Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi merupakan penyebab kematian dan kesakitan yang tinggi. Darah tinggi sering diberi
gelar The Silent Killer karena hipertensi merupakan pembunuh tersembunyi yang penyebab
awalnya tidak diketahui atau tanpa gejala sama sekali, hipertensi bisa menyebabkan berbagai
komplikasi terhadap beberapa penyakit lain, bahkan penyebab timbulnya penyakit jantung,
stroke dan ginjal. Data WHO (2011) menunjukkan, di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau
26,4 % penghuni bumi mengidap hipertensi. Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi
29,2 % di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639
juta sisanya berada di negara berkembang, termasuk Indonesia.1
Menurut WHO (2011), hipertensi membunuh hampir 8 juta orang setiap tahun, dimana hampir
1,5 juta adalah penduduk wilayah Asia Tenggara. Diperkirakan 1 dan 3 orang dewasa di Asia
Tenggara menderita hipertensi. Menurut data Departemen Kesehatan, hipertensi dan penyakit
jantung lain meliputi lebih dari sepertiga penyebab kematian, dimana hipertensi menjadi
penyebab kematian kedua setelah stroke. Berdasarkan data World Health Organization (WHO)
dari 70% penderita hipertensi yang di ketahui hanya 25% yang mendapat pengobatan, dan hanya
12,5% yang diobati dengan baik (adequately treated cases) diperkirakan sampai tahun 2025
tingkat terjadinya tekanan darah tinggi akan bertambah 60%. 1,2
Menurut Hamid (2011), dalam Seminar The Scientific Meeting on Hypertension 2011, tingkat
prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7 persen dari total penduduk dewasa.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013, prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan
hasil pengukuran pada umur ≥ 18 tahun sebesar 25,8 persen. Jadi cakupan nakes hanya 36,8
persen, sebagian besar (63,2%) kasus hipertensi di masyarakat tidak terdiagnosis. Data secara
nasional yang belum lengkap, sebagian besar penderita hipertensi di Indonesia tidak terdeteksi,
sementara mereka yang terdeteksi umumnya tidak menyadari kondisi penyakitnya.1,2,3

1
Penatalaksanaan penyakit hipertensi dikenal dengan 4 pilar utama pengelolaan, yaitu
penyuluhan, perencanaan pola makan, latihan jasmani dan medikamentosa. Komponen utama
dalam keberhasilan penatalaksanaan hipertensi adalah terapi gizi. Namun masih banyak
penderita yang melanggar pola makan yang sudah dianjurkan. Diharapkan dengan kegiatan ini
kami dapat membantu pasien dalam pengelolaan penyakitnya berdasarkan 4 pilar utama
pengelolaan yaitu penyuluhan tentang etiologi, gejala, faktor resiko, komplikasi, pencegahan dan
pengobatan, perencanaan pola makan, latihan jasmani dan medikamentosa.3

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah diukur dengan spygmomanometer yang
telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien
beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak atau terlentang paling sedikit selama 5
menit sampai 30 menit setelah merokok atau minum kopi.1
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial.
Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi primer untuk membedakannya dengan
hipertensi lain yang sekunder karena sebab-sebab yang diketahui. Menurut The Seventh
Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada orang
dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat
2.2
Krisis hipertensi merupakan salah satu kegawatan di bidang neurovaskular yang sering
dijumpai di instalasi gawat darurat. Krisis hipertensi ditandai dengan peningkatan tekanan
darah akut dan sering berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan konsekuensi
dari peningkatan darah tersebut. Ini merupakan komplikasi yang sering dari penderita
dengan hipertensi dan membutuhkan penanganan segera untuk mencegah
komplikasi yang mengancam jiwa.1

II. EPIDEMIOLOGI
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang
berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner
untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah menjadi
masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa
negara yang ada didunia 3. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut maka jumlah
pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah 2. Diperkirakan sekitar
80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah

3
639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025.
Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan
penduduk saat ini.3
III. ETIOLOGI
Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan pasti. Hipertensi
primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini disebabkaberbagai
faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan oleh faktor primer yang
diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stres akut, kerusakan
vaskuler dan lain-lain. Adapun penyebab paling umum pada penderita hipertensi maligna
adalah hipertensi yang tidak terobati. Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan
keparahan dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi.2,3

IV. FAKTOR RISIKO

Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis
kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan
nutrisi.2,3
a. Faktor genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai
risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium
intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang
tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi
dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. 1Selain itu
didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga.2
b. Umur
Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur. Pasien yang berumur
di atas 60 tahun, 50 – 60 % mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan
140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang
bertambah usianya.2Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya oleh
karena interaksi berbagai faktor. Dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga
akan meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh
karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan
berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik meningkat karena
4
kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada penambahan umur sampai dekade
ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik meningkat sampai dekade kelima dan keenam
kemudian menetap atau cenderung menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan
beberapa perubahan fisiologis, ada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan
aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu reflex baroreseptor pada usia lanjut
sensitivitasnya sudah berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang dimana
aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun.3
c. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindung
dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause.3 Wanita yang belum mengalami
menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar
High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor
pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen
dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada
premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang
selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana
hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami,
yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.2,3
d. Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yang berkulit putih.
Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun pada orang kulit
hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitifitas terhadap vasopressin
lebih besar. 3
e. Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada kebanyakan
kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for Health USA (NIH, 1998),
prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30
(obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi
18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal
menurut standar internasional). 3
f. Pola asupan garam dalam diet
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) merekomendasikan pola
5
konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang
direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6
gram garam) perhari.2 Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi
natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan
intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat.
Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume
darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi. 3
Karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium. Sumber
natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur), penyedap masakan
monosodium glutamate (MSG), dan sodium karbonat. Konsumsi garam dapur
(mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan
satu sendok teh. Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya masak memasak
masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan garam dan MSG. 3
Tabel 2.1 Kandungan Natrium pada Beberapa Makanan.3

6
g. Merokok

Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan


dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal
yang mengalami ateriosklerosis.3 Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S
Bowman dari Brigmans and Women’s Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek
yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan
perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang
merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8
tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada
kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari.2,3

h. Tipe kepribadian

Secara statistik pola perilaku tipe A terbukti berhubungan dengan prevalensi hipertensi.
Pola perilaku tipe A adalah pola perilaku yang sesuai dengan kriteria pola perilaku tipe A
dari Rosenman yang ditentukan dengan cara observasi dan pengisian kuisioner self rating
dari Rosenman yang sudah dimodifikasi. Mengenai bagaimana mekanisme pola perilaku
tipe A menimbulkan hipertensi banyak penelitian menghubungkan dengan sifatnya yang
ambisius, suka bersaing, bekerja tidak pernah lelah, selalu dikejar waktu dan selalu
merasa tidak puas. Sifat tersebut akan mengeluarkan katekolamin yang dapat
menyebabkan prevalensi kadar kolesterol serum meningkat, hingga akan mempermudah
terjadinya aterosklerosis.14 Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer
dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stress ini
dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal. 3

V. GEJALA KLINIK
Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi pada penderita hipertensi yaitu sakit kepala, pusing,
gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung, sukar tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga
berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan sering kencing di malam hari. Gejala akibat
komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi gangguan : penglihatan, saraf, jantung,
fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan kejang dan perdarahan
pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, ganguan kesadaran hingga koma .2

7
VI. KLASIFIKASI2
Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada pengukuran rata-rata dua kali pengukuran
pada masing-masing kunjungan

Tabel 2.2 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII

Krisis Hipertensi4

Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat
tinggi (sistole ≥180 mmHg dan/atau diastole ≥120 mmHg) dengan kemungkinan akan timbulnya
atau telah terjadi kelinan organ target. 4 Pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien
hipertensi yang tidak atau lalai memakan obat antihipertensi.4

Klasifikasi2,4

Krisis hipertensi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Hipertensi Urgensi (Mendesak)


Kenaikan TD mendadak yang tidak disertai kerusakan organ target. Penurunan TD harus
dilaksanakan dalam kurun waktu 24-48 jam.

2. Hipertensi Emergensi (Darurat)


Kenaikan TD mendadak (sistolik ≥180 mm Hg dan / atau diastolik ≥120 mm Hg) yang
disertai kerusakan organ target yang progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan
segera, dalam hitungan menit sampai 1 jam untuk menurunkan resiko morbiditas dan
mortalitas. Tingginya tekanan darah untuk dapat dikategorikan sebagai hipertensi darurat
tidaklah mutlak.

8
Faktor Resiko4

 Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat

 Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal

 Kehamilan

 Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi (luka bakar, trauma kepala, penyakit vascular)

Faktor Presipitasi4

Keadaan-keadaan klinis yang sering mempresipitasi timbulnya krisis hipertensi, antara lain:

 Kenaikan TD tiba-tiba pada penderita hipertensi kronis esensial (tersering)

 Hipertensi renovaskular

 Glomerulonefritis akut

 Sindroma withdrawal anti-hipertensi

 Renin-secretin tumors

Manifestasi Klinis4

Gambaran klinis krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target yang terganggu,
diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung dan diseksi aorta; mata kabur dan
edema papilla mata; sakit kepala hebat, nyeri tengkuk, gangguan kesadaran dan lateralisasi pada
gangguan otak; gagal ginjal akut pada gangguan ginjal.

Tanda Kerusakan Organ Target :

 Ensefalopathy Hipertensi
 Iskemia Otak
 Perdarahan Intrakranial
 Gagal Jantung Kiri Akut
 Diseksi Aorta Aneurisma Akut

9
Diagnosa4

Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi tergantung
kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan yang
menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah dapat mendiagnosa suatu krisis
hipertensi.

1. Anamnesis4

 Riwayat hipertensi : lama dan beratnya

 Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya

 Gejala sistem saraf (sakit kepala, hoyong, perubahan mental, ansietas)

 Gjala sistem ginjal (gross hematuri, jumlah urine berkurang)

 Gejala sistem kardiovaskular (adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru, nyeri
dada).

 Riwayat penyakit : glomerulonefritiis, pyelonefritis

 Riwayat kehamilan : tanda eklampsi

2. Pemeriksaan Fisik4

Pengukuran Tekanan Darah dan mencari kerusakan organ sasaran (otak, retina, jantung,
ginjal, aorta). Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi
ataupun payah jantung, kongestif dan edema paru.

3. Pemeriksaan Penunjang4

 Darah : rutin, BUN, creatirine, elektrolit, GDS, profil lipid (HDL,LDL,trigliserid)

 Urine : Urinelisa dan kultur urine

 EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi

 X-Ray : apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan terlaksana)

10
VII. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin
I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting
dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati.
Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I.
Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui
dua aksi utama.5 Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan
rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang
diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya.
Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik
cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah.5,6
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur
volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali
dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah.5,6

11
Gambar 2.1 Patofisiologi hipertensi 6,7,8

Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat komplek.Faktor-


faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang adekuat
meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi darah, kaliber vaskuler,
viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah dan stimulasi neural. Patogenesis
hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan garam
dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi. 4Perjalanan
penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang kadang-kadang muncul
menjadi hipertensi yang persisten. Setelah periode asimtomatik yang lama, hipertensi
persisten berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target
di aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat. Progresifitas
hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun (dengan meningkatnya
curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien umur 20-40 tahun (dimana
tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan
akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun.4

12
Gambar 2.2 Perjalanan alamiah hipertensi Primer
yang tidak terobati 5,8,9

VIII. DIAGNOSIS HIPERTENSI


Sebelum dibuat diagnosis hipertensi diperlukan pengukuran berulang paling tidak pada tiga
kesempatan yang berbeda selama empat sampai enam minggu. Pengukuran dirumah dapat
menggunakan sfigmomanometer yang tepat sehingga menambah jumlah pengukuran untuk
analisis.10
Sedangkan menurut Depkes (2006), upaya deteksi faktor risiko penyakit hipertensi dilakukan
dalam beberapa tahapan sebagai berikut :2,10
1. Wawancara dengan menggunakan kuesioner yang meliputi identitas diri, riwayat
penyakit, riwayat anggota keluarga, perubahan aktifitas atau kebiasaan (seperti merokok,
konsumsi makanan, riwayat dan faktor psikososial lingkungan keluarga, dan lain-lain)
2. Pengukuran tekanan darah.
3. Pengukuran indeks antropometri, seperti pengukuran berat badan dan tinggi badan.

13
4. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum
memulai terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan faktor risiko lain atau
mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urinalisa, darah perifer lengkap, kimia
darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL).
Sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain, seperti klirens kreatinin, protein
urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL, TSH, dan ekokardiografi.2

IX. PENATALAKSANAAN
a) Target Tekanan Darah
Menurut Joint National Commission (JNC) 7, rekomendasi target tekanan darah yang harus
dicapai adalah < 140/90 mmHg dan target tekanan darah untuk pasien penyakit ginjal kronik
dan diabetes adalah ≤ 130/80 mmHg. American Heart Association (AHA) merekomendasikan
target tekanan darah yang harus dicapai, yaitu 140/90 mmHg, 130/80 mmHg untuk pasien
dengan penyakit ginjal kronik, penyakit arteri kronik atau ekuivalen penyakit arteri kronik,
dan ≤ 120/80 mmHg untuk pasien dengan gagal jantung. Sedangkan menurut National
Kidney Foundation (NKF), target tekanan darah yang harus dicapai adalah 130/80 mmHg
untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik dan diabetes, dan < 125/75 mmHg untuk pasien
dengan > 1 g proteinuria.2
b) Algoritme Penanganan Hipertensi
Gambar 2.3 Algoritme penanganan hipertensi menurut JNC 7. 2,11,12

14
15
c)
Modifikasi Gaya Hidup12,13,14
Pelaksanaan gaya hidup yang positif mempengaruhi tekanan darah memiliki implikasi
baik untuk pencegahan dan pengobatan hipertensi. Promosi kesehatan modifikasi gaya
hidup direkomendasikan untuk individu dengan pra-hipertensi dan sebagai tambahan
terhadap terapi obat pada individu hipertensi. Intervensi ini untuk risiko penyakit jantung
secara keseluruhan. Meskipun dampak intervensi gaya hidup pada tekanan darah akan
lebih terlihat pada orang dengan hipertensi, dalam percobaan jangka pendek, penurunan
berat badan dan pengurangan NaCl diet juga telah ditunjukkan untuk mencegah
perkembangan hipertensi. Pada penderita hipertensi, bahkan jika intervensi tersebut tidak
menghasilkan penurunan tekanan darah yang cukup untuk menghindari terapi obat,
jumlah obat atau dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol tekanan darah dapat dikurangi.
Modifikasi diet yang efektif menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan,
mengurangi asupan NaCl, meningkatkan asupan kalium, mengurangi konsumsi alkohol,
dan pola diet yang sehat secara keseluruhan.2
Mencegah dan mengatasi obesitas sangat penting untuk menurunkan tekanan darah dan
risiko penyakit kardiovaskular. Rata-rata penurunan tekanan darah 6,3/3,1 mmHg
diobseravsi setelah penurunan berat badan sebanyak 9,2 kg. Berolah raga teratur selama
30 menit seperti berjalan, 6-7 perhari dalam seminggu, dapat menurunkan tekanan darah.
Ada variabilitas individu dalam hal sensitivitas tekanan darah terhadap NaCl, dan
variabilitas ini mungkin memiliki dasar genetik. Berdasarkan hasil meta-analisis,
menurunkan tekanan darah dengan membatasi asupan setiap hari untuk 4,4-7,4 g NaCl
(75-125 meq) menyebabkan penurunan tekanan darah 3.7-4.9/0.9-2.9 mmHg pada
hipertensi dan penurunan lebih rendah pada orang darah normal. Konsumsi alkohol pada
orang yang mengkonsumsi tiga atau lebih minuman per hari (minuman standar berisi ~
14 g etanol) berhubungandengan tekanan darah tinggi, dan penurunan konsumsi alkohol
dikaitkan dengan penurunan tekanan darah. Begitu pula dengan DASH (Dietary
Approaches to Stop Hypertension) meliputi diet kaya akan buah-buahan, sayuran, dan
makanan rendah lemak efektif dalam menurunkan tekanan darah. 2,11,12

16
Tabel 2.3 Modifikasi gaya hidup untuk mencegah dan mengatasi hipertensi.3,12,13,14,15,16

Jadi, modifikasi gaya hidup merupakan upaya untuk mengurangi tekanan darah,
mencegah atau memperlambat insiden dari hipertensi, meningkatkan efikasi obat
antihipertensi, dan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular. 3

17
d) Terapi Farmakologi
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan oleh

JNC 7 adalah: 17,18,19,20


a. Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosteron Antagonist
b. Beta Blocker (BB)
c. Calcium Chanel Blocker atau Calcium antagonist (CCB)
d. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACEI)
e. Angiotensin II Receptor Blocker atau Areceptor antagonist/blocker (ARB)
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan target tekanan
darah tercapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk menggunakan
obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam
dengan pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis obat
antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah awal dan ada
tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah,
dan kemudian tekanan darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah
meningkatkan dosis obat tersebut, atau berpindah ke antihipertensif lain dengan dosis
rendah. Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik
tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat
antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi terapi kombinasi dapat
meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat
yang harus diminum bertambah. 2
Kombinasi obat yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah:
a. CCB dan BB
b. CCB dan ACEI atau ARB
c. CCB dan diuretika
d. AB dan BB
e. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat

18
Tabel 2.4. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas Utama Obat Antihipertensi. 2,18,19,20

19
Tabel 2.5. Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 7. 2

20
Penatalaksanaan Krisis Hipertensi4,20,21,22

Penatalaksanaan krisis hipertensi sebaiknya dilakukan di rumah sakit. Perawatan kasus krisis
hipertensi harus dilakukan di RS dengan fasiltas pemantauan memadai yaitu HCU/ICU.

1. Autoregulasi Otak dan Penurunan Tekanan Darah

Autoregulasi adalah penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap kebutuhan dan pasokan
darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap aliran darah dengan berbagai
tingkatan perubahan kontriksi / dilatasi pembuluh darah. Autoregulasi otak ini kemungkinan

21
disebabkan oleh mekanisme miogenic yang disebabkan oleh stretch receptors pada otot
polos arteriol otak.

Pada individu normotensi, aliran darah otak masih tetap pada fluktuasi Mean Arterial
Pressure (MAP) 60–70 mmHg. Dari penelitian didapatkan bahwa atas terendah dari
autoregulasi otak adalah kira-kira 25% dibawah resting MAP. Penurunan tekanan darah
yang terlalu cepat dapat menyebabkan gangguan pembuluh darah koroner, cerebral dan
iskemi renal.

Bila MAP turun dibawah batas autoregulasi, maka otak akan mengeluarkan oksigen lebih
banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran darah yang berkurang. Bila mekanisme ini
gagal, maka dapat terjadi iskemi otak dengan manifestasi klinik seperti mual, menguap,
pingsan dan sinkope. Oleh karena itu dalam tatalaksana krisis hipertensi, pengurangan MAP
dicapai dalam beberapa menit/jam dengan langkah sebagai berikut:

a. 5-120 menit pertama MAP diturunkan 20-25%

b. 2-6 jam kemudian TD diturunkan sampai 160/100 mmHg

c. 6-24 jam berikut diturunkan sampai <140/90 mmHg bila tidak ada gejala iskemia

Durasi waktu penurunan tekanan darah dapat juga dibedakan tergantung dari kerusakan
target organ yang terjadi. Pada penderita aorta diseksi akut ataupun oedema paru akibat
payah jantung kiri dilakukan dalam tempo 15–30 menit. Penderita hipertensi ensefalopati,
penurunan TD 25% dalam 2–3 jam. Untuk pasien dengan infark cerebri akut ataupun
pendarahan intrakranial, pengurangan TD dilakukan lebih lambat (6 – 12 jam) dan harus
dijaga agar TD tidak lebih rendah dari 170 – 180/100 mmHg.

22
2.
Terapi Medikamentosa Krisis Hipertensi 4,20,21,22

Obat yang ideal untuk krisis hipertensi adalah obat yang mempunyai sifat bekerja cepat,
mempunyai jangka waktu kerja yang pendek, efek penurunan TD sesuai dengan dosis
pemberian sehingga dapat dimonitor dan mempunyai efek samping minimal.

Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi tergantung
dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi.

Tabel 2.6 Algoritma untuk Evaluasi Krisis Hipertensi

Hipertensi Urgensi
Parameter Hipertensi Emergensi
Biasa Mendesak

Awasi 1-3 jam; Awasi 3-6


Pasang jalur IV, periksa
memulai/teruskan jam; obat oral
Terapi laboratorium standar,
obat oral, berjangka kerja
terapi obat IV
naikkan dosis pendek

Periksa ulang Periksa ulang


Rencana Rawat ruangan/ICU
dalam 3 hari dalam 24 jam

a. Pemakaian Obat Hipertensi Oral

Umumnya digunakan pada kasus hipertensi urgensi, namun dapat juga digunakan pada
kasus hipertensi emergensi di pelayanan primer sambil merujuk penderita ke Rumah
Sakit.

Tabel 2.7 Obat Hipertensi Oral

Obat Dosis Efek / Lama Perhatian khusus


Kerja

PO 12,5 - 25 mg Hipotensi, gagal


Captopril 15-30 min/6-8
(ulangi per 30 min); ginjal, stenosis

23
SL, 25 mg. jam ; arteri renalis

SL 10-20 min/2-6
jam

Hipotensi, mengantuk
75-150 ug (ulangi per 30-60 min/8-16 (sedasi),mulut kering,
Clonidine
jam) jam rebound phenomene

Bronkokonstriksi,
10 - 40 mg PO 15-30 min/3-6
Propanolol blok jantung,
(ulangi setiap 30 min) jam
hipotensi ortostatik

5 - 10 mg PO (ulangi 5 -15 min/4-6 Takikardi, hipotensi,


Nifedipine
setiap 15 menit) jam gangguan koroner

Nifedipine memiliki efek yang cepat dan terkadang dapat menyebabkan hipotensi dan
refleks takikardi. Pada penggunaan nifedipin sering terjadi miokard infark dan stroke yang
disebabkan karena iskemia (penurunan TD lebih dari 20-25% MAP), maka dari itu,
penggunaan nifedipine sublingual tidak dianjurkan lagi.

b. Pemakaian Obat Hipertensi Parenteral

Tabel 2.8 Obat Hipertensi Parenteral

Efek /Lama
Obat Dosis Perhatian Khusus
Kerja

Mual, muntah, penggunaan


0,25-10 mcg
langsung/2-3 jangka panjang dapat
Sodium / kg / menit
menit setelah menyebabkan keracunan
nitroprusside sebagai infus
infus tiosianat,
IV
methemoglobinemia,

24
asidosis, keracunan sianida.

500-100 mg
2-5 min /5- Sakit kepala, takikardia,
Nitrogliserin sebagai infus
10 min muntah,methemoglobinemia
IV

Takikardi, mual, muntah,


5-15 mg /
1-5 min/15-30 sakit kepala, peningkatan
Nicardipine jam sebagai
min tekanan intrakranial;
infus IV
hipotensi

150 ug, 6
amp per 250
30-60 min/ 24 Ensepalopati dengan
Klonidin cc Glukosa
jam gangguan koroner
5%
mikrodrip

5-15 Takikardi, mual, muntah,


ug/kg/menit 1-5 min/ 15- 30 sakit kepala, peningkatan
Diltiazem sebagi infus min tekanan intrakranial;
IV hipotensi

 Sodium Nitroprusside adalah obat terpilih untuk kasus krisis hipertensi yang serius
karena reaksi kerja cepat dan mudah dikendalikan, namun pemantauan berkala tetap
harus dilaksanakan. Obat diberikan secara infus intravena dengan titrasi yang perlahan
ditingkatkan sesuai dengan target TD yang ingin dicapai. Memiliki mekanisme
vasodilatasi arteriol dan venula sehingga TD menurun. Dapat digunakan dengan
kombinasi Beta-Bloker terutama untuk kasus diseksi aorta.

 Nitroglycerin, intravena, memiliki efek antihipertensi lebih rendah dibanding


nitroprusside dan harus diberikan pada pasien yang memiliki riwayat sindrom iskemia
akut.

25
 Nicardipine, adalah obat golongan calcium channel blocker yang paling potent dan
memiliki waktu kerja yang paling lama. Memiliki efek vasodilator arterial primer,
sehingga dapat menimbulkan refleks takikardi, maka dari itu tidak digunakan tanpa
kombinasi beta-bloker pada pasien dengan kelainan arteri koroner. DIberikan 10-30
mcg/kgBB bolus. Bila TD tetap stabil diteruskan dengan 0,5-6 mcg/kgBB/menit sampai
target TD tercapai.

 Clonidin (catapres) IV (150 mcg/ampul)Clonidin 900 mcg dimasukkan dalam cairan


infus glucosa 5% 500cc dan dengan mikrodrip 12 tetes/ menit, setiap 15 menit dapat
dinaikkan 4 tetes sampai TD yg diharapkan tercapai.Bila TD target tercapai pasien
diobservasi selama 4 jam kemudian diganti dg tablet clonidin oral sesuai kebutuhan.
Clonidin tidak boleh dihentikan mendadak, tetapi diturunkan perlahan-lahan oleh karena
bahaya rebound phenomen, dimana TD naik secara cepat bila obat dihentikan.

 Diltiazem (Herbesser) IV (10 mg dan 50 mg/ampul) Diltiazem 10 mg IV diberikan


dalam 1-3 menitkemudian diteruskan dg infus 50 mg/jam selama 20 menit.Bila TD
telah turun >20% dari awal, dosis diberikan 30 mg/jam sampai target
tercapai.Diteruskan dengandosis maintenance 5-10 mg/jam dengan observasi 4 jam
kemudian diganti dengan tablet oral.

X. KOMPLIKASI
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung, gagal jantung
kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Tekanan darah yang tinggi
umumnya meningkatkan resiko terjadinya komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak diobati
akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar
10-20 tahun. 19,23
Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak terkontrol dan telah
menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab kematian yang sering terjadi adalah
penyakit jantung dengan atau tanpa disertai stroke dan gagal ginjal. Dengan pendekatan
sistem organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi, yaitu: 20

26
Tabel 2.9 Komplikasi Hipertensi20

Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata, ginjal, jantung
dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan
kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi
beratselain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi perdarahan yang
disebabkanoleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain
yangdapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara
(TransientIschemic Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi
yanglama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna. 21
Risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi ditentukan tidak hanyatingginya
tekanan darah tetapi juga telah atau belum adanya kerusakan organ target sertafaktor risiko
21
lain seperti merokok, dislipidemia dan diabetes melitus. Tekanan darah sistolik melebihi
140 mmHg pada individu berusia lebih dari 50 tahun, merupakan faktor risiko kardiovaskular
yang penting. Selain itu dimulai dari tekanandarah 115/75 mmHg, kenaikan setiap 20/10
mmHg meningkatkan risiko penyakitkardiovaskuler sebanyak dua kali. 20,22

27
XI. PROGNOSIS
Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan pengobatan yang tepat. Terapi dengan
kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obatan antihipertensi biasanya dapat menjaga
tekanan darah pada tingkat yang tidak akan menyebabkan kerusakan pada jantung atau organ
lain. Kunci untuk menghindari komplikasi serius dari hipertensi adalah mendeteksi dan
mengobati sebelum kerusakan terjadi.16

28
BAB III

LAPORAN KASUS HIPERTENSI

I. IDENTITAS PASIEN

No. Rekam Medis : 21158


Nama Pasien : Tn. AP
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Agama : Kristen
Suku/Bangsa : Batak/Indonesia
Alamat : Pematang Raya
Status : Menikah
Dokter DPJP : dr. Chairun Arrasyid, Sp. PD
Tanggal Masuk : 8 Oktober 2020
Jam Masuk : 15:34 WIB

II. Anamnesis
a. Keluhan utama : Nyeri kepala dan tengkuk
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Nyeri kepala dikeluhakan sejak ± 5 hari yang lalu disertai dengan rasa nyeri dan tegang
pada tengkuk. Keluhan ini dirasakan berlangsung terus menerus dan semakin memberat
ketika os sedang stress. Selain itu os juga mengeluhkan rasa pegal- pegal pada punggung,
kedua tangan, serta kaki. Os juga merasa pusing berputar dan merasa kelelahan,
kesemutan ditangan dan kaki, namun os mengaku tidak merasa mual atau sampai muntah.
Jantung berdebar-debar (-), sesak napas (-), gangguan penglihatan (-), BAB dan BAK (+)
dalam batas normal.
c. Riwayat Pengobatan:
Os mengaku bahwa ia terkadang mengkonsumsi obat sakit kepala yang dijual di warung

29
untuk mengatasi nyeri kapala yang dialaminya. Seminggu yang lalu, Os sudah berobat ke
puskesmas diberi amlodipin tapi tidak ada perubahan. Os tetap merasakan pusing dan
nyeri kepala.
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
Sering merasakan keluhan yang sama karena mempunyai riwayat hipertensi, riwayat
hipertensi sudah tiga tahun, namun tidak meminum obat anti hipertensi secara teratur.
Riwayat penyakit jantung (-), DM (-).

30
e. Riwayat Penyakit Keluarga :

Os mengaku ayahnya dulu pernah menderita tekanan darah tinggi. Saat ini tidak ada
anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti os.

f. Riawayat Alergi :
Os tidak mempunyai riwayat alergi.

g. Riwayat Psikososial :
Os mengaku suka mengkonsumsi makanan yang asin seperti ikan asin, dan dikonsumsi
hampir setiap hari. Os juga sering mengkonsumsi makanan yang digoreng, jarang
mengkonsumsi buah dan sayur serta jarang berolahraga. Makan teratur sehari 3 kali, os
mengaku mengkonsumsi rokok sehari 3 batang, alkohol (-), cukup sering meminum kopi,
dan sering kurang tidur karena memiliki banyak pikiran semenjak os pensiun.

III. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 240/100 mmHg
Frekuensi nadi : 92 x/menit
Frekuensi nafas : 22 x/menit
Suhu : 36,7oC
Berat badan : 58 Kg
Tinggi badan : 165 cm
Status gizi : Normal dengan IMT 21,3 kg/m2
Status generalis
Kepala-Leher
Kulit : Berwarna sawo matang, ikterus (-), sianosis (-)

Kepala : Bentuk normal, tidak teraba benjolan, rambut berwarna hitam


terdistribusi merata, tidak mudah dicabut

31
Mata OD : Bentuk normal, Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik,
palpebral superior et inferior tidak edema, pupil bulat dengan
diameter kurang lebih 3 mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-)
OS : Bentuk normal, Konjungtiva anemis, skelra tidak ikterik,
palpebral superior et inferior tidak edema, pupil bulat dengan
diameter kurang lebih 3 mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-)

Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak ada sekret, tidak ada
serumen
Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi, tidak ada sekret

Mulut : Bentuk normal, perioral tidak sianosis, bibir lembab, lidah tidak
kotor, arkus faring simetris, letak uvula di tengah, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1,
mukosa mulut tidak ada kelainan

Leher : Pembesaran KGB -/-

Thorax
Inspeksi :
 Bentuk dan ukuran : Bentuk dada kiri dan kanan simetris, barrel chest(-)

pergerakan dinding dada simetris

 Permukaan dada : Papula (-), purpura (-), ekimosis (-), spider naevi (-),
vena kolateral (-), massa (-).
 Iga dan sela iga : Pelebaran ICS (-)
 Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis : cekung, simetris kiri dan kanan
Fossa jugularis : Tidak tampak deviasi
 Tipe pernafasan : Torako-abdominal

Palpasi

 Trakea : Tidak ada deviasi trakea, iktus kordis teraba di ICS V


linea parasternal sinistra

32
 Nyeri tekan (-), massa (-), edema (-), krepitasi (-).
 Gerakan dinding dada : Simetris kiri dan kanan
 Fremitus vocal : Simetris kiri dan kanan

Perkusi

 Sonor seluruh lapang paru


 Batas paru-hepar : Inspirasi ICS VI, Ekspirasi ICS VI
 Batas paru-jantung :
 Kanan : ICS II linea parasternalis dekstra
 Kiri : ICS IV linea mid clavicula sinistra

Auskultasi

 Cor : S1 S2 tunggal regular, Murmur (-), Gallop (-).


 Pulmo :
 Vesikuler (+) pada seluruh lapang paru
 Rhonki (-/-)
 Wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi :

 Bentuk : Simetris
 Umbilicus : Masuk merata
 Permukaan Kulit : Tanda-tanda inflamasi (-), sianosis (-), venektasi (-),massa (-),
vena kolateral (-), papula (-), petekie (-), purpura (-), ekimosis (-),spider navy (-).
 Distensi (-)
 Ascites (-)

Auskultasi

 Bising usus (+) normal

33
 Metallic sound (-)
 Bising aorta (-)

Perkusi

 Timpani pada seluruh lapang abdomen (+)


 Nyeri ketok (-)

Palpasi

 Nyeri tekan epigastrium (-)


 Massa (-)
 Hepar / lien : tidak teraba

Ekstremitas

 Akral hangat : (+/+)


 Edema : (+/+)
 CRT > 2 detik

Inguinal-genitalia-anus : tidak diperiksa

IV. Pemeriksaan Penunjang


Tidak dievaluasi

V. Diagnosis Kerja
Hipertensi Urgensi

34
VI. Penatalaksanaan

1. Non-Farmakologi
1. Diet rendah garam, olahraga teratur, menghindari faktor risiko seperti merokok, alkohol
dan stress
2. Bed rest

2. Farmakologi
- Bed rest di IGD observasi pasien selama 1 jam
- Captopril secara sublingual 50 mg di IGD dengan target penurunan tekanan darah
sebesar 20- 25% MAP, MAP yang diharapkan dalam 1 jam pertama adalah
109,95 – 117,27 mmhg.
- Setelah evaluasi selama 1 jam tekanan darah yang diperoleh adalah 170/90 mmhg
(MAP = 116,7 mmhg ) maka  pasien diperbolehkan rawat jalan (PBJ).
- Obat Rawat Jalan :
o Amlodipin 5 mg 1x1 tab pada malam hari
o Captopril 12,5 mg 3x1 tab pada pagi,siang dan malam hari
o Paracetamol 3x1 tab untuk mengurangi nyeri kepala
o Vitamin B Complex 2x1

VII. Prognosis
Quo ad vitam
: dubia ad
bonam
Quo ad
functionam

: dubia ad
bonam
Quo ad
sanactionam : dubia ad bonam

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Wade, A Hwheir, D N Cameron, A. 2008. Using a Problem Detection Study (PDS)


to Identify and Compare Health Care Privider and Consumer Views of Antihypertensive
therapy. Journal of Human Hypertension, Jun Vol 17 Issue 6.
2. Yogiantoro M. Hipertensi Esensial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
IV. Jakarta: FK UI. 2009
3. Armilawaty, Amalia H, Amirudin R. Hipertensi dan Faktor Risikonya dalam Kajian
Epidemiologi. Bagian Epidemiologi FKM UNHAS.
2007.http;//www.CerminDuniaKedokteran.com/index.php?option=com_content&tas
k=view&id=38&Itemid=12). Diakses tanggal 8 April 2014, pukul 20.00 WIB.
4. McPhee, Steven J. Hypertensive Urgencies and Emergencies. CURRENT Medical
Diagnosis and Treatment 2012. United States : McGraw-Hill Companies, 2011
5. Sharma S, et all. Hypertension. Last Update Aug 8, 2008. http//:www.emedicine.com.
[Diakses pada tanggal 8 April 2014].
6. Anonim.Hipertensi.Primer.http://www.scribd.com/doc/3498615/HIPERTENSI
PRIMER?autodown=doc. [Diakses pada tanggal 8 April 2014].
7. Oktora R. Gambaran Penderita Hipertensi Yang Dirawat Inap di Bagian Penyakit Dalam
RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari Sampai Desember 2008, Skripsi, FK
UNRI, 2007, hal 41-42.
8. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Hypertensive Vascular Disease. Dalam: Robn and
Cotran Pathologic Basis of Disease, 7th edition. Philadelpia: Elsevier Saunders, 2005.
9. Cortas K, et all. Hypertension. Last update May 11 2008. http//:www.emedicine.com.
[Diakses pada tangal 8 April 2014].
10. Shapo L, Pomerleau J, McKee M. Epidemiology of Hypertension and Associated
Cardiovascular Risk Factors in a Country in Transition. Albania: Journal Epidemiology
Community Health 2011.
11. Widayanto D. Apa Manfaat Garam Sebagai Bahan Pengawet.
http://id.answers.yahoo.com/question/index;_ylt=Aj3eh2PdCnd0po.ZrHRTkNLVRg
x.;_ylv=3?qid=20080814042051AAWyOOk. [Diakses pada tanggal 8 April 2014].

36
12. Sianturi G. Cegah Hipertensi dengan Pola Makan. Last update 27 Februari 2009.
www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1046314663,16713, - 24k. [Diakses pada
tanggal 8 April 2014].
13. Waspadji S dkk. Daftar Bahan Makanan Penukar. Divisi Metabolik Endokrin
Departemen Ilmu Penyakit Dalam dan Instalasi Ilmu Gizi RS Cipto Mangunkusuno,
Jakarta, 2010.
14. Bowman ST et al. Clinical Research Hypertension. A Prospective Study of Cigarette
Smokey And Risk of Inciden Hypertension In Bringham And Women Hospital
Massachucetts, 2012.
15. Sarwoyo HD dan Hendarwo M. Pola Perilaku Type A (PPTA) Pada Penyakit Jantung
Koroner (PJK). Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang.
http://www.tempo.co.id/medika/arsip/092002/art-2.htm.
16. Cahyono, Suharjo. 2008. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Jakarta : Kanisius.
17. Price, Wilson. 2009. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC
18. Gray, Huon. 2009. Kardiologi Edisi IV. Jakarta: Erlangga.
19. Depkes 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tata Laksana Penyakit Hipertensi.
Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Depkes RI.
20. Cardiology Channel. Hypertension (High Blood Pressure); http://www.
Cardiologychannel.com [diakses tanggal 8 April 2014].
21. Hoeymans N, Smit HA, Verkleij H, Kromhout D. Cardiovascular Risk Factors in
Netherlands. Eur Heart , 2011.p 520.
22. Susalit E, Kapojos EJ, Lubis HR. Hipertensi Primer Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Edisi III, Jilid II, Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

37

Anda mungkin juga menyukai