah satu pertimbangan pemecahan masalah kader mengenai
TB.
b. Manfaat bagi Mahasiswa
Mengetahui permasalahan kader mengenai TB khususnya di Puskesmas
Rawalo, sebagai gambaran secara global permasalahan kasus TB.
BAB II

PROFIL PUSKESMAS

A. VISI PUSKESMAS

Departemen Kesehatan Republik Indonesia menetapkan bahwa Puskesmas


sebagai bagian dari Sistem Kesehatan Nasional, sub sistem dari kesehatan yang
berada di Kabupaten/Kota, Propinsi dan Nasional. Sebagai salah satu sistem yang
harus berjalan, Puskesmas dilengkapi dengan organisasi, memiliki sumberdaya dan
program kegiatan pelayanan kesehatan. Tujuan utamanya adalah meningkatkan
derajat kesehatan masyrakat di wilayah kerja sampai setinggi-tingginya atau dengan
mengambil pengertian dari kesehatan, tujuannya adalah mewujudkan keadaan sehat
fisik-jasmani, mental, rohani-spiritual dan sosial bagi setiap dan ekonomis. Untuk
mempermudah pencapaian tujuan ini, Puskesmas telah menetapkan Visi dan Misi
Program Pelayanan Kesehatan.
Visi Puskesmas Rawalo adalah “Menjadi Puskesmas dengan Pelayanan
Kesehatan Dasar Paripurna Menuju Masyarakat Rawalo Sehat Mandiri”. Visi
yang telah menjadi komitmen tersebut diharapkan mampu menumbuhkan motivasi
dan inspirasi untuk menjawab tantangan dalam mewujudkan tujuan pembangunan
kesehatan. Disamping itu, visi tersebut dapat menjadi pedoman untuk bertindak dan
mampu memberdayakan semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) serta
menjadi semakin konkrit pada saat dijabarkan lebih lanjut menjadi misi, tujuan,
sasaran, kebijakan, program dan kegiatan.

B. MISI PUSKESMAS
Untuk mewujudkan VISI tersebut, maka ditetapkan MISI yang diharapkan
mampu mempercepat cita-cita tersebut. Adapun MISI yang dimaksud adalah :
1. Meningkatkan Profesionalisme Sumber Daya Manusia
2. Meningkatkan Kinerja dan Mutu Kelayanan Kesehatan
3. Meningkatkan Kerjasama Lintas Program dan Lintas Sektoral
4. Menyediakan Sarana dan Prasarana yang Memadai
5. Mendorong Kemandirian Masyarakat Untuk Hidup Sehat
6. Meningkatkan Tertib Administrasi dan Keuangan
C. Gambaran Umum Kecamatan Rawalo

Kecamatan Rawalo merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Banyumas


Provinsi Jawa Tengah dengan luas wilayah 49.64 km² atau 3.74% dari luas
Kabupaten Banyumas dengan wilayah sebagai berikut :

 Sebelah Utara : Kecamatan Purwojati

 Sebelah Selatan : Kecamatan Kebasen dan Kab. Cilacap

 Sebelah Barat : Kecamatan Jatilawang

 Sebelah Timur : Kecamatan Patikraja


Kecamatan Rawalo terdiri dari 9 Desa, 79 RW dan 237 RT. Desa terluas
adalah Desa Tambaknegara yaitu 892.5 km² dan Desa tersempit adalah Desa
Pesawahan dengan luas 185.3 km². Jarak dan waktu tempuh terjauh yaitu 8 km dan
waktu tempuh terpanjang menuju Puskesmas berkisar 30 menit. Jalan yang ditempuh
ke Puskesmas dapat dilalui oleh kendaraan (transportasi cukup lancar) dan tidak ada
kendala untuk menjangkau Puskesmas).
Gambar1. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Rawalo

D. DEMOGRAFI KECAMATAN RAWALO


1. Pertumbuhan Penduduk
Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten
Banyumas, jumlah jiwa di Kecamatan Rawalo Bulan Desember tahun 2019 sebanyak
55.682 jiwa. Untuk jumlah penduduk terbanyak ada di Desa Tambaknegara yaitu
sebesar 8.082 jiwa, sedangkan Desa Pesawahan merupakan Desa dengan jumlah
penduduk terkecil yaitu 2.822 jiwa.
2. Jumlah Penduduk Menuntut Golongan Umur
Jumlah penduduk menurut golongan umur di Kecamatan Rawalo dibagi
menjadi 16 kelompok umur dengan variasi yang tidak begitu besar. Penduduk
terbanyak ada di kelompok usia 40 – 44 tahun yaitu sebesar 4.357 jiwa, sedangkan
kelompok usia 70 – 74 tahun sebanyak 1.339 yang merupakan jumlah terkecil.
3. Mata Pencaharian Penduduk
Bagi kelompok penduduk 15 tahun keatas di Kecamatan Rawalo, sebagian
besar bermata pencaharian petani baik petani sendiri maupun hanya sebagai buruh
tani yaitu sebanyak 8.948 orang (16,1%), sedangkan mata pencaharian yang lain
adalah karyawan swasta 4376 orang (7,9%), buruh harian lepas 3980 orang (7,1%),
bidang perdagangan 847 orang (1,5%), Pegawai Negeri Sipil 357 orang (0,6%), dan
Anggota TNI POLRI sebanyak 112 (0,2%).
4. Pendidikan Penduduk
Tingkat pendidikan penduduk usia 5 tahun keatas terbanyak yaitu tamat
tidak/belum tamat SD 11.769 orang (27%), SD/MI sebanyak 4.579 orang (10,5%),
tamat SMP/MTs 10.421 orang (24%), tamat SMA/Sederajat 8.462 orang (19,5%),
tamat Akademi/Diploma III 383 (0,9%), S1/Diploma IV 817 orang (1,9%), dan
tamat S2/S3 sebanyak 1 orang (0,002%).

E. PROGRAM KESEHATAN PUSKESMAS


Program kerja yang dilaksanakan di Puskesmas Rawalo pada tahun 2019
meliputi kegiatan sebagai berikut :
1. Program Umum (Basic Six)
a. Promosi Kesehatan
b. KIA / KB
c. Perbaikan Gizi
d. Kesehatan Lingkungan
e. P2M
f. Pengobatan
2. Program Pengembangan
a. Konsultasi Gizi
b. Laboratorium
c. Klinik Sanitasi
3. Puskesmas dengan Tempat Perawatan (Puskesmas DTP) dan Puskesmas mampu
persalinan (PONED)

F. AKSES DAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN

a. Pelayanan Jaminan Kesehatan Prabayar

Puskesmas Rawalo telah menyelenggarakan pelayanan untuk pasien peserta


jaminan prabayar, baik Askes, Jamsostek, Jamkesmas/KBSM maupun yang lainnya,
yang kesemuannya telah terkover dalam pelayanann BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan. Namun di Puskesmas Rawalo tidak tersedia data mengenai jumlah
peserta jaminan kesehatan prabayar secara menyeluruh.
 Rawat Jalan
Jumlah kunjungan rawat jalan sekama tahun 2019 sebanyak 34.055,
diantaranya laki-laki 16.108, perempuan 17.947, dengan cakupan kunjungan
sebesar 61,2%. Sedangkan cakupan kunjungan pada tahun 2018 sebesar
83,7%.
 Rawat Inap
Puskesmas Rawalo merupakan Puskesmas dengan tempat tidur perawatan
(Puskesmas DTP) dengan jumlah tempat tidur sebanyak 18 buah. Jumlah
kunjungan pada tahun 2019 total sebanyak 2.286 kunjungan, diantaranya laki-
laki 750 perempuan 1536 dengan cakupan kunjungan 4,1%.
Sedangkan pada tahun 2018 cakupan kunjungan mencapai 3,8% dan tahun
2017 cakupan kunjungan mencapai 3,9%.
a. Angka Kematian Pasien
Puskesmas Rawalo memiliki 18 tempat tidur. Tahun 2019 aAngka
kematian kasar (Grows Death Rate / GDR sebesar 8,0% dan Nett Death
Rate (NDR) sebesar 0%.
Seangkan tahun 2018 angka kematian kasar (Grows Death Rate / GDR
sebesar 2,3% dan Nett Death Rate (NDR) sebesar 0%, pada tahun 2017
GDR 2,6% dan NDR 0%.
b. Indikator Kinerja Puskesmas
Sepanjang tahun 2019 Puskesmas Rawalo melayani pasien rawat inap
2.264 orang dengan 4.136 hari perawatan. BOR mencapai 63%; BTO 126;
dan TOI 1. Sedangkan tahun 2018 Puskesmas Rawalo melayani pasien
rawat inap 2.221 orang dengan 4.060 hari perawatan. BOR mencapai
60,6%; BTO 10,3; dan TOI 2,9. Tahun 2017 jumlah pasien rawat inap
sebanyak 2.277 orang dengan 4.293 hari perawatan. BOR 64,1%;BTO
10,5%; TOI 2,8.
G. SITUASI DAN DERAJAT KESEHATAN
Hasil – hasil pembangunan kesehatan yang telah dicapai di Kecamatan
Rawalo dapat dilihat dari pencapaian target dari setiap program yang telah disepakati.
Hasil-hasil tersebut adalah sebagai berikut
1.DERAJAT KESEHATAN
Dalam menilai derajat kesehatan masyarakat, terdapat beberapa indikator yang
dapat digunakan, seperti kondisi moribitas, mortalitas dan status Gizi. Derajat
kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh multi faktor. Faktor kesehatan seperti
pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana dan prasaran kesehatan sangat
menentukan derajat kesehatan masyarakat. Faktor lain diluar kesehatan yang tidak
kalah penting berperan dalam meningkatkan derajat kesehatan adalah keadaan sosial
ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial, keturunan dan faktor lainnya (Depkes,
2010). Pada bagian ini derajat kesehatan masyarakat digambarkan melalui angka
kematian bayi (AKB), angka kematian ibu (AKI) dan angka morbiditas beberapa
penyakit lain yang ada di Kecamatan Rawalo.
a. ANGKA KEMATIAN (MORTALITAS)
Disamping itu kejadian kematian juga dapat digunakan sebagai indikator
dalam penelitian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan
kesehatan lainnya.
1. Angka Kematian Bayi
Jumlah kematian penduduk berusia dibawah satu tahun per 1000 kelahiran
hidup pada tahun tertentu disatu daerah disebut angka kematian bayi (AKB).
AKB merupakan indikator yang sangat berguna untuk mengetahui status
kesehatan anak khususnya bayi dan dapat mencerminkan tingkat kesehatan
ibu, kondisi kesehatan lingkungan secara umum, status kesehatan penduduk
secara keselurauhan serta tingkat perkembangan sosial ekonomi masyarakat.
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi AKB secara umum adalah tingkat
kesakitan dan status gizi, kesehatan ibu waktu hamil dan proses penanganan
persalinan. Gangguan perinatal merupakan salah satu dari sekian faktor yang
mempengaruhi kondisi kesehatan ibu selama hamil yang mempengaruhi
perkembangan fungsi dan organ janin.
Angka kematian bayi baru lahir, bersarkan lapran kegiatan program KIA
selama tahun 2019 tercatat ada 3 Kematian bayi dari 735 Kelahiran, atau
senilai 4,1 per 1.000 kelahiran hidup.
Bila angka tersebut dibandingkan tahun 2019 mengalami peningkatan
kualitas hidup, karena pada tahun 2018 tercatat ada 6 kematian bayi dari 798
kelahiran hidup (7,5 per 1.000 kelahiran hidup). Sedangkan tahun 2017
tercatat 11 Kematian bayi dari 821 kelahiran hidup (13,4 per 1.000 kelahiran
hidup).
2. Angka Kematian Ibu Maternal / Angka Kematian Ibu Melahirkan
Angka kematian ibu (AKI) adalah banyaknya wanita yang meninggal
pada tahun dengan penyebab kematian yang terkait gangguan kehamilan atau
penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insdentil) selama
kehamilan, melahirkan dan masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa
perhitungan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup. Indikator ini secara
langsung digunakan untuk memonitor kematian terkait kehamilan. Angka
kematian ibu maternal berguna untuk menggambarkan tingkat kesadaran
perilaku hidup sehat, status gizi, kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan,
tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil, waktu melahirkan dan
masa nifas. Keberhasilan pembangunan sektor kesehatan senantiasa
menggunakan indikator AKB dan AKI sebagai indikator utamanya.
Kecamatan Rawalo tahun 2019 tidak didapati kematian ibu hamil, ibu
bersalin maupun ibu nifas. Demikian pula pada tahun 2018 dan 2017. Ini
menunjukkan kualitas pelaynan sangat mudah karena peyebarannya hampir
merata diseluruh wilayah.
Bila terjadi kematian ibu maka akan dilaksanakan (AMP) untuk
mengetahui akar permasalahan penyebab kematian, juga akan dilaksanakan
pembelajaran kasus yang kematian, juga akan dilaksanakan pembelajaran
kasus yang mengakibatkan kematian ibu tersebut. Serta strategi kedepannya
yang akan diambil untuk mengatasi hal ini adalah selain melibatkan lintas
sektor dan lintas program agar ikut bersama-sama memantau ibu hamil,
melahirkan dan masa setelah melahirkan dengan gerakan sayang ibu
diharapkan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi di Kecamatan
Rawalo dapat ditekan.
b. ANGKA KESAKITAN (MORBIDITAS)
Angka kesakitan baik insiden maupun prevalen dari suatu penyakit disebut
morbiditas. Morbiditas menggambarkan kejadian penyakit dalam suatu
populasi pada kurun waktu tertentu dan berperan dalam penilaian terhadap
derajat kesehatan masyarakat.
a. Penyakit Menular Yang Diamati
1. AFP (Lumpuh Layuh)
Penyakit poliomyelitis merupakan salah satu penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi. Penyebab penyakit tersebut adalah virus
polio yang menyerang sistem syaraf hingga penderita mengalami
kelumpuhan. Kelompok umur 0-3 tahun merupakan kelompok umur
yang paling sering diserang penyakit ini, dengan gejala demam, lelah,
sakit kepala, mual, kaku dileher dan sakit di tungkai dan lengan. AFP
merupakan kondisi abnormal ketika seseorang mengalami penurunan
kekuatan otot tanpa penyebab yang jelas dan kemudian berakhir dengan
kelumpuhan. Ditjen PP&PL Kementrian Kesehatan RI menetapkan
indikator surveilans AFP yaitu ditemukannya Non Polio AFP Rate
minimal sebesar 2/100.000 anak usia < 15 tahun. Pada tahun 2019,
2018, dan 2017 di Kecamatan Rawalo tidak ditemukan kasus AFP.
Demikian untuk pula untuk kasus Non AFP.
1) TB Paru Sembuh
Penyakit TB Paru merupakan penyakit reemerging masih
terus ditemukan di Kecamatan Rawalo. Secara nasional TB Paru
merupakan penyakit tropis yang sangat erat kaitannya dengan
kemiskinan. TB Paru merupakan penyakit yang masih tinggi
angka kejadiannya bahkan merupakan yang tertinggi ketiga di
dunia. MDGS menetapkan penyakit TB paru sebagai salah satu
target penyakit yang harus diturunkan selain HIV AIDS dan
Malaria. Hasil pengobatan penderita TB Paru dipakai indicator
succes rate, dimana indikator ini dapat dievaluasi setahun
kemudian setelah penderita ditemukan dan diobati. Success rate
akan meningkat bila pasien TB Paru dapat menyelesaikan
pengobatan dengan baik tanpa atau dengan pemeriksaan dahak.
Dari data yang ada pada tahun 2019 angka keberhasilan
pengobatan TB Paru BTA (success rate) sebesar 100%. Angka ini
telah melampaui target IIS 2020 yaitu >78,8%.
Pada tahun 2018 dan 2017 angka keberhasilan pengobatan TB
Paru BTA Positif (Success Rate) juga sebesar 100%. Meski sucses
rate kasus TB Paru dalam kurun waktu 3 tahun terakhir telah
100%. Namun upaya untuk menurunkan case rate dan
meningkatkan success rate terus harus dilakukan dengan cara
meningkatkan sosialisasi penanggulangan TB paru sesuai
menajemen DOTS melalui jejaring internal maupun eksternal
rumah sakit serta sektor terkait lainnya. Disamping meningkatkan
jangkauan pelayanan, upaya yang tidak kalah penting dan perlu
dilakukan dalam penanggulangan penyakit TB Paru adalah
meningkatkan kesehatan lingkungan serta perilaku hidup bersih
dan sehat di masyarakat. Kasus TB Paru sangat dipengaruhi oleh
kepadatan pendudukan dan kemiskinan, karena penularan TB Paru
adalah melalui kontak langsung dengan penderita. Status gizi juga
mempengaruhi kasus TB Paru terutama angka kesembuhannya,
dengan status gizi yang baik penderita TB Paru akan lebih cepat
sembuh.
2) TB Paru
Jumlah kasus TB Paru sepanjang tahun 2019 sebanyak 89
orang, dengan CNR angka penemuan kasus baru TB per
10.000 sebesar 160 jiwa dan perkiraan insiden tuberkulosis
(dalam absolut) berdasarkan modeling tahun 2019 sebesar
113 jiwa.
Untuk tahun 2018 didapati 36 kasus dengan CNR
kasus baru 40,74 per 100.000 penduduk, sedangkan untuk
tahun 2017 didapati 50 kasus dengan CNS kasus baru
37,34 per 100.000.
3) Penemuan Penderita Peumonia Balita

Infekis saluran pernapasan akut (ISPA) adalah


penyakit infeksi akut yang menyerang pernapasan mulai
dari hidung hingga alveoli. Penyakit ISPA yang menjadi
masalah dan masuk dalam program penanggulangan
penyakit adalah pneumonia karena merupakan salah satu
penyebab kematian anak. Pneumonia adalah infeksi akut
yang menyerang jaringan paru (alveoli). Infeksi ini bisa
disebabkan oleh bakteri, jamur, virus atau kecelakaan
karena menghirup cairan atau bahan kimia. Populasi
rentan yang terserang pneumonia adalah anak umur <2
tahun. Penemuan dan tatalaksana kasus adalah salah satu
kegiatan program penanggulangan.
Jumlah kasus pneumonia yang ditemukan dan
ditangani pada tahu 2019 sebesar 5 kasus dari 2.252
jumlah balita yang ada (0,9%). Bila dibandingkan dengan
target IIS 2019 sebesar 60%, maka angka penemuan kasus
pneumonia balita masih sangat jauh di bawah target,
diantaranya karena penemuan penderita yang hanya
secara pasif menunggu pasien berobat ke Puskesmas.
Selain itu disebabkan karena keterbatasan kemampuan
petugas dalam mendeteksi kasus pneumonia.
Upaya penemuan penderita oneumonia yang sangat
rendah tetap perlu terus ditingkatkan terutama pada Balita
sehingga segera dapat ditangani. Pneumonia pada balita
banyak disebabkan karena faktor seperti kekurangan gizi,
status imunisasi yang tidak lengkap, terlalu sering
membendung anak, kurang memberikan ASI, riwayat
penyakit kronis pada orang tua bayi atau balita, sanitasi
lingkungan tempat tinggal yang kurang memenuhi syarat
kesehatan, orang tua perokok dan lain sebagainya. Upaya
yang telah dilakukan untuk mengurangi kasus tersebut
pada bayi atau balita adalah dengan menghilangkan faktor
penyebab itu sendiri melalui peningkatan gizi bayi/balita,
peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),
peningkatan sanitasi lingkungan tempat tinggal serta
peningkatan status imunisasi bayi atau balita.
4) HIV/AIDS dan IMS
HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
infeksi Virus Human Immunodeficency. Virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh penderita sehingga mengalami penurunan
ketahanan tubuh yang megakibatkan mudah terinfeksi berbagai
macam penyakit yang lain. Sebelum memasuki fase AIDS,
penderita terlebih dahulu dinyatakan sebagai HIV positif. Dalam
kurung waktu tahun 2019, jumlah penderita HIV yang terdeteksi
Puskesmas Rawalo sebanyak 4 orang, dimana 2 berjenis kelamin
perumpuan dan 2 berjenis kelamin laki-laki. Untuk kasus AIDS,
serta kemungkinan adanya kematian akibat AIDS, sebelum
terdeteksi. Demikian pula dengan kasus syphilis yang juga belum
terdeteksi.
Situasi ini bisa jadi belum menunjukkan kondisi riil
dikarenakan sulitnya penjangkauan menemukan pasien HIV/AIDS
dan IMS. Sehingga tetap hasrus diwaspadai fenomena gunung es.
Sejak tahun 2015 ini telah dibuka klinik IMS dan Klinik VCT
yang dipusatkan di Puskesmas Rawalo. Selain itu diadakan pula
VCT mobile yang dilaksanakan oleh petugas perawat beserta
petugas promosi kesehatan. Sejak tahun 2016 telah secara rutin
diadakan pemeriksaan laboratorium (cek darah) untuk ibu hamil
pada setiap penyelenggaraan kelas ibu hamil. Namun hingga akhir
tahun belum terdeteksi adanya pengidap HIV-AIDS, baik dari ibu
hamil maupun warga masyarakat. Selain itu telah dibentuk pula
WPA (Warga Peduli AIDS) pada 3 Desa (Desa Sidamulih, Desa
Tipar, dan Desa Tambaknegara).
5) Penemuan Penderita Diare
Diare dapat didefinisikan sebagai kejadian buang air besar
lebih dari tiga kali namun tidak berdarah dalam 24 jam, bila
disertai dengan darah disebut disentri. Kasus diare pada tahun
2019 tercatat 1.601 jiwa dari jumlah target penemuan dari semua
usia dan balita 509 jiwa, dari jumlah tersebut yang berhasil
dilayani sebanyak 1.168 dari jumlah semua umur (73%)
sedangkan balita 243 (47,8%). Sedangkan angka kesakitan diare
per 1.000 penduduk sebesar dari semua umur yaitu 843. Kasus
diare pada tahun 2018 tertcatat 1.124 kasus, atau sekitar 70,7%
dari 1.591 target penemuan kasus. Sedangkan tahun 2017 tercatat
853 kasus, atau sekitar 67,7 % dari 1.591 target penemuan kasus.
Gejala diare yang terkesan ringan dan dapat diobati sendiri
oleh penderitanya menyebabkan penderita enggan mendatangi
sarana pelayanan kesehatan. Penanggulangan diare dititikberatkan
pada penanganan penderita untuk mencegah kematian dan promosi
kesehatan tetang hiegyne sanitasi dan makanan untuk mencegah
Kejadian Luar Biasa (KLB). Upaya yang dilakukan oleh jajaran
kesehatan adalah meningkatkan penyuluhan kesehatan kepada
masyarakat, kaporitisasi air minum dan peningkatan sanitasi
lingkungan. Standar pelayanan minimal bidang kesehatan
Kabupaten Banyumas menargetkan penemuan penderita diare
pada tahun 2019 100%.
6) Kusta
Kusta adalah penyakit kulit infeksi yang disebabkan oleh
mycobacterium leprae. Bila penyakit kusta tidak ditangani maka
dapat menjadi progresif menyebabkan kerusakan permanan pada
kulit, saraf, mata dan anggota gerak. Strategi global WHO
menetapkan indikator eliminasi kusta adalah angka penemuan
penderita / new case detection rate (NCDR) 0 berarti Rawalo
sudah dapat dikategorikan sebagai daerah denan NCDR 0,50 per
10.000 penduduk sudah dapat dikatakan sebagai daerah rendah
kusta.
Kecamatan Rawalo tahun 2019 tidak didapati kasus kusta.
Bila angka tersebut dibandingkan tahun 2018 dan 2017 maka
mengalami peningkatan kualitas hidup, karena pada tahun 2018
dan 2017 tercatat ada 2 orang yang terkena penyakit kusta.

7) Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)


Sepanjang tahun 2019 tidak ditemukan kasus-kasus untuk penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi. Taget sasaran penurunan
kasus penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I)
tertentu tahun 2019 (IIS) sebesar 40%. Serupa, sepanjang tahun
2018 dan 2017 juga tidak ditemukan kasus- kasus untuk penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi, seperti diferi, tetanus, dan
polio.
8) Penemuan Penderita Deman Berdarah Dengue (DBD)
Demam berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus Dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes Aegypty.
Indonesia merupakan Negara tropis yang secaa umum mempunyai
resiko terjangkit penyakit DBD, karena vektor penyebabnya yaitu
nyamuk Aedes Aegypti tersebar luas di kawasan pemukimam
maupun tempat- tempat umum, kecuali wilayah yang terletak pada
ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Serangan
penyakit DBD berimplikasi luas terhadap kerugian material dan
moral berupa berupa biaya rumah sakit dan pengobatan pasien,
kelhilangan produktivitas kerja dan yang paling fatal adalah
kehilangan nyawa. Perjalanan penyakit demam berdarah dengue
(DBD) cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam waktu
singkat. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang sering
menimbulkan kejadian luar biasan (KLB) di Indonesia. Di
sepanjang tahun 2019 terdapat 78 kasus DBD yang terjadi seluruh
Desa di Kecamatan Rawalo tanpa terkecuali, dengan angka
kesakitan DBD per 100.000 penduduk sebesar 140,1. Angka
tersebut sangatlah besar bahkan terdapat 1 jiwa dari Desa
Tambaknegara yang meninggal dunia.
Di sepanjang tahun 2018 terdapat kasus 4 DBD dengan
incidence rate (IR) sebesar 6,8/100.000 penduduk. Sedangkan tahu
2017 terdapat 2 kasus DBD dengan incidence rate (IR) sebesar
3,4/100.000 penduduk. Kejadian DBD 2019 di Kecamatan Rawalo
yang tinggi terjadi karena mobiltas masyarakat yang cukup tinggi,
hygiene sanitasi masyarakat yang masih kurang dan kegiatan PSN
yang masih perlu ditingkatkan.
Dalam rangka menurunkan angka DBD, Pemerintah
Kabupaten Banyumas telah sekian kali mengadakan kegiatan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), yang mana
pelaksanaannya dilakukan secara serentak di seluruh wilayah
Kabupaten banyumas.
Tiga hal penting dalam upaya pemberantasan DBD adalah 1)
peningkatan surveilans penyakit dan surveilans vektor , 2)
diagnosis dini dan pengobatan dini, 3) peningkatan upaya
pemberantasan vektor penular penyakit DBD. Upaya
pemberantasan vektor yang dilaksanakan di Kecamatan Rawalo
adalah melalui pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui 3M
plus (menguras, menutup dan mengubur) plus menabur larvasida.
Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat
keberhasilan pelaksanaan PSN adalah angka bebas jentik (ABJ).
9) Malaria
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat yang memiliki dampak
pada penurunan kualitas sumber daya manusia. Penegakkan
diagnose yang tepat serta penanganan yang cepat merupakan salah
satu upaya penting dalam pengendalian vektor potensial.
Penyakit malaria bukan merupakan penyakit endemis tetapi
merupakan kasus-kasus import dari penduduk yang berasal dari
daerah endemis malaria, misalnya penduduk Kecamatan Rawalo
yang pernah tinggal di daerah endemis malaria NTT, Maluku dan
Papua. Angka kesakitan malaria untuk Jawa dan Bali diukur
dengan Annual Parasite Rate Incedence (API). Berdasarkan data
laboratorium di tahun 2019 tidak terdapat kasus malaria klinis
maupun malaria dengan klasifikasi pemeriksaan mikroskopik, dan
tidak ada keluhan pasien yang mengarah pada keluhan malaria.
Untuk tahun 2018 dan 2017 juga tidak ditemukan kasus kesakitan
dan kematian akibat malaria.
10) Filarisis
Filariasis adalah sejumlah infeksi yang disebabkan oleh cacing
filaria dan dapat menyerang hewan maupun manusia. Ada banyak
jenis parasit filaria memiliki ratusan jenis, tapi hanya delapan
spesies yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia.
Pengelompokan filariasis umumnya dikategorikan
menurut lokasi habitat cacing dewasa dalam tubuh manusia, yaitu
filariasis kulit, limfatik, dan rongga tubuh. Yang akan dibahas
lebih detail filariasis limfatik atau lebih dikenal dengan .istilah
kaki gajah atau elefantiasis.
Pada tahun 2019 tidak ditemukan kasus baru filariasis
pada lingkungan Kecamatan Rawalo, hal ini juga sama dengan
seperti tahun 2018 dan 2017 yang tidak ditemukan kasus filariasis.

b. Penyakit Tidak Menular Yang Diamati

Menjelang akhir tahun 2015, Puskesmas Rawalo mulai menggiatkan


Posbindu (Pos Pembinaan Terpadu). Posbindu merupakan kegiatan
deteksi dini dan pemantauan faktor risiko penyakit tidak menular
utama dan menindaklanjuti secara dini faktor risiko yang ditemukan
melalui konseling kesehatan serta segera merujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan dasar.
Kegiatan diawali dengan sosialisasi kepada seluruh Aparat
Desa, dengan melibatkan seluruh kader kesehatan. Pelaksanaan
Posbindu telah mulai aktif dilaksanakan pada awal tahun 2016 denga
dukukangan SDM, alkes dan sarpras dari masing masing Desa.

Dalam kegiatan Posbindu untuk dilakukan pemeriksaan


terhadap berbagai jenis penyakit tidak menular, seperti hipertensi,
obesitas kolesterol, gula darah dan sebagainya. Jumlah total Posbindu
di Kecamatan Rawalo sebanyak 17 Pos termasuk juga 1 yang berada di
Puskesmas Rawalo.

Selain itu, di tahun 2019 Puskesmas Rawalo juga memberikan


layanan diteksi dini kanker Rahim dengan motode IVA bagi wanita
usia subur. Pada tahun 2019 tercatat sebanyak 578 orang tua wanita
(usia 30 -50 tahun) datang memeriksakan diri dan mendapatkan
layanan tersebut, atau hanya sebesar 21,8% dari total penduduk wanita
usia 30-50 tahun sebanyak 2.654. Hingga saat ini belum ditemukan
IVA positif maupun adanya tumor/benjolan.

Sosialisasi tentang kesehatan kanker serviks kepada


masyarakat khususnya kaum wanita untuk lebih ditingkatkan lagi,
tujuannya agar lebih memahami bahaya kanker serviks dan bersedia
memeriksakan diri ke Puskesmas ataupun fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya.
STATUS GIZI BAYI DAN BALITA
Upaya perbaikan gizi masyarakat pada hakekatnya adalah untuk menangani
permasalah gizi masyarakat, khususnya pada balita yang sedang dalam masa tumbuh
kembang.
1. Status Gizi Baru Lahir
Berdasarkan hasil kegiatan program gizi, pada tahun 2019 tercatat 51 bayi
dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dari 735 bayi lahir hidup atau
sebesar 6,9%. Desa dengan BBLR tertinggi adalah Desa Banjarparakan
(10,3%), dan Desa dengan BBLR terendah adalah Desa Rawalo (5,2%). Bila
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya maka ditahun 2018 memang terjadi
penurunan kasus. Tahun 2018 tercatat 75 BBLR dari 809 bayi lahir hidup
(9,5%) dan ditahun 2017 didapati 56 BBLR dari 809 bayi lahir hidup (6,9%).
2. Status Gizi Balita
Berdasarkan hasil kegiatan program gizi pada tahun 2019 sebanyak 3.059
balita 0-59 bulan berhasil ditimbang dan diambil data berdasarkan Indeks gizi,
Berat Badan, dan Tinggi Badan. Tercatat terdapat balita berstatus Balita Gizi
Kurang sebanyak 231 (7,6%), balita pendek 479 (15,7%), dan balita kurus
139 (4,5%).
UPAYA KESEHATAN DASAR

Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan hal yang sangat penting dalam
memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Dengan pemberian pelayanan
kesehatan dasar secara cepat dan tepat maka diharapkan sebagian besar masalah
yang ada di masyarakat dapat diatasi.
1. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4
Masa kehamilan adalah masa penting yang harus dipantau secara rutin.
Tumbuh kembang janin serta gangguan kesakitan pada ibu selama kehamilan
diharapkan dapat terus dipantau. Deteksi dini terhadap kelainan pada janin
maupun kesakitan pada ibu dapat dilakukan dengan pemeriksaan rutin
dilakukan oleh ibu hamil.
Sejumlah 818 ibu hamil yang ada di Kecamatan Rawalo, 771 orang
diantaranya telah mendapat pelayanan antenatal K4, atau sebesar 94,3%
Menandakan cakupan ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal
minimal 4 kali (K4) sudah melampaui target IIS 2019 sebesar 80%. Namun
belum mencapai target pencapaian standar pelayanan minimal bidang
kesehatann Kabupaten Banyumas Tahun 2018 sebesar 100%.
Sedangkan pada tahun 2018 terdapat 833 ibu hamil, 803 orang diantaranya
telah mendapatkan pelayanan K4 (96,6%) dan tahun 2017, dari 925 ibu hamil,
848 orang mendapat pelayanan K4 (91,8%).
3. Pertolongan Oleh Tenaga Kesehatan
Komplikasi dan kematian pada ibu maternal serta bayi baru lahir sangat
ditentukan dari penolongan persalinan terutama bidan yang mempunyai
kompetensi. Pertolongan persalinan yang tidak dilakukan oleh nakes di
fasilitas kesehatan akan meningkatkan resiko terjadinya komplikasi maupun
kematian pada ibu bersalin maupun bayi.
Dari 818 ibu hamil yang melakukan persalinan, sebanyak 735 orang (94,1%)
ditolong oleh tenaga kesehatan/melakukan persalinan difasilitasi kesehatan.
Untuk tahun 2018 dari 774 ibu hamil yang melakukan persalinan sebanyak
789 orang (101,9%), dari jumlah tersebut memang melampaui target karena
sebagian ibu bersalin berasal dari luar wilayah Kecamatan Rawalo, sedangkan
tahun 2017, dari 801 ibu bersalin, seluruhnya (100%) ditolong oleh tenaga
kesehatan.
4. Ibu Nifas
Cakupan pelayanan ibu nifas di tahun 2019 mencapai 94,1%. Standar
pelayanan minimal bidang kesehatan Kabupaten Banyumas tahun 2019
menargetkan 100%. Sedangkan cakupan tahun 2018 mencapai 101,9%, hal ini
dikarenakan adanya kunjungan sejumlah ibu nifas dari luar wilayah ke
Puskesmas Rawalo, dan cakupan tahun 2017 hanya mencapai 91,8%.
5. Imunisasi Pada Ibu Hamil
Pada tahun 2019 dari 818 ibu hamil di wilayah Kecamatan Rawalo, terdapat
328 orang (40,1%) telah mendapatkan imunisasi Td4, 559 orang (68,3%)
medapatkan imunisasi Td5, dan sebanyak 887 orang (108,4%) telah
mendapatkan Td2+.
Sedangkan pada tahun 2018 Dari 883 ibu hamil, 296 orang (35,5) telah
mendapat imunisasi TT-4, 529 orang (63,5%) mendapat imunisasi TT-5,
untuk imunisasi TT2+ sudah jadi satu dengan DPT3. Pada tahun 2017, 36,9%
mendapatkan TT-4; 64,4% mendapatkan imunisasi TT-5; dan 139%
mendapatkan imunisasi TT2+.
4. Imunisasi Pada Wanita Usia Subur Yang Tidak Hamil
Wanita usia subur sebaiknya diimunisasi. Hal ini selain untuk pencegahan
penyakit pada sang ibu, juga pencegahan penyakit pada anak yang dilahirkan.
Pemberian imunisasi dilakukan sejak wanita berusia 19 tahun hingga masa
menoupouse (15-39 tahun). Hal itu karena, masa tersebut adalah masa usia
perempuan melahirkan. Namun seringkali, perempuan umumnya tidak
memiliki catatan imunisasi yang lengkap sejak kecil.
Pada tahun 2019 sebanyak 438 wanita usia subur di wilayah Kecamatan
Rawalo telah melakukan imunisasi Td3. Untuk Desa yang terbanyak
melakukan imunisasi pada wanita usia subur yaitu pada Desa Tambaknegara
sebanyak 71 orang, dan Desa Pesawahan 25 orang merupakan jumlah orang
yang paling sedikit melakukan imunisasi.
5. Cakupan Kunjungan Neonatus
Cakupan kunjungan neonatus dengan komplikasi yang ditangani selama
tahun 2019 sebanyak 735, dengan kunjungan nonatl 1 kali 735 (100%), dan
kunjungan neonatal 3 kali sebanyak 721 (98,1%). Sedangkan pada tahun
2018 sebanyak 129 orang (108,6), dari perkiraan neonatus risiko
tinggi/komplikasi sebanyak 119 orang dan penanganan neonatus dengan
komplikasi di tahun 2017 mencapai 97,2%.
6. Cakupan Pemberian Vitamin A
Pemberian kapsul vitamin A merupakan upaya perbaikan gizi masyarakat,
khususnya pada bayi dan balita serta ibu nifas. Pemberian vitamin A ini
sangat bermanfaat untuk menambah daya tahan tubuh, mencegah dari
berbagai penyakit, meningkatkan kecedasan anak dan lain sebagainnya.
Dari total 1.134 bayi umur 6-11 bulan, seluruhnya (100%) mendapat kapsul
vitamin A.
Untuk balita dengan rentang umur 6-59 bulan, seluruh 4.433 orang (100%)
mendapat kapsul vitamin A. Sedangkan untuk anak balita dengan rentang
umur 12-59 bulan, seluruh 3.299 orang (100%) mendapat kapsul vitamin A
sebanyak 2 kali yaitu pada bulan Februari dan Agustus. Target IIS 2019
untuk balita 12-59 bulan mendapat kapsul vitamin A sebesar 100%.
Cakupan pemberian vitamin A pada tahun 2018 dan 2017, untuk bayi dan
balita 100% untuk ibu nifas juga 100%.
6. Pelayanan Keluarga Berencana
Program KB merupakan bagian dari pelayan kesehatan (Upaya Kesehatan
Wajib Puskesmas) yang dilaksanakan untuk pengendalian jumlah penduduk,
penurunan AKI dan AKB dan peningkatan kesejahteran masyarakat.
Pasangan usia produktif memiliki peranan penting dalam meningkatkan
jumlah penduduk. Wanita usia subur (WUS) berusia antara 15-49 tahun.
Untuk mengatur jarak kehamilan pada WUS dilakukan menggunakan alat
kontrasepsi.
Sepanjang tahun 2019, tercatat ada 8.032 peserta KB aktif (83,1) dari total
9.667 pasangan usia subur. Sebagai perbandingan, pencapaian tahun 2018,
tercatat ada 7.647 peserta KB aktif (82,3) dari total 9.287 pasangan usia
subur, dan tahun 2017 sebesar 80,3 % dan tahun 2016 sebesar 75,9%.
7. Penanganan Komplikasi Kebidanan dan Neonatal
Jumlah ibu hamil di Kecamatan Rawalo sebanyak yaitu 818, untuk perkiraan
ibu hamil dengan komplikasi kebidanan 164, sedangkan untuk penanganan
komplikasi kebidanan yaitu sebesar 440 (268,9%). Adapun angka jumlah lahir
hidup bayi laki-laki dan perempuan 735 dengan perkiraan neonatal komplikasi
110, untuk nilai penanganan komplikasi neonatal 45 (40,8%).
8. Angka Kematian Neonatal
Angka Kematian Neonatal adalah kematian yang terjadi sebelum bayi
berumur satu bulan atau 28 hari, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun
tertentu. Dari jumlah kematian neonatal, bayi, dan balita di Kecamatan
Rawalo terdapat 3 neonatal diantaranya yaitu balita 1 laki-laki dari Desa
Tambaknegara, 1 balita perempuan dari Desa Rawalo, dan 1 bayi perempuan
dari Desa Tipar.
9. Imunisasi Bayi
Kegitan imunisasi rutin meliputi pemberian imunisasi untuk bayi umur 0-1
tahun (BCG, DPT, Polio, campak HB), imunisasi untuk wanita usia subur/ibu
hamil (TT) dan imunisasi untuk anak sekolah SD (kelas 1 yaitu DT; kelas 2-3
yaitu TT).
Sepanjang tahun 2019 terdapat 700 bayi (surviving infant). Cakupan imunisasi
bayi untuk DPT-HB-Hib3 sebanyak 764 bayi (109,1%). Cakupan Polio 4*
sejumlah 764 bayi (104,1%). Cakupan campak 789 bayi (112,4%).
Cakupan imunisasi dasar lengkap sebesar 790 (112,9%). Sepanjang tahun
2018 terdapat 846 bayi. Cakupan imunisasi bayi untuk DPT-HB3/DPT-HB-
Hib3 sebanyak 798 bayi (94%). Cakupan polio 4* sejumlah 798 bayi (94%).
Cakupan campak 828 bayi (98%). Cakupan imunisasi dasar lengkap sebesar
828 (98%).
Dari 799 kelahiran hidupp, cakupan BCG sejumlah 798 bayi (99,87%);
sedangkan cakupan Hb < 7 hari sebanyak 786 bayi (98,37%). Sedangkan
untuk tahun 2017, cakupan imunisasi bayi untuk DPT- H3/DPT-HB-Hib3
93,6%. Cakupan Polio 4* 93,7%. Cakupan campak 91,5%. Imunisasi Dasar
Lengkap 91,5%. Cakupan BCG 99,87%. Cakupan Hb < 7 hari 98,37%.

10. ASI Ekslusif


Dari total 216 bayi baru lahir usia 0 sampai 6 bulan, sejumlah 216 bayi (80%)
mendapatkan ASI Ekslusif, dan dari total 70 bayi baru lahir mendapatkan
IMD* sebanayak 49 balita (70%).
Bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, tahun 2018 cakupan bayi
yang diberi ASI ekslusif sebesar 58,7% dan tahun 2017 cakupan bayi yang
diberi ASI ekslusif sebesar 56%.
11. Pelayanan Anak Balita
Selama kurun waktu tahun 2019, di Kecamatan Rawalo terdapat 3.017 anak
balita (usia 12-59 bulan). Sejumlah 3.303 anak balita (109,5%) mendapatkan
pelayanan kesehatan (minimal 8x) baik Puskesmas, Posyandu dan PKD.
Melebihi 100% karena melayanai anak balita di luar wilayah.
Sedangkan pada tahun 2018 terdapat 2.978 anak balita (usia 12-59 bulan).
Sejumlah 3.521 anak balita (118,2%) mendapatkan pelayanan kesehatan
(minimal 8x) baik Puskesmas, Posyandu dan PKD. Tahun 2017, >100%
balita mendapat pelayanan kesehatan (minimal 8x).
12. Balita Ditimbang (D/S)
Penimbangan merupakan langkah awal dalam kegiatan utama program
perbaikan gizi anak. Hal ini sebagai upaya masyarakat dalam memantau
pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada tahun 2019 tercatat ada 3.650
balita. Dari jumlah tersebut yang ditimbang 2.936 balita (80,4%). Bila
dibandingkan maka pencapaian tahun 2018 dinilai mengalami kenaikan yang
cukup berarti karena di tahun 2017 tercatat 78,7%dan tahun 2016 tercatat
77,3%.
Pada tahun 2018 tercatat ada 3.712 balita. Dari jumlah tersebut yang
ditimbang 3.114 balita (85%) dan tahun 2016 tercatat 77,3%.
13. Balita Gizi Kurang
Kurang gizi merupakan awal dari berbagai masalah kesehatan balita dan
menjadi salah satu hal yang dapat menghambat tumbuh kembang balita.
Berdasarkan indeks berat badan dan tinggi badan dari jumlah balita 0 – 59
bulan, di tahun 2019 jumlah balita berhasil ditimbang di Kecamatan Rawalo
5.059 dari hasil tersebut ditemukan gizi kurang sebanyak 231 (7,6%), balita
pendek 479 (15,7%), dan balita kurus 139 (4,5%).
14. Penjaringan Kesehatan Siswa Kelas 1 SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA
Penjaringan kesehatan merupakan salah satu bentuk dari pelayanan
kesehatan yang bertujuan untuk mendeteksi dini siswa yang memiliki
masalah kesehatan agar segera mendapatkan penanganan sedini mungkin.
Penjaringan kesehatan dilakukan pada peserta didik kelas 1 SD. Pada tahun
2019 ini jumlah peserta didik kelas 1 SD/MI Kecamatan Rawalo yang
berhasil terjaring dan mendapat pelayanan kesehatan sebanyak 796 anak
(100%) dari 30 jumlah kelas. Kelas 7 SMP/Mts Kecamatan Rawalo yang
berhasil terjaring dan mendapat pelayanan kesehatan sebanyak 1.219 anak
(100%) dari 9 jumlah kelas. Sedangkan kelas 10 SMA/MA Kecamatan
Rawalo yang berhasil terjaring dan mendapat pelayanan kesehatan
sebanayak 747 anak (100%) dari 8 jumlah kelas.
15. Pelayanan Kesehatan Usia Produktif
Setiap warga negara Indonesia usia 15–59 tahun mendapatkan skrining
kesehatan sesuai standar. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota wajib
memberikan skrining kesehatan sesuai standar pada warga negara usia 15– 59
tahun di wilayah kerjanya dalam kurun waktu satu tahun. Pelayanan kesehatan
usia produktif di Kecamatan Rawalo mencapai 35.311 orang, dengan
mendapat pelayanan skrining kesehatan sesuai standar 27.732 (78,5%).
Adapun penduduk usia 15 – 59 beresiko 7.477 (27,9%).
16. Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut
Berdasarkan data cakupan pelayanan usia lanjut (60 tahun+) tahun 2019 di
Kecamatan Rawalo mencapai 8.406 orang. Total sebanyak 5.928 (70.5%)
telah mendapatkan mendapat skrining kesehatan sesuai standar. Angka
tersebut jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah usia lanjut (60
tahun+) di Kecamatan Rawalo tahun 2017 yang mencapai 15.493 orang.
Sebanyak 9.959 orang (64%) telah mendapatkan pelayanan kesehatan.
Sedangkan pada tahun 2017, sebesar 67% dari total lansia telah mendapatkan
pelayanan kesehatan.
17. Kejadian Luar Biasa (KLB)
Sepanjang tahun 2019 tidak didapati Kejadian Luar Biasa (KLB) di wilayah
kerja Puskesmas Rawalo. Demikian pula pada tahun 2018 dan 2017 juga tidak
didapati Kejadian Luar Biasa (KLB)
18. Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
Puskesmas Rawalo menyelenggarakan pelayanan kesehatan gilut, dimana
pada tahun 2019 telah memberikan pelayanan tumpatan gigi tetap 543
kunjungan, pencabutan gigi tetap 192 kunjungan, dengan rasio
tumpatan/pencabutan sebesar 2,8, jumlah kasus gigi 2.010, jumlah kasus
dirujuk 20 (0,01%).
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya 2018 pelayanan tumpatan gigi tetap
485 kunjungan, pencabutan gigi tetap 226 kunjungan, dengan rasio
tumpatan/pencabutan sebesar 2,1. Tahun 2017 pelayanan tumpatan gigi tetap
456 kunjungan, pencabutan gigi tetap 277 kunjungan rasio
tumpatan/pencabutan sebesar 16.
19. UKGS (Usaha Kesehatan Gigi Anak Sekolah)
Pengertian UKGS (Usaha Kesehatan Gigi Anak Sekolah) adalah upaya
kesehatan masyarakat yang ditujukan untuk memelihara kesehatan gigi dan
mulut peserta didik disekolah binaan, yang ditunjang dengan upaya kesehatan
perorangan berupa upaya kuratif bagi individu yang memerlukan perawatan
kesehatan gigi dan mulut.
Untuk pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada anak SD/setingkatnya, dari
total SD/MI sebanyak 33 sekolah mendapat total jumlah murid sebanyak
5.109 siswa, dan murid yang berhasi diperiksa 2.470 siswa (48,3%).
Sedangkan siswa yang perlu mendapatkan perawatan 834, mendapat
perawatan 198 (23,7%).
Sedangkan pelayanan UKGS tahun 2018, seluruh SD/MI (33 sekolah)
mendapatkan pelayanan gigi. Dari tptal 5.134 anak. Sebanyak 2.568 anak
(50%) telah mendapatkan pemeriksaan kesehatan gigi. Dari 882 anak yang
memerlukan perawatan, 22 diantaranya (25,2%) telah mendapatkan
perawatan.
Untuk tahun 2017, sebanyak 49,5 % anak mendapatkan pemeriksaan. Dari
851 anak yang memerlukan perawatan 29,8% telah mendapatkan perawatan.
BAB III
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH

A. Angka Keberhasilan Pengobatan TB tahun 2019

Indikator Kinerja Target/Tahun % Capaian %

Angka keberhasilan pengobatan TB


100 % 78,8 %
(Succes Rate)

Angka keberhasilan pengobatan 80 100

B. Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik criteria matriks

No. Prioritas masalah Importance T R Jumlah


R (1xTxR
    P S I DU SB PB PC     )
1 Angka Penemuan Kasus 5 5 5 5 5 2 5 3 3 288
Angka keberhasilan
2 pengobatan 5 3 3 2 4 1 1 2 2 76
C. Kerangka Konsep Permasalahan

Angka keberhasilan
Pengobatan TB

Man Power Money Material Mother Nature Measurenment Method

-Kurangnya
-SDM
personal
Terbatas -keadaan Obat TB Puskesmas
hygine,
-Tingkat ekonomi tersedia di evaluasi
ddukungan
pengetahuan rendah puskesmas Pemeriksaan program
keluarga,
rendah TB dilakukan pengobatan
dan
kepatuhan TB
mengambil
obat

C. Identifikasi Penyebab Masalah


1. Man power
 SDM puskesmas terbatas hal ini terjadi karena tenaga kesehatan
dipuskesmas sudah memiliki tugas dan memegang program masing masing
 Kader yang kurang kompeten sehingga tidak berjalan dengan lancar serta
tidak mengetahui apa yang harus dilakukan sebagai kader
 Masyarakat kurang minat menjadi kader karea takut tertular serta tidak
mendapatkan reward dari puskesmas
 Tingkat pendidikan rendah sehingga menganggap penyakit TB sebagai
penyakit yang tabu
2. Material
 Obat TB sudah tersedia dipuskesmas sehingga yang menderita TB dapat
langsung diberi pengobatan
3. Money
 Keadaan sosial ekonomi rendah yang menyebabkan pasien tidak berobat ke
puskesmas, dan juga jarak antara rumah ke puskesmas yang cukup jauh
sehingga membutuhkan biaya untuk perjalanan.
 Kader TB tidak mendapat insentif sehingga mengakibatkan kader kurang
semnagt dalam menjalankan tugasnya
4. Method
 Kerjasama lintas sektoral belum baik baik antar bagaian kesehatan seperti
dengan bagian kesehatan reproduksi untuk mengetahui penderita HIV atau
bagian KIA untuk menegtahui TB anak serta litas sektoal dengan pihak
kecamatan dan desa
5. Measurenment
 Skrining TB sudah berjalan dengan baik, tetapi masih ada pasien yang tidak
tepat mengambil obat
6. Mother nature
 Kesadaran diri untuk berobat kurang karena keadaansosial ekonomi yang
rendah atau pengetahuan yang masih kurang
 Dukungan dari keluarga kurang untuk memeriksakan diri masih kurang
karenan menganggap bahwa pasti sembuh atau membawa ke pengobatan
alternatif
 Kebiasan pola hidup bersih dan sehat kurang karena masih terdapat rumah
yang tidak memenuhi kriteria rumah sehat, jamban atau bahkan masih
banyak penduduk yang merokok

D. Alternatif Pemecahan Masalah

N Alternatif pemecahan masalah Efektivitas Efisiensi/ Jumlah


M I V
O C MxIxV/C
1 Edukasi kepada pasien, keluarga 4 5 4 1 80
mengenai TB dan pola hidup bersih
dan sehat
2 Penyediaan alat-alat yang 2 3 3 2 36
digunakan
3 Memberikan pelatihan dan insentif 5 5 5 2 125
pada kader TB, serta penambahan
kader
4 Kerjasama lintas sektoral dalam 4 5 4 1 60
penanganan TB
5 Mengoptimalkan petugas 2 3 2 1 12
puskesmas dalam membatu
penyelesaian kasus TB
Keterangan :
M : Magnitude V : Vulnerability
I : Importancy C : Cost
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Tuberkulosis
A. Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman


TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Sumber penularan adalah pasien TB BTA
positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan
selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang
pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin
tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Behrman,
2008).

B. Epidemiologi
WHO menerbitkan data TB global termasuk kasus baru dan kambuh
berdasarkan usia. Dalam laporannya tahun 2018, WHO memperkirakan bahwa dari
sekitar 10 juta kasus insiden TB pada tahun 2017, sekitar 1 juta (10 persen) terjadi
pada anak-anak <15 tahun; jumlah anak laki-laki dan perempuan yang sama
terpengaruh. Pada tahun 2018, WHO memperkirakan ada 234.000 kematian akibat
TB pada anak-anak <15 tahun (40.000 terjadi pada anak-anak yang terinfeksi HIV.
Kematian ini mewakili 15 persen dari semua kematian TB (yang lebih tinggi dari
perkiraan proporsi kasus pada anak-anak), menunjukkan tingkat kematian yang lebih
tinggi pada kelompok usia ini (Adams, 2018).
C.Etiologi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium bovis (sangat jarang disebabkan
oleh Mycobacterium avium). Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robert
Koch pada tahun 1882. Basil tuberkulosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa
minggu dalam keadaan kering, tetapi bila dalam cairan akan mati pada suhu 60°C
dalam waktu 15-20 menit. Fraksi protein basil tuberkulosis menyebabkan nekrosis
jaringan, sedangkan lemaknya menyebabkan sifat tahan asam dan merupakan faktor
penyebab terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel. Kuman ini
berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman
TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa
jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat
dormant, tertidur lama selama beberapa tahun (Herchline, 2007).
Basil tuberculosis tidak membentuk toksin (baik endotoksin maupun
eksotoksin). Penularan Mycobacterium tuberculosis biasanya melalui udara, sehingga
sebagian besar fokus primer tuberculosis terdapat dalam paru. Selain melalui udara,
penularan dapat peroral misalnya minum susu yang mengandung basil tuberculosis,
biasanya Mycobacterium bovis. Dapat juga melalui luka atau lecet di kulit (Herchline,
2007).

D.Faktor Resiko
Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya tuberkulosis primer:
1. Faktor Infeksi
Penularan tuberkulosis primer dapat melalui 4 cara, yaitu:
- Batuk orang dewasa
Saat orang dewasa batuk atau bersin, sejumlah tetesan cairan (ludah)
tersembur ke udara. Bila orang tersebut menderita tuberkulosis paru, maka
tetesan tersebut mengandung kuman. Jika disekitar orang tersebut terdapat
orang dewasa atau anak-anak yang pada saat itu kekebalan tubuhnya menurun
maka dengan mudah akan terinfeksi atau tertular.
- Makanan atau susu
Anak- anak bisa terinfeksi tuberkulosis dari susu atau makanan, dan infeksi
bisa terjadi mulai pada mulut atau usus. Susu dapat mengandung tuberkulosis
dari sapi (bovine TB), bila sapi di daerah tersebut menderita tuberkulosis dan
susu tidak direbus sebelum diminum. Bila hal ini terjadi, infeksi primer terjadi
pada usus, atau terkadang pada amandel.
- Melalui kulit
Kulit yang utuh ternyata tahan terhadap tuberkulosis yang jatuh diatas
permukaannya. Namun, bila terdapat luka atau goresan baru, tuberkulosis
dapat masuk dan menyebabkan infeksi yang serupa dengan yang ditemukan
pada paru.
- Keturunan dari ibu
Apabila seorang ibu yang sedang hamil menderita tuberkulosis maka sudah
pasti anaknya positif menderita tuberkulosis.
2. Faktor Lingkungan
Lingkungan yang tidak sehat, gelap dan lembab akan mendukung
perkembangbiakan basil Mycobacterium Tuberkulosis. Seperti diketahui basil
tuberkulosis merupakan BTA (Basil Tahan Asam) yang dapat berkembangbiak
apabila ada di ruangan yang gelap dan lembab, akan mati jika terkena sinar
matahari secara langsung. Jadi kebersihan lingkungan perlu diperhatikan.
3. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi berkaitan dengan ketersediaan pangan yang kaya zat gizi.
Ekonomi juga menjadi faktor pendukung yang mempengaruhi penyebab
penularan tuberkulosis primer. Seorang ibu dengan perekonomian rendah maka
untuk mencukupi makanan bergizi untuk tumbuh kembang anak susah, sehingga
mereka hanya memberi makanan apa saja tanpa mengetahui nilai gizinya.
Padahal kita tahu bahwa dengan mengkonsumsi makanan sehat dan bergizi akan
bermanfaat bagi tumbuh kembang anak dan meningkatkan kekebalan tubuh anak
terhadap penyakit.
4. Pelayanan Kesehatan
Adanya penyakit tuberkulosis primer yang semakin tinggi prevalensi di
Indonesia maka pelayanan kesehatan yang harus ditingkatkan oleh pemerintah,
melihat penderita penyakit tersebut adalah anak-anak yang masih dalam masa
pertumbuhan membutuhkan perawatan intensive. Apabila tingkat pelayanan
kesehatan tidak optimal maka akan mempengaruhi penyembuhan tuberkulosis
primer dan bila tingkat pelayanan kesehatan bekerja secara optimal maka laju
peningkatan penyakit tuberkulosis primer dapat ditekan seminimal mungkin. Hal
ini tidak lepas pula dari peran pemerintah dan masyarakat dalam menanggapi
segala macam penyakit agar tidak terjadi angka kematian anak yang tinggi
(Herchline, 2007).

E. Patofisiologi
Penularan tuberkulosis primer terjadi karena batuk atau percikan ludah yang
mengandung basil Mycobacterium Tuuberkulosis bertebaran di udara, kemudian
terhirup oleh anak yang pada saat itu sistem imunitas dalam tubuhnya menurun
sehingga mudah terinfeksi. Basil tersebut berkembangbiak perlahan-lahan dalam paru
sehingga menyebabkan kelainan paru. Basil ini bila menetap di jaringan paru, ia akan
tumbuh dan berkembangbiak dalam sitoplasma makrofag. Basil juga dapat terbawa
masuk ke organ tubuh lain yang nantinya bisa menyebabkan tuberculosis hati, ginjal,
jantung, kulit dan lain-lain (Rahajoe, 2007).
Bersamaan dengan itu, sebagian kuman akan dibawa melalui cairan getah
bening ke kelenjar getah bening yang terdekat disamping bronkus. Dari kedua tempat
tersebut, kuman akan menimbulkan reaksi tubuh, dan sel-sel kekebalan tubuh akan
berkumpul. Dalam waktu 4 hingga 8 minggu akan muncul daerah kecil di tengah-
tengah proses tersebut dimana terdapat jaringan tubuh yang mati (perkijuan) yang
dikelilingi sel-sel kekebalan tubuh yang makin membesar. Perubahan-perubahan yang
terjadi pada paru dan kelenjar getah bening ini dikenal sebagai tuberkulosis primer.
Basil Mycobacterium Tuberculosis ini dapat bertahan selama 1-2 jam pada suasana
lembab dan gelap, sebaliknya akan mati jika terkena sinar matahari. Dalam jaringan
tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun (Rahajoe,
2007).
Gambar 2. Patofisiologi TB
F.Manifestasi Klinis

Gejala penyakit TBC paru dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu
khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa
secara klinik.

1. Gejala sistemik/umum
- Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
- Penurunan nafsu makan dan berat badan.
- Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
- Perasaan malaise, lemah.
2. Gejala khusus
- Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi",
suara nafas melemah yang disertai sesak.
- Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.
- Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di
atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
- Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam
tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi
kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50%
anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji
tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan
penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi
berdasarkan pemeriksaan serologi/darah (WHO, 2009).

G.Diagnosa

1. Anamnesis
- Berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau
gagal tumbuh
- Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu
- Batuk kronik >3 minggu, dengan atau tanpa wheeze
- Riwayat kontak dengan pasien tb paru dewasa.
2. Pemeriksaan fisik
- Pembesaran kelenjar limfe leher, aksila, inguinal
- Pembengkakan progresif atau deformitas tulang, sendi, lutut, falang
- Uji tuberculin. Biasanya positif pada anak dengan TB paru, tetapi bias
negative pada anak dengan TB milier atau juga menderita HIV/AIDS, gizi
buruk atau beru menderita campak
- Pengukuran berat badan menurut umur atau lebih baik pengukuran berat
menurut panjang/tinggi badan (WHO, 2009)
3. Pemeriksaan penunjang
- Uji Tuberkulin
Perkembangan hipersensitivitas tipe lambat pada kebanyakan individu
yang terinfeksi dengan basil tuberculosis membuat uji tuberculin sangat
dibutuhkan.Pemeriksaan ini merupakan alat diagnosis yang penting dalam
menegakkan diagnosis tuberkulosis. Uji multi punksi tidak seakurat uji
Mantoux karena dosis antigen tuberculin yang dimasukkan ke dalam kulit
tidak dapat di control.Uji tuberkulin lebih penting lagi artinya pada anak kecil
bila diketahui adanya konvensi dari negatif. Pada anak dibawah umur 5 tahun
dengan uji tuberkulin positif, proses tuberkulosis biasanya masih aktif
meskipun tidak menunjukkan kelainan klinis dan radiologis.
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin yaitu dengan cara mono
dengan salep, dengan goresan disebut patch test cara von pirquet, cara
mantoux dengan menyuntikan intrakutan dan multiple puncture metode
dengan 4 – 6 jarum berdasarkan cara Heat andTine. Uji kulit Mantoux adalah
injeksi intradermal 0.1 mL yang mengandung 5 unit tuberculin ( UT ) derivate
protein yang dimurnikan ( PPD ) yang distabilkan dengan Tween 80. Sampai
sekarang cara Mantoux masih dianggap sebagai cara yang paling dapat
dipertanggung jawabkan karena jumlah tuberkulin yang dimasukkan dapat
diketahui banyaknya.
Reaksi lokal yang terdapat pada uji Mantoux terdiri atas:
1. Eritema karena vasodilatasi perifer
2. Edema karena reaksi antara antigen yang dimasukkan dengan antibody
3. Indurasi yang dibentuk oleh sel mononukleus.
Pembacaan uji tuberculin dilakukan 48 – 72 jam. Setelah penyuntikan
diukur diameter melintang dari indurasi yang terjadi. Kadang-kadang
penderita akan mulai berindurasi lebih dari 72 jam sesudah perlakuan uji, ini
adalah hasil positif. Faktor – factor yang terkait hospes, termasuk umur yang
amat muda, malnutrisi, immunosupresi karena penyakit atau obat – obat,
infeksi virus, vaksin virus hidup, dan tuberculosis yang berat, dapat menekan
reaksi uji kulit pada anak yang terinfeksi dengan M.tuberculosis. Terapi
kortikosteroid dapat menurunkan reaksi erhadap tuberculin, dengan pengaruh
yang sangat bervariasi
Interpretasi hasil test Mantoux:
1. Indurasi 10 mm atau lebih → reaksi positif
Arti klinis adalah sedang atau pernah terinfeksi dengan kuman
Mycobacterium tuberculosis.
2. Indurasi 5 – 9 mm → reaksi meragukan
Arti klinis adalah kesalahan teknik atau memang ada infeksi dengan
Mycobacterium atypis atau setelah BCG. Perlu diulang dengan konsentrasi
yang sama. Kalau reaksi kedua menjadi 10 mm atau lebih berarti infeksi
dengan Mycobacterium tuberculosis. Kalau tetap 6 – 9 mm berarti cross
reaction atau BCG, kalau tetap 6 – 9 mm tetapi ada tanda – tanda lain
daritubeculosis yang jelas maka harus dianggap sebagai mungkin sering
kali infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis.
3. Indurasi 0 – 4 mm → reaksi negatif.
Arti klinis adalah tidak ada infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis.
Reaksi positif palsu terhadap tuberculin dapat disebabkan oleh sensitisi
silang terhadap antigen mikobakteria non tuberculosis. Reaksi silang ini
biasanya sementara selama beberapa bulan sampai beberapa tahundan
menghasilkan indurasi kurang dari 10 – 12 mm. Vaksinasi sebelumnya (BCG)
juga dapat menimbulkan reaksi terhadap uji kulit tuberculin. Sekitar setengah
dari bayi yang mendapat vaksin BCG tidak pernah menimbulkan uji kulit
tuberculin reaktif, dan reaktivitas akan berkurang 2 – 3 tahun kemudian pada
penderitayang pada mulanya memiliki uji kulit positif (Alattas, 2007)
- Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis
untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan
biaya lebih dibanding pemeriksaan sputum, tapi dalam beberapa hal
pemeriksaan radiologis memberikan beberapa keuntungan seperti tuberkulosis
pada anak – anak dan tuberculosis millier. Pada kedua hal tersebut diagnosa
dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologi dada, sedangkan pemeriksaan
sputum hampir selalu negatif. Pada anak dengan uji tuberkulin positif
dilakukan pemeriksaan radiologis. Gambaran radiologis paru yang biasanya
dijumpai pada tuberkulosis paru:
1. Kompleks primer dengan atau tanpa pengapuran.
2. Pembesaran kelenjar paratrakeal.
3. Penyebaran milier.
4. Penyebaran bronkogen
5. Atelektasis
6. Pleuritis dengan efusi.
Pemeriksaan radiologis pun saja tidak dapat digunakan untuk membuat
diagnosis tuberkulosis, tetapi harus disertai data klinis lainnya (Alatas, 2007).
- Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-
kadang meragukan. Pada saat tuberkulosis baru dimulai ( aktif ) akan
didapatkan sedikit leukosit yang sedikit meningkat. Jumlah limfosit masih
normal. Laju Endap Darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh,
jumlah leukosit kembali normal dan laju endap darah mulai turun kearah
normal lagi.
2. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman
BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu
pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan
yang sudah diberikan, tetapi kadang – kadang tidak mudah untuk
menemukan sputum terutama penderita yang tidak batuk atau pada anak –
anak. Padapemeriksaan sputum kurang begitu berhasil karena pada
umumnya sputum langsung ditelan, untuk itu dibutuhkan fasilitas
laboratorium berteknologi yang cukup baik, yang berarti membutuhkan
biaya yang banyak Adapun bahan – bahan yang digunakan untuk
pemeriksaan bakteriologi adalah :
1. Bilasan lambung
2. Sekret bronkus
3. Sputum
4. Cairan pleura
5. Liquor cerebrospinalis
6. Cairan asites
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang – kurang nya
ditemukan tiga batang kuman BTA pada suatu sediaan. Dengan kata lain
diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum.
Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
maka dilakukan pembobotan dengan sistem skoring. Pasien dengan jumlah skor
>6 (sama atau lebih dari 6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat
pengobatan dengan obat anti tuberkulosis (OAT). Bila skor kurang dari 6 tetapi
secara klinis kecurigaan ke arah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan
lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi
lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CT-Scan dll (Alatas,
2007).
H. Diagnosis Banding
1. Pneumonia
2. Abses paru
3. Kanker paru
4. Bronkiektasis
5. Pneumonia aspirasi.
I.Pencegahan
1.Vaksinasi BCG
Pemberian BCG meninggikan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil
tuberkulosis yang virulen. Imunitas timbul 6 – 8 minggu setelah pemberian
BCG. Imunitas yang terjadi tidaklah lengkap sehingga masih mungkin
terjadi super infeksi meskipun biasanya tidak progresif dan menimbulkan
komplikasi yang berat.
2.Kemoprofilaksis
a. Kemoprofilaksis primer diberikan pada anak yang belum terinfeksi
(uji tuberkulin negatif) tetapi kontak dengan penderita TB aktif.
Obat yang digunakan adalah INH 5 – 10 mg/kgBB/hari selama 2 –
3 bulan.
b. Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak dengan uji
tuberkulin positif tanpa gejala klinis, dan foto paru normal, tetapi
memiliki faktor resiko menjadi TB aktif, obat yang digunakan
adalah INH 5 – 10 mg/kgBB/hari selama 6 –12 bulan (Rahajoe,
2007).
J.Penatalaksanaan
Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup
adekuat. Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun
pemeriksaan penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter terbaik
untuk menilai keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata
walaupun gambaran radiologic tidak menunjukkan perubahan yang berarti, OAT
tetap dihentikan.
Pengobatan TB dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap awal/ intensif (2 bulan
pertama) dan sisanya sebagai tahap lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah
minimal 3 macam obat pada fase awal/intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan
dengan 2 macam obat pada fase lanjutan (4 bulan, kecuali pada TB berat). OAT pada
anak dapat diberikan setiap hari, baik pada intensif maupun tahap lanjutan.
Untuk menjamin ketersediaan OAT untuk setiap pasien, OAT disediakan
dalam bentuk paket. Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan.
Paket OAT anak berisi obat untuk tahap intensif, yaitu Rifampisin (R), Isoniazid (H),
Pirazinamid (Z), sedangkan untuk tahap lanjutan, yaitu Rifampisin dan isoniazid.
Nama Dosis (mg/kgBB/hari) Dosis maksimal
(mg/hari)

Isoniazid (INH) 5-15 mg/kgBB/hari 300 mg/hari

Rifampisin (RIF) 10-20 mg/kgBB/hari 600 mg/hari

Pirazinamid (PZA) 25-35 mg/kgBB/hari 2000 mg/hari

Streptomisin (harus 15-40 mg/kgBB/hari 1250 mg/hari


parenteral)

Etambutol 15-25 mg/kgBB/hari 1000 mg/hari

Paduan OAT disediakan dalam bentuk kombinasi dosis tetap = KDT. Tablet
KDT untuk anak tersedia dalam 2 macam tablet, yaitu :
- Tablet RHZ yang merupakan kombinasi dari R (Rifampisin), H (Isoniazid),
dan Z (Pirazinamid) yang digunakan pada tahap intensif.
- Tablet RH yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin) dan H
(Isoniazid) yang digunakan pada tahap lanjutan.
Jumlah tablet KDT yang diberikan harus disesuaikan dengan berat badan anak
dan komposisi dari tablet KDT tersebut.
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh


mikrobakterium tuberkulosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini
dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Sebagian besar kuman
TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainya. Penyakit
tuberkulosis disebabkan oleh kuman/bakteri Mycobacteriumtuberculosis. Kuman ini
pada umumnya menyerang paru - paru dan sebagianlagi dapat menyerang di luar paru
- paru, seperti kelenjar getah bening(kelenjar), kulit, usus/saluran pencernaan, selaput
otak, dan sebagianya.

Tahun 2010, Indonesia menempati peringkat ke-4 negara dengan insidensi TB


tertinggi di dunia sebanyak 0,37 – 0,54 juta setelah India (2,0 – 2,5 juta), Cina (0,9 –
1,2 juta), Afrika Selatan (0,40 – 0,59 juta). Pada tahun 2004, diperkirakan angka
prevalensi kasus TB di Indonesia 130/100.000 penduduk, setiap tahun ada 539.000
kasus baru dan jumlah kematian sekitar 101.000 orang pertahun serta angka insidensi
kasus TB BTA positif sekitar 110/100.000 penduduk. Penyakit ini merupakan
penyebab kematian terbesar ke-3 setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit
saluran pernapasan serta merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit
infeksi. Target yang ditetapkan Stop Tb adalag pada tahun 2015 beban global
penyakit TB (prevalensi dan mortalitas) akan relative berkurang hingga 50% dan
pada tahun 2050 TB bukan lagi masalah kesehatan masyarakat global. Angka
keberhasilan pengobatan pasien TB di Puskesmas Rawalo sudah cukup memenuhi
target dan perlu dipertimbangkan kembali setiap faktor risiko yang ada.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksius, yang terutama menyerang
penyakit parenkim. Tuberkulosis (TB) paru adalah infeksi paru yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis. Penderita TB dengan status BTA positif dapat
menularkan sekurang-kurangnya kepada 10–15 orang setiap tahunnya. Sejak
tahun 1993, WHO menyatakan bahwa TB merupakan kedaruratan global bagi
kemanusiaan. Dengan berbagai kemajuan yang dicapai sejak tahun 2003,
diperkirakan masih terdapat sekitar 9,5 juta kasus baru TB, dan sekitar 0,5 juta
orang meninggal akibat TB di seluruh dunia. Terdapat beberapa kendala tentang
program mengenai TB seperti terbatasnya waktu anamnesis dan kurangnya SDM
menyebabkan kurangnya deteksi dini TB, kurangnya pengetahuan masyarakat
mengenai TB yang bisa dilihat dari para pasien yang jarang menggunakan
masker dan menyebabkan mudahnya penularan TB. Selain itu masih banyak
pasien TB yang tidak mengambil obat tepat waktu. Angka keberhasilan
pengobatan pasien TB di Puskesmas Rawalo sudah cukup memenuhi target dan
perlu dipertimbangkan kembali setiap faktor risiko yang ada.

B. Saran
1. Mahasiswa lebih menggali permasalahan yang ada di Puskesmas Rawalo
2. Bahasan ini dapat dijadikan bahan pertimbangan berikutnya dalam
melaksanakan evaluasi program TB khususnya di Puskesmas Rawalo.
3. Memberikan edukasi kepada pasien TB untuk mengambil obat tepat waktu
dalam pengambilan OAT ke Puskesmas Rawalo.

DAFTAR PUSTAKA

European Centre for Disease Prevention and Control/WHORegional Office for


Europe. Tuberculosis surveillance and moni-toring in Europe 2016.
Stockholm: European Centre for DiseasePrevention and Control; 2016.

World Health Organization (WHO). Global Tuberculosis Report 2015. Switzerland.


2015

WHO. Tuberculosis. 2017. Available from:


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs104/en/

Rohman WK. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian TB Paru di


Wilayah Kerja Puskesmas Gabus II Kabupaten Grobogan. Thesis. Fakultas
Ilmu Keperawatan. Universitas Muhammadiyah Semarang; 2012

Behrman, Kliegman, Arvin, et al. 2008. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15, buku
2, EGC 2008, hal 1028 – 1042.

WHO Indonesia. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit,
Jakrta : WHO Indonesia; 2009;113-118

Herchline T. 2007. Tuberculosis. Available from:URL:http://www.eMedicine.com


Rahajoe NN, Basir D, Kartasasmita CB. 2007. Pedoman nasional tuberculosis anak.
Jakarta : UKK Pulmonologi PP IDAI; 2007

Alatas, Dr. Husein et al. 2007 lmu Kesehatan Anak, edisi ke 7, buku 2, Jakarta;
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2007, hal 573 – 761

Anda mungkin juga menyukai