Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN EVALUASI PROGRAM

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KOMUNITAS


PUSKESMAS WANGON I

Angka Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis


Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I Periode 2019

Disusun Oleh :
Ririn Pratiwi Nunsi
1813020014

PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020

1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN EVALUASI PROGRAM

Angka Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis


Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I Periode 2019

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat dari


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Komunitas
Program Profesi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Disusun Oleh :
Ririn Pratiwi Nunsi
1813020014

Telah dipresentasikan dan disetujui :

Disahkan oleh:
Dokter pembimbing,

dr. Dyah Retnani Basuki., M.Kes, AAK

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
A.Latar Belakang..............................................................................................4
B.Tujuan...........................................................................................................5
C.Manfaat.........................................................................................................5
BAB II PROFIL PUSKESMAS............................................................................6
A.Visi Puskesmas.............................................................................................6
B.Misi Puskesmas.............................................................................................6
C.Deskripsi Situasi, Kondisi Puskesmas, dan Wilayah Kerjanya....................7
D.Keadaan Demografi Kecamatan Patikraja....................................................8
E. Program Kesehatan Puskesmas Patikraja...................................................11
BAB III IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH 16
A.Data Capaian Sasaran TB tahun 2019.........................................................16
B.Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik criteria matriks.................17
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA........................................................................18
A.Definisi........................................................................................................18
B.Etiologi........................................................................................................18
C.Klasisfikasi Tuberkulosis............................................................................18
D.Cara mendiagnostik tuberkulosis paru........................................................20
E. Cara Penularan dan Resiko Penularan TB Paru..........................................21
F. Penatalaksanaan..........................................................................................21
G.Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis.......................................................25
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN.........................................................26
1. Strength.......................................................................................................27
2. Weakness.....................................................................................................27
3. Opportunity.................................................................................................29
4. Threat..........................................................................................................29
5. Plan of Action..............................................................................................30
BAB VI PENUTUP..............................................................................................32
A.Kesimpulan.................................................................................................32
B.Saran............................................................................................................32

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberculosis paru (TB paru) merupakan salah satu penyakit infeksi yang
prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health Organitation
(WHO, 2012) sepertiga populasi dunia yaitu sekitar dua milyar penduduk terinfeksi
Mycobacterium Tuberculosis. Lebih dari 8 juta populasi terkena TB aktif setiap tahunnya
dan sekitar 2 juta meninggal. Lebih dari 90% kasus TB dan kematian berasal dari negara
berkembang salah satunya Indonesia (Depkes RI, 2012) Di Indonesia, tuberculosis
merupakan masalah utama kesehatan masyarakat dengan jumlah menempati urutan ke-3
terbanyak di dunia setelah Cina dan India, dengan jumlah sekitar 10% dari total jumlah
pasien tuberculosis di dunia. Diperkirakan terdapat 539.000 kasus baru dan kematian
101.000 orang setiap tahunnya. Jumlah kejadian TB paru di Indonesia yang ditandai dengan
adanya Basil Tahan Asam (BTA) positif pada pasien adalah 110 per 100.000 penduduk
(Riskesdas, 2013).
Tuberculosis (TBC) paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman
Mycrobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan bronkus. TBC paru tergolong
penyakit air borne infection, yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernapasan
ke dalam paru-paru. Kemudian kuman menyebar dari paru-paru ke bagian tubuh lainnya
melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui bronkus atau penyebaran
langsung ke bagian tubuh lainnya (Widyanto & Triwibowo, 2013). Penanganan TB paru
oleh tenaga dan lembaga kesehatan dilakukan menggunakan metode Direct Observe
Treatment Shortcourse (DOTS) atau observasi langsung untuk penanganan jangka pendek.
DOTS terdiri dari lima hal, yaitu komitmen politik, pemeriksaan dahak di laboratorium,
pengobatan berkesinambungan yang harus disediakan oleh negara, pengawasan minum obat
dan pencatatan laporan (Resmiyati, 2011).

4
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui permasalahan penjaringan kasus TB, menganalisis, dan mencari pemecahan
masalahnya.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui permasalahan penjaringan kasus TB.
b. Menganalisis kelemahan, kekuatan, peluang, dan ancaman yang dimiliki Puskesmas
Wangon I dalam kasus TB.
c. Mencari pemecahan masalah melalui berbagai strategi yang dapat diterapkan di
Puskesmas Wangon I.
d. Mengetahui keberhasilan pengobatan TB Paru di wilayah Puskesmas Wangon I

C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Meningkatkan ilmu pengetahuan dalam deteksi kasus TB.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi Puskesmas
Sebagai salah satu pertimbangan pemecahan masalah kader mengenai TB.
b. Manfaat bagi Mahasiswa
Mengetahui permasalahan kader mengenai TB khususnya di Puskesmas Wangon I,
sebagai gambaran secara global permasalahan kasus TB.

5
BAB II
PROFIL PUSKESMAS

A. Visi Puskesmas
Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 2 Tahun 2001 tentang
Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) Kabupaten Banyumas Tahun 2002-2006,
bahwa pembangunan di bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial diarahkan pada masih
rendahnya derajat kesehatan dan kesejahteraan sosial masyarakat Kabupaten Banyumas.
Visi Kabupaten Banyumas yang tertera dalam Instruksi Bupati Banyumas Nomor 9
Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Akuntabilitas Kinerja Instansi di Lingkungan Pemerintah
Kabupaten Banyumas yaitu “Kabupaten Banyumas mampu mewujudkan masyarakat
yang sejahtera, terpenuhi pelayanan dasar secara adil dan transparan yang didukung
dengan pemerintahan yang baik dan aparat yang bersih dengan tetap
mempertahankan budaya Banyumas”. Sedangkan VISI dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Banyumas adalah “Banyumas Sehat 2010”. Visi Puskesmas Wangon I yang ditetapkan
adalah “Menjadi pusat pelayanan kesehatan uang utama di Kecamatan Wangon”.

B. Misi Puskesmas
Untuk mewujudkan VISI tersebut, maka ditetapkan MISI yang diharapkan mampu
mempercepat cita-cita tersebut. Adapun MISI yang dimaksud adalah:
1. Meningkatkan kinerja dan mutu sumber daya kesehatan puskesmas.
2. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berkualitas untuk meraih kepercayaan
masyarakat.
3. Mendorong dan menggerakkan masyarakat untuk berprilaku hidup bersih dan sehat serta
berpartisipasi aktif dalam pembangunan kesehatan melalui Desa Siaga.
4. Menjalin kerjasama yang solid dan harmonis baik lintas program maupun lintas sektoral
dalam pembangunan kesehatan.

6
C. Deskripsi Situasi, Kondisi Puskesmas, dan Wilayah Kerjanya
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif
secara sosial dan ekonomis.
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang
harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pelaksanaan upaya kesehatan baik upaya kesehatan masyarakat maupun upaya
kesehatan perseorangan pada tingkat pertama dibutuhkan manajemen yang terpadu dan
berkesinambungan agar menghasilkan kinerja yang efektif dan efisien. Puskesmas sebagai
tulang punggung penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat memiliki
peran untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
penduduk di wilayah kerjanya agar memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
Profil kesehatan Puskesmas Wangon I Tahun 2019 adalah gambaran situasi kesehatan
sebagai hasil pembangunan kesehatan selama satu tahun di wilayah kerjanya. Informasi
kesehatan yang disajikan kemudian dikumpulkan bersama data puskesmas lain di kabupaten
Banyumas sehingga tersusun menjadi Profil Kesehatan Kabupaten yang menjadi tolok ukur
keberhasilan pembangunan kesehatan yang telah dilakukan dan sebagai dasar penyusunan
Rencana Pembangunan Daerah Bidang Kesehatan.
Puskesmas Wangon I merupakan salah satu bagian dari wilayah kabupaten
Banyumas, dengan luas wilayah kerja kurang lebih 40 km 2. Wilayah kerja Puskesmas
Wangon I terdiri atas 7 desa, dengan desa yang memiliki wilayah paling luas adalah
Randegan dengan luas 10,4 km2, dan yang tersempit adalah Banteran dengan luas 2,5 km2.

7
Gambar 2.1 Peta Desa Wilayah Kerja
Puskesmas Wangon I

Batas Wilayah Puskesmas Wangon I:

 Utara : Wilayah Puskesmas Wangon II


 Selatan : Wilayah Kabupaten Cilacap
 Timur : Wilayah Puskesmas Jatilawang
 Barat : Wilayah Puskesmas Lumbir.
Luas lapangan lahan di wilayah Puskesmas Wangon I dirinci sebagai berikut:

 Tanah Sawah : 8.625,00 Ha


 Tanah Pekarangan : 57,16 Ha
 Tanah tegalan : 1.889,79 Ha
 Tanah Hutan Negara : 209,00 Ha
 Tanah Perkebunan Rakyat: 85,00 Ha
 Lain-lain : 241,00 Ha

8
D. Keadaan Demografi Kecamatan Wangon
1. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Wangon

Gambar 2.2 Grafik Jumlah Penduduk Desa Wilayah Kerja


Puskesmas Wangon I Tahun 2019

Berdasarkan Gambar 2.2 tentang Jumlah Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas


Wangon I dari Tahun 2018 sampai dengan 2019, Pada Tahun 2019 Jumlah Penduduk
sebanyak 62.964 jiwa. Jumlah penduduk yang tertinggi di Desa Klapagading Kulon yaitu
12.259 jiwa, sedangkan jumlah penduduk terendah di Desa Rawaheng yaitu sebanyak
6.152 jiwa.

9
2. Kepadatan Penduduk

Gambar 2.3 Grafik Kepadatan Penduduk Desa Wilayah Kerja


Puskesmas Wangon I Tahun 2019

Berdasarkan Gambar 2.3 tentang kepadatan penduduk di wilayah kerja Puskesmas


Wangon I pada Tahun 2019 Desa Klapagading Kulon memiliki kepadatan penduduk
tertinggi yakni 3.493 jiwa per km2, sedangkan kepadatan penduduk terendah terdapat
pada Desa Rawaheng sebesar 591 jiwa per km2.

3. Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin

10
Gambar 2.4 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin
di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I Tahun 2019

Berdasarkan Gambar 2.4 tentang jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin.


Pada Tahun 2019 Desa Klapagading Kulon merupakan desa dengan jumlah penduduk
terbanyak di wilayah Puskesmas Wangon I dengan jumlah laki-laki 6.148 jiwa dan
perempuan sebanyak 6.111 jiwa. Sedangkan Desa Rawaheng yang terndah dengan
jumlah laki-laki 3.108 juiwa dan perempuan 3.225 jiwa.

4. Kelompok Usia

11
Gambar 2.5 Grafik Jumlah penduduk menurut Kelompok Usia dan Jenis Kelamin Tahun
2019

Berdasarkan Gambar 2.5 tentang Grafik Jumlah penduduk menurut Kelompok


Usia dan Jenis Kelamin Tahun 2019 grafik tersebut termasuk jenis ekspansive, yaitu
jumlah pertumbuhan penduduk yang masih tinggi dan tingkat kelahiran yang meningkat
setiap tahunnya. Pada Tahun 2019 Kelompok usia 35-39 tahun merupakan kategori
dengan jumlah penduduk terbanyak sebesar 2.467 jiwa laki-laki dan 2.453 jiwa
perempuan.
5. Sumber Daya Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan merupakan sumber daya kesehatan yang sangat penting untuk
mencapai keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan. Jumlah tenaga kesehatan di
Puskesmas Wangon I pada tahun 2019 menurut jabatannya adalah sebagai berikut ;
a. Dokter Umum : 5 orang
b. Dokter gigi : 1 orang
c. Perawat : 15 orang

12
d. Bidan : 18 orang
e. Tenaga Gizi : 2 orang
f. Tenaga Kefarmasian : 1 orang
g. Tenaga Kesehatan Masyarakat : 1 orang
h. Tenaga Kesehatan Lingkungan : 1 orang
i. Tenaga Ahli Laboratorium Medik : 1 orang

E. Program Kesehatan Puskesmas Wangon I


1. Pelayanan Kesehatan Ibu
Seorang ibu memiliki peran yang sangat besar dalam pertumbuhan bayi dan
perkembangan anak. Gangguan kesehatan yang dialami seorang ibu apalagi yang sedang
hamil bisa berpengaruh terhadap kesehatan janin dalam kandungan hingga kelahiran dan
masa pertumbuhan bayi dan anaknya.
a. Cakupan Pelayanan K1 dan K4
Masa kehamilan merupakan masa yang rawan kesehatan, baik ibu maupun janin
yang dikandungnya, sehingga dalam masa kehamilan perlu dilakukan pemeriksaan
secara teratur guna mencegah gangguan yang membahayakan kesehatan ibu dan janin
yang dikandungnya.

Pelayanan kesehatan ibu hamil diwujudkan dengan pemberian pelayanan


antenatal sekurang-kurangnya 4 kali selama kehamilan, untuk memantau keadaan ibu
dan janin secara seksama sehingga dapat mendeteksi secara dini dan dapat
memberikan intervensi secara tepat.

13
Gambar 4.1 Grafik Cakupan K1 dan K4 Di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I

Berdasarkan Gambar 4.1 Cakupan K1 dari tahun ke tahun grafik menunjukkan


fuktuatif, Tahun 2019 sebanyak 1.069 ibu hamil dilayani 100 % meningkat
dibandingkan Tahun 2018 yang sebesar 92,6% sedangkan Tahun 2017 jumlah 106,1
%. Cakupan K4 di Tahun 2019 sebesar 93,1% (173 dari 1.069 ibu hamil) meningkat
dari Tahun 2018 sebesar 84,5% sedangkan Tahun 2017 sebesar 96,6% . Hal ini
disebabkan karena kesadaran ibu hamil untuk melakukan ANC sudah tinggi, selain itu
petugas kesehatan dan bidan desa juga giat melakukan kegiatan promosi untuk
meningkatkan pengetahuan pentingnya melakukan pemeriksaan kehamilan.
b. Ibu hamil mendapatkan Tablet Fe

Ibu Hamil Mendapatkan Tablet Fe

Ibu Hamil Mendapatkan Tablet Fe

105
100
100
96,6
95

90
84,5
85

80

75
2017 2018 2019

Gambar 4.2 Grafik Bumil Mendapatkan Fe Di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I

14
Berdasarkan Gambar 4.2 tentang Grafik Ibu Hamil mendapatkan Tablet Fe dari
tahun ke tahun terjadi fluktuatif. Pada Tahun 2019 jumlah 1.069 ibu hamil 100%
sudah mendapatkan meningkat dari Tahun 2018 yang jumlahnya 84,5%, sedangkan di
Tahun 2017 jumlahnya 96,6%. Hal ini terjadi karena sasaran ibu hamil Pada Tahun
2019 menggunakan jumlah riil ibu hamil yang ada, dan semua ibu hamil dipastikan
sudah mendapatkan tablet Fe.

c. Persalinan ditolong oleh Tenaga Kesehatan


Komplikasi, kematian ibu serta bayi baru lahir sebagian besar terjadi pada masa
sekitar persalinan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh pertolongan yang tidak
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan (profesional).

Gambar 4.3 Grafik Persalinan oleh Nakes di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I

Berdasarkan Gambar 4.3 tentang Grafik Persalinan ditolong oleh tenaga


kesehatan dari tahun ke tahun terjadi fluktuatif, Pada Tahun 2019 berjumlah 978 ibu
hamil yang bersalin di puskesmas 100% mendapat pelayanan, meningkat dari Tahun
2018 dengan jumlah 87,8% dan Tahun 2017 sebesar 97,6%. Hal ini terjadi karena
Pada Tahun 2019 Sasaran Ibu bersalin menggunakan data ril yang ada.

15
d. Ibu Nifas Mendapatkan Vit A

Gambar 4.4 Grafik ibu nifas yang mendapat Vit. A di Wilayah kerja Puskesmas
Wangon I

Berdasarkan gambar 4.4 tentang Grafik ibu nifas yang mendapat Vit. A dari
tahun ke tahun terjadi fluktuatif, Pada Tahun 2019 jumlah ibu nifas 978 orang dilayani
100% meningkat dari Tahun 2018 dengan jumlah 87,8% dan Tahun 2017 jumlah
97,6%. Ibu nifas yang bersalin di Puskesmas sudah semuanya diberikan vit A.

e. Pelayanan Keluarga Berencana

Gambar 4.5 Grafik Persentase Peserta KB Aktif di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I

16
Berdasarkan Gambar 4.5 tentang Grafik Peserta KB aktif dari tahun ke tahun
menunjukkan penurunan. Pada Tahun 2019 berjumlah 12.908 PUS yang
menggunakan KB 8.614 orang atau 66,7% lebih rendah dari Tahun 2018 dengan
jumlah 72,4% dan Tahun 2017 dengan jumlah 76,4%. Hal ini disebabkan karena
jumlah PUS yang mengalami peningkatan dan keinginan untuk ber KB yang rendah
dari masyarakat.

Desa Pengadegan menjadi desa dengan persentase menggunakan KB tertinggi


dengan jumlah 85,5% atau 1.265 dari 1.480 PUS yang ada, sedangkan Desa
Wangon menjadi Desa terendah dengan persentase 59,8% atau 1.259 dari 2.104
PUS yang ada.

Gambar 4.6 Grafik Persentase Peserta KB Pasca Salin di Wilayah Kerja Puskesmas
Wangon I

Berdasarkan Gambar 4.6 tentang Grafik Peserta KB Pasca Salin dari tahun ke
tahun mengalami penurunan. Pada Tahun 2019 berjumlah 9,9% lebih rendah dari
Tahun 2018 jumlah 11,05% dan Tahun 2017 jumlah 11,37%. Hal ini disebabkan oleh
jumlah PUS yang mengalami kenaikkan dan banyak yang masih menginginkan punya
anak.

2. Pelayanan Kesehatan Anak


17
a. Berat badan bayi lahir rendah (BBLR)

Gambar 4.7 Grafik Jumlah Kasus BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I

Berdasarkan Gambar 4.7 tentang Grafik Angka Kasus BBLR di Wilayah Kerja
Puskesmas Wangon I dari tahun ke tahun grafik menunjukkan penurunan angka.
Pada Tahun 2019 sebesar 63 kasus dari 980 bayi lahir hidup atau 6,4% lebih rendah
dari Tahun 2018 sebesar 7,1% dan Tahun 2017 sebesar 8,3%. Desa Klapagading
Kulon menjadi desa yang paling banyak dengan persentase 9,2% atau 19 kasus dari
207 jumlah bayi lahir hidup.

b. Penangangan Komplikasi Neonatal

Gambar 4.8 Grafik Persalinan komplikasi Neonatal ditangani oleh Nakes di Wilayah
Kerja Puskesmas Wangon I

18
Berdasarkan Gambar 4.8 Persentase Persalinan komplikasi neonatal dan
ditangani oleh nakes dari tahun ke tahun grafik menunjukkan fluktuatif . Pada Tahun
2019 sebesar 116,3 % naik dibandingkan Tahun 2018 jumlah 81,2% dan Tahun
2017 sempat lebih tinggi jumlah 104,9%. Hal ini disebebkan oleh sasaran Tahun
2018 menggunakan estimasi dan jumlahnya terlalu banyak.

c. Pelayanan Imunisasi

Gambar 4.9 Grafik Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap di Wilayah Kerja Puskesmas
Wangon I

Berdasarkan Gambar 4.9 cakupan imunisasi dasar lengkap dari tahun ke tahun
grafik mengalami peningkatan. Pada Tahun 2019 sebesar 98,9% meningkat dari
tahun 2018 sebesar 94.3%. dan Tahun 2017 jumlah 93,08% hal ini disebabkan
karena kesadaran untuk berimunisasi meningkat, serta ada peranan aktif dari
Masyarakat, Linsek dan Forum Kumunikasi Peduli Imunisasi. belum sesuai dengan
yang target cakupannya mencapai 100%.

d. Pemantauan Pertumbuhan balita

19
Balita yang datang dan ditimbang

86 84
84
82
79,4
80
78 76,7
76
74
72
2017 2018 2019

Gambar 4.10 Grafik Balita yang datang dan ditimbang (D/S) di Wilayah Kerja
Puskesmas Wangon I

Berdasarkan Gambar 4.10 Persentase Balita yang datang dan ditimbang dari
tahun ke tahun mengalami penurunan. Pada Tahun 2019 sebesar 76,7% menurun
dibandingkan pada Tahun 2018 jumlah 79,4% dan Tahun 2017 jumlah 84%. Hal ini
disebakan jumlah balita yang meningkat dan pelaksanaan penimbangan posyandu
balita banyak ditunda atau diganti jadwal sehingga saat proses penimbangan banyak
ibu balita yang tidak hadir.

e. Balita Status Gizi Kurang

Jumlah Balita Gizi Kurang


70 58
60 49
50 39
40 31
30 22
20 12 15
10
0

Gambar 4.11 Jumlah Kasus Balita dengan Status Gizi Kurang di Wilayah Kerja Puskesmas
Wangon I

20
Berdasarkan Gambar 4.11 Jumlah Kasus Balita dengan Status Gizi Kurang di
Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I Tahun 2019. Desa Wangon menjadi desa
dengan jumlah kasus balita gizi kurang yang paling banyak disbanding desa lain
degan jumlah 58 kasus. Sedangkan Desa Banteran menjadi desa dengan jumlah
paling sedikit yakni 12 kasus.

f. Balita Tinggi Badan Kurang

Gambar 4.12 Jumlah Kasus Balita Tinggi Badan Kurang di Wilayah Kerja Puskesmas
Wangon I

Berdasarkan Gambar 4.12 Jumlah Kasus Balita Tinggi Badan Kurang di


Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I Tahun 2019. Desa Klapagading Kulon menjadi
desa yang paling banyak ditemukan kasus dari desa lain yakni 100 kasus. Sedangkan
Desa Banteran menjadi desa yang paling sedikit kasus sejumlah 20 kasus.

g. Cakupan Asi Ekslusif

21
Gambar 4.13 Cakupan Asi Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I

Berdasarkan Gambar 4.13 Cakupan Asi Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas


Wangon I dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pada Tahun 2019 sebanyak 53
dari total 62 bayi usia kurang daari 6 bulan atau sebesar 85,5% meningkat dibanding
tahun 2018 sebesar 67,4% dan Tahun 2017 sebesar 33,1%. Hal ini disebabkan oleh
meningkatkanya pengetahuan pentingnya asi eksklusif oleh ibu, serta petugas
kesehatan lebih sering melakukan edukasi tentang asi eksklusif dan sudah melakukan
konseling asi pada ibu bersalin.

h. Pemberian Kapsul Vitamin A pada bayi dan balita

Gambar 4.14 Grafik Pemberian Vit A Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I

22
Berdasarkan Gambar 4.14 Balita yang diberikan Vitamin A pada Tahun 2019
sebanyak 9.806 mencapai 100% sama dengan Tahun 2018 yang telah mencapai 100%
dan juga Tahun 2017. Standar Indikator PKP untuk balita mendapat kapsul Vit. A
sebanyak 2x sebesar 100%, dengan demikian cakupan balita yang mendapatkan kapsul
Vit. A telah memenuhi target Penilaian Kinerja Puskesmas (PKP).

2. Pelayanan Kesehatan Usia Pendidikan Dasar

Gambar 4.15 Grafik Pelayanan Kesehatan Usia Pendidikan Dasar diWilayah Kerja
Puskesmas Wangon I

Berdasarkan Gambar 4.15 tentang Grafik Pelayanan Kesehatan Usia Pendidikan


Dasar dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Pada Tahun 2019 cakupan 7,7% lebih
rendah dari Tahun 2018 jumlah 100% dan Tahun 2017. Target SPM indikator Pelayanan
Kesehatan Usia Pendidikan Dasar tidak mencapai target, dari target 100%. Hal ini
disebabkan karena belum semua Sekolah Dasar (SD sederajat) dan SMP serderajat
dilakukan Skrining.

3. Pelayanan Kesehatan Usia Produktif Pencegahan Penyakit Tidak Menular


a. Skrining PTM Usia Produktif

23
Gambar 4.16 Persentase Pelaksanaan Skrining PTM Usia Produktif di Wilayah Kerja
Puskesmas Wangon I

Berdasarkan Gambar 4.16 Persentase Pelaksanaan Skrining PTM Usia Produktif


di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I Tahun 2019. Desa Rawaheng menjadi desa
yang paling tinggi caukupannya dari desa lain yakni 30,1%. Sedangkan Desa
Klapagading Kulon menjadi desa yang paling rendah cakupannya sebesar 12,3%
jumlah persentase keseluruhan adalah 20,3%. Target SPM indikator Pelaksanaan
Skrining PTM Usia Produktif tidak mencapai target, dari target 100%.

b. Pemeriksaan IVA

Gambar 4.17 Persentase Pemeriksaan Leher Rahim dan Payudara di Wilayah Kerja
Puskesmas Wangon I

24
Berdasarkan Gambar 4.17 diatas persentase pemeriksaan iva dari tahun ke tahun
mengalami fluktuatif. Pada Tahun 2019 mengalami peningkatan yaitu 8%
dibandingkan Tahun 2018 dengan jumlah 0,4% dan Sempat tinggi di Tahun 2017
dengan jumlah 1%. Indikator SPM Pemeriksaan Iva tidak memenuhi target dari target
100%,

4. Pelayanan Kesehatan Hipertensi

Gambar 4.18 Persentase Penderita Hipertensi Yang mendapat Pelayanan Kesehatan di


Wilayah Puskesmas Wangon I Tahun 2019

Berdasarkan Gambar 4.18 Persentase Penderita Hipertensi Yang mendapat


Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I Tahun 2019. Desa Banteran
menjadi desa yang paling tinggi caukupannya dari desa lain yakni 93,9%. Sedangkan
Desa Randegan menjadi desa yang paling rendah cakupannya sebesar 12,3% jumlah
persentase 54,2%. Jumlah cakupan keseluruhan 80,1% Target SPM indikator
Pelaksanaan Skrining PTM Usia Produktif tidak mencapai target, dari target 100%. Hal
ini disebabkan karena belum semua penderita HT belum mendapatkan pelayanan
kesehatan sesuai standar.
5. Penderita Diabetes Melitus Mendapat Pelayanan Kesehatan

25
Gambar 4.19 Jumlah Penderita Diabetes Melitus Yang mendapat Pelayanan Kesehatan
di Wilayah Puskesmas Wangon I Tahun 2019

Berdasarkan Gambar 4.18 Persentase Penderita Hipertensi Yang mendapat


Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I Tahun 2019. Desa Banteran
menjadi desa yang paling tinggi caukupannya dari desa lain yakni 93,9%. Sedangkan
Desa Randegan menjadi desa yang paling rendah cakupannya sebesar 12,3% jumlah
persentase 54,2%. Jumlah cakupan keseluruhan 80,1% Target SPM indikator
Pelaksanaan Skrining PTM Usia Produktif tidak mencapai target, dari target 100%. Hal
ini disebabkan karena belum semua penderita HT belum mendapatkan pelayanan
kesehatan sesuai standar.

6. Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut

26
Gambar 4.20 Persentase Pelayanan Kesehatan Skrining Usia Lanjut di Wilayah
Puskesmas Wangon I

Berdasarkan data Puskesmas Wangon I persentase lanjut usia yang dilakukan


skrining dari tahun ke tahun mengalami fluktuatif. Pada Tahun 2019 sebesar 64,8,% lebih
rendah dari Tahun 2018 sebesar 72,4% dan Tahun 2017 sebesar 14,05%. Cakupan
Skrining tidak mencapai Target SPM indikator Pelaksanaan Skrining Usia Lanjut dari
target 100%. Hal ini disebabkan karena belum semua lansia dilakukan skrining, dan
Pelaksanaan Posyandu lansia yang pesertanya tetap dan cenderung ingin berobat.
7. Perilaku Hidup Bersih Sehat Masyarakat dan Pemberdayaan Masyarakat
a. Perilaku Hidup Bersih Sehat Rumah Tangga

Gambar 4.21 Persentase Rumah Tangga berPHBS di Wilayah Kerja Puskesmas


Wangon I

Berdasarkan Gambar 4.21 Persentase Rumah Tangga ber PHBS di


Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I dari tahun ke tahun menunjukkan fluftuatif.
Pada Tahun 2019 sebanyak 18.835 ber PHBS dari 20.634 kepala keluarga yang
dilakukan pendataan atau sebesar 92,4% lebih rendah dari Tahun 2018 dengan
jumlah 93,1% sedangkan Tahun 2017 sebesar 93,08%. Cakupan sudah
memenuhi Target Indikator PKP dari target sebesar 75%. Persentase PHBS
rumah tangga turun disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk dan juga
meningktnya jumlah keluarga dengan perokok aktif, serta masih terdapat
keluarga yang belum memiliki jamban sehat.
27
b. Cakupan Desa Siaga Aktif

Gambar 4.22 Persentase Desa Siaga Aktif di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I

Berdasarkan Gamber 4.22 tentang Persentase Desa Siaga Aktif dari tahun
ke tahun tetap. Pada Tahun 2017 sampai dengan 2019 mencapai 100%. Target
memenuhi Indikator PKP dengan target sebesar 80%.

8. Kesehatan Lingkungan Dan Sanitasi Dasar


a. Sarana Air Minum Layak (Memenuhi Syarat)

28
Gambar 4.23 Grafik Persentase Sarana Air minum layak di Wilayah Kerja
Puskesmas Wangon I

Berdasarkan Gambar 4.23 Grafik Persentase Sarana Air minum layak di


wilayah kerja Puskesmas Wangon I dari tahun ke tahun menunjukkan fluktuatif.
Cakupan Pada Tahun 2019 yaitu 30 sarana air minum memenuhi syarat dari 41
total sarana air minum atau sebesar 73,2% menurun dari Tahun 2018 dengan
jumlah 76,19% yang sempat lebih tinggi dari Tahun 2017 sebesar 64%. Hal ini
disebabkan karena terdapat tempat sarana air minum baru yang belum layak.

b. Akses Sanitasi Layak (Jamban Sehat)

Gambar 4.24 Grafik Akses Jamban Sehat di i Wilayah Kerja Puskesmas


Wangon I

Berdasarkan Gambar 4.24 Persentase penduduk dengan akses jamban


sehat wilayah kerja Puskesmas 1 Wangon dari tahun ke tahun mengalami
penurunan. Cakupan pada Tahun 2019 yaitu sejumlah 19.239 kepala keluarga
yang memiliki jamban sehat dari 20.193 total kepala keluarga atau sebesar
95,3% menurun dibandingkan Tahun 2018 dengan jumlah 95,7 %, dan Tahun
2017 dengan jumlah 96,8%. Hal ini disebabkan karena perubahan penghitungan
yang semula menggunkan jumlah individu menjadi jumlah kepala keluarga.

c. Desa STBM

29
Gambar 4.25 Grafik Persentase Desa STBM

Di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I

Berdasarkan Gambar 4.25 tentang Grafik Persentase Desa STBM di


Wilaya Kerja Puskesmas Wangon I. Pada Tahun 2019 sudah 100%, sama dengan
Tahun 2018 dan 2017.

F. Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan


a. Cakupan Rawat Jalan

30
Gambar 4.26 Grafik Persentase Cakupan Rawat Jalan di Wilayah Kerja Puskesmas
Wangon I
Berdasarkan Gambar 4.26 Cakupan kunjungan rawat jalan di Puskesmas Wangon I
dari tahun ke tahun grafik menunjukkan peningkatan. Pada Tahun 2019 cakupan
kunjungan sebanyak 83,1% lebih besar dari Tahun 2018 dengan cakupan 73,67% dan
Tahun 2017 dengan cakupan 62,96% .
b. Cakupan Rawat Inap

Gambar 4.27 Grafik Persentase Cakupan Rawat Inap di Wilayah Kerja Puskesmas
Wangon I

Berdasarkan Gambar 4.26 Cakupan kunjungan rawat inap di Puskesmas Wangon I


dari tahun ke tahun grafik menunjukkan peningkatan. Pada Tahun 2019 cakupan
kunjungan sebanyak 2,7% lebih besar dari Tahun 2018 dengan cakupan 2,4% dan Tahun
2017 dengan cakupan 2,3% .
c. Kemampuan Laboratorium Kesehatan
Puskesmas Wangon I adalah Puskesmas Rawat Inap yang telah dilengkapi sarana
laboratorium kesehatan.

G. Situasi dan Derajat Kesehatan


Untuk memberikan gambaran derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas Wangon I pada Tahun 2019 terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan.

31
Indikator yang disajikan yaitu situasi angka kematian (mortalitas) dan angka kesakitan
(morbiditas)
a. Mortalitas
Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari kejadian
kematian di masyarakat. Disamping itu kejadian kematian juga dapat digunakan sebagai
indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan
keseha3tan lainnya. Angka kematian pada umumnya dapat dihitung dengan melakukan
berbagai survey dan penelitian.
1. Jumlah Kematian Bayi

Gambar 3.1 Grafik Jumlah Kasus Kematian Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon
I

Berdasarkan Gambar 3.1 tentang Jumlah kasus kematian Bayi di Wilayah


Puskesmas Wangon I Tahun 2019 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, Jumlah
Kematian Bayi Tahun 2019 sebanyak 7 kasus lebih rendah dibandingkan Tahun 2018
sebanyak 13 kasus dan Tahun 2017 sebanyak 14 kasus. Distribusi kematian bayi Tahun
2019 terdapat di Wangon (1 kasus), Klapagading (3 kasus), Randegan (1 kasus),
Pengadegan (2 kasus). Penyebab kematian antara lain akibat BBLR dan Kelainan
Konginetal.
2. Jumlah Kasus Kematian Anak Balita

32
Gambar 3.2 Jumlah Kasus Kematian Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas WangonI
Berdasarkan Gambar 3.1 tentang Jumlah kasus kematian Anak Balita di Wilayah
Puskesmas Wangon I Tahun 2019 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya,
Jumlah Kematian Anak Balita Tahun 2019 sebanyak 1 kasus lebih rendah dibandingkan
Tahun 2018 dan Tahun 2017 yang tidak ada kasus.
Distribusi kematian anak balita Tahun 2019 terdapat di Klapagading Kulon (1
kasus).

3. Jumlah Kasus Kematian Ibu

33
Gambar 3.3 Jumlah Kasus Kematian Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I

Berdasarkan Gambar 3.3 tentang Jumlah kasus kematian ibu. Pada Tahun 2019 tidak
terjadi kematian ibu di wilayah kerja Puskesmas Wangon I sama dengan Tahun 2018 dan
Tahun 2017.

b. Morbiditas
Morbiditas adalah angka kesakitan (insidensi dan prevalensi) dari suatu penyakit
yang terjadi pada populasi dalam kurun waktu tertentu. Morbiditas berhubungan dengan
terjadinya atau terjangkitnya penyakit di dalam populasi, baik fatal maupun non-fatal.
Angka morbiditas lebih cepat menentukan keadaan kesehatan masyarakat dari pada angka
mortalitas, karena banyak penyakit yang mempengaruhi kesehatan hanya mempunyai
mortalitas yang rendah.
Tuberkulosis
a. Jumlah Kasus Penemuan

34
Gambar 3.4 Grafik Jumlah Penemuan Kasus TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas
Wangon I

Berdasarkan Gambar 3.3 tentang Jumlah Penemuan Kasus TB Paru dari tahun ke
tahun grafik menunjukkan Peningkatan. Pada Tahun 2019 jumlah 49 kasus lebih banyak
dari Tahun 2018 dengan jumlah 41 kasus dan Tahun 2017 dengan jumlah 29 kasus. Desa
Klapagading menjadi Desa paling banyak kasus TB Tahun 2019 dengan jumlah 12 kasus,
sedangkan Desa Banteran dan Pengadegan menjadi desa yang paling sedikit dengan
jumlah 4 kasus.
b. Angka Kesembuhan TB

Gambar 3.5 Grafik Persentase Angka Kesembuhan TB Paru di Wilayah Kerja


Puskesmas Wangon I
35
Berdasarkan Gambar 3.5 tentang Jumlah Angka Kesembuhan (Cure Rate)
Penderita TB Paru BTA (+) dari tahun ke tahun grafik menunjukkan fluktuatif. Total
kesembuhan di Tahun 2019 sebesar 67,3% (33 orang) dari jumlah seluruh kasus (47
orang) lebih tinggi dibandingkan tahun 2018 yang mencapai 53,6%, sedangkan Tahun
2017 pernah lebih tinggi yakni mencapai 100%.
2. Pneumonia

Gambar 3.6 Cakupan Penemuan Pneunomia dan Ditangani di Wilayah Kerja


Puskesmas Wangon I

Berdasarkan Gambar 3.6 tentang Persentase Penemuan Pneunomia dan ditangani


dari tahun ke tahun grafik mengalami peningkatan. Pada Tahun 2019 terdapat jumlah
kasus Pneumonia sebanyak 143 kasus dari jumlah perkiraan balita penumonia sebanyak
138 balita (100%) meningkat dibandingkan Tahun 2018 sebesar 37,2% dan tahun 2017
sebanyak 27%. Desa Wangon dan Klapagading menjadi desa dengan kasus pneumonia
tertinggi yakni 33 kasus, sedangkan Desa Randegan menjadi desa dengan jumlah kasus
terendah dengan jumlah 7 kasus.

3. Penyakit HIV/AIDS

36
Gambar 3.7 Jumlah Kasus HIV dan AIDS di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I

Berdasarkan Gambar 3.7 tentang jumlah kasus HIV dan AIDS . Pada Tahun 2019
jumlah kasus HIV terdapat 4 kasus mengalami peningkatan dari Tahun 2018 (2 kasus) dan
Tahun 2017 (2 kasus), sedangkan kasus AIDS mengalami terdapat 4 kasus mengalami
penurunan dari Tahun 2018 (6 kasus). Pada Tahun 2019 tidak ada Jumlah kematian akibat
AIDS.

4. Penyakit Diare

Gambar 3.8 Jumlah Kasus Diare yang Ditangani pada semua umur di Wilayah
Kerja Puskesmas Wangon I

Berdasarkan Gambar 3.8 tentang Angka Kasus diare yang ditangani pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Wangon I fluktuatif, Pada Tahun 2019 diare ditangani
37
jumlahnya (381 kasus) 63,7% dari target penemuan 598 kasus naik dibandingkan tahun
2018 yaitu 54,5% dan Tahun 2017 jumlah 65,2%. Desa Klapagading menjadi desa yang
paling tinggi cakupan penemuan diare dan ditangani dengan cakupan 87,4% (95 kasus)
dari 109 balita sedangkan Desa Pengadegan menjadi desa dengan cakupan terendah
jumlah 26,3% (17 kasus) dari 190 balita.

5. Penyakit Kusta

Gambar 3.9 Jumlah Kasus Kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I

Berdasarkan Gambar 3.9 tentang Jumlah Kasus Kusta di Puskesmas Wangon I.


Pada Tahun 2019 terdapat 4 kasus naik dari tahun 2018 dan Tahun 2017 yang tidak
terdapat kasus sebelumnya. Seluruh kasus kusta termasuk kusta basah (Multi Basiler).
Distribusinya terdapat di Desa Wangon, Rawaheng, Pengadegan dan Randegan masing-
masing 1 kasus.

6. Hepatitis B

38
Gambar 3.10 Jumlah Kasus Hepatitis B di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I

Berdasarkan Gambar 3.10 Kasus Hepatitis B di wilayah kerja Puskesmas Wangon I


mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di tahun 2019 sebanyak 16 kasus lebih
tinggi dari Tahun 2018 yaitu 13 kasus dan Tahun 2017 12 kasus. Desa dengan jumlah
kasus tertingi adalah Desa Klapadagading (5 kasus) sedangkan desa yang terndah adalah
Desa Banteran tidak ada kasus.

7. Demam Berdarah

Gambar 3.11 Jumlah Kasus DB dan Angka Kematian di Wilayah Kerja Puskesmas
Wangon I

39
Bedasarkan Gambar 3.11 di atas Jumlah Kasus DBD dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan. Pada Tahun 2019 yaitu 19 kasus lebih tinggi dari Tahun 2018
jumlah 3 kasus dan Tahun 2017 tidak ada kasus. Jumlah kasus DBD tertinggi di Tahun
2019 terdapat di Desa Klapagading Kulon 7 kasus, sedangkan Desa Wangon dan Desa
Banteran menjadi desa yang paling sedikit dengan tidak ada kasus. Distribusi kematian
terdapat di Desa Klapagading, Klapagading Kulon, dan Desa Pengadegan masing-masing
1 kasus.

8. Malaria

Gambar 3.12 Jumlah Kasus Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I

Bedasarkan Gambar 3.12 tentang Jumlah Kasus Malaria di wilayah kerja


Puskesmas Wangon I. Pada Tahun 2019 tidak ada kasus malaria, menurun dari Tahun
2018 yang sebelumnya terdapat 1 kasus.

9. 10 Besar Diagnosa Penyakit

40
Tabel 3.1 10 Besar diagnosa

NO Diagnosa Jumlah

1 Acute nasopharyngitis [common cold] 2.925

2 Non-insulin-dependent diabetes mellitus 1.672


without complications

3 Essential (primary) hypertension 1.175

4 Acute pharyngitis, unspecified 1.067

5 Supervision of other normal pregnancy 987

6 Myalgia 952

7 Dyspepsia 858

8 Fever, unspecified 805

9 Congestive heart failure 654

10 Supervision of normal first pregnancy 427

Bedasarkan Tabel 3.1 tentang 10 besar diagnose di wilayah kerja Puskesmas


Wangon I. Pada Tahun 2019 kasus terbanyak adalah Acute nasopharyngitis jumlah 2.925
kasus , sedangkan yang terendah adalah Supervision of normal first pregnancy degan
jumlah 427 kasus.

41
BAB III
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH

A. Angka Keberhasilan Pengobatan TB tahun 2019

Indikator Kinerja Target/Tahun % Capaian %

Angka keberhasilan pengobatan TB


100 % 100 %
(Succes Rate)
Tabel 3. 1. Angka Keberhasilan Pengobatan/Success Rate

Tabel 3. 2. Angka Keberhasilan Pengobatan/Success Rate

42
B. Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik criteria matriks
Tabel Martikulasi Masalah

No Daftar Masalah I T R Jumlah


IxTxR
P S SB Mn Mo Ma
1 Keterlambatan berobat 2 3 2 1 3 2 2 49

2 Lama pengobatan 4 4 4 3 4 4 3 108


pasien
3 Tingkat pendapatan 4 3 3 2 2 3 2 140
pasien

4 Tingkat pendidikan 2 2 4 3 3 2 1 144


pasien
5 Tingkat pengetahuan 3 2 4 4 3 2 2 252
petugas P2TB
6 Sikap dan Motivasi 2 2 3 3 2 2 1 105
petugas P2TB
Tabel 3. 2. Matriks permasalahan

Keterangan :
I Keterangan :
I : Importancy (pentingnya masalah)
P : Prevalance (besarnya masalah)
S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
SB :Social Benefit (keuntungan social karena selesainya masalah)
T :Technology (teknologi yang tersedia)
R :Resource (sumber daya yang tersedia)
Mn : Man (tenaga yang tersedia)
Mo : Money (Sarana yang tersedia)
Ma : Material (Ketersediaan sarana)

Kriteria penilaian :
1 : tidak penting
2 : agak penting
3 : cukup penting
4 : penting
5 : sangat penting

43
C. Kerangka Konsep Permasalahan

Man power Money Material


SDM puskesmas terbatas Keadaan sosial ekonomi rendah Obat TB sudah tersedia

Kader kurang kompeten


Alat pemeriksaa terbatas

Masyarakat kurang minat menjadi kader

Tingkat pendidikan/ pengetahuan rendah Angka


Keberhasilan
Pengobatan TB

Pelaksanaan evaluasi
program oleh kepala
Kebiasan pola hidup bersih dan sehat kurang
puskesmas tentang
keberhasilan pengobatan
Dukungan dari keluarga kurang untuk memeriksakan diri

Kesadaran diri untuk berobat kurang


Kerjasama lintas sektoral
Pemeriksaan TB dapat dilakukan belum baik

Mother nature Measurenment Method

Gambar 4.1 Krangka Konsep Masalah

D. Identifikasi Penyebab Masalah


1. Man power
 SDM puskesmas terbatas hal ini terjadi kerna tenaga kesehatan dipuskesmas sudah
memiliki tugas dan memegang program masing masing
 Kader yang kurang kompeten sehingga tidak berjalan dengan lancar serta tidak
mengetahui apa yang harus dilakukan sebagai kader
 Masyarakat kurang minat menjadi kader karea takut tertular serta tidak mendapatkan
reward dari puskesmas
 Tingkat pendidikan rendah sehingga menganggap penyakit TB sebagai penyakit yang
tabu dan menagnggap bahwa sebagai kutukan

2. Material
44
 Obat TB sudah tersedia dipuskesmas sehingga yang menderita TB dapat langsung diberi
pengobatan
3. Money
 Keadaan sosial ekonomi rendah yang menyebebkan enggan untuk memerksakan diri
 Kader TB tidak mendapat insentif sehingga mengakibatkan kader kurang semnagt
dalam menjalankan tugasnya
4. Method
 Kerjasama lintas sektoral belum baik baik antar bagaian kesehatan seperti dengan
bagian kesehatan reproduksi untuk mengetahui penderita HIV atau bagian KIA untuk
menegtahui TB anak serta litas sektoal dengan pihak kecamatan dan desa
5. Measurenment
 Skrining TB belum berjalan dengan lancar yang menyebabkan penjaringan terhambat
6. Mother nature
 Kesadaran diri untuk berobat kurang karena keadaansosial ekonomi yang rendah atau
pengetahuan yang masih kurang
 Dukungan dari keluarga kurang untuk memeriksakan diri masih kurang karenan
menganggap bahwa pasti sembuh atau membawa ke pengobatan alternatif
 Kebiasan pola hidup bersih dan sehat kurang karena masih terdapat rumah yang tidak
memenuhi kriteria rumah sehat, jamban atau bahkan masih banyak penduduk yang
merokok

E. Alternatif Pemecahan Masalah


NO Alternatif pemecahan masalah Efektivitas Efisiensi/C Jumlah

45
M I V MxIxV/C
1 Edukasi kepada pasien, keluarga 4 5 4 1 80
mengenai TB dan pola hidup bersih dan
sehat
2 Penyediaan alat-alat yang digunakan 2 3 3 2 36
3 Memberikan pelatihan dan insentif pada 5 5 5 2 125
kader TB, serta penambahan kader
4 Kerjasama lintas sektoral dalam 4 5 4 1 60
penanganan TB
5 Mengoptimalkan petugas puskesmas 2 3 2 1 12
dalam membatu penyelesaian kasus TB
Keterangan :
M : Magnitude V : Vulnerability
I : Importancy C : Cost

46
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Tuberkulosis

A. Definisi
Tuberkulosis (TB)adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit
parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis (TB) paru adalah infeksi paru yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penderita TB dengan status BTA positif dapat
menularkan sekurang-kurangnya kepada 10–15 orang setiap tahunnya. Sejak tahun 1993,
WHO menyatakan bahwa TB merupakan kedaruratan global bagi kemanusiaan. Dengan
berbagai kemajuan yang dicapai sejak tahun 2003, diperkirakan masih terdapat sekitar 9,5
juta kasus baru TB, dan sekitar 0,5 juta orang meninggal akibat TB di seluruh dunia (WHO,
2009).

B. Etiologi
TB paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh basil TBC (Mycrobacterium Tuberculosi
Humanis). Mycrobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran sangat
kecil dengan panjang 1-4 µm dengan tebal 0,3-0,6 µm. Sebagian besar komponen Mycrobacterium
tuberculosis adalah berupa lemak atau lipid yang menyebabkan kuman mampu bertahan terhadap
asam serta zat kimia dan faktor fisik. Kuman TBC bersifat aerob yang membutuhkan oksigen untuk
kelangsungan hidupnya. Mycrobacterium tuberculosis banyak ditemukan di daerah yang memiliki
kandungan oksigen tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit TB. Kuman
Mycrobacterium tuberculosis memiliki kemampuan tumbuh yang lambat, koloni akan tampak setelah
kurang dari dua minggu atau bahkan terkadang setelah 6-8 minggu. Lingkungan hidup optimal pada
suhu 37°C dan kelembaban 70%. Kuman tidak dapat tumbuh pada suhu 25°C atau lebih dari 40°C
(Widyanto & Triwibowo, 2013).
Mycrobacterium tuberculosis termasuk familie Mycrobacteriaceace yang mempunyai
berbagai genus, satu diantaranya adalah Mycrobacterium, yang salah satunya speciesnya adalah
Mycrobacterium tuberculosis. Basil TBC mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam, sifat ini
dimanfaatkan oleh Robert Koch untuk mewarnainya secara khusus. Oleh karena itu, kuman ini
disebut pula Basil Tahan Asam (BTA). Basil TBC sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga
dalam beberapa menit saja akan mati. Ternyata kerentanan ini terutama terhadap gelombang cahaya

47
ultraviolet. Basil TBC juga rentan terhadap panas-basah, sehingga dalam 2 menit saja basil TBC yang
berada dalam lingkungan basah sudah akan mati bila terkena air bersuhu 100°C. Basil TBC juga akan
terbunuh dalam beberapa menit bila terkena alkohol 70% atau lisol 5% (Danusantoso,2013).

C. Klasisfikasi Tuberkulosis
Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) TB paru dibagi dalam :

a) Tuberkulosis Paru BTA (+)

 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA


positif

 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif

 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan
positif

b) Tuberkulosis Paru BTA (-)


 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan
kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak respons dengan
pemberian antibiotik spektrum luas
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
M.tuberculosis positif
 Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa
Berdasarkan Tipe Penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa
tipe penderita yaitu :
a. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian)
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan

48
positif. Bila hanya menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga
dicurigai lesi aktif kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
• Infeksi sekunder
• Infeksi jamur
• TB paru kambuh
c. Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan
kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut harus
membawa surat rujukan/pindah
d. Kasus lalai berobat
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 minggu
atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali
dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif
e. Kasus Gagal
• Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)
• Adalah penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi
BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran radiologik
ulang hasilnya perburukan
f. Kasus kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik
g. Kasus bekas TB
• Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas) negatif dan
gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih gambaran
radiologik serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan
OAT yang adekuat akan lebih mendukung
• Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif, namun setelah
mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada perubahan
gambaran radiologik

49
D. Cara Penularan dan Resiko Penularan TB Paru
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei).
Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.Umumnya penularan terjadi
dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat
mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.Daya
penularan seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya.Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita
tersebut. Faktor yang kemungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Penderita TB
paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari
penderita TB paru dengan BTA negatif. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan
dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang
berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang
diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negative menjadi positif (Depkes,
2007).

E. Cara mendiagnostik tuberkulosis paru


Gejala utama penderita TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk
darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-
gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti
bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB
di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala
tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) penderita TB, dan perlu
dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Pemeriksaan dahak untuk
penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan

50
dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) (Depkes,
2007).

F. Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3bulan) dan
fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan
tambahan.
a. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Obat yang dipakai:
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
• Rifampisin
• INH
• Pirazinamid
• Streptomisin
• Etambutol
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) Kombinasi dosis tetap ini terdiri
dari :
• Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid
75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan
• Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaiturifampisin 150 mg, isoniazid 75
mg dan pirazinamid.400 mg
3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
• Kanamisin
• Kuinolon
• Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid,amoksilin + asam klavulanat
• Derivat rifampisin dan INH Dosis OAT
• Rifampisin . 10 mg/ kg BB, maksimal 600mg 2-3X/ minggu atau BB > 60 kg :
600 mg BB 40-60 kg : 450 mg BB < 40 kg : 300 mg Dosis intermiten 600 mg /
kali
• INH 5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10 mg /kg BB 3 X seminggu, 15 mg/kg BB 2
X semingggu atau 300 mg/hari untuk dewasa. lntermiten : 600 mg / kali

51
• Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 X semingggu, 50 mg
/kg BB 2 X semingggu atau : BB > 60 kg : 1500 mg BB 40-60 kg : 1 000 mg BB
< 40 kg : 750 mg
• Etambutol : fase intensif 20mg /kg BB, fase lanjutan 15 mg/kg BB, 30mg/kg BB
3X seminggu, 45 mg/kg BB 2 X seminggu atau : BB >60kg : 1500 mg BB 40 -60
kg : 1000 mg BB < 40 kg : 750 mg Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali
• Streptomisin:15mg/kgBB atau BB >60kg : 1000mg BB 40 - 60 kg : 750 mg BB <
40 kg : sesuai BB
• Kombinasi dosis tetap Rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap,
penderita hanya minum obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif, sedangkan fase
lanjutan dapat menggunakan kombinasi dosis 2 obat antituberkulosis seperti yang
selama ini telah digunakan sesuai dengan pedoman pengobatan. Pada kasus yang
mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius
harus dirujuk ke rumah sakit / fasiliti yang mampu menanganinya.

b. Panduan Obat Anti Tuberkulosis


Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
• TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas Paduan obat yang diberikan : 2
RHZE / 4 RH Alternatf : 2 RHZE / 4R3H3 atau (program P2TB) 2 RHZE/ 6HE
Paduan ini dianjurkan untuk
a. TB paru BTA (+), kasus baru
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh paru)
c. TB di luar paru kasus berat Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat
diberikan selama 7 bulan, dengan paduan 2RHZE / 7 RH, dan alternatif 2RHZE/
7R3H3, seperti pada keadaan:
a. TB dengan lesi luas
b. Disertai penyakit komorbid (Diabetes Melitus, Pemakaian obat imunosupresi /
kortikosteroid)
c. TB kasus berat (milier, dll) Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi,
pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi TB Paru (kasus baru),

52
BTA negative Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH Alternatif : 2
RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE Paduan ini dianjurkan untuk :
a. TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi minimal
b. TB di luar paru kasus ringan
• TB paru kasus kambuh Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4
macam OAT pada fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat
diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 6 bulan
atau lebih lama dari pengobatan sebelumnya, sehingga paduan obat yang
diberikan : 3 RHZE / 6 RH Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka
alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (Program P2TB)
• TB Paru kasus gagal pengobatan Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji
resistensi, dengan minimal menggunakan 4 -5 OAT dengan minimal 2 OAT yang
masih sensitif ( seandainya H resisten, tetap diberikan). Dengan lama pengobatan
minimal selama 1 – 2 tahun . Menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan dahulu
2 RHZES , untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi
- Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan
obat : 2 RHZES/1 RHZE/5H3R3E3 (Program P2TB)
- Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang
optimal
- Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru TB Paru kasus lalai
berobat Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali
sesuai dengan kriteria sebagai berikut :
- Penderita yang menghentikan pengobatannya < 2 minggu, pengobatan OAT
dilanjutkan sesuai jadwal
- Penderita menghentikan pengobatannya ≥ 2 minggu
1) Berobat ≥ 4 bulan , BTA negatif dan klinik, radiologik negatif, pengobatan
OAT STOP
2) Berobat > 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan
obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama
3) Berobat < 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan
obat yang sama

53
4) Berobat < 4 bulan , berhenti berobat > 1 bulan , BTA negatif, akan tetapi klinik
dan atau radiologic positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat
yang sama
5) Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2-4 minggu pengobatan
diteruskan kembali sesuai jadual.
• TB Paru kasus kronik
- Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan
RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi
(minimal terdapat 2 macam OAT yang masih sensitive dengan H tetap
diberikan walaupun resisten) ditambah dengan obat lain seperti kuinolon,
betalaktam, makrolid
- Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
- Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan
- Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru
Catatan : TB diluar paru lihat TB dalam keadaan khusus
c. Pengobatan Suportif/Simptomatik
Pengobatan yang diberikan kepada penderita TB perlu diperhatikan keadaan
klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, dapat rawat jalan.
Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif/simtomatik untuk
meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.

G. Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis


Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping.

54
55
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Tuberculosis paru (TB paru) merupakan salah satu penyakit infeksi yang
prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health Organitation
(WHO, 2012) sepertiga populasi dunia yaitu sekitar dua milyar penduduk terinfeksi
Mycobacterium Tuberculosis. Lebih dari 8 juta populasi terkena TB aktif setiap tahunnya
dan sekitar 2 juta meninggal. Lebih dari 90% kasus TB dan kematian berasal dari negara
berkembang salah satunya Indonesia (Depkes RI, 2012) Di Indonesia, tuberculosis
merupakan masalah utama kesehatan masyarakat dengan jumlah menempati urutan ke-3
terbanyak di dunia setelah Cina dan India, dengan jumlah sekitar 10% dari total jumlah
pasien tuberculosis di dunia. Diperkirakan terdapat 539.000 kasus baru dan kematian
101.000 orang setiap tahunnya.
Jumlah kejadian TB paru di Indonesia yang ditandai dengan adanya Basil Tahan
Asam (BTA) positif pada pasien adalah 110 per 100.000 penduduk (Riskesdas, 2013). Di
Indoneisa program strategi nasional pengendalian TB sudah dimulai sejak tahun 1995
hingga saat ini sudah masu ke tahap konsolidasi dan implementasi inovasi dalam strategi
DOTS. Visi program stop TB diantaranya adalah menjaminyya akses terhadap diagnosis,
pengobatan yang efektif dan kesembuhan pasien TB, penghentian penularan TB,
mengurangi ketidakadilan dalam beban social ekonomi , dna mengembangkan dan
menerapkan berbagai strategi preventif TB. Target yang ditetapkan Stop Tb adalag pada
tahun 2015 beban global penyakit TB (prevalensi dan mortalitas) akan relative berkurang
hingga 50% dan pada tahun 2050 TB bukan lagi masalah kesehatan masyarakat global.
Angka keberhasilan pengobatan pasien TB di Puskesmas Wangon I sudah cukup memenuhi
target dan perlu dipertimbangkan kembali setiap faktor risiko yang ada.

56
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tuberculosis paru (TB paru) merupakan salah satu penyakit infeksi yang
prevalensinya paling tinggi di dunia. Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan
bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis
(Hiswani, 2004). Penularan melalui perantara ludah atau dahak penderita yang mengandung
basil tuberculosis paru. Terdapat beberapa kendala tentang program mengenai TB seperti
terbatasnya waktu anamnesis dan kurangnya SDM (Kader) menyebabkan kurangnya deteksi
dini TBC, kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai TB yang bisadilihat dari para
pasien yang jarang menggunakan masker dan menyebabkan mudahnya penularan TBC.
Angka keberhasilan pengobatan pasien TB di Puskesmas Wangon I sudah cukup memenuhi
target dan perlu dipertimbangkan kembali setiap faktor risiko yang ada.

B. Saran
1. Mahasiswa lebih menggali permasalahan yang ada
2. Bahasan ini dapat dijadikan bahan pertimbangan berikutnya dalam melaksanakan
program TBC khususnya di Wangon

57
DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T.Y. (2002). Tuberkulosis Paru, Diagnosis, Terapi dan Masalahnya, Edisi 4. Jakarta:
IDI.

Alsagaff H, Mukty HA, 2006. Dasar –Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press:
Surabaya

Alsagaff, Hood & Mukty, Abdul. 1995. Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Airlangga University
Press : Surabaya.
Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 3.
Jakarta : EGC
Danusantara, Halim 2011. Buku satu Ilmu Penyakit Paru . Jakarta : Hipokrates
Depkes. (2002). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta.

Depkes. (2007). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta.

Dexter JR, Wilkins RL. Tuberculosis, In : Wilkins RL, Dexter JR, Gold PM, editors. Respiratory
Disease A Case Study Approach to Patient Care , 3rd edition. Philadelphia : F. A. Davis
Company, 2007 : 442-440)
Dorland ,WA Newman,2011. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Dorland, W.A.N. 2013. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Handler EB. 2012. Pediatric Laryngeal Tuberculosis : a significant Diagnostic Challenges.
Pediatric Otorhinolaryngology Extra.
Kusmana D. 2003. Standar Pelayanan Medik RS. Jantung Pembuluh Darah Harapan Kita. Edisi
ke-2. Jakarta
Kusumawidjaja K. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Editor Iwan Ekayuda. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta. 2006.

Mark, H. Stewart. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta : EGC.


O’Regan AW, Berman JS. Baum’s Textbook of Pulmonary Disease 7th Edition. Editor James D.
Crapo, MD. Lippincott Williams & Walkins. Philadelphia. 2004.

58
PDPI. Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan Tuberkulosis Di Indonesia, 2006.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Tuberkulosis : pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan di Indonesia.
Price, Sylvia. (2012). Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Rab, Tabrani. 2013. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Trans Info Media

Rab, Tabrani. 1996. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates.


Rahmatullah, P, 2006. Penyakit Paru Lingkungan – Kerja. Semarang: Bagian Penyakit Dalam
FK UNDIP.

Rasmin Menaldi . Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI – SMF Paru
RSUP Persahabatan.
Santa, dkk. (2009). Seri Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pernafasan Akibat Infeksi.
Jakarta: TIM.

Wilson LM. Patofisiologi (Proses-Proses Penyakit) Edisi enam. Editor Hartanto Huriawati, dkk.
EGC. Jakarta 2006.

59

Anda mungkin juga menyukai