Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Sehat
Arti kesehatan secara harfiah adalah sesuatu yang berhubungan dengan

kondisi fisik seseorang dimana orang dikatakan sehat apabila terbebas dari serangan

penyakit atau sebaliknya dikatakan sakit apabila kondisi fisiknya tidak baik akibat

penyakit menular atau penyakit tidak menular. Kondisi ini dinamakan konsep sehat-

sakit. Sejak tahun 1948 WHO telah mendefinisikan Health is a state of physical,

mental and social well being and not merely the absence of disease or infirmity,

jadi sehat adalah keadaan fisik, mental dan sosial yang baik, tidak hanya terbebas

dari penyakit, cacat atau kelemahan. Menurut pengertian tersebut definisi sehat

mempunyai makna yang sempurna dan lengkap. Misalnya seseorang yang

mengalami sakit lalu ada bekas luka parut, menurut pengertian WHO belum

termasuk kriteria sehat.12


Di Indonesia kriteria sehat ini ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 1960

tentang Pokok-pokok Kesehatan dan telah diperbaharui dengan Undang-undang

Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 1 ayat 1 yang berbunyi Kesehatan

adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap

orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Hendrik L Blum

menggambarkan status kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh

berbagai faktor sebagai berikut:12

5
6

Gambar 1. Konsep Status Kesehatan menurut HL. Blum


Keempat faktor tersebut diatas saling berpengaruh positif satu dengan yang

lain dan tentu saja sangat berpengaruh terhadap status kesehatan seseorang. Status

kesehatan akan tercapai optimal apabila ke empat faktor tersebut positif

mempengaruhi secara optimal pula. Apabila salah satu faktor tidak optimal maka

status kesehatan akan bergeser kearah dibawah optimal.12

B. Kajian Umum Hipertensi


1. Definisi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningakatan tekanan darah sistolik

sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg, pada

pemeriksaan yang berulang.13 Pemeriksaan ini dilakukan pada keadaan cukup

istirahat atau tenang.Tekanan darah sistolik merupakan pengukuan utama yang

menjadi dasar penentuan diagnosis hipertensi.5,6


2. Epidemiologi
Hipertensi ditemukan pada kurang lebih 6% dari seluruh penduduk dunia

dan merupakan sesuatu yang sifatnya umum pada seluruh populasi. Data

epidemiologi menunjukkan adanya peningkatan prevalensi hipertensi dengan

meningkatnya angka harapan hidup. Hipertensi akan meningkat dengan

bertambahnya umur. Prevalensi penyakit ini mencapai 65.4% pada usia diatas 60

tahun.6
Interaksi antar individu, ras, suku dan factor lingkungan menyebabkan

peranan genetic sebagai peyebab utama terjadinya hipertensi menjadi sulit


7

ditentukan. Apalagi dengan meningkatnya migrasi penduduk dunia pada akhir

abad ini. Pada daerah tertentu seperti Amazon, hampir tidak pernah ditemukan

penderita hipertensi, serta tidak didapatkan peningkatan prevalensi seiring

dengan peningkatan usia. Terjadi peningkatan prevalensi searah dengan

peningkatan usia di daerah Asia dan India, kecuali Korea dan Jepang.6
Bila pada anamnesis riwayat keluarga ada yang didapatkan hipertensi,

maka sebelum umur 55 tahun risiko hipertensi diperkirakan meningkatkan

empat kali lipat dibandingkan dengan orang tanpa riwayat keluarga.6

Di Indonesia berdasarkan survey RISKESDAS 2013 prevalensi hipertensi

pada penduduk umur 18 tahun ke atas tahun 2007 di Indonesia adalah sebesar

31,7%. Menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan

(39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%). Sedangkan jika dibandingkan

dengan tahun 2013 terjadi penurunan sebesar 5,9% (dari 31,7% menjadi 25,8%).

Penurunan ini bisa terjadi berbagai macam faktor, seperti alat pengukur tensi

yang berbeda, masyarakat yang sudah mulai sadar akan bahaya penyakit

hipertensi. Prevalensi tertinggi di Provinsi Bangka Belitung (30,9%), dan Papua

yang terendah (16,8)%). Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui

kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4 persen, yang didiagnosis

tenaga kesehatan atau sedang minum obat sebesar 9,5 persen. Jadi,ada 0,1

persen yang minum obat sendiri.4,13

3. Klasifikasi
a. Berdasarkan derajatnya
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on

Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure

(JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi

kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1, dan derajat 2.


Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan derajatnya.5,14
8

Klasifikasi Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)


Normal < 120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi Tingkat 1 140-159 90-99
Hipertensi Tingkat 2 >160 >100

b. Berdasarkan penyebabnya
1) Hipertensi primer
Hipertensi primer disebut juga dengan istilah hipertensi esensial

atau idiopatik. Etiologi hipertensi jenis ini adalah multifaktorial yang

masing-masing akan saling berinteraksi mengganggu homeostasis secara

bersama, sehingga tekanan darah baik sistolik maupun diastolic akan

mengalami peningkatan15, jadi terdapat kecendrungan genetic yang dan

dipengaruhi oleh faktor kontribus, seperti obesitas, stress, merokok, dan

konsumsi garam berlebih16. Pada kasus ini terjadi peningkatan kerja

jantung akibat penyempitan pembuluh darah tepi. Terjadi pada sekitar

90% penderita hipertensi.13


2) Hipertensi sekunder
Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10%

penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar

1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat

tertentu (misalnya pil KB). 13


c. Berdasarkan bentuk hipertensi
1) Hipertensi sistolik
2) Hipertensi diastolic
3) Hipertensi campuran13
4. Patogenesis
Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial. Ada empat factor yang

mendominasi terjadinya hipertensi:5


a. Peran volume intravaskuler
9

Gambar 3. Patogenesis hipertensi menurut Kaplan.6,17


Menurut Kaplan tekanan darah tinggi adalah hasil interaksi antara

cardiac output (CO) atau curah jantung (CJ) dan total peripheral resisten

(TPR) yang masing-masing dipengaruhi oleh beberapa faktor sesuai dengan

6,17
gambar 3 diatas.
Volume intravaskular merupakan determinan utama untuk

kestabilan tekanan darah dari waktu ke waktu. Tergantung keadaan

TPR apakah dalam posisis vasodilatasi atau vasokonstriksi. Bila asupan

NaCl meningkat, maka ginjal akan merespons agar ekskresi garam keluar

bersama urine ini juga akan meningkat. Tetapi bila upaya

mengekskresi NaCl ini melebihi ambang kemampuan ginjal, maka

ginjal akan meretensi H2O sehingga volume intravaskular

6,1
meningkat.
Pada gilirannya CO dan CJ akan meningkat. Akibatnya terjadi

ekspansi volume intravaskular, sehingga tekanan darah akan meningkat.

Seiring dengan perjalanan waktu TPR juga akan meningkat, lalu secara

berangsur CO dan CJ akan turun menjadi normal lagi akibat autoregulasi.


10

Bila TPR vasodilatasi tekanan darah akan menururn, sebaliknya bila

6,17
TPR vasokonstriksi tekanan darah akan meningkat.
b. Peran kendali saraf autonom
P
ersarafan autonom ada dua macam, yang pertama ialah saraf sistem

saraf simpatis, yang mana saraf ini yang akan menstimulasi saraf viseral

(termasuk ginjal) melalui neurotransmiter : katekolamin, epinefrin, maupun

18,19
dopamin.
S
edang saraf parasimpatis adalah yang menghambat stimulasi

saraf simpatis. Regulasi simpatis dan parasimpatis berlangsung independen

tidak dipengaruhi oleh kesadaran otak, akan tetapi terjadi secara otomatis

18,19
sesuai siklus sikardian.

Ada beberapa reseptor adrenergik yang berada di jantung, ginjal, otak

serta dinding vaskular pembuluh darah ialah reseptor 1, 2, 1 dan 2.

Belakangan ditemukan reseptor 3 di aorta yang ternyata kalau dihambat

dengan beta bloker 1 selektif yang baru (nebivolol) maka akan memicu

6
terjadinya vasodilatasi malalui peningkatan nitrit oksida.
Karena pengaruh-pengaruh lingkungan misalnya genetik, stres

kejiwaan, rokok, dan sebagainya, akan terjadi aktivitas sistem saraf

simpatis berupa kenaikan ketekolamin, nor epineprin (NE) dan sebagainya.

18,19

N
eurotransmiter ini akan meningkatkan denyut jantung atau Heart

Rate lalu di ikuti kenaikan CO atau CJ, sehingga tekanan darah akan

meningkat dan akhirnya akan mengalami agregrasi platelet. Peningkatan


11

neurotransmiter NE ini menpunyai efek negatif terhadap jantung, sebab di

jantung ada reseptor 1, 1, 2 yang akan memicu terjadinya kerusakan

miokard, hipertrofi, dan aritmia dengan akibat progesivitas dari hipertensi

17,18
aterosklerosis.
K
arena pada dinding pembuluh darah juga ada reseptor 1, maka bila

NE meningkat hal tersebut akan memicu vasokonstriksi (melalui

reseptor 1) sehingga hipertensi aterosklerosis juga semakin progresif. Pada

ginjal NE juga berefek negatif, sebab di ginjal ada reseptor 1 dan 1 yang

akan memicu terjadinya retensi natrium, mengaktifasi sistem RAA, memicu

vasokonstriksi pembuluh darah dengan akibat hipertensi aterosklerosis juga

17,18
makin progresif.

Gambar 4. Faktor-faktor penyebab aktivasi sistem saraf simpatis.18,19


12

Gambar 5. Patofisiologi NE memicu progresifitas hipertensi aterosklerosis. 18,19


Gambar 4 dan 5 dapat digunakan untuk mendalami pemahaman

peran aktivitas NE saraf simoatis lebih lanjut. Bila kadar NE tidak pernah

normal maka sindroma hipertensi aterosklerosis juga akan berlanjut makin

progresif menuju kerusakan organ target/ Target Organ Damage (TOD). 18,19
c. Peran rennin angiotensin aldosteron
Tekanan darah yang menurun akan memicu refleks baroreseptor.

Renin akan disekresi, lalu angiotensin I (AI), angiotensin II (AII), dan

seterusnya sampai tekanan darah meningkat kembali. Secara fisiologis

sistem RAA akan mengikuti kaskade seperti tampak pada gambar 6

dibawah ini.1
13

Gambar 6. Autoregulasi tekanan darah terkait sistem RAA.6,18


d. Peran dinding vaskuler pembuluh darah
Hipertensi adalah the disease cardiovascular continuum, penyakit

yang berlanjut terus menerus sepanjang usia. Paradigma yang baru tentang

hipertensi dimulai dengan disfungsi endotel, lalu berlanjut menjadi

disfungsi vaskular, vaskular biologis berubah, lalu berakhir dengan TOD.16


5. Faktor Risiko
Faktor risiko hipertensi dibedakan atas:13
a. Faktor yang tidak dapat diubah atau dikontrol
1) Usia
2) Jenis kelamin
3) Riwayat keluarga
4) Genetik
b. Faktor yang dapat diubah/dikontrol.
1) Merokok
2) Konsumsi garam/makanan asin
3) Konsumsi lemak jenuh
4) Konsumsi minuman beralkohol
5) Kurangnya aktivitas/olahraga
6. Manifestasi Klinik
14

Pemeriksaan fisik dapat pula tidak dijumpai kelainan apapun selain

peninggian tekanan darah yang merupakan satu-satunya gejala. Individu

penderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala sampai bertahun-tahun.

Apabila terdapat gejala, maka gejala tersebut menunjukkan adanya kerusakan

vaskuler, dengan manifestasi khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh

pembuluh darah bersangkutan.


Elizabeth J. Corwin menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis

timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun. Manifestasi klinis yang

timbul dapat berupa nyeri kepala saat terjaga yang kadang-kadang disertai mual

dan muntah akibat peningkatan tekanan darah intrakranium, penglihatan kabur

akibat kerusakan retina, ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan

saraf, nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) karena peningkatan aliran

darah ginjal dan filtrasi glomerolus, edema dependen akibat peningkatan

tekanan kapiler. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke

atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara

pada satu sisi atau hemiplegia atau gangguan tajam penglihatan. Gejala lain

yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa

berat di tengkuk, sukar tidur, dan mata berkunang-kunang.


7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi

bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan faktor risiko lain atau

mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urinalisis, darah perifer

lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin), gula darah puasa, kolesterol

total, kolesterol HDL, dan EKG.


15

Sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain, seperti klirens

kreatinin, protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL, TSH, dan

ekokardiografi.

8. Diagnosis
Dalam menegakan diagnosis hipertensi, diperlukan beberapa tahapan

pemeriksaan yang harus dijalani sebelum menentukan terapi atau tatalaksana

yang akan diambil. Algoritme diagnosis ini diadaptasi dari Canadian

Hypertension Education Program. The Canadian Recommendation for The

Management of Hypertension 2014.5


16

Gambar 7. Algoritme Diagnosis Hipertensi.5

9. Penatalaksanaan
a. Non-farmakologis
17

Berikut adalah terapi non-farmakologis hipertensi menurut JNC VII:

Tabel 2. Terapi Non-farmakologi Hipertensi 14


Modifikasi Rekomendasi Rerata penurunan
TDS
Penurunan berat badan Jaga berat badan ideal 5 20 mmHg/10kg
(BMI : 18,5 24,9
kg/m2)
Dietary Approches to Diet kaya buah, sayuran, 8 - 14 mmHg
Stop Hypertension produk rendah lemak
(DASH) dengan jumlah lemak
total dan lemak jenuh
yang rendah
Pembatasan intake Kurangi hingga < 100 2 - 8 mmHg
natrium mmol per hari (2.0 g
natrium atau 6 5 g
natrium klorida atau 1
sendook the garam per
hari)
Aktivitas fisik Aktivitas fisik aerobic 4 - 9 mmHg
yang teratur (mis : jalan
cepat) 30 menit seharu,
hampir setiap hari dalam
seminggu.
Pembatasan konsumsi Laki-laki : dibatasi 2 4 mmHg
alkohol hingga < 2 kali per hari.
Wanita dan orang yang
lebih kurus : dibatasi
hingga < 1 kali per hari.

b. Farmakologis
Dalam farmakologi hipertensi, dikenal 5 kelompok lini pertama (first

line drug) yang lazim digunakan untuk pengobatan awal hipertensi, yaitu:

Diuretik, Penyekat reseptor beta adrenergik (-blocker), Penghambat

angiotensin-converting enzyme (ACE-inhibitor), Angiotensin Receptor


18

Blocker (ARB), dan Antagonis kalsium. Pada JNC VII, penyekat alfa

adrenergik (-blocker) tidak dimasukkan dalam kelompok obat lini pertama.

Sedangkan pada JNC sebelumnya masuk pada lini pertama. Selain itu

dikenal juga tiga kelompok obat yang dianggap lini kedua, yaitu:

Penghambat saraf adrenergik, Agonis -2 sentral, dan Vasodilator.19


JNC VIII menguraikan 9 rekomendasi spesifik untuk memulai dan

memodifikasi farmakoterapi untuk pasien dengan peningkatan tekanan

darah. Sembilan rekomendasi tersebut dirangkum pada Gambar 8.


10. Komplikasi
Hubungan kenaikan tekanan darah dengan risiko PKV berlangsung secara

terus-menerus, konsisten dan independen dari factor-faktor yang lain. Pada

jangka waktu lama bila hipertensi tidak dikontrol pasti akan merusak organ

terkait (TOD).6
Penyakit kardiovaskuler utamanya hipertensi tetap menjadi penyebab

kematian tertinggi didunia. Risiko komplikasi ini tidak hanya bergantung kepada

kenaikan tekanan darah yang terus menerus, tetapi juga tergantung

bertambahnya umur seseorang.6


19

Gambar 8. Algoritme tatalaksana hipertensi.14

Anda mungkin juga menyukai