PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN INFEKSI
PUSKESMAS TODDOPULI
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan bimbingan dan
petunjuk kepada kita semua sehingga kami berhasil menyusun buku Pedoman Internal
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Puskesmas Toddopuli.
Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama harus dapat memberikan
pelayanan kesehatan yang bermutu dan transparan kepada masyarakat. Oleh karena itu, penting
bagi puskesmas untuk meningkatkan pelayanan di bagian pencegahan dan pengendalian infeksi.
Selain digunakan oleh seluruh petugas puskesmas, pedoman pencegahan dan pengendalian
infeksi ini juga di gunakan dan penting bagi pasien, keluarga pasien serta orang yang berkunjung
di lingkungan Puskesmas.
Kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kami sangat
berharap atas saran untuk perbaikan selanjutnya. Semoga buku ini bermanfaat bagi kita
semua dalam upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Puskesmas Toddopuli.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Puskesmas sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu Puskesmas dituntut untuk dapat
memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
Masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dan
pengunjung di pelayanan kesehatan dihadapkan pada resiko terjadinya infeksi
nosokomial yaitu infeksi yang diperoleh di pelayanan kesehatan, baik karena perawatan
atau berkunjung ke rumah sakit. Penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan atau
Healthcare Associated Infection (HAIs) merupakan salah satu masalah kesehatan
diberbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.
Secara prinsip, kejadian HAIs sebenarnya dapat dicegah bila fasilitas pelayanan
kesehatan secara konsisten melaksanakan program PPI. Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi merupakan upaya untuk memastikan perlindungan kepada setiap orang terhadap
kemungkinan tertular infeksi dari sumber masyarakat umum dan disaat menerima
pelayanan kesehatan pada berbagai fasilitas kesehatan.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, khususnya di bidang pelayanan
kesehatan, perawatan pasien tidak hanya dilayani di rumah sakit saja tetapi juga di
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, bahkan di rumah (home care).
Dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan
sangat penting bila terlebih dahulu petugas dan pengambil kebijakan memahami konsep
dasar penyakit infeksi. Oleh karena itu perlu disusun pedoman pencegahan dan
pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatanagar terwujud pelayanan kesehatan
yang bermutu dan dapat menjadi acuan bagi semua pihak yang terlibat dalam
pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di dalam fasilitas pelayanan kesehatan
serta dapat melindungi masyarakat dan mewujudkan patient safety yang pada akhirnya
juga akan berdampak pada efisiensi pada manajemen fasilitas pelayanan kesehatan dan
peningkatan kualitas pelayanan.
3 | P P I P K M TODDOPULI 2O21
B. TUJUAN
Tujuan Umum
Meningkatkan kualitas pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga melindungi
sumber daya manusia kesehatan, pasien dan masyarakat dari penyakit infeksi yang terkait
pelayanan kesehatan.
Tujuan Khusus
1. Menjadi penuntun bagi tenaga kesehatan hingga mampu memberikan pelayanan
kesehatan dimana resiko terjadinya infeksi dapat ditekan.
2. Menjadi acuan bagi para penentu kebijakan dalam perencanaan logistik di
Puskesmas.
3. Menjadi acuan dikalangan non medis yang mempunyai resiko terpajan infeksi dalam
pekerjaannya.
4. Menjadi bahan acuan petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan kepada
pasien/ keluarga pasien tentang tindakan pencegahan infeksi.
C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup program PPI meliputi kewaspadaan isolasi, penerapan PPI terkait
pelayanan kesehatan (Health Care Associated Infections/HAIs) berupa langkah yang
harus dilakukan untuk mencegah terjadinya HAIs, surveilans HAIs, pendidikan dan
pelatihan serta penggunaan anti mikroba yang bijak. Di samping itu, dilakukan
monitoring dan audit secara berkala.
Pedoman ini digunakan untuk panduan bagi petugas kesehatan di Puskesmas
dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada pelayanan terhadap
pasien yang menderita penyakit menular baik kontak langsung, droplet dan udara.
D. DASAR HUKUM
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 Tentang
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
2. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 270 /Menkes/SK/III/2007 tentang Pedoman
Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Lainnya
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 382/Menkes/SK/III/2007 tentang Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan
Lainnya
4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
7. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan
8. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1438/Menkes/Per/IX/2010 tentang Standar
Pelayanan Kedokteran
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 42 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas,
Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter
Gigi
12. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 56 Tahun 2015 tentang
Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan
5 | P P I P K M TODDOPULI 2O21
BAB II STANDAR
KETENAGAAN
PUB Puskesmas
Ketua Tim PPI
Anggota
Lainnya
7 | P P I P K M TODDOPULI 2O21
5. Mengadakan evaluasi kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi
berdasarkan saran dari Komite / Tim PPI.
6. Mengadakan evaluasi kebijakan pemakaian antibiotika yang rasional dan
disinfektan dirumah sakit berdasarkan saran dari Komite / Tim PPI.
7. Dapat menutup suatu unit perawatan atau instalasi yang dianggap
potensial menularkan penyakit untuk beberapa waktu sesuai kebutuhan
berdasarkan saran dari Komite / Tim PPI.
8. Mengesahkan Standar Prosedur Operasional (SPO) untukPPI.
9. Memfasilitasi pemeriksaan kesehatan petugas di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan, terutama bagi petugas yang berisiko tertular infeksi minimal 1
tahun sekali, dianjurkan 6 (enam) bulan sekali
c. IPCN
Tugas dan Tanggung Jawab IPCN:
1. Melakukan kunjungan kepada pasien yang berisiko di ruangan secara berkala
untuk mengidentifikasi kejadian infeksi pada pasien di baik rumah sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
2. Memonitor pelaksanaaan program PPI, kepatuhan penerapan SPO dan
memberikan saran perbaikan bila diperlukan.
3. Melaksanakan surveilans infeksi dan melaporkan kepada Tim
4. Turut serta melakukan kegiatan mendeteksi dan investigasi KLB.
5. Memantau petugas kesehatan yang terpajan bahan infeksius / tertusuk bahan
tajam bekas pakai untuk mencegah penularan infeksi.
6. Melakukan diseminasi prosedur kewaspadaan isolasi dan memberikan
konsultasi tentang PPI yang diperlukan pada kasus tertentu yangterjadi di
fasyankes.
7. Melakukan audit PPI di seluruh wilayah fasyankes dengan menggunakan
daftar tilik.
8. Memonitor pelaksanaan pedoman penggunaan antibiotika bersama
Komite/Tim PPRA.
9. Mendesain, melaksanakan, memonitor, mengevaluasi dan melaporkan
surveilans infeksi yang terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan bersama
Komite / Tim PPI
10. Memberikan motivasi kepatuhan pelaksanaan program PPI.
11. Memberikan saran desain puskesmas agar sesuai dengan prinsip PPI.
12. Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung puskesmas tentang PPI.
13. Memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, pasien, keluarga dan
pengunjung tentang topik infeksi yang sedang berkembang (New-emerging
dan re-emerging) atau infeksi dengan insiden tinggi.
14. Sebagai coordinator antar departemen/unit dalam mendeteksi, mencegah dan
mengendalikan infeksi di puskesmas.
15. Memonitoring dan evaluasi peralatan medis single use yang di re –use.
9 | P P I P K M TODDOPULI 2O21
- Bekerja sama dengan bagian farmasi untuk pengadaan
handrub dengan formula yang direkomendasikan oleh
WHO.
- Tim PPI melakukan kampanye Kebersihan Tangan
untuk semua petugas Puskesmas.
2 Alat pelindung diri - Bekerja sama dengan bagian farmasi dalam pengadaan
APD
- Tim PPI mengadakan pelatihan cara penggunaan APD
untuk semua perawat sampai tenaga cleaning service.
3 Dekontaminasi - Tim PPI mengadakan sosialisasi cara
peralatan perawatan dekontaminasi dan segala sesuatu yang
pasien berhubungan dengan cara-cara desinfeksi dan
sterilisasi untuk semua alat non kritikal, semi
kritikal dan kritikal kepada Tim PPI.
4 Pengendalian - Tim PPI bekerja sama dengan petugas puskesmas
lingkungan dalam pengendalian lingkungan untuk menjaga
kualitas air, udara, permukaan lingkungan, tata letak
furniture ruangan dan kualitas makanan.
- Bekerja sama dengan bagian kesehatan Lingkungan
dalam pengadaan Spill kit untuk semua area pelayanan
perawatan pasien
5 Pengelolaan limbah - Bekerja sama dengan bagian kesehatan lingkungan
untuk pengadaan tempat sampah medis dan umum di
seluruh area Puskesmas
- Bekerja sama dengan bagian kesehatan lingkungan
untuk pengadaan safetybox di seluruh area pelayanan
perawatan pasien di Puskesmas.
6 Penatalaksanaan linen Bekerja sama dengan bagian laundry dalam pengelolaan
linen yakni pemisahan linen infeksius dan non infeksius
7 Perlindungan Bekerja sama dengan tim K3 dalam penanganan kasus
kesehatan petugas pasca pajanan
8 Penempatan pasien Bekerja sama dengan petugas puskesmas yang bertugas di
IGD dan rawat jalan dalam penempatan pasien-pasien yang
membutuhkan perawatan ruangan isolasi.
8 | P P I P K M TODDOPULI 2O21
11 Surveilans oleh seluruh Tim PPI
Tim PPI melakukan pengumpulan data, analisis data, interpretasi data dan
diseminasi informasi hasil interpretasi data bagi mereka yang membutuhkan.
9 | P P I P K M TODDOPULI 2O21
BAB III
Pencegahan dan Pengendalian infeksi menjadi bagian penting dalam upaya meningkatkan
mutu pelayanan medis dan asuhan keperawatan di puskesmas yang berfokus pada keselamatan
pasien, petugas dan lingkungan puskesmas. Kinerja PPI dicapai melalui keterlibatan aktif semua
petugas puskesmas, mulai dari jajaran manajemen, dokter, perawat, paramedis, serta petugas
kebersihan.
Kegiatan PPI harus dilakukan secara tepat di semua bagian/area di Puskesmas, mencakup
seluruh masyarakat puskesmas dengan menggunakan prosedur dan petunjuk pelaksanaan yang
ditetapkan oleh puskesmas. Upaya pokok PPI mendasarkan pada upaya memutus rantai
penularan infeksi berfokus pada Kewaspadaan Standar (Standart Precautions), serta
Kewaspadaan Isolasi berdasarkan transmisi penyakit.
Pada tahun 2007, CDC dan HICPAC merekomendasikan 11 (sebelas) komponen utama
yang harus dilaksanakan dan dipatuhi dalam kewaspadaan standar, yaitu:
1. Kebersihan tangan
2. Alat Pelindung Diri (APD),
3. Dekontaminasi peralatan perawatan pasien
4. Kesehatan lingkungan
5. Pengelolaan limbah
6. Penatalaksanaan linen
7. Perlindungan kesehatan petugas
8. Penempatan pasien
9. Hygiene respirasi/etika batuk dan bersin
10. Praktik menyuntik yang aman
11. Praktik lumbal pungsi yang aman
Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir bila
tangan jelas kotor atau terkena cairan tubuh, atau menggunakan alkohol (alcohol-based
handrubs) bila tangan tidak tampak kotor. Kuku petugas harus selalu bersih dan terpotong
pendek, tanpa kuku palsu, tanpa memakai perhiasan cincin. Cuci tangan dengan sabun
biasa/antimikroba dan bilas dengan air mengalir, dilakukan pada saat:
- Bila tangan tampak kotor, terkena kontak cairan tubuh pasien yaitu darah, cairan tubuh
sekresi, ekskresi, kulit yang tidak utuh, ganti verband, walaupun telah memakai sarung
tangan.
- Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi ke area lainnya yang bersih,
walaupun pada pasien yang sama.
11 | P P I P K M TODDOPULI 2O21
Gambar Cara Kebersihan Tangan dengan Antisepsik Berbasis Alkohol. Diadaptasi dari WHO Guidelines on
Hand Hygiene in Health Care: First Global Patient Safety Challenge, World Health Organization, 2009.
Alat pelindung diri adalah pakaian khusus atau peralatan yang di pakai petugas untuk
memproteksi diri dari bahaya fisik, kimia, biologi/bahan infeksius. APD terdiri dari sarung
tangan, masker/Respirator Partikulat, pelindungmata (goggle), perisai/pelindung wajah, kap
penutup kepala, gaun pelindung/apron, sandal/sepatu tertutup (Sepatu Boot).
Tujuan Pemakaian APD adalah melindung kulit dan membran mukosa dari resiko
pajanan darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir dari pasien
ke petugas dan sebaliknya. Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan tindakan yang
memungkinkan tubuh atau membran mukosa terkena atau terpercik darah atau cairan tubuh atau
kemungkinan pasien terkontaminasi dari petugas.
Gambar alat pelindung diri.
1. Sarung tangan
- Sarung tangan bedah (steril), dipakai sewaktu melakukan tindakan invasif atau
pembedahan.
- Sarung tangan pemeriksaan (bersih), dipakai untuk melindungi petugas pemberi
pelayanan kesehatan sewaktu melakukan pemeriksaan atau pekerjaan rutin
- Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memproses peralatan, menangani
bahan-bahan terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan permukaan yang
terkontaminasi.
13 | P P I P K M TODDOPULI 2O21
2. Masker
Masker digunakan untuk melindungi wajah dan membran mukosa mulut dari
cipratan darah dan cairan tubuh dari pasien atau permukaan lingkungan udara yang kotor
dan melindungi pasienatau permukaan lingkungan udara dari petugas pada saat batuk atau
bersin. Masker yang di gunakan harus menutupi hidung dan mulut serta melakukan Fit
Test (penekanan di bagian hidung).
Respirator partikulat untuk pelayanan kesehatan N95 atau FFP2 (health care particular
respirator), merupakan masker khusus dengan efisiensi tinggi untuk melindungi seseorang
dari partikel berukuran <5 mikron yang dibawa melalui udara. Pelindung ini terdiri dari
beberapa lapisan penyaring dan harus dipakai menempel erat pada wajah tanpa ada
kebocoran. Masker ini membuat pernapasan pemakai menjadi lebih berat.
3. Gaun pelindung
Gaun pelindung digunakan untuk melindungi baju petugas dari kemungkinan paparan
atau percikan darah atau cairan tubuh, sekresi, ekskresi atau melindungi pasien dari
paparan pakaian petugas pada tindakan steril.
Indikasi penggunaan gaun pelindung adalah tindakan atau penanganan alat yang
memungkinkan pencemaran atau kontaminasi pada pakaian petugas, seperti:
⁻ Membersihkan luka
⁻ Tindakan drainase
⁻ Menuangkan cairan terkontaminasi kedalam lubang pembuangan atau WC/toilet
⁻ Menangani pasien perdarahan masif
⁻ Tindakan bedah
⁻ Perawatan gigi
4. Sepatu pelindung
Jenis sepatu pelindung seperti sepatu boot atau sepatu yang menutup seluruh
permukaan kaki. Indikasi pemakaian sepatu pelindung adalah sebagai berikut:
Tiga kategori risiko berpotensi infeksi untuk menjadi dasar pemilihan praktik atau proses
pencegahan yang akan digunakan (seperti sterilisasi peralatan medis, sarung tangan dan perkakas
lainnya) sewaktu merawat pasien adalah sebagai berikut:
15 | P P I P K M TODDOPULI 2O21
a. Kritikal
Bahan dan praktik ini berkaitan dengan jaringan steril atau sistem darah sehingga merupakan
risiko infeksi tingkat tertinggi. Kegagalan manajemen sterilisasi dapat mengakibatkan infeksi
yang serius dan fatal.
b. Semikritikal
Bahan dan praktik ini merupakan terpenting kedua setelah kritikal yang berkaitan dengan
mukosa dan area kecil di kulit yang lecet. Pengelola perlu mengetahui dan memiliki
keterampilan dalam penanganan peralatan invasif, pemrosesan alat, Disinfeksi Tingkat Tinggi
(DTT), pemakaian sarung tangan bagi petugas yang menyentuh mukosa atau kulit tidak utuh.
c. Non-kritikal
Pengelolaan peralatan/ bahan dan praktik yang berhubungan dengan kulit utuh yang merupakan
risiko terendah. Walaupun demikian, pengelolaan yang buruk pada bahan dan peralatan non-
kritikal akan dapat menghabiskan sumber daya dengan manfaat yang terbatas (contohnya sarung
tangan steril digunakan untuk setiap kali memegang tempat sampah atau memindahkan sampah).
1. Rendam peralatan bekas pakai dalam air dan detergen atau enzyme lalu dibersihkan dengan
menggunakan spons sebelum dilakukan disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau sterilisasi.
2. Peralatan yang telah dipakai untuk pasien infeksius harus didekontaminasi terlebih dulu
sebelum digunakan untuk pasien lainnya.
3. Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan dimusnahkan sesuai prinsippembuangan sampah
dan limbah yang benar. Hal ini juga berlaku untuk alat yang dipakai berulang, jika akan
dibuang.
4. Untuk alat bekas pakai yang akan di pakai ulang, setelah dibersihkan dengan menggunakan
spons, di DTT dengan klorin 0,5% selama 10 menit.
5. Peralatan nonkritikal yang terkontaminasi, dapat didisinfeksi menggunakan alkohol 70%.
Peralatan semikritikal didisinfeksi atau disterilisasi, sedangkan peralatan kritikal harus
didisinfeksi dan disterilisasi.
Keterangan Alur:
1. Pembersihan Awal (pre-cleaning): Proses yang membuat benda mati lebih aman untuk
ditangani oleh petugas sebelum di bersihkan (umpamanya menginaktivasi HBV, HBC, dan
HIV) dan mengurangi, tapi tidak menghilangkan, jumlah mikroorganisme yang
mengkontaminasi.
2. Pembersihan: Proses yang secara fisik membuang semua kotoran, darah, atau cairan tubuh
lainnya dari permukaan benda mati ataupun membuang sejumlah mikroorganisme untuk
mengurangi risiko bagi mereka yang menyentuh kulit atau menangani objek tersebut. Proses
ini adalah terdiri dari mencuci sepenuhnya dengan sabun atau detergen dan air atau
menggunakan enzim, membilas dengan air bersih, dan mengeringkan. Jangan menggunakan
pembersih yang bersifat mengikis, misalnya Vim® atau Comet® atau serat baja atau baja
berlubang, karena produk produk ini bisa menyebabkan goresan. Goresan ini kemudian
17 | P P I P K M TODDOPULI 2O21
menjadi sarang mikroorganisme yang membuat proses pembersihan menjadi lebih sulit serta
meningkatkan pembentukan karat.
3. Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT): Proses menghilangkan semua mikroorganisme, kecuali
beberapa endospora bakterial dari objek, dengan merebus, menguapkan atau memakai
disinfektan kimiawi.
4. Sterilisasi: Proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus, fungi dan parasit)
termasuk endospora menggunakan uap tekanan tinggi (otoklaf), panas kering (oven),
sterilisasi kimiawi, atau radiasi.
a. Sterilisator Uap Tekanan Tinggi (autoklaf):
Sterilisasi uap tekanan tinggi adalah metode sterilisasi yang efektif, tetapi juga paling
sulit untuk dilakukan secara benar. Pada umumnya sterilisasi ini adalah metode pillihan
untuk mensterilisasi instrumen dan alat-alat lain yang digunakan pada berbagai fasilitas
pelayanan kesehatan. Bila aliran listrik bermasalah, maka instrumen-instrumen tersebut
dapat disterilisasi dengan sebuah sterilisator uap non-elektrik dengan menggunakan
minyak tanah atau bahan bakar lainnya sebagai sumber panas. Atur agar suhu harus
berada pada 121°C; tekanan harus berada pada 106 kPa; selama 20 menit untuk alat tidak
terbungkus dan 30 menit untuk alat terbungkus. Biarkan semua peralatan kering sebelum
diambil dari sterilisator. Set tekanan kPa atau lbs/in² mungkin berbeda tergantung pada
jenis sterilisator yang digunakan. Ikuti rekomendasi pabrik, jika mungkin.
b. Sterilisator Panas Kering
Baik untuk iklim yang lembab tetapi membutuhkan aliran listrik yang terus menerus,
menyebabkan alat ini kurang praktis pada area terpencil atau pedesaan. Selain itu
sterilisasi panas kering yang membutuhkan suhu lebih tinggi hanya dapat digunakan
untuk benda-benda dari gelas atau logam–karena akan melelehkan bahan lainnya.
Letakkan instrumen di oven, panaskan hingga 170°C, selama 1 (satu) jam dan kemudian
didinginkan selama 2-2,5 jam atau 160°C selama 2 (dua) jam. Perlu diingat bahwa waktu
paparan dimulai setelah suhu dalam sterilisator telah mencapai suhu sasaran. Tidak boleh
memberi kelebihan beban pada sterilisator karena akan mengubah konveksi panas.
Sisakan ruang kurang lebih 7,5 cm antara bahan yang akan disterilisasi dengan dinding
sterilisator.
D. PENGENDALIAN LINGKUNGAN
Pengendalian lingkungan di fasilitas pelayanan kesehatan, antara lain berupa upaya perbaikan
kualitas udara, kualitas air, dan permukaan lingkungan, serta desain dan konstruksi bangunan,
dilakukan untuk mencegah transmisi mikroorganisme kepada pasien, petugas dan pengunjung.
a. Kualitas Udara
Tidak dianjurkan melakukan fogging dan sinar ultraviolet untuk kebersihan udara, kecuali
dry mist dengan H2O2 dan penggunaan sinar UV untuk terminal dekontaminasi ruangan
pasien dengan infeksi yang ditransmisikan melalui air borne. Diperlukan pembatasan
jumlah personil di ruangan dan ventilasi yang memadai. Tidak direkomendasikan
melakukan kultur permukaan lingkungan secara rutin kecuali bila ada outbreak atau
renovasi/pembangunan gedung baru.
b. Kualitas air
Seluruh persyaratan kualitas air bersih harus dipenuhi baik menyangkut bau, rasa, warna
dan susunan kimianya termasuk debitnya sesuai ketentuan peraturan perundangan
mengenai syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum dan mengenai persyaratan
kualitas air minum.
Kehandalan penyaluran air bersih ke seluruh ruangan dan gedung perlu memperhatikan:
c. Permukaan lingkungan
Seluruh pemukaan lingkungan datar, bebas debu, bebas sampah, bebas serangga
(semut, kecoa, lalat, nyamuk) dan binatang pengganggu (kucing, anjing dan tikus) dan
harus dibersihkan secara terus menerus. Tidak dianjurkan menggunakan karpet di ruang
perawatan dan menempatkan bunga segar, tanaman pot, bunga plastik di ruang perawatan.
Perbersihan permukaan dapat dipakai klorin 0,05%, atau H2O2 0,5-1,4%, bila ada cairan
tubuh menggunakan klorin 0,5%.
Fasilitas pelayanan kesehatan harus mempunyai disinfektan yang sesuai standar untuk
mengurangi kemungkinan penyebaran kontaminasi.
Untuk mencegah aerosolisasi kuman patogen penyebab infeksi pada saluran napas,
hindari penggunaan sapu ijuk dan yang sejenis, tapi gunakan cara basah (kain basah) dan
mop (untuk pembersihan kering/lantai), bila dimungkinkan mop terbuat dari microfiber.
19 | P P I P K M TODDOPULI 2O21
Mop untuk ruang isolasi harus digunakan tersendiri, tidak digunakan lagi untuk ruang
lainnya. Larutan disinfektan yang biasa dipakai yaitu natrium hipoklorit 0,05-0,5%.Bila
ada cairan tubuh, alcohol digunakan untuk area sempit, larutan peroksida (H2O2) 0,5-1,4%
untuk ruangan rawat dan 2% untuk permukaan kamar operasi, sedangkan 5-35% (dry mist)
untuk udaraIkuti aturan pakai cairan disinfektan, waktu kontak dan cara pengencerannya.
- Pembersihan permukaan sekitar pasien harus dilakukan secara rutin setiap hari,
termasuk setiap kali pasien pulang/keluar dari fasyankes (terminal dekontaminasi).
- Pembersihan juga perlu dilaksanakan terhadap barang yang sering tersentuh tangan,
misalnya: nakas disamping tempat tidur, tepi tempat tidur dengan bed rails, tiang infus,
tombol telpon, gagang pintu, permukaan meja kerja, anak kunci, dll.
- Bongkaran pada ruang rawat dilakukan setiap 1 (satu) bulan atau sesuai dengan
kondisi hunian ruangan.
Desain harus mencerminkan kaidah PPI yang mengacu pada pedoman PPI secara
efektif dan tepat guna. Desain dari faktor berikut dapat mempengaruhi penularan infeksi
yaitu jumlah petugas kesehatan, desain ruang rawat, luas ruangan yang tersedia, jumlah
dan jenis pemeriksaan/prosedur, persyaratan teknis komponen lantai, dinding dan langit-
langit, air, listrik dan sanitasi, ventilasi dan kualitas udara, pengelolaan alat medisreused
dan disposable, pengelolaan makanan, laundry dan limbah. Untuk lebih jelasnya diuraikan
sebagai berikut:
21 | P P I P K M TODDOPULI 2O21
- Lapisan penutup dinding harus bersifat tidak berpori sehingga
dinding tidak menyimpan debu.
- Warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata.
- Pertemuan antara dinding dengan dinding harus tidak bersiku,
tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan dan
mikroba tidak terperangkap di tempat tersebut.
C. Komponen langit-langit meliputi:
- Harus mudah dibersihkan, tahan terhadap segala cuaca, tahan
terhadap air, tidak mengandung unsur yang dapat
membahayakan pasien, serta tidak berjamur.
- Memiliki lapisan penutup yang bersifat tidak berpori sehingga
tidak menyimpan debu.
- Berwarna cerah, tetapi tidak menyilaukan.
6. Air, Listrik dan Sanitasi
Air dan Listrik di RS harus tersedia terus menerus selama 24 jam. Air minum
harus memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh pemerintah, jadi harus diperiksa
secara teratur dan rutin setiap bulan sekali. Toilet dan wastafel harus dibersihkan
setiap hari.
Ruang perawatan biasa minimal 6X pergantian udara per jam, ruang isolasi
minimal 12X. Perawatan pasien TB paru menggunakan ventilasi natural dengan
kombinasi ventilasi mekanik sesuai anjuran dari WHO.
E. PENGELOLAAN LIMBAH
a) Risiko Limbah
Rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lain sebagai sarana pelayanan
kesehatan adalah tempat berkumpulnya orang sakit maupun sehat, dapat menjadi
tempat sumber penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran
lingkungan dan gangguan kesehatan, juga menghasilkan limbah yang dapat
menularkan penyakit. Untuk menghindari risiko tersebut maka diperlukan pengelolaan
limbah di fasilitas pelayanan kesehatan.
b) Jenis Limbah
Fasilitas pelayanan kesehatan harus mampu melakukan minimalisasi limbah yaitu
upaya yang dilakukan untuk mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara
mengurangi bahan (reduce), menggunakan kembali limbah (reuse) dan daur ulang
limbah.
23 | P P I P K M TODDOPULI 2O21
Secara umum limbah medis dibagi menjadi padat, cair, dan gas. Sedangkan
kategori limbah medis padat terdiridari benda tajam, limbah infeksius, limbah
patologi, limbah sitotoksik, limbah tabung bertekanan, limbah genotoksik, limbah
farmasi, limbah dengan kandungan logam berat, limbah kimia, dan limbah
radioaktif.
2) Pemisahan Limbah
Pemisahan limbah dimulai pada awal limbah dihasilkan dengan memisahkan
limbah sesuai dengan jenisnya. Tempatkan limbah sesuai dengan jenisnya, antara
lain:
− Harus tertutup
− Jarak antar wadah limbah 10-20 meter, diletakkan di ruang tindakan dan tidak
boleh di bawah tempat tidur pasien
− Ikat kantong plastik limbah jika sudah terisi ¾ penuh
4) Pengangkutan
− Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup limbah tidak boleh ada
yang tercecer.
− TPS harus di area terbuka, terjangkau oleh kendaraan, aman dan selalu dijaga
kebersihannya dan kondisi kering.
6) Pengolahan Limbah
25 | P P I P K M TODDOPULI 2O21
− Segera buang limbah benda tajam ke wadah yang tersedia tahan tusuk
dan tahan air dan tidak bisa dibuka lagi.
− Idealnya semua benda tajam dapat diinsinersi, tetapi bila tidak mungkin dapat
dikubur dan dikapurisasi bersama limbah lain.
27 | P P I P K M TODDOPULI 2O21
Debu sisa pembakaran dari hasil incinerator dapat menimbulkan resiko, debu hasil
pembakaran incinerator dapat terdiri dari logam berat dan bahan toksik lain sehingga
menimbulkan situasi yang menyebabkan sintesa DIOXIN dan FURAN akibat dari
incinerator sering bersuhu area 200-450ᵒC. Selain itu sisa pembakaran jarum dan gelas
yang sudah terdesinfeksi tidak bisa hancur menjadi debu dapat masih menimbulkan resiko
pajanan fisik.
Metoda penanganan autoclave dan disinfeksi dengan uap panas juga dapat
menimbulkan produk hazard yang perlu penanganan yang lebih baik. Pada prinsipnya,
untuk menghindari pajanan fisik maka perlu perawatan dan operasional incinerator yang
baik
F. PENATALAKSANAAN LINEN
Linen terbagi menjadi linen kotor dan linen terkontaminasi. Linen terkontaminasi
adalah linen yang terkena darah atau cairan tubuh lainnya, termasuk juga benda tajam.
Penatalaksanaan linen yang sudah digunakan harus dilakukan dengan hati-hati. Kehatian-
hatian ini mencakup penggunaan perlengkapan APD yang sesuai dan membersihkan
tangan secara teratur sesuai pedoman kewaspadaan standar dengan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
a) Fasilitas pelayanan kesehatan harus membuat SPO penatalaksanaan linen. Prosedur
penanganan, pengangkutan dan distribusi linen harus jelas, aman dan memenuhi
kebutuhan pelayanan.
b) Petugas yang menangani linen harus mengenakan APD (sarung tangan rumah tangga,
gaun, apron, masker dan sepatu tertutup).
c) Linen dipisahkan berdasarkan linen kotor dan linen terkontaminasi cairan tubuh,
pemisahan dilakukan sejak dari lokasi penggunaannya oleh perawat atau petugas.
d) Minimalkan penanganan linen kotor untuk mencegah kontaminasi ke udara dan
petugas yang menangani linen tersebut. Semua linen kotor segera
dibungkus/dimasukkan ke dalam kantong kuning di lokasi penggunaannya dan tidak
boleh disortir atau dicuci di lokasi dimana linen dipakai.
e) Linen yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh lainnya harus dibungkus,
dimasukkan kantong kuning dan diangkut/ditranportasikan secara berhati-hati agar
tidak terjadi kebocoran.
f) Buang terlebih dahulu kotoran seperti faeces ke washer bedpan, spoelhoek atau toilet
dan segera tempatkan linen terkontaminasi ke dalam kantong kuning/infeksius.
Pengangkutan dengan troli yang terpisah, untuk linen kotor atau terkontaminasi
dimasukkan ke dalam kantong kuning. Pastikan kantong tidak bocor dan lepas ikatan
selama transportasi. Kantong tidak perlu ganda.
g) Pastikan alur linen kotor dan linen terkontaminasi sampai di laundry TERPISAH
dengan linen yang sudah bersih.
h) Cuci dan keringkan linen di ruang laundry. Linen terkontaminasi seyogyanya langsung
masuk mesin cuci yang segera diberi disinfektan.
i) Untuk menghilangkan cairan tubuh yang infeksius pada linen dilakukan melalui 2
tahap yaitu menggunakan deterjen dan selanjutnya dengan Natrium hipoklorit (Klorin)
0,5%. Apabila dilakukan perendaman maka harus diletakkan di wadah tertutup agar
tidak menyebabkan toksik bagi petugas.
Pakai spuit dan jarum suntik steril sekali pakai untuk setiap suntikan, berlaku juga
pada penggunaan vial multidose untuk mencegah timbulnya kontaminasi mikroba saat
obat dipakai pada pasien lain. Jangan lupa membuang spuit dan jarum suntik bekas pakai
ke tempatnya dengan benar.
31 | P P I P K M TODDOPULI 2O21
BAB IV
1. Tenaga Pelaksana:
a) Pemasangan kateter hanya dikerjakan oleh tenaga yang berkompeten dan terampil
dalam teknik pemasangan kateter secara aseptik dan perawatannya (Kategori I)
b) memberikan asuhan pada pasien dengan kateter harus mendapat pelatihan secara
berkal khusus dalam teknik yang benar tentang prosedur pemasangan kateter kandung
kemih dan pengetahuan tentang potensi komplikasi yang timbul (kategori II)
a) Pemasangan kateter dilakukan hanya bila perlu saja dan segera dilepas bila tidak
diperlukan lagi. Alasan pemasangan kateter tidak boleh hanya untuk kemudahan
peronil dalam memberi asuhan pada pasien (Kategori II)
b) Gunakan kateter dengan ukuran yang paling sesuai sehingga aliran urine lancar dan
tidak menimbulkan kebocoran dari samping kateter (Kategori II)
c) Cara drainase urine yang lain seperti: kateter kondom, kateter suprapubik,
kateterisasi selang-seling (intermitten) dapat digunakan sebagai ganti kateterisasi
menetap bila memungkinkan (Kategori III).
d) Cuci tangan sesuai prosedur sebelum dan sesudah manipulasi kateter (Kategori I)
a) Irigasi hanya dikerjakan apabila diperkirakan ada sumbatan aliran misalnya karena
bekuan darah pada operasi prostat atau kandung kemih. Untuk mencegah hal ini
digunakan irigasi kontinu secara tertutup. Untuk menghilangkan sumbatan akibat
bekuan darah dan sebab lain dapat digunakan irigasi selang seling. Irigasi dengan
antibiotik sebagai tindakan rutin pencegahan infeksi tidak direkomendasikan
(kategori II)
b) Gunakan semprit besar steril untuk irigasi dan setelah irigasi selesai semprit dibuang
secara aseptik (kategori I)
d) Jika kateter sering tesumbat dan harus sering diirigasi (jika kateter itu sendiri
menimbulkan sumbatan), maka kateter harus diganti (kategori II)
a) Bahan pemeriksaan urine segar dalam jumlah kecil dapat diambil dari bagian distal
kateter, atau lebih baik dari tempat pengambilan bahan yang tePuskesmasedia dan
sebelum urine diaspirasi dengan jarum dan semprit yang steril tempat pengambilan
bahan harus didisinfeksi (kategori I)
b) Bila diperlukan bahan dalam jumlah besar maka urine harus diambil dari kantong
penampung secara aseptik (kategori I)
c) Bahan pemeriksaan urine kultur ditampung dalam spuit steril atau tempat
menampung urine (pot) steril untuk segera dibawa ke laboratorium
a) Aliran urine harus lancar sampai ke kantong penampung. Penghentian aliran secara
sementara hanya dengan maksud mengumpulkan bahan pemeriksaan untuk
pemeriksaan yang direncanakan (kategori II)
33 | P P I P K M TODDOPULI 2O21
- Kantong penampung harus selalu terletak lebih rendah dari kandung kemih, tidak
boleh tergeletak/menyentuh lantai (kategori I).
6. Perawatan Meatus
7. Penggantian Kateter
Kateter urine menetap harus dipertimbangkan segera dilepas bila sudah tidak ada indikasi
mutlak; tidak ada rekomendasi harus menggantinya menurut waktu tertentu/secara rutin
(kategori II)
1. Fiksasi kateter urine ke samping (paha): untuk mengurangi gerakan selang kateter,
mencegah iritasi.
2. Urinee bag selalu digantung di tempat tidur apabila pasien ditempat tidur (posisi urinee bag
harus selalu dibawah bladder) untuk mencegah refluks.
3. Memastikan urinee selalu mengalir ke urinee bag
4. Observasi tanda-tanda infeksi
5. Strick hand hygiene.
6. Perawatan meatus setiap hari: lakukan hygiene vulva / penis minimal 3 kali sehari.
B. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) dan
Plebitis
Pencegahan IADP dan plebitis ditujukan pada pemasangan dan perawatan kateter
vena sentral dan kateter vena perifer.
2. Indikasi pemasangan IVline hanya dilaksanakan untuk tindakan pengobatan dan atau
untuk kepentingan diagnostik. Segera lepaskan kateter IV jika sudah tidak ada indikasi
(kategori I).
- Kanula plastik boleh digunakan untuk IV line, pemasangan tidak boleh lebih dari 72
jam (kategori II).
4. Kebesihan tangan
b) Pada umumnya cuci tangan cukup menggunakan sabun dan air mengalir untuk
pemasangan melalui insisi, cuci tangan harus menggunakan sabun antiseptik (kategori
I).
b. Jangan menyingkat prosedur pemasangan kateter yang sudah ditentukan (lihat SPO
pemasangan kateter IV).
c. Tempat insemasi harus terlebih dahulu didisinfeksi dengan antiseptik secara adekuat
untuk menghilangkan/meminimalkan kolonisasi kulit di sekitar tempat insemasi.
Gunakan antiseptik povidone-iodine 10%, yodium tincture 2% atau alkohol 70%.
(kategori I)
d. Antiseptik harus adekuat, bila menggunakan iodine pada kulit sebelum insermasi
maka disinfeksi kembali dengan alkohol 70% dan ditunggu sampai kering minimal
30 detik sebelum dilakukan pemasangan kanula (kategori I).
e. Jangan lakukan palpasi kembali pada daerah insemasi setelah dilakukan tindakan
aseptik.
35 | P P I P K M TODDOPULI 2O21
c) Cantumkan tanggal, jam pemasangan kateter di dekat lokasi insePuskesmasi pada IV
perifer atau di tempat yang mudah dibaca (dalam rekam medik dicatat tanggal, lokasi
dan jam pemasangan) (kategori I)
a) Tempat tusukan diperiksa setiap hari untuk melihat kemungkinan timbulnya tanda-
tanda infeksi (inspeksi dan palpasi daerah vena tesebut). Bila ada demam yang tidak
bisa dijelaskan dan ada nyeri tekan pada tempat tusukan, kasa penutup /transparant
dressing dibuka untuk melihat kemungkinan komplikasi (kategori I).
b) Bila kanula harus dipertahankan untuk waktu lama, maka setiap 72 jam
kasa /transparant dressing penutup harus diganti dengan yang baru dan steril
(kategori II)
a) Jika pengobatan IV melalui infus perifer (baik menggunakan heparin atau yang
dipasang melalui insisi), bila tidak ada komplikasi yang mengharuskan mencabut
kanula maka kanula harus diganti setiap 72 jam secara asepsis (dewasa) (kategori
I).Tidak ada rekomendasi pada anak tentang hal ini.
b) Selang IV termasuk kanula piggy-back dan stopcock harus diganti setiap 72 jam,
kecuali bila ada indikasi klinis (kategori I).
c) Set infus harus diganti sesudah digunakan untuk pemberian darah, produk darah, atau
emulsi lemak (kategori III).
d) Cairan parenteral
9. Kanula Sentral
Pada orang dewasa pemasangan kanula lebih baik pada tungkai atas dan pada tungkai
bawah, bila perlu pemasangan dilakukan di daerah subklavia atau jugular (kategori I).
b) Kanula sentral harus dipasang dengan teknik aspetik (kategori I). Gunakan
kewaspadaan standar yang tepat saat insePuskesmasi (terdiri atas gaun khusus, tutup
kepala, masker, sarung tangan steril, kain besar/drape steril). InsePuskesmasi
direkomendasikan dilakukan di ruang tindakan.
c) Gunakan teknik aseptik sebelum mengakses sistem kateter.
d) Kanula sentral harus segera dilepas bila indikasi tidak diperlukan lagi atau diduga
menyebabkan sepsis atau menunjukkan tanda-tanda infeksi. Bila masih diperlukan,
direkomendasikan insePuskesmasi di tempat yang baru (kategori I).
e) Kanula sentral dipasang melalui vena jugular dan subklavia kecuali digunakan untuk
pemantauan tekanan vena sentral, tidak harus diganti secara rutin (kategori I).
a) Jangan gunakan single lumen pada pemberian nutrisi parenteral, transfusi darah,
cairan hiperalimentasi secara bersamaan.
b) Pada setiap penggantian komponen IV, harus dipertahankan sistem tertutup untuk
mencegah kontaminasi. Setiap kali hendak memasukkan obat melalui selang, harus
dilakukan disinfeksi sesaat sebelum memasukkan obat tersebut (kategori II).
c) Dressing core dilakukan bila kotor, rusak terbuka atau terlihat tanda-tanda infeksi.
11. Penggantian komponen sistem intravena dalam keadaan infeksi atau plebitis:
Jika dari tempat inseri keluar pus atau terjadi selulitis atau plebitis atau diduga
bakteremia yang berasal dari kanula IV, maka semua sistem harus dicabut (kategori I).
12. Pemeriksaan untuk infeksi yang dicurigai karena pemasangan peralatan intravena seperti
tromboplebitis purulen, bakteriemi, maka dapat dilakukan pemeriksaan biakan/kultur
ujung kanula. Cara pengambilan bahan sebagai berikut:
b) Kanula dilepas, ujung kanula yang masuk IV dipotong ± 1 cm secara aseptik untuk
dibiakkkan dengan teknik semi kuantitatif (kategori II);
37 | P P I P K M TODDOPULI 2O21
c) Jika sistem IV dihentikan oleh karena kecurigaan kontaminasi cairan parenteral, maka
cairan tePuskesmasebut harus dibiakkan dan sisa cairan dalam botol diamankan
(kategori I);
d) Jika sistem IV dihentikan oleh karena kecurigaan bakteriemi akibat cairan IV, cairan
harus dibiakkan (kategori II);
e) Jika terbukti bahwa cairan terkontaminasi maka sisa botol dan isinya dengan nomor
lot yang sama dicatat dan tidak boleh dipakai;
- Cairan parenteral dan hiperalimentasi harus dicampur di bagian Farmasi kecuali karena
kepentingan klinis, pencampuran dilakukan di ruangan pasien (kategori II).
- Tenaga pelaksana harus mencuci tangan sesuai standar sebelum mencampur cairan
parenteral (kategori I).
- Sebelum mencampur dan menggunakan cairan parenteral, semua wadah harus diperiksa
untuk melihat adanya kekeruhan, kebocoran, keretakan dan partikel tertentu serta tanggal
kadaluaPuskesmasa. Bila didapatkan keadaan tePuskesmasebut, cairan tidak boleh
digunakan dan harus dikembalikan ke Instalasi Farmasi. Instalasi Farmasi memastikan
bahwa produk tePuskesmasebut tidak dikeluarkan lagi ke pelayanan (kategori I).
- Ruangan tempat mencampur cairan parenteral harus memiliki pengatur udara laminar
(Laminar flow hood) (kategori II).
- Sebaiknya dipakai wadah yang berisi cairan dengan dosis tunggal (sekali pakai). Bila
dipakai bahan parenteral dengan dosis ganda (untuk beberapa kali pemakaian), wadah sisa
bahan tersebut harus diberi tanda tanggal dan jam waktu dikerjakan.
- Label wadah harus diperiksa untuk mengetahui kondisi ideal penyimpanan (suhu kamar
atau dalam refrigerator)
1. Kebesihan tangan
4. Seleksi optimal lokasi kateter, men ghindari vena femoral untuk akses kateter vena sentral
pada pasien dewasa
5. Evaluasi setiap hari indikasi pemasangannya dan segera dilepas bila sudah tidak
dibutuhkan
3. Keberasihan mulut setiap 4 jam dengan menggunakan anitiseptik oral yang bebas dari
alkohol (khlorheksidin 0,2%)
• Menyentuh pasien
• intubasi,
39 | P P I P K M TODDOPULI 2O21
• pengisapan lendir,
• Jangan memakai ulang peralatan disposable, kecuali yang sudah diatur dalam
kebijakan PUSKESMAS tentang pengelolaan alat medis reused
• Lakukan disinfeksi sesuai standar kriteria alat pada alat pakai ulang sebelum
digunakan lagi (sesuai standar CSSD)
h. Satu sirkuit setiap pasien, penggantian sirkuit ventilator bila kotor atau tidak
berfungsi (tidak ada rekomendasi waktu penggantian breathing sircuit)
j. Segera membuang kondensasi air dalam sirkuit ke tempat penampungan (water trap)
l. Alat nebulisasi dinding dan penampungnya harus diganti setiap 24 jam dan
dibersihkan
m. Setiap slang dan masker yang digunakan untuk terapi oksigen harus diganti pada
setiap pasien.
n. Lakukan pengisapan lendir saluran pernafasan dengan tehnik aseptik dan dilakukan
hanya jika perlu, gunakan kateter steril. Jika pemakaian hanya dalam waktu singkat
maka kateter dapat dipakai ulang setelah dibilas dan dibersihkan.
o. Intubasi
VAP Bundle
a. Kebesihan tangan
Pencegahan dekubitus:
- Higiene dan perawatan kulit, kulit harus selalu dijaga agar tetap besih dan kering serta
dikaji terus menerus terhadap risiko dan tanda awal penekanan dan gesekan,
- Pengaturan posisi, diberikan untuk mengurangi tekanan dan gaya gesek pada kulit;
Penatalaksanaan dekubitus:
41 | P P I P K M TODDOPULI 2O21
BAB V
Pasien memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu yang berfokus pada
keselamatan. Untuk itu, maka pasien juga perlu diberi edukasi agar bekerjasama dengan
masyarakat Puskesmas mewujudkan standar pelayanan untuk pencegahan dan pengendalian
infeksi.
Pasien selalu diberi edukasi pada setiap orientasi ketika awal dirawat jalan. Edukasi PPI
khususnya adalah dalam hal kebesihan tangan. ketertiban membuang sampah dan etika batuk.
Hal lain yang perlu diedukasikan adalah membatasi barang dari luar Puskesmas yang dibawa ke
ruangan, jumlah penunggu di ruangan dan ketertiban jam berkunjung.
Catatan edukasi bagi pasien didokumentasikan dalam Form Pendidikan Pasien dalam
rekam medis.
Pasien rawat jalan diberikan edukasi saat menunggu di area pendaftaran / poliklinik
melalui program penyuluhan kesehatan masyarakat Puskesmas yang dikoordinasikan Tim PPI
Puskesmas melalui Bagian Humas. Bentuk lain edukasi adalah dengan banner, poster, leflet, teks
berjalan, baliho, spanduk, pemutaran video edukasi, dll yang ditempatkan di area publik yang
mudah terbaca oleh seluruh pengunjung Puskesmas dan di area tunggu pasien/pengunjung.
Di Rawat Jalan
2. Apabila pengunjung / pasien batuk atau mengalami tanda atau gejala infeksi pernafasan pada
saat berada di ruang pendaftaran direkomendasikan menempati tempat duduk yang telah
disediakan khusus pasien batuk dan menggunakan masker yang sudah disediakan
3. Direkomendasikan pengunjung / pasien batuk untuk duduk pada jarak 1meter dari yang
lainnya saat menunggu pemeriksaan
Di Rawat jalan
2. Apabila pengunjung batuk atau mengalami demam dan gangguan pernafasan sebaiknya tidak
diperkenankan mengunjungi pasien. Dalam kondisi terpaksa, direkomendasikan
menggunakan masker dan segera meninggalkan ruangan pasien
4. Pada waktu masuk ruangan, pengunjung dibatasi maksimal 2 orang secara bergantian
(khususnya di ruang rawat penyakit infeksi)
1. Pengunjung melakukan kebesihan tangan sebelum memasuki dan setelah keluar dari ruang
perawatan pasien
3. Pengunjung harus mengikuti prosedur dari PPI dengan menggunakan APD berupa masker
dan gaun (jika diperlukan), apabila kontak langsung dengan pasien
4. Segera melepas APD jika keluar ruangan dan masker dibuang pada limbah infeksius apabila
menggunakan gaun maka ditempatkan pada tempat linen infeksius
1. Pengunjung melakukan kebesihan tangan sebelum memasuki dan setelah keluar dari ruang
perawatan pasien
3. Pengunjung harus mengikuti prosedur dari PPI dengan menggunakan APD berupa masker,
gaun, mengganti alas kaki, membatasi kontak dengan pasien
4. Segera melepas APD jika keluar ruangan; masker dibuang pada limbah infeksius, gaun dan
alas kaki ditempatkan pada tempat yang disediakan
43 | P P I P K M TODDOPULI 2O21
Informasi berupa poster, leaflet, banner, spanduk teks berjalan, dll. Bentuk media edukasi
disediakan untuk pengunjung Puskesmas, ditempatkan di tempat / area publik Puskesmas,
dengan prioritas materi:
- Kebersihan tangan;
- Kebersihan lingkungan
Pengantar pasie maupun pengunjung diberikan edukasi saat menunggu di area tunggu puskesmas
melalui program penyuluhan kesehatan masyarakat puskesmas yang dikoordinasikan Tim PPI
puskesmas.
VI. PENUTUP
1. Kebersihan tangan
2. Alat Pelindung Diri (APD),
3. Dekontaminasi peralatan perawatan pasien
4. Kesehatan lingkungan
5. Pengelolaan limbah
6. Penatalaksanaan linen
7. Perlindungan kesehatan petugas
8. Penempatan pasien
9. Hygiene respirasi/etika batuk dan bersin
10. Praktik menyuntik yang aman
11. Praktik lumbal pungsi yang aman
45 | P P I P K M TODDOPULI 2O21