Disusun Oleh :
Ririn Pratiwi Nunsi
1813020014
1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN EVALUASI PROGRAM
Disusun Oleh :
Ririn Pratiwi Nunsi
1813020014
Disahkan oleh:
Dokter pembimbing,
2
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
A.Latar Belakang..............................................................................................4
B.Tujuan...........................................................................................................5
C.Manfaat.........................................................................................................5
BAB II PROFIL PUSKESMAS............................................................................6
A.Visi Puskesmas.............................................................................................6
B.Misi Puskesmas.............................................................................................6
C.Deskripsi Situasi, Kondisi Puskesmas, dan Wilayah Kerjanya....................7
D.Keadaan Demografi Kecamatan Patikraja....................................................8
E. Program Kesehatan Puskesmas Patikraja...................................................11
BAB III IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH 16
A.Data Capaian Sasaran TB tahun 2019.........................................................16
B.Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik criteria matriks.................17
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA........................................................................18
A.Definisi........................................................................................................18
B.Etiologi........................................................................................................18
C.Klasisfikasi Tuberkulosis............................................................................18
D.Cara mendiagnostik tuberkulosis paru........................................................20
E. Cara Penularan dan Resiko Penularan TB Paru..........................................21
F. Penatalaksanaan..........................................................................................21
G.Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis.......................................................25
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN.........................................................26
1. Strength.......................................................................................................27
2. Weakness.....................................................................................................27
3. Opportunity.................................................................................................29
4. Threat..........................................................................................................29
5. Plan of Action..............................................................................................30
BAB VI PENUTUP..............................................................................................32
A.Kesimpulan.................................................................................................32
B.Saran............................................................................................................32
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberculosis paru (TB paru) merupakan salah satu penyakit infeksi yang
prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health Organitation
(WHO, 2012) sepertiga populasi dunia yaitu sekitar dua milyar penduduk terinfeksi
Mycobacterium Tuberculosis. Lebih dari 8 juta populasi terkena TB aktif setiap tahunnya
dan sekitar 2 juta meninggal. Lebih dari 90% kasus TB dan kematian berasal dari negara
berkembang salah satunya Indonesia (Depkes RI, 2012) Di Indonesia, tuberculosis
merupakan masalah utama kesehatan masyarakat dengan jumlah menempati urutan ke-3
terbanyak di dunia setelah Cina dan India, dengan jumlah sekitar 10% dari total jumlah
pasien tuberculosis di dunia. Diperkirakan terdapat 539.000 kasus baru dan kematian
101.000 orang setiap tahunnya. Jumlah kejadian TB paru di Indonesia yang ditandai dengan
adanya Basil Tahan Asam (BTA) positif pada pasien adalah 110 per 100.000 penduduk
(Riskesdas, 2013).
Tuberculosis (TBC) paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman
Mycrobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan bronkus. TBC paru tergolong
penyakit air borne infection, yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernapasan
ke dalam paru-paru. Kemudian kuman menyebar dari paru-paru ke bagian tubuh lainnya
melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui bronkus atau penyebaran
langsung ke bagian tubuh lainnya (Widyanto & Triwibowo, 2013). Penanganan TB paru
oleh tenaga dan lembaga kesehatan dilakukan menggunakan metode Direct Observe
Treatment Shortcourse (DOTS) atau observasi langsung untuk penanganan jangka pendek.
DOTS terdiri dari lima hal, yaitu komitmen politik, pemeriksaan dahak di laboratorium,
pengobatan berkesinambungan yang harus disediakan oleh negara, pengawasan minum obat
dan pencatatan laporan (Resmiyati, 2011).
4
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui permasalahan penjaringan kasus TB, menganalisis, dan mencari pemecahan
masalahnya.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui permasalahan penjaringan kasus TB.
b. Menganalisis kelemahan, kekuatan, peluang, dan ancaman yang dimiliki Puskesmas
Wangon I dalam kasus TB.
c. Mencari pemecahan masalah melalui berbagai strategi yang dapat diterapkan di
Puskesmas Wangon I.
d. Mengetahui keberhasilan pengobatan TB Paru di wilayah Puskesmas Wangon I
C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Meningkatkan ilmu pengetahuan dalam deteksi kasus TB.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi Puskesmas
Sebagai salah satu pertimbangan pemecahan masalah kader mengenai TB.
b. Manfaat bagi Mahasiswa
Mengetahui permasalahan kader mengenai TB khususnya di Puskesmas Wangon I,
sebagai gambaran secara global permasalahan kasus TB.
5
BAB II
PROFIL PUSKESMAS
A. Visi Puskesmas
Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 2 Tahun 2001 tentang
Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) Kabupaten Banyumas Tahun 2002-2006,
bahwa pembangunan di bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial diarahkan pada masih
rendahnya derajat kesehatan dan kesejahteraan sosial masyarakat Kabupaten Banyumas.
Visi Kabupaten Banyumas yang tertera dalam Instruksi Bupati Banyumas Nomor 9
Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Akuntabilitas Kinerja Instansi di Lingkungan Pemerintah
Kabupaten Banyumas yaitu “Kabupaten Banyumas mampu mewujudkan masyarakat
yang sejahtera, terpenuhi pelayanan dasar secara adil dan transparan yang didukung
dengan pemerintahan yang baik dan aparat yang bersih dengan tetap
mempertahankan budaya Banyumas”. Sedangkan VISI dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Banyumas adalah “Banyumas Sehat 2010”. Visi Puskesmas Wangon I yang ditetapkan
adalah “Menjadi pusat pelayanan kesehatan uang utama di Kecamatan Wangon”.
B. Misi Puskesmas
Untuk mewujudkan VISI tersebut, maka ditetapkan MISI yang diharapkan mampu
mempercepat cita-cita tersebut. Adapun MISI yang dimaksud adalah:
1. Meningkatkan kinerja dan mutu sumber daya kesehatan puskesmas.
2. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berkualitas untuk meraih kepercayaan
masyarakat.
3. Mendorong dan menggerakkan masyarakat untuk berprilaku hidup bersih dan sehat serta
berpartisipasi aktif dalam pembangunan kesehatan melalui Desa Siaga.
4. Menjalin kerjasama yang solid dan harmonis baik lintas program maupun lintas sektoral
dalam pembangunan kesehatan.
6
C. Deskripsi Situasi, Kondisi Puskesmas, dan Wilayah Kerjanya
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif
secara sosial dan ekonomis.
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang
harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pelaksanaan upaya kesehatan baik upaya kesehatan masyarakat maupun upaya
kesehatan perseorangan pada tingkat pertama dibutuhkan manajemen yang terpadu dan
berkesinambungan agar menghasilkan kinerja yang efektif dan efisien. Puskesmas sebagai
tulang punggung penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat memiliki
peran untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
penduduk di wilayah kerjanya agar memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
Profil kesehatan Puskesmas Wangon I Tahun 2019 adalah gambaran situasi kesehatan
sebagai hasil pembangunan kesehatan selama satu tahun di wilayah kerjanya. Informasi
kesehatan yang disajikan kemudian dikumpulkan bersama data puskesmas lain di kabupaten
Banyumas sehingga tersusun menjadi Profil Kesehatan Kabupaten yang menjadi tolok ukur
keberhasilan pembangunan kesehatan yang telah dilakukan dan sebagai dasar penyusunan
Rencana Pembangunan Daerah Bidang Kesehatan.
Puskesmas Wangon I merupakan salah satu bagian dari wilayah kabupaten
Banyumas, dengan luas wilayah kerja kurang lebih 40 km 2. Wilayah kerja Puskesmas
Wangon I terdiri atas 7 desa, dengan desa yang memiliki wilayah paling luas adalah
Randegan dengan luas 10,4 km2, dan yang tersempit adalah Banteran dengan luas 2,5 km2.
7
Gambar 2.1 Peta Desa Wilayah Kerja
Puskesmas Wangon I
8
D. Keadaan Demografi Kecamatan Wangon
1. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Wangon
9
2. Kepadatan Penduduk
10
Gambar 2.4 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin
di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I Tahun 2019
4. Kelompok Usia
11
Gambar 2.5 Grafik Jumlah penduduk menurut Kelompok Usia dan Jenis Kelamin Tahun
2019
12
d. Bidan : 18 orang
e. Tenaga Gizi : 2 orang
f. Tenaga Kefarmasian : 1 orang
g. Tenaga Kesehatan Masyarakat : 1 orang
h. Tenaga Kesehatan Lingkungan : 1 orang
i. Tenaga Ahli Laboratorium Medik : 1 orang
13
Gambar 4.1 Grafik Cakupan K1 dan K4 Di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I
105
100
100
96,6
95
90
84,5
85
80
75
2017 2018 2019
14
Berdasarkan Gambar 4.2 tentang Grafik Ibu Hamil mendapatkan Tablet Fe dari
tahun ke tahun terjadi fluktuatif. Pada Tahun 2019 jumlah 1.069 ibu hamil 100%
sudah mendapatkan meningkat dari Tahun 2018 yang jumlahnya 84,5%, sedangkan di
Tahun 2017 jumlahnya 96,6%. Hal ini terjadi karena sasaran ibu hamil Pada Tahun
2019 menggunakan jumlah riil ibu hamil yang ada, dan semua ibu hamil dipastikan
sudah mendapatkan tablet Fe.
Gambar 4.3 Grafik Persalinan oleh Nakes di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I
15
d. Ibu Nifas Mendapatkan Vit A
Gambar 4.4 Grafik ibu nifas yang mendapat Vit. A di Wilayah kerja Puskesmas
Wangon I
Berdasarkan gambar 4.4 tentang Grafik ibu nifas yang mendapat Vit. A dari
tahun ke tahun terjadi fluktuatif, Pada Tahun 2019 jumlah ibu nifas 978 orang dilayani
100% meningkat dari Tahun 2018 dengan jumlah 87,8% dan Tahun 2017 jumlah
97,6%. Ibu nifas yang bersalin di Puskesmas sudah semuanya diberikan vit A.
Gambar 4.5 Grafik Persentase Peserta KB Aktif di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I
16
Berdasarkan Gambar 4.5 tentang Grafik Peserta KB aktif dari tahun ke tahun
menunjukkan penurunan. Pada Tahun 2019 berjumlah 12.908 PUS yang
menggunakan KB 8.614 orang atau 66,7% lebih rendah dari Tahun 2018 dengan
jumlah 72,4% dan Tahun 2017 dengan jumlah 76,4%. Hal ini disebabkan karena
jumlah PUS yang mengalami peningkatan dan keinginan untuk ber KB yang rendah
dari masyarakat.
Gambar 4.6 Grafik Persentase Peserta KB Pasca Salin di Wilayah Kerja Puskesmas
Wangon I
Berdasarkan Gambar 4.6 tentang Grafik Peserta KB Pasca Salin dari tahun ke
tahun mengalami penurunan. Pada Tahun 2019 berjumlah 9,9% lebih rendah dari
Tahun 2018 jumlah 11,05% dan Tahun 2017 jumlah 11,37%. Hal ini disebabkan oleh
jumlah PUS yang mengalami kenaikkan dan banyak yang masih menginginkan punya
anak.
Gambar 4.7 Grafik Jumlah Kasus BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I
Berdasarkan Gambar 4.7 tentang Grafik Angka Kasus BBLR di Wilayah Kerja
Puskesmas Wangon I dari tahun ke tahun grafik menunjukkan penurunan angka.
Pada Tahun 2019 sebesar 63 kasus dari 980 bayi lahir hidup atau 6,4% lebih rendah
dari Tahun 2018 sebesar 7,1% dan Tahun 2017 sebesar 8,3%. Desa Klapagading
Kulon menjadi desa yang paling banyak dengan persentase 9,2% atau 19 kasus dari
207 jumlah bayi lahir hidup.
Gambar 4.8 Grafik Persalinan komplikasi Neonatal ditangani oleh Nakes di Wilayah
Kerja Puskesmas Wangon I
18
Berdasarkan Gambar 4.8 Persentase Persalinan komplikasi neonatal dan
ditangani oleh nakes dari tahun ke tahun grafik menunjukkan fluktuatif . Pada Tahun
2019 sebesar 116,3 % naik dibandingkan Tahun 2018 jumlah 81,2% dan Tahun
2017 sempat lebih tinggi jumlah 104,9%. Hal ini disebebkan oleh sasaran Tahun
2018 menggunakan estimasi dan jumlahnya terlalu banyak.
c. Pelayanan Imunisasi
Gambar 4.9 Grafik Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap di Wilayah Kerja Puskesmas
Wangon I
Berdasarkan Gambar 4.9 cakupan imunisasi dasar lengkap dari tahun ke tahun
grafik mengalami peningkatan. Pada Tahun 2019 sebesar 98,9% meningkat dari
tahun 2018 sebesar 94.3%. dan Tahun 2017 jumlah 93,08% hal ini disebabkan
karena kesadaran untuk berimunisasi meningkat, serta ada peranan aktif dari
Masyarakat, Linsek dan Forum Kumunikasi Peduli Imunisasi. belum sesuai dengan
yang target cakupannya mencapai 100%.
19
Balita yang datang dan ditimbang
86 84
84
82
79,4
80
78 76,7
76
74
72
2017 2018 2019
Gambar 4.10 Grafik Balita yang datang dan ditimbang (D/S) di Wilayah Kerja
Puskesmas Wangon I
Berdasarkan Gambar 4.10 Persentase Balita yang datang dan ditimbang dari
tahun ke tahun mengalami penurunan. Pada Tahun 2019 sebesar 76,7% menurun
dibandingkan pada Tahun 2018 jumlah 79,4% dan Tahun 2017 jumlah 84%. Hal ini
disebakan jumlah balita yang meningkat dan pelaksanaan penimbangan posyandu
balita banyak ditunda atau diganti jadwal sehingga saat proses penimbangan banyak
ibu balita yang tidak hadir.
Gambar 4.11 Jumlah Kasus Balita dengan Status Gizi Kurang di Wilayah Kerja Puskesmas
Wangon I
20
Berdasarkan Gambar 4.11 Jumlah Kasus Balita dengan Status Gizi Kurang di
Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I Tahun 2019. Desa Wangon menjadi desa
dengan jumlah kasus balita gizi kurang yang paling banyak disbanding desa lain
degan jumlah 58 kasus. Sedangkan Desa Banteran menjadi desa dengan jumlah
paling sedikit yakni 12 kasus.
Gambar 4.12 Jumlah Kasus Balita Tinggi Badan Kurang di Wilayah Kerja Puskesmas
Wangon I
21
Gambar 4.13 Cakupan Asi Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I
Gambar 4.14 Grafik Pemberian Vit A Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I
22
Berdasarkan Gambar 4.14 Balita yang diberikan Vitamin A pada Tahun 2019
sebanyak 9.806 mencapai 100% sama dengan Tahun 2018 yang telah mencapai 100%
dan juga Tahun 2017. Standar Indikator PKP untuk balita mendapat kapsul Vit. A
sebanyak 2x sebesar 100%, dengan demikian cakupan balita yang mendapatkan kapsul
Vit. A telah memenuhi target Penilaian Kinerja Puskesmas (PKP).
Gambar 4.15 Grafik Pelayanan Kesehatan Usia Pendidikan Dasar diWilayah Kerja
Puskesmas Wangon I
23
Gambar 4.16 Persentase Pelaksanaan Skrining PTM Usia Produktif di Wilayah Kerja
Puskesmas Wangon I
b. Pemeriksaan IVA
Gambar 4.17 Persentase Pemeriksaan Leher Rahim dan Payudara di Wilayah Kerja
Puskesmas Wangon I
24
Berdasarkan Gambar 4.17 diatas persentase pemeriksaan iva dari tahun ke tahun
mengalami fluktuatif. Pada Tahun 2019 mengalami peningkatan yaitu 8%
dibandingkan Tahun 2018 dengan jumlah 0,4% dan Sempat tinggi di Tahun 2017
dengan jumlah 1%. Indikator SPM Pemeriksaan Iva tidak memenuhi target dari target
100%,
25
Gambar 4.19 Jumlah Penderita Diabetes Melitus Yang mendapat Pelayanan Kesehatan
di Wilayah Puskesmas Wangon I Tahun 2019
26
Gambar 4.20 Persentase Pelayanan Kesehatan Skrining Usia Lanjut di Wilayah
Puskesmas Wangon I
Gambar 4.22 Persentase Desa Siaga Aktif di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I
Berdasarkan Gamber 4.22 tentang Persentase Desa Siaga Aktif dari tahun
ke tahun tetap. Pada Tahun 2017 sampai dengan 2019 mencapai 100%. Target
memenuhi Indikator PKP dengan target sebesar 80%.
28
Gambar 4.23 Grafik Persentase Sarana Air minum layak di Wilayah Kerja
Puskesmas Wangon I
c. Desa STBM
29
Gambar 4.25 Grafik Persentase Desa STBM
30
Gambar 4.26 Grafik Persentase Cakupan Rawat Jalan di Wilayah Kerja Puskesmas
Wangon I
Berdasarkan Gambar 4.26 Cakupan kunjungan rawat jalan di Puskesmas Wangon I
dari tahun ke tahun grafik menunjukkan peningkatan. Pada Tahun 2019 cakupan
kunjungan sebanyak 83,1% lebih besar dari Tahun 2018 dengan cakupan 73,67% dan
Tahun 2017 dengan cakupan 62,96% .
b. Cakupan Rawat Inap
Gambar 4.27 Grafik Persentase Cakupan Rawat Inap di Wilayah Kerja Puskesmas
Wangon I
31
Indikator yang disajikan yaitu situasi angka kematian (mortalitas) dan angka kesakitan
(morbiditas)
a. Mortalitas
Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari kejadian
kematian di masyarakat. Disamping itu kejadian kematian juga dapat digunakan sebagai
indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan
keseha3tan lainnya. Angka kematian pada umumnya dapat dihitung dengan melakukan
berbagai survey dan penelitian.
1. Jumlah Kematian Bayi
Gambar 3.1 Grafik Jumlah Kasus Kematian Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon
I
32
Gambar 3.2 Jumlah Kasus Kematian Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas WangonI
Berdasarkan Gambar 3.1 tentang Jumlah kasus kematian Anak Balita di Wilayah
Puskesmas Wangon I Tahun 2019 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya,
Jumlah Kematian Anak Balita Tahun 2019 sebanyak 1 kasus lebih rendah dibandingkan
Tahun 2018 dan Tahun 2017 yang tidak ada kasus.
Distribusi kematian anak balita Tahun 2019 terdapat di Klapagading Kulon (1
kasus).
33
Gambar 3.3 Jumlah Kasus Kematian Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I
Berdasarkan Gambar 3.3 tentang Jumlah kasus kematian ibu. Pada Tahun 2019 tidak
terjadi kematian ibu di wilayah kerja Puskesmas Wangon I sama dengan Tahun 2018 dan
Tahun 2017.
b. Morbiditas
Morbiditas adalah angka kesakitan (insidensi dan prevalensi) dari suatu penyakit
yang terjadi pada populasi dalam kurun waktu tertentu. Morbiditas berhubungan dengan
terjadinya atau terjangkitnya penyakit di dalam populasi, baik fatal maupun non-fatal.
Angka morbiditas lebih cepat menentukan keadaan kesehatan masyarakat dari pada angka
mortalitas, karena banyak penyakit yang mempengaruhi kesehatan hanya mempunyai
mortalitas yang rendah.
Tuberkulosis
a. Jumlah Kasus Penemuan
34
Gambar 3.4 Grafik Jumlah Penemuan Kasus TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas
Wangon I
Berdasarkan Gambar 3.3 tentang Jumlah Penemuan Kasus TB Paru dari tahun ke
tahun grafik menunjukkan Peningkatan. Pada Tahun 2019 jumlah 49 kasus lebih banyak
dari Tahun 2018 dengan jumlah 41 kasus dan Tahun 2017 dengan jumlah 29 kasus. Desa
Klapagading menjadi Desa paling banyak kasus TB Tahun 2019 dengan jumlah 12 kasus,
sedangkan Desa Banteran dan Pengadegan menjadi desa yang paling sedikit dengan
jumlah 4 kasus.
b. Angka Kesembuhan TB
3. Penyakit HIV/AIDS
36
Gambar 3.7 Jumlah Kasus HIV dan AIDS di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I
Berdasarkan Gambar 3.7 tentang jumlah kasus HIV dan AIDS . Pada Tahun 2019
jumlah kasus HIV terdapat 4 kasus mengalami peningkatan dari Tahun 2018 (2 kasus) dan
Tahun 2017 (2 kasus), sedangkan kasus AIDS mengalami terdapat 4 kasus mengalami
penurunan dari Tahun 2018 (6 kasus). Pada Tahun 2019 tidak ada Jumlah kematian akibat
AIDS.
4. Penyakit Diare
Gambar 3.8 Jumlah Kasus Diare yang Ditangani pada semua umur di Wilayah
Kerja Puskesmas Wangon I
Berdasarkan Gambar 3.8 tentang Angka Kasus diare yang ditangani pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Wangon I fluktuatif, Pada Tahun 2019 diare ditangani
37
jumlahnya (381 kasus) 63,7% dari target penemuan 598 kasus naik dibandingkan tahun
2018 yaitu 54,5% dan Tahun 2017 jumlah 65,2%. Desa Klapagading menjadi desa yang
paling tinggi cakupan penemuan diare dan ditangani dengan cakupan 87,4% (95 kasus)
dari 109 balita sedangkan Desa Pengadegan menjadi desa dengan cakupan terendah
jumlah 26,3% (17 kasus) dari 190 balita.
5. Penyakit Kusta
6. Hepatitis B
38
Gambar 3.10 Jumlah Kasus Hepatitis B di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I
7. Demam Berdarah
Gambar 3.11 Jumlah Kasus DB dan Angka Kematian di Wilayah Kerja Puskesmas
Wangon I
39
Bedasarkan Gambar 3.11 di atas Jumlah Kasus DBD dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan. Pada Tahun 2019 yaitu 19 kasus lebih tinggi dari Tahun 2018
jumlah 3 kasus dan Tahun 2017 tidak ada kasus. Jumlah kasus DBD tertinggi di Tahun
2019 terdapat di Desa Klapagading Kulon 7 kasus, sedangkan Desa Wangon dan Desa
Banteran menjadi desa yang paling sedikit dengan tidak ada kasus. Distribusi kematian
terdapat di Desa Klapagading, Klapagading Kulon, dan Desa Pengadegan masing-masing
1 kasus.
8. Malaria
40
Tabel 3.1 10 Besar diagnosa
NO Diagnosa Jumlah
6 Myalgia 952
7 Dyspepsia 858
41
BAB III
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH
42
B. Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik criteria matriks
Tabel Martikulasi Masalah
Keterangan :
I Keterangan :
I : Importancy (pentingnya masalah)
P : Prevalance (besarnya masalah)
S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
SB :Social Benefit (keuntungan social karena selesainya masalah)
T :Technology (teknologi yang tersedia)
R :Resource (sumber daya yang tersedia)
Mn : Man (tenaga yang tersedia)
Mo : Money (Sarana yang tersedia)
Ma : Material (Ketersediaan sarana)
Kriteria penilaian :
1 : tidak penting
2 : agak penting
3 : cukup penting
4 : penting
5 : sangat penting
43
C. Kerangka Konsep Permasalahan
Pelaksanaan evaluasi
program oleh kepala
Kebiasan pola hidup bersih dan sehat kurang
puskesmas tentang
keberhasilan pengobatan
Dukungan dari keluarga kurang untuk memeriksakan diri
2. Material
44
Obat TB sudah tersedia dipuskesmas sehingga yang menderita TB dapat langsung diberi
pengobatan
3. Money
Keadaan sosial ekonomi rendah yang menyebebkan enggan untuk memerksakan diri
Kader TB tidak mendapat insentif sehingga mengakibatkan kader kurang semnagt
dalam menjalankan tugasnya
4. Method
Kerjasama lintas sektoral belum baik baik antar bagaian kesehatan seperti dengan
bagian kesehatan reproduksi untuk mengetahui penderita HIV atau bagian KIA untuk
menegtahui TB anak serta litas sektoal dengan pihak kecamatan dan desa
5. Measurenment
Skrining TB belum berjalan dengan lancar yang menyebabkan penjaringan terhambat
6. Mother nature
Kesadaran diri untuk berobat kurang karena keadaansosial ekonomi yang rendah atau
pengetahuan yang masih kurang
Dukungan dari keluarga kurang untuk memeriksakan diri masih kurang karenan
menganggap bahwa pasti sembuh atau membawa ke pengobatan alternatif
Kebiasan pola hidup bersih dan sehat kurang karena masih terdapat rumah yang tidak
memenuhi kriteria rumah sehat, jamban atau bahkan masih banyak penduduk yang
merokok
45
M I V MxIxV/C
1 Edukasi kepada pasien, keluarga 4 5 4 1 80
mengenai TB dan pola hidup bersih dan
sehat
2 Penyediaan alat-alat yang digunakan 2 3 3 2 36
3 Memberikan pelatihan dan insentif pada 5 5 5 2 125
kader TB, serta penambahan kader
4 Kerjasama lintas sektoral dalam 4 5 4 1 60
penanganan TB
5 Mengoptimalkan petugas puskesmas 2 3 2 1 12
dalam membatu penyelesaian kasus TB
Keterangan :
M : Magnitude V : Vulnerability
I : Importancy C : Cost
46
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Tuberkulosis
A. Definisi
Tuberkulosis (TB)adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit
parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis (TB) paru adalah infeksi paru yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penderita TB dengan status BTA positif dapat
menularkan sekurang-kurangnya kepada 10–15 orang setiap tahunnya. Sejak tahun 1993,
WHO menyatakan bahwa TB merupakan kedaruratan global bagi kemanusiaan. Dengan
berbagai kemajuan yang dicapai sejak tahun 2003, diperkirakan masih terdapat sekitar 9,5
juta kasus baru TB, dan sekitar 0,5 juta orang meninggal akibat TB di seluruh dunia (WHO,
2009).
B. Etiologi
TB paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh basil TBC (Mycrobacterium Tuberculosi
Humanis). Mycrobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran sangat
kecil dengan panjang 1-4 µm dengan tebal 0,3-0,6 µm. Sebagian besar komponen Mycrobacterium
tuberculosis adalah berupa lemak atau lipid yang menyebabkan kuman mampu bertahan terhadap
asam serta zat kimia dan faktor fisik. Kuman TBC bersifat aerob yang membutuhkan oksigen untuk
kelangsungan hidupnya. Mycrobacterium tuberculosis banyak ditemukan di daerah yang memiliki
kandungan oksigen tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit TB. Kuman
Mycrobacterium tuberculosis memiliki kemampuan tumbuh yang lambat, koloni akan tampak setelah
kurang dari dua minggu atau bahkan terkadang setelah 6-8 minggu. Lingkungan hidup optimal pada
suhu 37°C dan kelembaban 70%. Kuman tidak dapat tumbuh pada suhu 25°C atau lebih dari 40°C
(Widyanto & Triwibowo, 2013).
Mycrobacterium tuberculosis termasuk familie Mycrobacteriaceace yang mempunyai
berbagai genus, satu diantaranya adalah Mycrobacterium, yang salah satunya speciesnya adalah
Mycrobacterium tuberculosis. Basil TBC mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam, sifat ini
dimanfaatkan oleh Robert Koch untuk mewarnainya secara khusus. Oleh karena itu, kuman ini
disebut pula Basil Tahan Asam (BTA). Basil TBC sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga
dalam beberapa menit saja akan mati. Ternyata kerentanan ini terutama terhadap gelombang cahaya
47
ultraviolet. Basil TBC juga rentan terhadap panas-basah, sehingga dalam 2 menit saja basil TBC yang
berada dalam lingkungan basah sudah akan mati bila terkena air bersuhu 100°C. Basil TBC juga akan
terbunuh dalam beberapa menit bila terkena alkohol 70% atau lisol 5% (Danusantoso,2013).
C. Klasisfikasi Tuberkulosis
Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) TB paru dibagi dalam :
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan
positif
48
positif. Bila hanya menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga
dicurigai lesi aktif kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
• Infeksi sekunder
• Infeksi jamur
• TB paru kambuh
c. Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan
kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut harus
membawa surat rujukan/pindah
d. Kasus lalai berobat
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 minggu
atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali
dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif
e. Kasus Gagal
• Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)
• Adalah penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi
BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran radiologik
ulang hasilnya perburukan
f. Kasus kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik
g. Kasus bekas TB
• Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas) negatif dan
gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih gambaran
radiologik serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan
OAT yang adekuat akan lebih mendukung
• Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif, namun setelah
mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada perubahan
gambaran radiologik
49
D. Cara Penularan dan Resiko Penularan TB Paru
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei).
Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.Umumnya penularan terjadi
dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat
mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.Daya
penularan seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya.Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita
tersebut. Faktor yang kemungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Penderita TB
paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari
penderita TB paru dengan BTA negatif. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan
dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang
berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang
diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negative menjadi positif (Depkes,
2007).
50
dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) (Depkes,
2007).
F. Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3bulan) dan
fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan
tambahan.
a. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Obat yang dipakai:
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
• Rifampisin
• INH
• Pirazinamid
• Streptomisin
• Etambutol
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) Kombinasi dosis tetap ini terdiri
dari :
• Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid
75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan
• Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaiturifampisin 150 mg, isoniazid 75
mg dan pirazinamid.400 mg
3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
• Kanamisin
• Kuinolon
• Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid,amoksilin + asam klavulanat
• Derivat rifampisin dan INH Dosis OAT
• Rifampisin . 10 mg/ kg BB, maksimal 600mg 2-3X/ minggu atau BB > 60 kg :
600 mg BB 40-60 kg : 450 mg BB < 40 kg : 300 mg Dosis intermiten 600 mg /
kali
• INH 5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10 mg /kg BB 3 X seminggu, 15 mg/kg BB 2
X semingggu atau 300 mg/hari untuk dewasa. lntermiten : 600 mg / kali
51
• Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 X semingggu, 50 mg
/kg BB 2 X semingggu atau : BB > 60 kg : 1500 mg BB 40-60 kg : 1 000 mg BB
< 40 kg : 750 mg
• Etambutol : fase intensif 20mg /kg BB, fase lanjutan 15 mg/kg BB, 30mg/kg BB
3X seminggu, 45 mg/kg BB 2 X seminggu atau : BB >60kg : 1500 mg BB 40 -60
kg : 1000 mg BB < 40 kg : 750 mg Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali
• Streptomisin:15mg/kgBB atau BB >60kg : 1000mg BB 40 - 60 kg : 750 mg BB <
40 kg : sesuai BB
• Kombinasi dosis tetap Rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap,
penderita hanya minum obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif, sedangkan fase
lanjutan dapat menggunakan kombinasi dosis 2 obat antituberkulosis seperti yang
selama ini telah digunakan sesuai dengan pedoman pengobatan. Pada kasus yang
mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius
harus dirujuk ke rumah sakit / fasiliti yang mampu menanganinya.
52
BTA negative Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH Alternatif : 2
RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE Paduan ini dianjurkan untuk :
a. TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi minimal
b. TB di luar paru kasus ringan
• TB paru kasus kambuh Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4
macam OAT pada fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat
diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 6 bulan
atau lebih lama dari pengobatan sebelumnya, sehingga paduan obat yang
diberikan : 3 RHZE / 6 RH Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka
alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (Program P2TB)
• TB Paru kasus gagal pengobatan Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji
resistensi, dengan minimal menggunakan 4 -5 OAT dengan minimal 2 OAT yang
masih sensitif ( seandainya H resisten, tetap diberikan). Dengan lama pengobatan
minimal selama 1 – 2 tahun . Menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan dahulu
2 RHZES , untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi
- Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan
obat : 2 RHZES/1 RHZE/5H3R3E3 (Program P2TB)
- Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang
optimal
- Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru TB Paru kasus lalai
berobat Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali
sesuai dengan kriteria sebagai berikut :
- Penderita yang menghentikan pengobatannya < 2 minggu, pengobatan OAT
dilanjutkan sesuai jadwal
- Penderita menghentikan pengobatannya ≥ 2 minggu
1) Berobat ≥ 4 bulan , BTA negatif dan klinik, radiologik negatif, pengobatan
OAT STOP
2) Berobat > 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan
obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama
3) Berobat < 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan
obat yang sama
53
4) Berobat < 4 bulan , berhenti berobat > 1 bulan , BTA negatif, akan tetapi klinik
dan atau radiologic positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat
yang sama
5) Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2-4 minggu pengobatan
diteruskan kembali sesuai jadual.
• TB Paru kasus kronik
- Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan
RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi
(minimal terdapat 2 macam OAT yang masih sensitive dengan H tetap
diberikan walaupun resisten) ditambah dengan obat lain seperti kuinolon,
betalaktam, makrolid
- Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
- Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan
- Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru
Catatan : TB diluar paru lihat TB dalam keadaan khusus
c. Pengobatan Suportif/Simptomatik
Pengobatan yang diberikan kepada penderita TB perlu diperhatikan keadaan
klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, dapat rawat jalan.
Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif/simtomatik untuk
meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.
54
55
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Tuberculosis paru (TB paru) merupakan salah satu penyakit infeksi yang
prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health Organitation
(WHO, 2012) sepertiga populasi dunia yaitu sekitar dua milyar penduduk terinfeksi
Mycobacterium Tuberculosis. Lebih dari 8 juta populasi terkena TB aktif setiap tahunnya
dan sekitar 2 juta meninggal. Lebih dari 90% kasus TB dan kematian berasal dari negara
berkembang salah satunya Indonesia (Depkes RI, 2012) Di Indonesia, tuberculosis
merupakan masalah utama kesehatan masyarakat dengan jumlah menempati urutan ke-3
terbanyak di dunia setelah Cina dan India, dengan jumlah sekitar 10% dari total jumlah
pasien tuberculosis di dunia. Diperkirakan terdapat 539.000 kasus baru dan kematian
101.000 orang setiap tahunnya.
Jumlah kejadian TB paru di Indonesia yang ditandai dengan adanya Basil Tahan
Asam (BTA) positif pada pasien adalah 110 per 100.000 penduduk (Riskesdas, 2013). Di
Indoneisa program strategi nasional pengendalian TB sudah dimulai sejak tahun 1995
hingga saat ini sudah masu ke tahap konsolidasi dan implementasi inovasi dalam strategi
DOTS. Visi program stop TB diantaranya adalah menjaminyya akses terhadap diagnosis,
pengobatan yang efektif dan kesembuhan pasien TB, penghentian penularan TB,
mengurangi ketidakadilan dalam beban social ekonomi , dna mengembangkan dan
menerapkan berbagai strategi preventif TB. Target yang ditetapkan Stop Tb adalag pada
tahun 2015 beban global penyakit TB (prevalensi dan mortalitas) akan relative berkurang
hingga 50% dan pada tahun 2050 TB bukan lagi masalah kesehatan masyarakat global.
Angka keberhasilan pengobatan pasien TB di Puskesmas Wangon I sudah cukup memenuhi
target dan perlu dipertimbangkan kembali setiap faktor risiko yang ada.
56
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tuberculosis paru (TB paru) merupakan salah satu penyakit infeksi yang
prevalensinya paling tinggi di dunia. Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan
bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis
(Hiswani, 2004). Penularan melalui perantara ludah atau dahak penderita yang mengandung
basil tuberculosis paru. Terdapat beberapa kendala tentang program mengenai TB seperti
terbatasnya waktu anamnesis dan kurangnya SDM (Kader) menyebabkan kurangnya deteksi
dini TBC, kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai TB yang bisadilihat dari para
pasien yang jarang menggunakan masker dan menyebabkan mudahnya penularan TBC.
Angka keberhasilan pengobatan pasien TB di Puskesmas Wangon I sudah cukup memenuhi
target dan perlu dipertimbangkan kembali setiap faktor risiko yang ada.
B. Saran
1. Mahasiswa lebih menggali permasalahan yang ada
2. Bahasan ini dapat dijadikan bahan pertimbangan berikutnya dalam melaksanakan
program TBC khususnya di Wangon
57
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, T.Y. (2002). Tuberkulosis Paru, Diagnosis, Terapi dan Masalahnya, Edisi 4. Jakarta:
IDI.
Alsagaff H, Mukty HA, 2006. Dasar –Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press:
Surabaya
Alsagaff, Hood & Mukty, Abdul. 1995. Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Airlangga University
Press : Surabaya.
Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 3.
Jakarta : EGC
Danusantara, Halim 2011. Buku satu Ilmu Penyakit Paru . Jakarta : Hipokrates
Depkes. (2002). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta.
Dexter JR, Wilkins RL. Tuberculosis, In : Wilkins RL, Dexter JR, Gold PM, editors. Respiratory
Disease A Case Study Approach to Patient Care , 3rd edition. Philadelphia : F. A. Davis
Company, 2007 : 442-440)
Dorland ,WA Newman,2011. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Dorland, W.A.N. 2013. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Handler EB. 2012. Pediatric Laryngeal Tuberculosis : a significant Diagnostic Challenges.
Pediatric Otorhinolaryngology Extra.
Kusmana D. 2003. Standar Pelayanan Medik RS. Jantung Pembuluh Darah Harapan Kita. Edisi
ke-2. Jakarta
Kusumawidjaja K. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Editor Iwan Ekayuda. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta. 2006.
58
PDPI. Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan Tuberkulosis Di Indonesia, 2006.
Rab, Tabrani. 2013. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Trans Info Media
Rasmin Menaldi . Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI – SMF Paru
RSUP Persahabatan.
Santa, dkk. (2009). Seri Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pernafasan Akibat Infeksi.
Jakarta: TIM.
Wilson LM. Patofisiologi (Proses-Proses Penyakit) Edisi enam. Editor Hartanto Huriawati, dkk.
EGC. Jakarta 2006.
59