Anda di halaman 1dari 12

Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan

Pada Kasus fraktur humerus Di Ruang 17

RSSA Saiful Anwar Malang

Oleh:

RANIS RIYANTI

14901.06.19035

Program Studi Profesi Ners


Stikes Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan Genggong
Probolinggo
2019
Lembar Pengesahan

Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan

Pada Kasus FRAKTUR HUMERUS Di Ruang 17

RSSA Saiful Anwar Malang

Malang, Desember 2019

Mahasiswa

………………………..

Pembimbing Akademik Pembimbing Ruangan

……………………….. ………………………………..

Kepala Ruangan

…..…………………….
A. Anatomi Fisiologi

Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang panjangnya


sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fosa yang menegaskan batas anatomi antara lobus hati
kanan dan kiri. Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk bulat lonjong
seperti buah advokat tepat di bawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai
fundus, korpus, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu
yang sedikit memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari
kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu yang terletak
antara korpus dan daerah duktus sistika.
Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke saluran empedu
yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran lebih
besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri
yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung
dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus.
B. Definisi
Kolangitis akut adalah sindrom klinis yang ditandai dengan demam, sakit kuning,
dan nyeri perut yang berkembang sebagai akibat dari stasis/sumbatan dan infeksi di
saluran empedu. Kolangitis pertama kali dijelaskan oleh Charcot sebagai penyakit yang
serius dan mengancam jiwa, namun sekarang diakui bahwa keparahan dapat berkisar dari
ringan sampai mengancam. Koledokolitiasis atau adanya batu diadalam saluran
empedu/bilier merupakan penyebab utama kolangitis akut.
Kolangitis akut merupakan superimposa infeksi bakteri yang terjadi pada
obstruksi saluran bilier, terutama yang ditimbulkan oleh batu empedu, namun dapat pula
ditimbulkan oleh neoplasma ataupun striktur.
C. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, Cholangitis cukup jarang terjadi. Biasanya terjadi bersamaan
dengan penyakit lain yang menimbulkan obstruksi bilier dan bactibilia (misal: setelah
prosedur ERCP, 1-3% pasien mengalami cholangitis). Resiko tersebut meningkat apabila
cairan pewarna diinjeksikan secara retrograd. Insidensi Internasional cholangitis adalah
sebagai berikut. Cholangitis pyogenik rekuren, kadangkala disebut sebagai
cholangiohepatitis Oriental, endemik di Asia Tenggara. Kejadian ini ditandai oleh infeksi
saluran bilier berulang, pembentukan batu empedu intrahepatik dan ekstrahepatik, abses
hepar, dan dilatasi dan striktur dari saluran empedu intra dan ekstrahepatik.
D. Etiologi
Kolangitis akut terjadi sebagai hasil dari obstruksi saluran bilier dan pertumbuhan
bakteri dalam empedu (infeksi empedu). Kolangitis akut membutuhkan kehadiran dua
faktor:
1. Obstruksi bilier
2. Pertumbuhan bakteri dalam empedu (bakterobilia)

Cairan empedu biasanya normal pada individu yang sehat dengan anatomi bilier
yang normal. Bakteri dapat menginfeksi sistem saluran bilier yang steril melalui ampula
vateri (karena adanya batu yang melewati ampula), sfingterotomi atau pemasangan sten
(yang disebut kolangitis asending) atau bacterial portal, yaitu terjadinya translokasi
bakteri melalui sinusoid-sinusoid hepatik dan celah disse. Bakterobilia tidak dengan
sendirinya menyebabkan kolangitis pada individu yang sehat karena efek bilasan
mekanik aliran empedu, kandungan antibakteri garam empedu, dan produksi IgA. Namun
demikian, obstruksi bilier dapat mengakibatkan kolangitis akut karena berkurangnya
aliran empedu dan produksi IgA, menyebabkan gangguan fungsi sel kupffer dan rusaknya
celah membran sel sehingga menimbulkan refluks kolangiovena.

Penyebab paling sering obstruksi bilier adalah koledokolitiasis, stenosis bilier


jinak, striktur anastomosis empedu, dan stenosis dengan penyakit ganas. Koledokolitiasis
digunakan untuk menjadi penyebab paling sering, tetapi baru-baru ini kejadian kolangitis
akut yang disebabkan oleh penyakit ganas, sklerosis kolangitis, dan instrumentasi non-
bedah saluran empedu telah meningkat. Hal ini dilaporkan bahwa penyakit ganas sekitar
10-30% menyebabkan kasus akut kolangitis.
Berikut adalah beberapa penyebab terjadinya kolangitis akut, antara lain:
1. Kolelitiasis
2. Benign biliary stricture
3. Faktor kongenital
4. Faktor post-operatif (kerusakan ductus bilier, strictured choledojejunostomy,
etc.)
5. Faktor inlamasi
6. Oklusi keganasan
7. Tumor duktus bilier
8. Tumor kandung empedu
9. Tumor ampula
10. Tumor pankreas
11. Tumor duodenum
12. Pankreatitis
13. Tekanan eksternal
14. Fibrosis papila
15. Divertikulum duodenal
16. Bekuan darah
17. Faktor iatrogenic
18. Parasit yang masuk ke duktus bilier (Biliary ascariasis)
19. Sump syndrome setelah anastomosis enterik bilier
E. Patofisiologi
Faktor utama dalam patogenesis dari cholangitis akut adalah obstruksi saluran
bilier, peningkatan tekanan intraluminal, dan infeksi saluran empedu. Saluran bilier yang
terkolonisasi oleh bakteri namun tidak mengalami pada umumnya tidak akan
menimbulkan cholangitis. Saat ini dipercaya bahwa obstruksi saluran bilier menurunkan
pertahanan antibakteri dari inang. Walaupun mekanisme sejatinya masih belum jelas,
dipercaya bahwa bakteria memperoleh akses menuju saluran bilier secara retrograd
melalui duodenum atau melalui darah dari vena porta. Sebagai hasilnya, infeksi akan naik
menuju ductus hepaticus, menimbulkan infeksi yang serius. Peningkatan tekanan bilier
akan mendorong infeksi menuju kanalikuli bilier, vena hepatica, dan saluran limfatik
perihepatik, yang akan menimbulkan bacteriemia (25%-40%). Infeksi dapat bersifat
supuratif pada saluran bilier. Saluran bilier pada keadaan normal bersifat steril.
Keberadaan batu pada kandung empedu (cholecystolithiasis) atau pada ductus
choledochus (choledocholithiasis) meningkatkan insidensi bactibilia. Organisme paling
umum yang dapat diisolasi dalam empedu adalah Escherischia coli (27%), Spesies
Klebsiella (16%), Spesies Enterococcus (15%), Spesies Streptococcus (8%), Spesies
Enterobacter (7%), dan spesies Pseudomonas aeruginosa (7%). Organisme yang
ditemukan pada kultur darah sama dengan yang ditemukan dalam empedu. Patogen
tersering yang dapat diisolasi dalam kultur darah adalah E coli (59%), spesies Klebsiella
(16%), Pseudomonas aeruginosa (5%) dan spesies Enterococcus (4%). Sebagai
tambahan, infeksi polimikrobial sering ditemukan pada kultur empedu (30-87%) namun
lebih jarang terdapat pada kultur darah (6-16%).
Saluran empedu hepatik bersifat steril, dan empedu pada saluran empedu tetap
steril karena terdapat aliran empedu yang kontinu dan keberadaan substansi antibakteri
seberti immunoglobulin. Hambatan mekanik terhadap aliran empedu memfasilitasi
kontaminasi bakteri.Kontaminasi bakteri dari saluran bilier saja tidak menimbulkan
cholangitis secara klinis;
kombinasi dari kontaminasi bakteri signifikan dan obstruksi bilier diperlukan bagi
terbentuknyacholangitis.
F. Klasifikasi
Klasifikasi kolangitis menurut Tokyo Guidelines (Wada et al, 2012):

Kriteria Mild (Grade I) Moderate (Grade II) Severe (Grade III)

Disfungsi Organ Tidak Tidak Ya

Respon terhadap
Ya Tidak Tidak
terapi

Mild (Grade I) didefinisikan sebagai kolangitis yang dapat berespon terhadap


terapi Moderate (Grade II) didefinisikan sebagai kolangitis yang tidak dapat berespon
dengan pengobatan dan tidak menimbulkan disfungsi organ Severe (Grade III)
didefinisikan kolangitis yang tidak dapat berespon dengan pengobatan dan
menimbulkan disfungsi organ seperti:
Kardiovaskuler: hipotensi Saraf: penurunan kesadaran Pernapasan: PaO2 < 300
Renal: Serum kreatinin > 2.0 mg/dl Liver: PT-INR > 1.5 Hematology: Platelet count <
1000.000/ul

G. Manifestasi Klinis
Gejala klinik pada pasien kolangitis akut didapatkan:
1. Ikterus dan disertai demam, kadang-kadang menggigil
2. Fungsi hati menunjukkan tanda-tanda obstruksi yakni peningkatan yang
menyolok dari GGT atau fosfatase alkali. SGOT/SGPT dapat
meningkat.
3. Nyeri perut.
4. Trias yang klasik dari Charcot yakni demam, nyeri abdomen kuadran atas
dan icterus
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Uji laboratorium
Pemeriksaan darah rutin : leukosit è pada pasien dengan cholangitis 79%
memiliki sel darah putih melebihi 10.000/ml dengan angka rata rata 13.600.
pasien sepsis dapat leukopenik.
2. Ultrasonografi
Menunjukkan pelebaran saluran empedu. Ultrasonografi dapat membedakan
kolestasi extrahepati dan intrahepati dengan ketepattan 96% pada saluran empedu
yang melebar.
3. CT-Scan
Dapat mendeteksi batu saluran empedu sedikit lebih banyak dibandingkan dengan
ultrasonografi dan dpat juga menentukan setinggi apa dan penyebab obstruksi.
4. Pemeriksaan fungsi hati
Kemungkinan besar konsisten dengan cholangitis hiperbilirubinemia terdapat
SGOP dan SGPT biasanya sedikit meningkat.
5. Hasil urinalisis biasanya normal
Lipase : keterlibatan ductus choladochus bagian bawah dapat menimbulkan
pankreatitis dan peningkatan kadar lipase.
6. Endoscopi Retrograde Cholangio Pancreography (ERCO)
Merupakan pemeriksaan bersifat diagnostik dan terapeutik dan kriteria standart
pemeriksaan sistem bilier dengan tingkat keberhasilan 98%
7. Foto polos abdomen
8.   Pada umumnya tidak banyak membantu pada diagnostik cholangitis akut . foto
polos abdoment dapat menunjukkan udara dalam saluran  bilier setelah
endoskopi, apabila pasien mengalami cholestitis, emphysematosa cholangitis
ataupun fisula cholangitis ikterik.
I. Penatalaksanaan
Setiap pasien dengan ikterus apapun penyebabnya yang disertai demam harus diwaspadai
akan keberadaan cholangitis akut.
1. Pada pasien ini segra dilakukan pemeriksaan USG abdomen. USG adalah
tindakan yang pertama kali dilakukan untuk mengetaui batu empedu. Adanya
pelebaran saluran empedu baik ekstra maupun intra mengkonfirmasi adanya
cholangitis akut.
2. Lakukan ERCP untuk mengetahui penyebab obstruksi dan setinggi apa obstruksi
tersebut dan setinggi apa pada saluran empedu.
3. Pemeriksaan laboratorium menunujukkan leukositosi , peningkatan yang
menyolok dan fosfatase alkali GGT nilirubin, biasanya meningkat. Sebagian kecil
normal atau sedikit meningkat, SGOT?SGPT dapat meningkat.
4. Tindakan utama adalah melancarkan aliran bilier untuk mengatasi infeksi serta
untuk memperbaiki fungsi hati.
5. Pemilihan antibiotika secara tepat.
J. Komplikasi
Cholangitis yang tidak mendapatkan penanganan secara benar berpotensi
menyebabkan munculnya penyakit lain bahkan kematian. Beberapa komplikasi yang
dapat terjadi pada penderita cholangitis meliputi:
1. Abses hati.
2. Kambuhnya cholangitis dan berlangsung lama.
3. Gagal ginjal.
Asuhan Kerperawatan Secara Teori
1. Pengkajian
a. Identitas
Cholangitis cukup jarang terjadi, biasanya terjadi bersamaan dengan penyakit lain
yang menimbulkan obstruksi billier dan bactibilia missal setelah prosedur ERCP,
1-3% pasien mengalami cholangitis.
b. Keluhan utama pada penderita kolangitis, klien mengeluh nyeri perut kanan atas
nyeri tidak menjalar /menetap, nyeri pada saat menarik nafas dan nyeri seperti
ditusuk tusuk.
c. Riawayat penyakit
1) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat medis pasien mungkin dapat membantu contohnya riwayat dari
keadaan berikut dapat meningkatkan resiko cholangitis
- Batu kandung empedu atau batu saluran empedu
- Pasca cholecystectomy
- Manipula endoskopik atau ERCP cholangiogram
- Riwayat cholangitis sebelumnya
- Riwayat HIV/AIDS: choalngitis yang berhubungan dengan aids
memliki cirri edema bilier ekstrahepatik ulserasi dan obstruksi bilier
2) Riwayat penyakit sekarang
Banyak pasien yang dating dengan ascending cholangitis tidak memiliki
gejala klasik tersebut. Sebagian besar pasien mengeluh nyeri abdomen
kuadran lateral atas. Gejala lain yang dapat terjadi meliputi: jaundice,

demam, menggigil dan kekakuan, nyeri abdomen tinja yang acholis.


3) Riwayat penyakit keluarga
Perlu dikaji apabila klien mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes
mellitus, hipertensi, anemia.

d. Pemeriksaan fisik
a) System pernafasan
Inspeksi : dada tampak, pernafasan dangkal klien tampak gelisah
Palpasi : vocal vremitus teraba merata
Perkusi : sonor
Auskultasi : tidak terdapat suara tambahan (ronchi, wheezing)
b) System kardiovaskuler
Terdapat takikardi dan diaphoresis
c)  System neurologi
Tidak terdapat gangguan pada system neurologi
d) Simtem pencernaan
Inspeksi : tampak ad distensi abdomen diperut kanan atas klien
mengeluh mual muntah
Auskultasi : peristaltic usus 5-12x / menit flatulensi
Perkusi : adanya pembengkakan di abdomen atas/ kuadran kanan atas
nyeri tekan epigastrium

e) System eliminasi
Warna urine lebih pekat dan warna feses seperti tanah liat
f) System integument
Terdapat ikterik/jaundice dengan kulit berkeringat dan gatal
g) System musculoskeletal
Terdapat kelemahan otot karena gangguan produksi ATP

f. Diagnose keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan distensi kandung kemih
2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi
3. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan mual muntah
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan iritasi lumen
5.      Dehidrasi berhubungan dengan mual muntah
Daftar pustaka

Nursing Diagnostik Nanda Nic Noc 2013


Asuhan keperawatan berdasarkan diagnostic medis & nanda 2013
Panduan praktis ilmu penyakit dalam 2010 Prof Halim
Selecta kedokteran Edisi  III jilid I 2012 Arif Mansjaer
Kimura Y, Takada T, Strasberg SM, Pitt HA, Dirk J. Gouma,et al. TG13 current
terminology, etiology, and epidemiology of acute cholangitis and cholecystitis. J Hepatobiliary
Pancreat Sci (2013) 20:8–23
Gomi H, Solomkin JS, Takada T, Strasberg SM, Pitt HA, Yoshida M. TG13
Antimicrobial Therapy for Acute Cholangitis and Cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat Sci.
2013;20:60–70
Higuchi R, Takada T, Strasberg SM, Pitt HA, Gouma DJ, Garden OJ. TG13
Miscellaneous Etiology of Cholangitis and Cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat Sci.
2013;20:97–105
Miura F, Takada T, Strasberg MS, Solomkin JS, Pitt HA, Gouma DJ, TG13 flowchart for
the management of acute cholangitis and cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat Sci.
2013;20:47–54
Kiriyama S, Takada T, Strasberg SM, Solomkin JS< Mayumi T, Pitt HA,et al. TG13
diagnostic criteria and severity grading of acute cholangitis.Tokyo Guidline. J Hepatobiliary
Pancreat Sci (2013) 20:24-34
Takada T, Strasberg SM, Solomkin JS, Pitt HA, Gomi H, Yoshida M, Mayumi T. TG13:
Updated Tokyo Guidelines for the management of acute cholangitis and cholecystitis. J
Hepatobiliary Pancreat Sci (2013) 20:1–7

Anda mungkin juga menyukai