hbfvbvhbvdshfvbhvbhbhjsdfbvhb
I.
Pendahuluan
Kolangitis akut adalah infeksi bakterial yang akut dari saluran empedu yang
tersumbat baik secara parsial atau total1. Penyakit ini umumnya disebabkan oleh
obstruksi batu.2,3 Jean M. Charcot pada tahun 1877 mengenali dan menjelaskan
trias gejala penyakit ini , yaitu demam, ikterus dan nyeri abdomen kuadran kanan
atas, yang dikenal dengan Charcots triad. Pada tahun 1959, Reynolds dan
Dragon menjelaskan bentuk berat penyakit ini yang terdiri dari syok septik dan
perubahan mental (mental confusion), yang dikenal dengan sebagai Reynolds
pentad.2,4 Kolangitis adalah penyakit dengan angka morbiditas dan mortalitas yang
tinggi.5 Pasien dengan terapi konservatif yang gagal dan tidak tidak mendapatkan
II.
terapi drainase yang sesuai mempunyai angka mortalitas hampir 100%. 2,3,6
Insiden dan Epidemiologi
Mortalitas/Morbiditas
Penyakit ini memiliki tingkat mortalitas dan morbiditas yang tinggi, terutama
jika terlambat diterapi.4 Angka mortalitasnya adalah 100%. Tetapi dengan terapi
ERCP (endoscopic retrograde cholangiography), endoskopi sfingtertomi, ekstraksi
batu, dan stenting bilier, angka mortalitasnya menurun 5-10%.2
Ras
Kolangitis dilaporkan dapat terjadi pada semua ras. Satu variasi yang
menunjukkan peningkatan angka kejadian di Asia Tenggara yaitu Asian
Cholangitis yang disebut juga sebagai Recurrent pyogenic cholangitis.4 Ras kulit
hitam dengan sickle cell desease risiko meningkat.2
Jenis Kelamin
Walaupun batu empedu sering ditemukkan pada wanita dibandingkan pria,
namun rasio kejadian kolangitis pada wanita dan pria adalah sama.2
Usia
Penyakit ini terutama ditemukan pada orang dewasa, dengan rata-rata umur
50-60 tahun.2,4
III.
striktura.
Penyebab lain yang jarang ditemukkan adalah obstruksi dari hemobilia, parasit, dan
abnormalitas herediter dari saluran bilier.3 Pada 20 tahun terakhir, dengan
peningkatan intervensi/manipulasi dan stenting duktus bilier, terjadi peningkatan
kejadian postprosedural cholangitis.3,5
Bakteri yang umum ditemukkan dari kultur empedu adalah sebagai berikut:4
a. Bakteri aerob
Gram-positif : Streptococcus faecalis, b-hemolytic streptococcus,
IV.
Proteus
b. Bakteri anaerob
Gram-positif : Clostridium welchii, anaerobic streptococcus
Gram-negatif: Bacteroides
Anatomi dan Fisiologi Sistem Bilier
a. Anatomi
2
1. Duktus Sistikus
Merupakan lanjutan dari Vesica fellea, terletak pada porta hepatis.
Panjangnya kira-kira 3-4 cm. Pada porta hepatis ductus cysticus mulai dari
collum vesica fellea, kemudian berjalan ke posterocaudal disebelah kiri
vesica fellea. Lalu bersatu dengan ductus hepaticus communis membentuk
ductus choledochus. Mucosa ductus ini berlipat-lipat terdiri dari 3-12
lipatan, berbentuk spiral yang pada penampang longitudinalnya terlihat
sebagai valvula spiralis (Heisteri)8, yang memudahkan cairan empedu
mengalir masuk ke dalam kandung empedu, tetapi menahan aliran
keluarnya.9
3
2. Duktus Hepatikus
Ductus hepaticus berasal dari lobus dextra dan sinistra hepar bersatu
membentuk ductus hepaticus communis pada porta hepatis dekat pada
processus papillaris lobus caudatus. Panjang ductus hepaticus communis
kurang lebih 3 cm. Terletak disebelah ventral A. Hepatica propria dexter
dan ramus dexter vena portae. Bersatu dengan ductus cysticus menjadi
ductus choledochus.8
3. Duktus Koledokus
Mempunyai panjang kira-kira 7 sm, dibentuk oleh persatuan ductus
cysticus dengan ductus hepaticus communis pada porta hepatis. Pada caput
pancreatis, ductus choledochus bersatu dengan ductus pancreaticus
Wirsungi membentuk ampulla, kemudian bermuara pada dinding posterior
pars descendens duodeni membentuk suatu tonjolan kedalam lumen
(papilla duodeni major). Ujung distalnya dikelilingi oleh otot sfingter Oddi,
yang mengatur aliran empedu ke dalam duodenum.8
b. Fisiologi
Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 mL perhari. Di
luar waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung
empedu dan disini mengalami pemekatan sekitar 50%.
Kandung empedu, saluran empedu ekstrahepatik dan sfingter Oddi
merupakan struktur yang berperan penting pada pergerakan dan pengaliran
empedu. Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialihkan
kedalam kandung empedu. Setelah makan kandung empedu berkontraksi,
sfingter berelaksasi, dan empedu mengalir kedalam duodenum. Aliran tersebut
sewaktu-waktu seperti disemprotkan karena secara intermitten tekanan saluran
empedu akan lebih tinggi daripada tahanan sfingter.
Kolesistokinin (CCK), hormon sel APUD dari mukosa usus halus,
dikeluarkan atas rangsang makanan berlemak atau produk lipolitik didalam
lumen usus. Hormon ini merangsang n. Vagus sehingga terjadi kontraksi
kandung empedu. Dengan demikian, CCK berperan besar terhadap terjadinya
kontraksi kandung empedu setelah makan.10
V.
Diagnosis
a. Gambaran klinik
Gejala klinik kolangitis antara lain:2,3,4
Gejala klasik Charcots triad yang terdiri dari demam, nyeri kuadran kanan
atas, dan ikterus (50-70% pasien kolangitis). Demam tampak pada 90%
kasus, nyeri abdomen kuadran kanan atas dan ikterus tampak pada 60
70% kasus.
Pasien dengan perubahan status mental 10-20% dan hipotensi (syok
septik kira-kira tampak pada 30%. Gejala ini ditambah dengan Charods
triad disebut sebagai Reynolds pentad.
Beberapa hal yang didapatkan pada pemeriksaan fisik, adalah sebagai
berikut:2
Demam (90%), pada pasien lansia mungkin tanpa demam
RUQ tenderness (65%)
Hepatomegali ringan
Ikterus (60%)
Perubahan status mental (10-20%)
Sepsis
Hypotensi (30%)
Takikardi
Peritonitis (jarang)
b. Gambaran radiologi
1. Foto konvensional
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas
karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat
radioopak. Kadang-kadang kandung empedu yang mengandung cairan
empedu dengan kadar kalsium yang tinggi dapat dilihat dengan foto polos.10
Gambar 2. Foto polos sederhana yang menunjukkan batu empedu yang radioopak [Dikutip dari
kepustakaan 11]
2. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi merupakan modalitas imaging lini pertama. 2,3,12
Ultrasonografi secara universal diterima sebagai modalitas pilihan untuk
mengambarkan penyakit-penyakit hepatoseluler karena obstruksi duktus
bilier dengan sensitivitas 70%-95%, spesifisitas 80%-100%.13 Aplikasi
utamanya adalah mendeteksi dilatasi duktus empedu. Selain itu, alat ini
mampu memprediksikan level obstruksi pada 80% kasus. 14 Keterbatasan
alat ini adalah tidak bisa memberikan gambaran duktus sistikus. Selain itu,
Batu yang terdapat pada distal koledokus distal kadang sulit dideteksi
karena terhalang dengan udara dalam lambung dan duodenum.2,14
Berikut
adalah
beberapa
hal
yang
dapat
ditemukkan
pada
pemeriksaan ultrasonografi:15
a. Dilatasi duktus intra- dan ekstahepatik (75% kasus)
Diameter CBD > 6mm
Dilatasi duktus intrahepatik: > 1-2 mm
Dilatasi mungkin tampak halus pada ultrasonografi
Pada kasus kolangitis awal atau obstruksi CBD intermitten, duktus
bilier mungkin tidak berdilatasi.
b. Penebalan sirkumferensial dinding duktus bilier
Tampak penebalan hipoechoic pada dinding dalam duktus bilier
c. Hypo-/hyper-echogenisitas periportal yang berdekatan dengan duktus
intrahepatik yang berdilatasi
Disebabkan karena inflamasi periduktal/edema
d. Tampak obstruksi koledokolitiasis
Tampak fokus echoic disertai dengan dilatasi CBD
Berubah dengan perubahan posisi pasien
e. Tampak empedu yang purulen/ kotoran
Tampak material echogenic intraluminar, biasanya disertai dengan
dilatasi duktus intrahepatik
f. Tampak multipel abses hepatik kolangitis
Secara anatomi, tampak berkerumun sesuai pada lobus atau
segment hepar
Tampak liquefaksi karena inflamasi duktus bilier
Lesi cystic hipoechoic
g. Pneumobilia jarang ditemukkan
Disebabkan karena pembentukan gas oleh
bakteri
atau
3. CT-Scan
Pemeriksaan CT dapat dilakukan/dianjurkan karena termaksud sarana
yang tidak invasif. Yang perlu diperhatikan ialah gambaran obstruksi, yaitu
terlihat dilatasi saluran empedu intra- dan ekstrahepatik serta pembesaran
kandung empedu.16 CT-Scan lebih baik dari ultrasonografi pada diagnosis
obstruksi duktus empedu dengan menunjukkan dilatasi intahepatik dan
extrahepatik. Alat ini 96% akurat untuk menunjukkan obstruksi bilier, 90%
akurat menunjukkan levelnya dan 70% akurat menentukan penyebabnya.
CT memberikan gambaran yang lebih baik pada bagian media dan distal
duktus empedu utama (CBD) dibandingkan USG, terutama pada pasien
yang obese atau gas pada usus sangat banyak. 13 Namun modalitas ini tidak
rutin digunakan untuk melihat dilatasi dari duktus empedu, karena akurasi
dari ultrasonografi, tapi mungkin membantu pada kasus yang sulit dinilai
dengan ultrasonografi, terutama batu pada duktus extrahepatic pada CBD,
dan menilai organ-organ yang berada disekelilingnya.14
obstruksi.13
9
Gambar 9. MRCP menunjukkan batu yang sangat kecil pada duktus hepatikus kanan.
Kombinasi slice axil dan coronal memberikan gambaran yang lebih menyakinkan untuk
diagnosis. [Dikutip dari kepustakaan 14]
untuk
memvisualisasikan
duktus
bilier
yaitu
CT
cholangiography.17,11
b) Direct cholangiography
Walaupun caca ini masih sensitif untuk menunjukkan sifat dan
luas kelainan pada duktus bilier, namun penggunaannya tampak
merosot. Karena kerumintan, menimbulkan kegelisahan dan biaya yang
dihubungkan dengan ERCP dan PTC. Pembatasan penggunaan
diagnostik direct cholangiography karena peningkatan penggunaan
c.
peningkatan
kadar
aspartate
aminotransferase
(AST),
alanine
VI.
Gambar
10.
Ultrasonografi
kolangiokarsinoma. Tampak massa echoic
yang menyebabkan obstruksi CBD anterior ke
vena portal utama (MPV) dan menyebabkan
dilatasi duktus intrahepatik. [Dikutip dari
kepustakaan 11]
2. Koledokolithiasis
Batu pada duktus bilier utama merupakan penyebab utama dari gangguan
pada duktus bilier, terjadi pada 8%-10% pasien yang dalam cholecystectomi
atau postcholecystectomi. Pada ultrasound, batu dapat diidentifikasi dengan
11
densitas echoic dengan akustik shadow bagian distal. Batu ini mudah dilihat,
terutama ketika dikelilingi oleh densitas anechoic (empedu) pada dilatasi
duktus dan batu cukup besar.19
Gambar 12. Ultrasonografi longitudinal menunjukkan dilatasi duktus yang diisi dengan
banyangan batu multiple pada multiple duktus pada pasien dengan kolesititis dan kolangitis
[Dikutip dari kepustakaan 19]
VII.
Komplikasi
1. Abses hati piogenik
Abses piogenik merupakan 75% dari semua abses hati. Abses ini pada
anak dan dewasa muda terjadi akibat komplikasi apendisitis, dan pada orang tua
terjadi sebagai komplikasi saluran empedu salah satunya kolangitis. Infeksi
pada saluran empedu yang mengalami obstruksi naik ke cabang saluran empedu
intrahepatik menyebabkan kolangitis yang menimbulkan kolangiolitis dengan
akibat abses multipel.10
2. Sepsis
Kuman-kuman ini berasal dari flora duodenum yang masuk melalui
sfingter Oddi, dapat juga dari penyebaran limfogen dari kandung empedu yang
meradang akut, penyebaran ke hati akibat sepsis atau melalui sirkulasi portal
dari bakteri usus. Karena tekanan yang tinggi dari saluran empedu yang
tersumbat, kuman akan kembali (refluks) ke dalam saluran limfe dan aliran
milier.
13
X.
Daftar Pustaka
1. Norman A. Kolangitis akut dipandang dari sudut penyakit dalam. Jurnal
Kedokteran
Trisaki.
1999;
18(3):
123-9.
Available
from:
http://www.univmed.org/wp- content/uploads/2011/02/Vol.18_no.3_2.pdf
2. Scott M, Timothy. Acute Cholangitis. [internet] 10 November 2014. [cited] 2
juli
2015.
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/774245-overview .
2015.
In:
http://emedicine.medscape.com/article/184043-
overview.
11. Graiger, Allison. Diagnostic radiologi. 4th Edition. Churchill living stone;
2001.
12. Chan DPN, Wong KT, Antonio GE, Yuen E, Ahuja AT. Case studies in
medical: imaging for student and trainera. New York: Cambridge University
Press; 2006. p.374-5.
13. Medina LS, Blackmore C Craig. Evidence-based imaging; optimazing
imafing in patient care. New York: Springer; 2006. p.504-6.
14. Marincek B, Dondelinger R.
Emergency Radiologi Imaging and
Intervention. Berlin: Springer; 2007. p. 487-9.
15. Ahuja A. Diagnostic imaging: ultrasound. 1st ed. Canada: Amirsys Inc: 2007.
p. 56-9.
16. Sujono H. Gastroenterologi. Bandung: Penerbit Alumni; 2013. hal.795-803.
17. Sabiston, David C. Buku ajar bedah. Jakarta: EGC; 2005. hal.123-7 dan 13940.
18. Gourtsoyiannis NC, Ros PR. Radiologic-pathologic; correlations from head
to toe. New York: Springer; 2005. p.520-3 dan 378-82.
19. Rubens DJ. Ultrasound imaging of the biliary tract. Elsevier saunders:
Ultrasound clin 2 (2007) 391-413. p.404-10
15