Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan

Giant cell tumor (GCT) tulang merupakan salah satu jenis tumor pada

tulang yang merupakan sekitar 4-9,5% dari seluruh neoplasma primer tulang pada

pasien dewasa.1,2 Tumor ini juga merupakan 18-23% dari seluruh neoplasma

jinak.3 Tumor ini bersifat invasif lokal dengan tingkat rekurensi yang tinggi serta

berpeluang untuk mengalami metastasis, terutama ke paru-paru, serta mengalami

transformasi menjadi ganas.1,2,4

Gambaran radiologis dari GCT tulang seringkali sudah sangat khas dan

diagnostik. Gambaran yang khas tersebut meliputi lesi litik ekspansil yang

eksentrik di metaepifisis tulang tubuler dengan trabekulasi dalam derajat yang

bermacam-macam, yang menimbulkan gambaran menyerupai busa sabun (soap

bubble appearance). Korteks biasanya mengalami penipisan, bahkan

terdestruksi. Jarang dijumpai adanya reaksi periosteal.5,6

GCT biasanya mengenai daerah metaefisis tulang-tulang panjang. Tulang

yang sering terkena adalah femur bagian distal dan tibia bagian proksimal.2

GCT pada tulang-tulang tangan merupakan lesi yang jarang (2-4% dari seluruh

GCT) dan seringkali terdiagnosis pada tahap lanjut serta memiliki tingkat

kekambuhan yang tinggi. Gambaran radiologis GCT pada tulang-tulang tangan

pada prinsipnya sama dengan gambarannya di tulang-tulang panjang, hanya

saja biasanya lebih bersifat sentral. 7,8

8
B. Definisi

Osteoklastoma merupakan tumor tulang yang mempunyai sifat dan

kecenderungan untuk berubah menjadi ganas dan agresif sehingga tumor ini

9
dikategorikan sebagai tumor ganas. Tumor giant cell (TGC) tulang merupakan

sebuah lesi yang bersifat jinak tetapi secara local dapat bersifat agresif dan

destruktif yang ditandai dengan adanya vaskularisasi yang banyak pada jaringan

penyambung termasuk proliferasi sel-sel mononuklear pada stroma dan banyaknya

10
sel datia yang tersebar serupa osteoklas.

C. Etiologi

GCT masih merupakan salah satu tumor tulang yang tidak jelas dan

memerlukan pengamatan yang mendalam. Histogenesisnya tidak jelas dan

gambaran histologisnya tidak dapat memperkirakan keluaran klinis. World

Health Organization (WHO) mengklasifikasikan GCT sebagai lesi agresif

dengan potensi ganas, yang berarti bahwa evolusi GCT berdasarkan gambaran

histologisnya tidak dapat diprediksi.2

GCT merupakan proses neoplastik sejati yang berasal dari sel-sel mesenkimal

sumsum tulang yang tidak berdiferensiasi. Pada GCT ditemukan sel-sel stromal

mesenkimal yang berinti tunggal dan sel-sel raksasa berinti banyak; keduanya bisa

dibedakan menggunakan mikroskop cahaya. Sel-sel raksasa tersebut berasal dari

sel-sel stromal, baik melalui fusi ataupun, yang lebih kecil kemungkinannya,

pembelahan amitotik atau pembelahan inti sel stromal tanpa diikuti pembelahan

sitoplasma.2

9
Sel-sel raksasa ini secara fenotip dan fungsinya menyerupai

osteoklas. Sel-sel ini memiliki reseptor calcitonin, sebuah marker fenotipik untuk

osteoklas.Berbagai penelitian terhadap kultur sel yang dikembangbiakkan dari

GCT telah mengkonfirmasi bahwa terdapat 2 jenis sel pada sel-sel stromal berinti

tunggal.11

Jenis yang pertama adalah sel-sel bulat berinti tunggal. Sel-sel ini tidak

bersifat neoplastik dan mengekspresikan penanda-penanda monosit- makrofag

serta bereaksi dengan antibodi monoklonal terhadap CD 13 dan CD 68. Sifat-

sifat tersebut menunjukkan bahwa kemungkinan sel-sel tersebut berasal dari

monosit-makrofag.12

Jenis yang kedua tampak sebagai sel-sel stromal berbentuk kumparan

(menyerupai fibro-osteoblas) berinti tunggal. Sel-sel ini dianggap

bertanggung jawab terhadap sifat neoplastik dari GCT. Sel-sel ini memproduksi

kolagen tipe-I dan II serta alkalin fosfatase, memiliki reseptor untuk

parathormon serta berproliferasi secara sangat cepat.2 Jenis sel yang kedua ini

tidak stabil secara genetis dan menunjukkan kelainan- kelainan kromosom,

insidensi yang lebih tinggi untuk mengekspresikan protein p53 dan perubahan-

perubahan pada berbagai onkogen (C-myc, C- fos, N-myc) yang juga ditemukan

pada osteosarkoma.13

Sel-sel berbentuk kumparan tersebut mensekresi bermacam-macam sitokin

dan faktor pembelahan yang memiliki efek kemotaksis, menginduksi

pembelahan sel pada monosit-makrofag serta esensial bagi pembelahan

osteoklas. Hal-hal tersebut menyokong hipotesis bahwa sel- sel neoplastik

berbentuk kumparan tersebut menstimulasi terjadinya immigrasi monosit darah

10
ke dalam jaringan tumor dan sel-sel raksasa mirip osteoklas.2 Dari uraian

mengenai kedua jenis sel tadi, disimpulkanbahwa sel-sel raksasa mirip osteoklas

serta monosit merupakan komponen reaktif dari GCT, sedangkan sel-sel

stromal berbentuk kumparan merupakan komponen neoplastik dari GCT.12

D. Epidemiologi

GCT tulang merupakan tumor tulang yang jarang, hanya sekitar 4-9,5% dari

seluruh neoplasma primer tulang pada pasien dewasa dan 15% dari tumor jinak

pada tulang.1,2 Secara statistik, 80% kasus GCT tulang merupakan lesi jinak

dengan tingkat kekambuhan sebesar 20-50%. Sekitar 10% mengalami transformasi

ganas pada saat kambuh dan 1-4% mengalami metastasis ke paru-paru, bahkan

pada kasus yang hasil pemeriksaan histopatologinya jinak.2

Tumor ini biasanya dijumpai pada usia dewasa, setelah terjadi fusi tulang.

Kebanyakan dijumpai pada usia 30-40 tahun, dan sangat jarang ditemukan sebelum

usia 20 tahun.14 Tumor ini sering terjadi pada wanita dibandingkan pria dengan usia

20-40 tahun, karena biasanya tumor ini terjadi tulang yang sudah matur. GCT lebih

banyak mengenai wanita dibandingkan pria. Tumor ini lebih sering dijumpai

di Cina dan India. Jarang mengenai ras kulit hitam.15

E. Klasifikasi
Enneking mengemukakan suatu sistem klasifikasi stadium TGC berdasarkan

klinis-radiologis-histopatologis sebagai berikut:10


1. Stage inaktif/laten
a. Klinis, tidak memberikan keluhan, jadi ditemukan secara kebetulan,

bersifat menetap/tidak ada proses pertumbuhan;


b. Radiologis, lesi berbatas tegas tanpa kelainan korteks tulang: dan
c. Histopatologi, didapat gambaran sitologi yang jinak, rasio sel terhadap

matriks rendah.
2. Stage aktif

11
a. Klinis, didapat keluhan, ada proses pertumbuhan;
b. Radiologis: lesi berbatas tegas dengan tepi tidak teratur, ada gambaran septa

di dalam tumor. Didapati adanya bulging korteks tulang; dan


c. Histopatologis: gambaran sitologi jinak, rasio sel tehadap matriks

berimbang.
3. Stage agresif
a. Klinis, ada keluhan, dengan tumor yang tumbuh cepat;
b. Radiologis: didapatkan destruksi korteks tulang, sehingga tumor keluar

dari tulang dan tumbuh ke arah jaringan lunak secara cepat; didapati reaksi

periosteal segitiga Codman, kemungkinan ada fraktur patologis; dan


Histopatologis: gambaran sitologi jinak dengan rasio sel terhadap matriks yang

tinggi, bisa didapat nukleus yang hiperkromatik, kadang didapat proses mitosis.
F. Tanda dan Gejala

Gejala utama yang ditemukan berupa nyeri serta pembengkakan terutama

pada lutut dan mungkin ditemukan efusi sendi serta gangguan gerakan pada sendi

(karena lesi biasanya berada mengenai kartilago artikular), keparahan nyeri

bergantung pada derajat pertumbuhan dari neoplasma. Mungkin juga penderita

datang dengan gejala-gejala fraktur (10%).9,10

Bila lesi tumor terletak di tulang-tulang vertebra dapat timbul gejala

nerologis. Nyeri tekan pada pemeriksaan palpasi juga didapatkan pada pasien. Pada

pemeriksaan fisik dapat ditemukan atrofi otot dan menurunnya pergerakan sendi.

TGC pada sakrum sering menimbulkan gejala low back pain yang meluas di kedua

ekstremitas bagian bawah dan dapat disertai gejala neurologis, gangguan berkemih

atau buang air besar.10

G. Predileksi

Lokasi yang tepat dari TGC masih menjadi kontroversi, dan menurut

beberapa ahli lesi tumor muncul di metafisis dari tulang skeletal yang matur dan

meluas ke epifisis. Enam puluh persen dari tumor ini terjadi pada tulang panjang,

12
dan hampir seluruhnya terletak pada ujung tulang di persendian. Osteoklastoma

terutama ditemukan pada daerah yang sebelumnya merupakan epifisis tulang

panjang (75%) setelah lempeng epifisis telah menutup, khususnya pada daerah

lutut yaitu pada daerah tibia proksimal, femur distal, humerus proksimal, radius

distal. Sisanya dapat ditemukan pada daerah pelvis dan sacrum.9,10,16

TGC dapat terjadi di tulang-tulang vertebra, sebagian besar terjadi di sakrum.

Tumor ini kadang meluas sampai meliputi sendi sakroiliaka dan juga dapat

mengenai diskus intervertebralis L5 S1 bahkan sampai pada posterior dari L5.

Kadang-kadang tumor ini terdapat di tulang rahang, proksimal humerus, proksimal

femur, proksimal fibula, distal tibia, patela, ujung tulang metakarpal, dan juga

tulang jari-jari. TGC dapat juga terjadi multisentrik/lebih dari satu dan biasanya

bersifat agresif secara klinis. Pada beberapa kasus TGC terjadi di metafisis skeletal

tulang yang belum matur dan sering meluas ke diafisis daripada ke epifisis

karena adanya lempeng epifisis yang bertindak sebagai barrier terhadap

pertumbuhan tumor.10

H. Gambaran Radiologik
Pada foto polos tulang, GCT tampak sebagai lesi litik kistik yang biasanya,

namun tidak selalu, tumbuh ekspansil eksentrik di area epimetafiseal tulang tanpa

gambaran skelerotik yang jelas pada bagian tepi lesi.2 Dapat dijumpai adanya

trabekulasi dalam berbagai tingkatan yang menimbulkan gambaran menyerupai

gelembung-gelembung sabun (soap bubble).5,6 Tulang yang mengalami kelainan

mungkin tampak besar dengan korteks yang menipis. Pada stadium yang lebih

lanjut, GCT akan menembus namun tidak dijumpai reaksi periosteal.2

13
(a) (b)
Gambar 1. Foto polos menunjukkan GCT pada tibia (a). Dalam 1
tahun terjadi perkembangan tumor dari caput tibia ke caput
fibula (b) [Dikutip dari kepustakaan 2].
CT-Scan bermanfaat saat mengevaluasi kondisi korteks tulang. Densitas

jaringan GCT yang diukur menggunakan CT adalah antara 20-70

Housefield units (HU). Lesi kistik dengan densitas di bawah itu lebih

cenderung merupakan suatu aneurysmal bone cyst.2


GCT umumnya hipervaskuler. Dengan MRI, kebutuhan akan angiografi

sudah banyak berkurang. Pada MRI, GCT tampak hiperintens pada T2-weighted.

Adanya penyangatan yang sangat pada pemberian media kontras menunjukkan

adanya suatu perdarahan.2


I. Patologi

14
Gambar 2. Ilustrasi Benign Giant Cell Tumor. [Dikutip dari
kepustakaan 17].
Tumor sel raksasa yang konvensional merupakan lesi soliter dan ditemukan

sel raksasa yang multinukleus menyerupai osteoklas serta sel-sel stroma pada daerah

epifisis (98-99%) ada tulang orang dewasa, bersifat agresif dengan sel-sel atipik dan

gambaran mitosis. Ditemukan jaringan yang kaya vaskularisasi tapi hanya sedikit

jaringan kolagen.

Tumor ini besar dan merah-kecoklatan dan sering berdegenerasi kistik. Terdiri

dari sel mononukelar uniform oval yang mempunyai membran sel yang tidak jelas

dan tampak tumbuh di sinsitium. Sel mononuklear merupakan komponen proliferasi

tumor dan sering bermitosis.Nekrosis, hemorage, deposit hemosiderin, dan

pembentukan tulang reaktif merupakan tanda sekunder. Diferensial diagnosis

histologik sel raksasa lesi lainnya seperti brown tumor pada hiperparatiroid, giant

cell reparative granuloma, chondroblastoma dan pigmented villonodular

synovitis.17

J. Diagnosis

Diagnosis GCT ditegakkan berdasarkan temuan pada pemeriksaan

histopatologis. Temuan yang khas dari GCT pada pemeriksaan histopatologis

adalah adanya perdarahan, dengan banyak sel-sel stromal dan sel-sel raksasa.

K. Terapi

Intervensi pembedahan adalah terapi primer dari TGC, tindakan pembedahan

tergantung dari stadium (berdasarkan Eneking) dan lokasi lesi tumor.2 Tindakan

bedah terhadap TGC dapat berupa;

1. Stadium 1: kuretase di mana setelah tindakan kuret dapat disusul dengan

pengisian rongga tumor dengan bone graft dan atau dengan bone cement;

15
2. Stadium II : reseksi, tindakan ini dilakukan pada tulang yang expendable seperti

tulang distal ulna, proksimal fibula;


3. Stadium III : reseksi yang disusul dengan tindakan rekonstruksi dapat

dilakukan dengan cara, misalnya atrodesis sendi, penggantian dengan protese,

penggantian dengan autograft proksimal fibula, dan sentralisasi ulna.

Pengobatan standar TGC adalah kuretase dan bone graft atau bone cement, di

mana angka rekurensi dilaporkan sampai mencapai 50% atau lebih bila reseksi intra

lesi tidak dilakukan dengan baik. Terapi menggunakan ajuvan pada TGC di daerah

sakrum seperti phenol, hidrogen peroksidase maupun nitrogen cair harus digunakan

dengan hati-hati untuk meminimalkan trauma pada nerve root di sakrum, sehingga

diperlukan pengawasan terhadap nerve root dalam pengerjaannya. Embolisasi

preoperatif harus dipertimbangkan karena tumor ini hipervaskular. Embolisasi

dapat merupakan terapi paliatif dan atau menyembuhkan pada kasus di mana tidak

dapat dilakukan reseksi.

Gambar 3. (a) Eksisi dan graft tulang, (b) Reseksi blok dan
penggantian dengn allograft yang besar. [Dikutip dari
kepustakaan 14].
Amputasi dilakukan terhadap TGC dengan stadium 3 yang lanjut, di mana

secara teknis sulit untuk mendapatkan daerah yang bebas tumor, sehingga satu

satunya tindakan yang dapat menjamin jaringan bebas tumor adalah amputasi.

16
Rekurensi pasca tindakan paling banyak disebabkan oleh kuretase dan dapat

mencapai hingga 85%. Untuk dapat menekan angka rekurensi paska kuret

maka dianjurkan tindakan kauterisasi thermal dengan menggunakan fenol

5%, alkohol 7090%, bone cement ataupun dengan nitrogen cair dengan

tujuan untuk membersihkan dinding rongga tunor dari selsel tumor yang mungkin

masih tertinggal. Dengan cara ini, maka angka rekurensi paska tindakan kuret dapat

ditekan hingga mencapai 20%. Rekurensi paling sering terjadi dalam jangka

waktu 2-3 tahun paska tindakan/pembedahan. Terapi radiasi paska tindakan

bedah dilakukan pada penderita TGC yang berlokasi di tulang vertebra dan pelvis.

Tindakan radiasi dapat mengakibatkan terjadinya degenerasi maligna di kemudian

hari. Angka kejadian degenerasi maligna berkisar antara 1030% dengan

interval antara radiasi dan terjadinya proses keganasan lebih dari 10 tahun.10

L. Prognosis

Pemeriksaan lanjutan (follow up) TGC dalam jangka waktu lama sangat

diperlukan untuk memantau keberhasilan terapi, karena proses ke arah keganasan

dapat terjadi setelah 40 tahun perawatan primer tumor. Angka rekurensi

tergantung pada stadium tumor dan jenis tindakan yang dilakukan. Makin tinggi

stadium tumor, makin tinggi angka rekurensinya. Didapatkan angka rekurensi

pada stadium I sebesar 42%, stadium II 67%, sedangkan pada stadium III besarnya

90%. Timbulnya rekurensi dari TGC, biasanya terjadi 2-3 tahun setelah terapi.

Namun, rekurensi dapat terlihat paling lama dalam jangka waktu 7 tahun.

Tumor/lesi TGC dengan stroma yang malignan lebih mengarah keganasan dan 5%

10
pasien TGC ditemukan adanya metastase ke paru.

17
18

Anda mungkin juga menyukai