PENDAHULUAN
1
Penatalaksanaan penyakit hipertensi dikenal dengan 4 pilar utama pengelolaan, yaitu
penyuluhan, perencanaan pola makan, latihan jasmani dan medikamentosa. Komponen utama
dalam keberhasilan penatalaksanaan hipertensi adalah terapi gizi. Namun masih banyak
penderita yang melanggar pola makan yang sudah dianjurkan. Diharapkan dengan kegiatan ini
kami dapat membantu pasien dalam pengelolaan penyakitnya berdasarkan 4 pilar utama
pengelolaan yaitu penyuluhan tentang etiologi, gejala, faktor resiko, komplikasi, pencegahan dan
pengobatan, perencanaan pola makan, latihan jasmani dan medikamentosa.3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah diukur dengan spygmomanometer yang
telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien
beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak atau terlentang paling sedikit selama 5
menit sampai 30 menit setelah merokok atau minum kopi.1
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial.
Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi primer untuk membedakannya dengan
hipertensi lain yang sekunder karena sebab-sebab yang diketahui. Menurut The Seventh
Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada orang
dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat
2.2
Krisis hipertensi merupakan salah satu kegawatan di bidang neurovaskular yang sering
dijumpai di instalasi gawat darurat. Krisis hipertensi ditandai dengan peningkatan tekanan
darah akut dan sering berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan konsekuensi
dari peningkatan darah tersebut. Ini merupakan komplikasi yang sering dari penderita
dengan hipertensi dan membutuhkan penanganan segera untuk mencegah
komplikasi yang mengancam jiwa.1
II. EPIDEMIOLOGI
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang
berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner
untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah menjadi
masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa
negara yang ada didunia 3. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut maka jumlah
pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah 2. Diperkirakan sekitar
80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah
3
639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025.
Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan
penduduk saat ini.3
III. ETIOLOGI
Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan pasti. Hipertensi
primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini disebabkaberbagai
faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan oleh faktor primer yang
diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stres akut, kerusakan
vaskuler dan lain-lain. Adapun penyebab paling umum pada penderita hipertensi maligna
adalah hipertensi yang tidak terobati. Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan
keparahan dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi.2,3
Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis
kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan
nutrisi.2,3
a. Faktor genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai
risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium
intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang
tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi
dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. 1Selain itu
didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga.2
b. Umur
Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur. Pasien yang berumur
di atas 60 tahun, 50 – 60 % mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan
140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang
bertambah usianya.2Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya oleh
karena interaksi berbagai faktor. Dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga
akan meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh
karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan
berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik meningkat karena
4
kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada penambahan umur sampai dekade
ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik meningkat sampai dekade kelima dan keenam
kemudian menetap atau cenderung menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan
beberapa perubahan fisiologis, ada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan
aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu reflex baroreseptor pada usia lanjut
sensitivitasnya sudah berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang dimana
aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun.3
c. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindung
dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause.3 Wanita yang belum mengalami
menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar
High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor
pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen
dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada
premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang
selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana
hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami,
yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.2,3
d. Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yang berkulit putih.
Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun pada orang kulit
hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitifitas terhadap vasopressin
lebih besar. 3
e. Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada kebanyakan
kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for Health USA (NIH, 1998),
prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30
(obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi
18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal
menurut standar internasional). 3
f. Pola asupan garam dalam diet
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) merekomendasikan pola
5
konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang
direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6
gram garam) perhari.2 Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi
natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan
intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat.
Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume
darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi. 3
Karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium. Sumber
natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur), penyedap masakan
monosodium glutamate (MSG), dan sodium karbonat. Konsumsi garam dapur
(mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan
satu sendok teh. Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya masak memasak
masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan garam dan MSG. 3
Tabel 2.1 Kandungan Natrium pada Beberapa Makanan.3
6
g. Merokok
h. Tipe kepribadian
Secara statistik pola perilaku tipe A terbukti berhubungan dengan prevalensi hipertensi.
Pola perilaku tipe A adalah pola perilaku yang sesuai dengan kriteria pola perilaku tipe A
dari Rosenman yang ditentukan dengan cara observasi dan pengisian kuisioner self rating
dari Rosenman yang sudah dimodifikasi. Mengenai bagaimana mekanisme pola perilaku
tipe A menimbulkan hipertensi banyak penelitian menghubungkan dengan sifatnya yang
ambisius, suka bersaing, bekerja tidak pernah lelah, selalu dikejar waktu dan selalu
merasa tidak puas. Sifat tersebut akan mengeluarkan katekolamin yang dapat
menyebabkan prevalensi kadar kolesterol serum meningkat, hingga akan mempermudah
terjadinya aterosklerosis.14 Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer
dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stress ini
dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal. 3
V. GEJALA KLINIK
Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi pada penderita hipertensi yaitu sakit kepala, pusing,
gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung, sukar tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga
berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan sering kencing di malam hari. Gejala akibat
komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi gangguan : penglihatan, saraf, jantung,
fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan kejang dan perdarahan
pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, ganguan kesadaran hingga koma .2
7
VI. KLASIFIKASI2
Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada pengukuran rata-rata dua kali pengukuran
pada masing-masing kunjungan
Krisis Hipertensi4
Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat
tinggi (sistole ≥180 mmHg dan/atau diastole ≥120 mmHg) dengan kemungkinan akan timbulnya
atau telah terjadi kelinan organ target. 4 Pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien
hipertensi yang tidak atau lalai memakan obat antihipertensi.4
Klasifikasi2,4
8
Faktor Resiko4
Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat
Kehamilan
Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi (luka bakar, trauma kepala, penyakit vascular)
Faktor Presipitasi4
Keadaan-keadaan klinis yang sering mempresipitasi timbulnya krisis hipertensi, antara lain:
Hipertensi renovaskular
Glomerulonefritis akut
Renin-secretin tumors
Manifestasi Klinis4
Gambaran klinis krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target yang terganggu,
diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung dan diseksi aorta; mata kabur dan
edema papilla mata; sakit kepala hebat, nyeri tengkuk, gangguan kesadaran dan lateralisasi pada
gangguan otak; gagal ginjal akut pada gangguan ginjal.
Ensefalopathy Hipertensi
Iskemia Otak
Perdarahan Intrakranial
Gagal Jantung Kiri Akut
Diseksi Aorta Aneurisma Akut
9
Diagnosa4
Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi tergantung
kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan yang
menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah dapat mendiagnosa suatu krisis
hipertensi.
1. Anamnesis4
Gejala sistem kardiovaskular (adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru, nyeri
dada).
2. Pemeriksaan Fisik4
Pengukuran Tekanan Darah dan mencari kerusakan organ sasaran (otak, retina, jantung,
ginjal, aorta). Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi
ataupun payah jantung, kongestif dan edema paru.
3. Pemeriksaan Penunjang4
X-Ray : apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan terlaksana)
10
VII. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin
I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting
dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati.
Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I.
Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui
dua aksi utama.5 Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan
rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang
diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya.
Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik
cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah.5,6
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur
volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali
dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah.5,6
11
Gambar 2.1 Patofisiologi hipertensi 6,7,8
12
Gambar 2.2 Perjalanan alamiah hipertensi Primer
yang tidak terobati 5,8,9
13
4. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum
memulai terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan faktor risiko lain atau
mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urinalisa, darah perifer lengkap, kimia
darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL).
Sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain, seperti klirens kreatinin, protein
urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL, TSH, dan ekokardiografi.2
IX. PENATALAKSANAAN
a) Target Tekanan Darah
Menurut Joint National Commission (JNC) 7, rekomendasi target tekanan darah yang harus
dicapai adalah < 140/90 mmHg dan target tekanan darah untuk pasien penyakit ginjal kronik
dan diabetes adalah ≤ 130/80 mmHg. American Heart Association (AHA) merekomendasikan
target tekanan darah yang harus dicapai, yaitu 140/90 mmHg, 130/80 mmHg untuk pasien
dengan penyakit ginjal kronik, penyakit arteri kronik atau ekuivalen penyakit arteri kronik,
dan ≤ 120/80 mmHg untuk pasien dengan gagal jantung. Sedangkan menurut National
Kidney Foundation (NKF), target tekanan darah yang harus dicapai adalah 130/80 mmHg
untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik dan diabetes, dan < 125/75 mmHg untuk pasien
dengan > 1 g proteinuria.2
b) Algoritme Penanganan Hipertensi
Gambar 2.3 Algoritme penanganan hipertensi menurut JNC 7. 2,11,12
14
15
c)
Modifikasi Gaya Hidup12,13,14
Pelaksanaan gaya hidup yang positif mempengaruhi tekanan darah memiliki implikasi
baik untuk pencegahan dan pengobatan hipertensi. Promosi kesehatan modifikasi gaya
hidup direkomendasikan untuk individu dengan pra-hipertensi dan sebagai tambahan
terhadap terapi obat pada individu hipertensi. Intervensi ini untuk risiko penyakit jantung
secara keseluruhan. Meskipun dampak intervensi gaya hidup pada tekanan darah akan
lebih terlihat pada orang dengan hipertensi, dalam percobaan jangka pendek, penurunan
berat badan dan pengurangan NaCl diet juga telah ditunjukkan untuk mencegah
perkembangan hipertensi. Pada penderita hipertensi, bahkan jika intervensi tersebut tidak
menghasilkan penurunan tekanan darah yang cukup untuk menghindari terapi obat,
jumlah obat atau dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol tekanan darah dapat dikurangi.
Modifikasi diet yang efektif menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan,
mengurangi asupan NaCl, meningkatkan asupan kalium, mengurangi konsumsi alkohol,
dan pola diet yang sehat secara keseluruhan.2
Mencegah dan mengatasi obesitas sangat penting untuk menurunkan tekanan darah dan
risiko penyakit kardiovaskular. Rata-rata penurunan tekanan darah 6,3/3,1 mmHg
diobseravsi setelah penurunan berat badan sebanyak 9,2 kg. Berolah raga teratur selama
30 menit seperti berjalan, 6-7 perhari dalam seminggu, dapat menurunkan tekanan darah.
Ada variabilitas individu dalam hal sensitivitas tekanan darah terhadap NaCl, dan
variabilitas ini mungkin memiliki dasar genetik. Berdasarkan hasil meta-analisis,
menurunkan tekanan darah dengan membatasi asupan setiap hari untuk 4,4-7,4 g NaCl
(75-125 meq) menyebabkan penurunan tekanan darah 3.7-4.9/0.9-2.9 mmHg pada
hipertensi dan penurunan lebih rendah pada orang darah normal. Konsumsi alkohol pada
orang yang mengkonsumsi tiga atau lebih minuman per hari (minuman standar berisi ~
14 g etanol) berhubungandengan tekanan darah tinggi, dan penurunan konsumsi alkohol
dikaitkan dengan penurunan tekanan darah. Begitu pula dengan DASH (Dietary
Approaches to Stop Hypertension) meliputi diet kaya akan buah-buahan, sayuran, dan
makanan rendah lemak efektif dalam menurunkan tekanan darah. 2,11,12
16
Tabel 2.3 Modifikasi gaya hidup untuk mencegah dan mengatasi hipertensi.3,12,13,14,15,16
Jadi, modifikasi gaya hidup merupakan upaya untuk mengurangi tekanan darah,
mencegah atau memperlambat insiden dari hipertensi, meningkatkan efikasi obat
antihipertensi, dan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular. 3
17
d) Terapi Farmakologi
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan oleh
18
Tabel 2.4. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas Utama Obat Antihipertensi. 2,18,19,20
19
Tabel 2.5. Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 7. 2
20
Penatalaksanaan Krisis Hipertensi4,20,21,22
Penatalaksanaan krisis hipertensi sebaiknya dilakukan di rumah sakit. Perawatan kasus krisis
hipertensi harus dilakukan di RS dengan fasiltas pemantauan memadai yaitu HCU/ICU.
Autoregulasi adalah penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap kebutuhan dan pasokan
darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap aliran darah dengan berbagai
tingkatan perubahan kontriksi / dilatasi pembuluh darah. Autoregulasi otak ini kemungkinan
21
disebabkan oleh mekanisme miogenic yang disebabkan oleh stretch receptors pada otot
polos arteriol otak.
Pada individu normotensi, aliran darah otak masih tetap pada fluktuasi Mean Arterial
Pressure (MAP) 60–70 mmHg. Dari penelitian didapatkan bahwa atas terendah dari
autoregulasi otak adalah kira-kira 25% dibawah resting MAP. Penurunan tekanan darah
yang terlalu cepat dapat menyebabkan gangguan pembuluh darah koroner, cerebral dan
iskemi renal.
Bila MAP turun dibawah batas autoregulasi, maka otak akan mengeluarkan oksigen lebih
banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran darah yang berkurang. Bila mekanisme ini
gagal, maka dapat terjadi iskemi otak dengan manifestasi klinik seperti mual, menguap,
pingsan dan sinkope. Oleh karena itu dalam tatalaksana krisis hipertensi, pengurangan MAP
dicapai dalam beberapa menit/jam dengan langkah sebagai berikut:
c. 6-24 jam berikut diturunkan sampai <140/90 mmHg bila tidak ada gejala iskemia
Durasi waktu penurunan tekanan darah dapat juga dibedakan tergantung dari kerusakan
target organ yang terjadi. Pada penderita aorta diseksi akut ataupun oedema paru akibat
payah jantung kiri dilakukan dalam tempo 15–30 menit. Penderita hipertensi ensefalopati,
penurunan TD 25% dalam 2–3 jam. Untuk pasien dengan infark cerebri akut ataupun
pendarahan intrakranial, pengurangan TD dilakukan lebih lambat (6 – 12 jam) dan harus
dijaga agar TD tidak lebih rendah dari 170 – 180/100 mmHg.
22
2.
Terapi Medikamentosa Krisis Hipertensi 4,20,21,22
Obat yang ideal untuk krisis hipertensi adalah obat yang mempunyai sifat bekerja cepat,
mempunyai jangka waktu kerja yang pendek, efek penurunan TD sesuai dengan dosis
pemberian sehingga dapat dimonitor dan mempunyai efek samping minimal.
Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi tergantung
dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi.
Hipertensi Urgensi
Parameter Hipertensi Emergensi
Biasa Mendesak
Umumnya digunakan pada kasus hipertensi urgensi, namun dapat juga digunakan pada
kasus hipertensi emergensi di pelayanan primer sambil merujuk penderita ke Rumah
Sakit.
23
SL, 25 mg. jam ; arteri renalis
SL 10-20 min/2-6
jam
Hipotensi, mengantuk
75-150 ug (ulangi per 30-60 min/8-16 (sedasi),mulut kering,
Clonidine
jam) jam rebound phenomene
Bronkokonstriksi,
10 - 40 mg PO 15-30 min/3-6
Propanolol blok jantung,
(ulangi setiap 30 min) jam
hipotensi ortostatik
Nifedipine memiliki efek yang cepat dan terkadang dapat menyebabkan hipotensi dan
refleks takikardi. Pada penggunaan nifedipin sering terjadi miokard infark dan stroke yang
disebabkan karena iskemia (penurunan TD lebih dari 20-25% MAP), maka dari itu,
penggunaan nifedipine sublingual tidak dianjurkan lagi.
Efek /Lama
Obat Dosis Perhatian Khusus
Kerja
24
asidosis, keracunan sianida.
500-100 mg
2-5 min /5- Sakit kepala, takikardia,
Nitrogliserin sebagai infus
10 min muntah,methemoglobinemia
IV
150 ug, 6
amp per 250
30-60 min/ 24 Ensepalopati dengan
Klonidin cc Glukosa
jam gangguan koroner
5%
mikrodrip
Sodium Nitroprusside adalah obat terpilih untuk kasus krisis hipertensi yang serius
karena reaksi kerja cepat dan mudah dikendalikan, namun pemantauan berkala tetap
harus dilaksanakan. Obat diberikan secara infus intravena dengan titrasi yang perlahan
ditingkatkan sesuai dengan target TD yang ingin dicapai. Memiliki mekanisme
vasodilatasi arteriol dan venula sehingga TD menurun. Dapat digunakan dengan
kombinasi Beta-Bloker terutama untuk kasus diseksi aorta.
25
Nicardipine, adalah obat golongan calcium channel blocker yang paling potent dan
memiliki waktu kerja yang paling lama. Memiliki efek vasodilator arterial primer,
sehingga dapat menimbulkan refleks takikardi, maka dari itu tidak digunakan tanpa
kombinasi beta-bloker pada pasien dengan kelainan arteri koroner. DIberikan 10-30
mcg/kgBB bolus. Bila TD tetap stabil diteruskan dengan 0,5-6 mcg/kgBB/menit sampai
target TD tercapai.
X. KOMPLIKASI
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung, gagal jantung
kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Tekanan darah yang tinggi
umumnya meningkatkan resiko terjadinya komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak diobati
akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar
10-20 tahun. 19,23
Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak terkontrol dan telah
menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab kematian yang sering terjadi adalah
penyakit jantung dengan atau tanpa disertai stroke dan gagal ginjal. Dengan pendekatan
sistem organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi, yaitu: 20
26
Tabel 2.9 Komplikasi Hipertensi20
Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata, ginjal, jantung
dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan
kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi
beratselain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi perdarahan yang
disebabkanoleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain
yangdapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara
(TransientIschemic Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi
yanglama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna. 21
Risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi ditentukan tidak hanyatingginya
tekanan darah tetapi juga telah atau belum adanya kerusakan organ target sertafaktor risiko
21
lain seperti merokok, dislipidemia dan diabetes melitus. Tekanan darah sistolik melebihi
140 mmHg pada individu berusia lebih dari 50 tahun, merupakan faktor risiko kardiovaskular
yang penting. Selain itu dimulai dari tekanandarah 115/75 mmHg, kenaikan setiap 20/10
mmHg meningkatkan risiko penyakitkardiovaskuler sebanyak dua kali. 20,22
27
XI. PROGNOSIS
Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan pengobatan yang tepat. Terapi dengan
kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obatan antihipertensi biasanya dapat menjaga
tekanan darah pada tingkat yang tidak akan menyebabkan kerusakan pada jantung atau organ
lain. Kunci untuk menghindari komplikasi serius dari hipertensi adalah mendeteksi dan
mengobati sebelum kerusakan terjadi.16
28
BAB III
I. IDENTITAS PASIEN
II. Anamnesis
a. Keluhan utama : Nyeri kepala dan tengkuk
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Nyeri kepala dikeluhakan sejak ± 5 hari yang lalu disertai dengan rasa nyeri dan tegang
pada tengkuk. Keluhan ini dirasakan berlangsung terus menerus dan semakin memberat
ketika os sedang stress. Selain itu os juga mengeluhkan rasa pegal- pegal pada punggung,
kedua tangan, serta kaki. Os juga merasa pusing berputar dan merasa kelelahan,
kesemutan ditangan dan kaki, namun os mengaku tidak merasa mual atau sampai muntah.
Jantung berdebar-debar (-), sesak napas (-), gangguan penglihatan (-), BAB dan BAK (+)
dalam batas normal.
c. Riwayat Pengobatan:
Os mengaku bahwa ia terkadang mengkonsumsi obat sakit kepala yang dijual di warung
29
untuk mengatasi nyeri kapala yang dialaminya. Seminggu yang lalu, Os sudah berobat ke
puskesmas diberi amlodipin tapi tidak ada perubahan. Os tetap merasakan pusing dan
nyeri kepala.
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
Sering merasakan keluhan yang sama karena mempunyai riwayat hipertensi, riwayat
hipertensi sudah tiga tahun, namun tidak meminum obat anti hipertensi secara teratur.
Riwayat penyakit jantung (-), DM (-).
30
e. Riwayat Penyakit Keluarga :
Os mengaku ayahnya dulu pernah menderita tekanan darah tinggi. Saat ini tidak ada
anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti os.
f. Riawayat Alergi :
Os tidak mempunyai riwayat alergi.
g. Riwayat Psikososial :
Os mengaku suka mengkonsumsi makanan yang asin seperti ikan asin, dan dikonsumsi
hampir setiap hari. Os juga sering mengkonsumsi makanan yang digoreng, jarang
mengkonsumsi buah dan sayur serta jarang berolahraga. Makan teratur sehari 3 kali, os
mengaku mengkonsumsi rokok sehari 3 batang, alkohol (-), cukup sering meminum kopi,
dan sering kurang tidur karena memiliki banyak pikiran semenjak os pensiun.
31
Mata OD : Bentuk normal, Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik,
palpebral superior et inferior tidak edema, pupil bulat dengan
diameter kurang lebih 3 mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-)
OS : Bentuk normal, Konjungtiva anemis, skelra tidak ikterik,
palpebral superior et inferior tidak edema, pupil bulat dengan
diameter kurang lebih 3 mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-)
Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak ada sekret, tidak ada
serumen
Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi, tidak ada sekret
Mulut : Bentuk normal, perioral tidak sianosis, bibir lembab, lidah tidak
kotor, arkus faring simetris, letak uvula di tengah, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1,
mukosa mulut tidak ada kelainan
Thorax
Inspeksi :
Bentuk dan ukuran : Bentuk dada kiri dan kanan simetris, barrel chest(-)
Permukaan dada : Papula (-), purpura (-), ekimosis (-), spider naevi (-),
vena kolateral (-), massa (-).
Iga dan sela iga : Pelebaran ICS (-)
Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis : cekung, simetris kiri dan kanan
Fossa jugularis : Tidak tampak deviasi
Tipe pernafasan : Torako-abdominal
Palpasi
32
Nyeri tekan (-), massa (-), edema (-), krepitasi (-).
Gerakan dinding dada : Simetris kiri dan kanan
Fremitus vocal : Simetris kiri dan kanan
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi :
Bentuk : Simetris
Umbilicus : Masuk merata
Permukaan Kulit : Tanda-tanda inflamasi (-), sianosis (-), venektasi (-),massa (-),
vena kolateral (-), papula (-), petekie (-), purpura (-), ekimosis (-),spider navy (-).
Distensi (-)
Ascites (-)
Auskultasi
33
Metallic sound (-)
Bising aorta (-)
Perkusi
Palpasi
Ekstremitas
V. Diagnosis Kerja
Hipertensi Urgensi
34
VI. Penatalaksanaan
1. Non-Farmakologi
1. Diet rendah garam, olahraga teratur, menghindari faktor risiko seperti merokok, alkohol
dan stress
2. Bed rest
2. Farmakologi
- Bed rest di IGD observasi pasien selama 1 jam
- Captopril secara sublingual 50 mg di IGD dengan target penurunan tekanan darah
sebesar 20- 25% MAP, MAP yang diharapkan dalam 1 jam pertama adalah
109,95 – 117,27 mmhg.
- Setelah evaluasi selama 1 jam tekanan darah yang diperoleh adalah 170/90 mmhg
(MAP = 116,7 mmhg ) maka pasien diperbolehkan rawat jalan (PBJ).
- Obat Rawat Jalan :
o Amlodipin 5 mg 1x1 tab pada malam hari
o Captopril 12,5 mg 3x1 tab pada pagi,siang dan malam hari
o Paracetamol 3x1 tab untuk mengurangi nyeri kepala
o Vitamin B Complex 2x1
VII. Prognosis
Quo ad vitam
: dubia ad
bonam
Quo ad
functionam
: dubia ad
bonam
Quo ad
sanactionam : dubia ad bonam
35
DAFTAR PUSTAKA
36
12. Sianturi G. Cegah Hipertensi dengan Pola Makan. Last update 27 Februari 2009.
www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1046314663,16713, - 24k. [Diakses pada
tanggal 8 April 2014].
13. Waspadji S dkk. Daftar Bahan Makanan Penukar. Divisi Metabolik Endokrin
Departemen Ilmu Penyakit Dalam dan Instalasi Ilmu Gizi RS Cipto Mangunkusuno,
Jakarta, 2010.
14. Bowman ST et al. Clinical Research Hypertension. A Prospective Study of Cigarette
Smokey And Risk of Inciden Hypertension In Bringham And Women Hospital
Massachucetts, 2012.
15. Sarwoyo HD dan Hendarwo M. Pola Perilaku Type A (PPTA) Pada Penyakit Jantung
Koroner (PJK). Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang.
http://www.tempo.co.id/medika/arsip/092002/art-2.htm.
16. Cahyono, Suharjo. 2008. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Jakarta : Kanisius.
17. Price, Wilson. 2009. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC
18. Gray, Huon. 2009. Kardiologi Edisi IV. Jakarta: Erlangga.
19. Depkes 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tata Laksana Penyakit Hipertensi.
Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Depkes RI.
20. Cardiology Channel. Hypertension (High Blood Pressure); http://www.
Cardiologychannel.com [diakses tanggal 8 April 2014].
21. Hoeymans N, Smit HA, Verkleij H, Kromhout D. Cardiovascular Risk Factors in
Netherlands. Eur Heart , 2011.p 520.
22. Susalit E, Kapojos EJ, Lubis HR. Hipertensi Primer Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Edisi III, Jilid II, Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
37