Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GERIATRI

PADA NY.W DENGAN DIAGNOSA HIPERTENSI


DI DUSUN SUMBERJO DESA SUMBERBENDO

Oleh:
SHOLIG BASTIAN
11032

AKADEMI KEPERAWATAN PAMENANG


PARE-KEDIRI
2014
A. Konsep Hipertensi

1. Pengertian Hipertensi

Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis saat orang

mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yaitu tekanan darah

sistolik dan diastoliknya 140/90 mmHg, normalnya 120/80 mmHg

(Sudarmoko, 2010).

2. Epidemiologi

Hipertensi sering dijumpai pada individu diabetes mellitus (DM)

dimana diperkirakan prevalensinya mencapai 50-70%. Modifikasi gaya

hidup sangat penting dalam mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan

bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam mengobati tekanan darah tinggi.

Merokok adalah faktor risiko utama untuk mobilitas dan mortalitas

Kardiovaskuler.

Di Indonesia banyaknya penderita Hipertensi diperkirakan 15 juta

orang tetapi hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-

15% pada orang dewasa, 50% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita

hipertensi sehingga mereka cenderung untuk menjadi hipertensi berat karena

tidak menghindari dan tidak mengetahui factor risikonya, dan 90%

merupakan hipertensi esensial.Saat ini penyakit degeneratif dan

kardiovaskuler sudah merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di

Indonesia.
Hasil survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1972, 1986,

dan 1992 menunjukkan peningkatan prevalensi penyakit kardiovaskuler yang

menyolok sebagai penyebab kematian dan sejak tahun 1993 diduga sebagai

penyebab kematian nomor satu. Penyakit tersebut timbul karena berbagai

factor risiko seperti kebiasaan merokok, hipertensi, disiplidemia, diabetes

melitus, obesitas, usia lanjut dan riwayat keluarga. Dari factor risiko diatas

yang sangat erat kaitannya dengan gizi adalah hipertensi, obesitas,

displidemia, dan diabetes mellitus.

Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di

negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000,

di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini

didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan

penduduk saat ini.

Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak

dikumpulkan dan menunjukkan, di daerah pedesaan masih banyak penderita

yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Baik dari segi case-finding

maupun penatalaksanaan pengobatannya jangkauan masih sangat terbatas

dan sebagian besar penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan. Prevalensi

terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15% tetapi angka-angka ekstrim

rendah seperti di Ungaran, Jawa Tengah 1,8%; Lembah Balim Pegunungan

Jaya Wijaya, Irian Jaya 0,6%; dan Talang Sumatera Barat 17,8%. Nyata di

sini, dua angka yang dilaporkan oleh kelompok yang sama pada 2 daerah
pedesaan di Sumatera Barat menunjukkan angka yang tinggi. Oleh sebab itu

perlu diteliti lebih lanjut, demikian juga angka yang relatif sangat rendah.

Survei penyakit jantung pada usia lanjut yang dilaksanakan Boedhi

Darmojo, menemukan prevalensi hipertensi’ tanpa atau dengan tanda

penyakit jantung hipertensi sebesar 33,3% (81 orang dari 243 orang tua 50

tahun ke atas).Wanita mempunyai prevalensi lebih tinggi dari pada pria

(p¬0,05). Dari kasus-kasus tadi, ternyata 68,4% termasuk hipertensi ringan

(diastolik 95¬104 mmHg), 28,1% hipertensi sedang (diastolik 105¬129

mmHG) dan hanya 3,5% dengan hipertensi berat (diastolik sama atau lebih

besar dengan 130 mmHg).

Hipertensi pada penderita penyakit jantung iskemik ialah 16,1%,

suatu persentase yang rendah bila dibandingkan dengan prevalensi seluruh

populasi (33,3%), jadi merupakan faktor risiko yang kurang penting. Juga

kenaikan prevalensi dengan naiknya umur tidak dijumpai.Oleh karena itu,

negara Indonesia yang sedang membangun di segala bidang perlu

memperhatikan tindakan mendidik untuk mencegah timbulnya penyakit

seperti hipertensi, kardiovaskuler, penyakit degeneratif dan lain-lain,

sehingga potensi bangsa dapat lebih dimanfaatkan untuk proses

pembangunan.

Golongan umur 45 tahun ke atas memerlukan tindakan atau program

pencegahan yang terarah. Tujuan program penanggulangan penyakit

kardiovaskuler adalah mencegah peningkatan jumlah penderita risiko


penyakit kardiovaskuler dalam masyarakat dengan menghindari faktor

penyebab seperti hipertensi, diabetes, hiperlipidemia, merokok, stres dan

lain-lain

3. Patofsisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh

darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat

vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke

korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di

toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam

bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke

ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin,

yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,

dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi

pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.

Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun

tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga

terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla

adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks


adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat

respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang

mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin.

Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah

menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya

merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini

menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan

peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung

mencetuskan keadaan hipertensi.

Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan

struktural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab

pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan

tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan

penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya

menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.

Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam

mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume

sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan

tahanan perifer (Rohaendi, 2008).


4. Klasifikasi Hipertensi

Menurut Damayanti tahun 2013, klasifikasi penyakit darah tinggi

atau hipertensi ada 2 yaitu Hipertensi Primary dan Hipertensi Secondary.

a. Hipertensi Primary adalah suatu kondisi di mana terjadinya tekanan

darah tinggi sebagai akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan

faktor lingkungan. Seseorang yang pola makannya tidak terkontrol,

berada dalam lingkungan atau kondisi stressor tinggi, dan kurang

olahraga bisa mengalami tekanan darah tinggi atau hipertensi.

b. Hipertensi Secondary adalah suatu kondisi di mana terjadinya

peningkatan tekanan darah yang disebabkan karena seseorang

mengalami / menderita penyakit lain seperti gagal jantung, gagal ginjal,

atauy kerusakan sistem hormon tubuh.

c. Pregnancy-induced hypertension (PIH) adalah suatu kondisi yang di

alami pada wanita hamil yang mengalami hipertensi. Kondisi hipertensi

pada ibu hamil bisa sedang atau tergolong parah / berbahaya.

d. Preclampsia adalah kondisi seorang wanita hamilyang mengalami

hipertensi, sehingga merasakan keluhan seperti pusing, sakit kepala,

gangguan penglihatan, nyeri perut, kurang nafsu makan, mual bahkan

muntah. Apabila terjadi kekejangan sebagai dampak hipertensi maka

disebut Eclamsia.

Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan sesuai

dengan rekomendasi dari “The Sixth Report of The Join National


Committee, Prevention, Detection and Treatment of High Blood

Pressure “ (JNC – VI, 1997) sebagai berikut :

No Kategori Sistolik(mm Diastolik(mmHg)


Hg)
1. Optimal <120 <80
2. Normal 120 – 129 80 – 84
3. High Normal 130 – 139 85 – 89
4. Hipertensi
Grade 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99
Grade 2 (sedang) 160 – 179 100 – 109
Grade 3 (berat) 180 – 209 100 – 119
Grade 4 (sangat berat) >210 >120

5. Penyebab Hipertensi

Menurut Nurrahmani, 2012, ada 2 faktor penyebab terjadinya

hipertensi yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.

Faktor instriksik atau faktor yang tidak dapat dikontrol :

a. Riwayat keluarga (genetik)

Individu yang memiliki orang tua dengan hipertensi mempunyai

resiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada individu

yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi.


b. Usia

Terjadinya hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan usia.

Individu yang berumur di atas 60 tahun, 50 – 60 % mempunyai tekanan

darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg.

c. Jenis kelamin

Antara laki-laki dan perempuan, laki-laki mempunyai resiko lebih

tinggi menderita hipertensi lebih awal. Namun, untuk umur diatas 50

tahun hipertensi lebih banyak terjadi pada perempuan.

d. Daya tahan tubuh terhadap penyakit

Daya tahan tubuh seseorang sangat dipengaruhi oleh kecukupan

gizi, aktivitas, dan istirahat. Dalam hidup modern yang penuh kesibukan

juga membuat orang kurang berolahraga dan berusaha mengatasi stresnya

dengan merokok, minum alkohol, atau kopi yang mengandung kafein

sehingga daya tahan tubuh menurun dan memiliki resiko terjadinya

penyakit hipertensi.

Faktor ekstrinsik atau faktor yang dapat dikontrol

a. Stress

Stress yang terlalu berlebihan dapat memicu terjadinya berbagai

penyakit seperti hipertensi. Dalam kondisi tertekan, adrenalin dan kortisol

dilepaskan kealiran darah sehingga menyebabkan peningkatan tekanan

aliran darah agar tubuh siap bereaksi (Muhammadun, 2010).


b. Berat badan

Berat badan yang berlebihan cenderung susah bergerak dengan

bebas, pada akhirnya jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa

darah agar bisa menggerakkan tubuh secara berlebihan (Muhammadun,

2010).

c. Kebiasaan merokok

Merokok meningkatkan tekanan darah melalui mekanisme

pelepasan Norepinefrin dari ujung-ujung saraf adrenergik yang dipicu

oleh nikotin (Nurrahmani, 2012).

d. Asupan garam berlebihan

Asupan garam berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah.

Apabila asupan garam kurang dari 3 gram per hari, prevalensi hipertensi

beberapa saja, sedangkan apabila asupan garam antara 5-15 gram per hari

prevalensi akan meningkat menjadi 5-15 %. (Nurrahmani, 2012).

e. Pola aktivitas yang tidak seimbang

Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik yang tidak

seimbang, di mana akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan

lebih rendah ketika beristirahat. (Muhammadun, 2010).

6. Tanda dan Gejala Hipertensi

Menurut Susilo & Wulandari tahun 2010, tanda dan gejala pada

hipertensi ringan atau sedang umumnya tidak menimbulkan gejala yang


terlihat. Gejala hipertensi akan timbul dan terlihat apabila tekanan darah

tinggi dirasakan semakin berat atau pada suatu keadaan yang krisis dari

tekanan darah itu sendiri. Sedangkan tanda dan gejala pada hipertensi berat

atau menahun dan tidak diobati yaitu sakit kepala, kelelahan, mual, muntah,

sesak nafas, keluar keringat secara berlebihan, gelisah dan pandangan

menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata,

jantung dan ginjal. Kadang pada penderita hipertensi yang sudah kronis

mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi

pembengkakan otak. Keadaan ini disebut dengan ensefalopati hipertentif.

7. Dampak yang Ditimbulkan pada Penderita Hipertensi

Menurut Lingga tahun 2012, hipertensi dianggap penyakit yang

serius karena dampak yang ditimbulkan sangat luas, bahkan berakhir pada

kematian. Kematian terjadi akibat dampak hipertensi itu sendiri atau

penyakit lain yang diawali oleh hipertensi. Penyakit yang dimaksud sebagai

berikut.

a. Kerusakan Ginjal

Kerusakan ginjal dapat disebabkan oleh hipertensi dan hipertensi

juga dapat menyebabkan kerusakan ginjal. Hal ini terjadi karena tekanan

darah dipengaruhi oleh senyawa kimia yang dihasilkan oleh ginjal

bernama angiostin. Saat tekanan darah tidak terkendali, produksi

angiostin meningkat sehingga ginjal kelelahan dan akhirnya mengalami


kerusakan. Kerusakan ginjal ditandai oleh beberapa macam gejala berupa

keringat berlebihan, kram otot, letih serta sering berkemih. Gejala

tersebut datang secara bertahap dan bersamaan.

b. Serangan Jantung

Serangan jantung terjadi saat arteri gagal bekerja, sehingga

jantung berdetak cepat agar dapat memompa darah lebih banyak.

Sehingga menyebabkan arteri rusak dan hilang elastisnya. Arteri tersebut

gagal menyuplai darah yang kaya oksigen ke jantung dan otak sehingga

memicu peningkatan tekanan darah.

c. Stroke

Stroke merupakan dampak buruk dari hipertensi karena tanpa

disadari peningkatan tekanan darah yang tidak kita sadari dapat memicu

stroke, baik disertai atau tanpa perdarahan otak. Resiko tersebut

meningkat bila memiliki faktor resiko lain, seperti diabetes, penyakit

jantung, gangguan pembuluh koroner, obesitas, hiperkolesterolemia,

terbiasa mrokok, dan kurang olahraga. Jalan terbaik untuk mencegah

stroke adalah menjaga kestabilan tekanan darah.

d. Glaukoma

Glaukoma merukan salah satu komplikasi hipertensi. Penyakit

mata yang ditandai dengan penyempitan arteriol kecil ini dapat

disebabkan oleh hipertensi. Penyempitan arteriol kecil merupakan

petunjuk awal hipertensi. Glaukoma terjadi karena tekanan darah yang


tinggi dan berlangsung dalam jangka waktu yang cukup panjang

meningkatkan tekanan intra okular mata, arteriol yang menyuplai darah

ke mata menyempit.

e. Demensia dan Alzheimer

Demensia dan alzaimer merupakan penyakit neurologis yang

dapat disebabkan oleh hipertensi. hipertensi yang berlangsung lama tanpa

terkendali menurunkan fungsi otak, terutama yang berkaitan dengan

memori. Tekanan yang tinggi pada reseptor otak akan melemahkan sistem

saraf dan sejumlah neurotransmiter yang bertugas menyimpan dan

mengatur output memori.

f. Disfungsi Ereksi

Disfungsi ereksi adalah dampak yang sering dirasakan oleh pria

penderita hipertensi. Hal itu terjadi akibat penurunan fungsi seksual yaitu

penurunan NO yang disebabkan oleh hipertensi yang dialaminya. Kondisi

itu bertambah parah jika pria tersebut juga menderita diabetes dan

mengalami obesitas. Upaya terbaik untuk menyembuhkan disfungsi

ereksi adalah dengan mengatasi persoalan hipertensi.

8. Pencegahan Hipertensi

Menurut Susilo & Wulandari tahun 2010, untuk melakukan

pencegahan pada hipertensi, hampir sama dengan pencegahan dalam


berbagai penyakit, yaitu menjalankan pola makan sehat dan pola hidup

sehat.

a. Pola Makan Sehat

Ada beberapa jenis pola makan sehat yang dapat dijadikan

panduan bagi penderita hipertensi, antara lain :

1) Kurangi konsumsi garam dalam makanan sehari-hari.

2) Kurangi minum-minuman beralkohol.

3) Konsumsi makan yang mengandung kalium, magnesium, dan

kalsium.

4) Makan sayur dan buah-buahan yang mengandung serat tinggi.

5) Kendalikan kadar kolesterol dengan mengurangi makan yang

mengandung lemak jenuh dan perbanyak aktivitas fisik untuk

mengurangi berat badan.

b. Pola Hidup Sehat

Untuk mengendalikan dan mencegah hipertensi, selain pola

makan sehat kita juga harus melakukan pola hidup sehat. Berikut ini

pola hidup sehat yang harus dijalani oleh penderita hipertensi, yaitu :

1) Melakukan olahraga secara teratur seperti senam lansia, jalan kaki,

dan bersepeda. Lakukan selama 30 sampai 45 menit sehari sebanyak

2-3 kali dalam seminggu.

2) Lakukan terapi antistress untuk mengurangi stress sehingga kita

dapat mengendalikan emosi secara stabil.


3) Berhenti merokok juga dapat mengurangi hipertensi.

9. Pengobatan Hipertensi

Secara umum pengobatan hipertensi dapat dibedakan menjadi 2 jenis,

yaitu :

a. Pengobatan non-obat atau non-farmakologis

Pengobatan non-farmakologis dapat mengontrol tekanan darah

sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau

setidaknya ditunda. Contoh pengobatan non-farmakologis adalah

mengatasi obesitas atau menurunkan kelebihan berat badan, mengurangi

asupan garam, menciptakan keadaan rileks seperti meditasi, yoga, atau

hipnosis, berhenti merokok, berhenti mengkonsumsi alkohol dan

melakukan olahraga seperti senam lansia secara teratur.

b. Pengobatan dengan obat atau farmakologis

Pengobatan ini adalah pengobatan dengan obat-obatan

antihipertensi dalam jangka panjang bahkan seumur hidup.obat-obatan

yang biasa diberikan adalah diuretik dan betebloker.

10. Pemeriksaan diagnostic

a. CBC

Pemeriksaan hempoglobin/hemotokrit untuk menilai viskositas dan

indicator factor resiko seperti hipercoangulabity anemia


b. Kimia darah :

- BUN/creatinin: menilai perfusi/faal renal

- Glukose serum: Hiperglikemia

- Kadar kolesterol/trigliserida : pertambahan kadar mengidentifikasi

predisposisi pembentukan plaque attheromatus

- Kadar serum aldosteron

- Uric Acid

c. Elektrolit :

- Serum potassium

- Urine VMA

- Steroid urine

d. Urine :

- Analisa urine

- Urine VMA

- Steroid urine

e. Radiologi :

- Intra vena pyelografi (IVP)

- Roentgen thorax

f. ECCT

Menilai adanya hypertrofi myocard, pola strain,g³ kondoksi.


11. Pathways
B.     Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1.      Pengkajian

a.       Identitas pasien

- Nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan

b.      Riwayat kesehatan

- Riwayat penyakit keluarga hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia,

penyakit jantung koroner, stroke atau penyakit ginjal.

- Lama dan tingkat tekanan darah tinggi sebelumnya dan hasil serta efek

sampinng obat antihipertensi sebelumnya.

- Riwayat atau gejala sekarang penyakit jantung koroner dan gagal jantung,

penyakit serebrovaskuler, penyakit vaskuler perifer, diabetes mellitus,

pirai, dislipidemia, asma bronkhiale, disfungsi seksual, penyakit ginjal,

penyakit nyata yang lain dan informasi obat yang diminum.

- Penilaian faktor risiko termasuk diet lemak, natrium, dan alcohol, jumlah

rokok, tingkat aktifitas fisik, dan peningkatan berat badan sejak awal

dewasa.

- Riwayat obat-obatan atau bahan lain yang dapat meningkatkan tekanan

darah termasuk kontrasepsi oral, obat anti keradangan nonsteroid,

liquorice, kokain dan amfetamin. Perhatian juga untuk pemakaian

eritropoetin, siklosporin atau steroid untuk penyakit yang bersamaan.


- Faktor pribadi, psikososial, dan lingkungan yang dapat mempengaruhi

hasil pengobatan antihipertensi termasuk situasi keluarga, lingkungan

kerja, dan latar belakang pendidikan.

- Pengkajian Data Dasar

1. Aktivitas / istirahat

Gejala : Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton

Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,

takipnea

2. Sirkulasi

Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner,

penyakit serebrovaskuler

Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan

warna kulit, suhu dingin

3. Integritas Ego

Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria,

faktor stress multipel

Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue

perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernapasan

menghela, peningkatan pola bicara

4. Eliminasi

Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu


5. Makanan / Cairan

Gejala : Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi

garam, lemak dan kolesterol

Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema

6. Neurosensori

Gejala : Keluhan pusing / pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala,

berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis

Tanda : Perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman,

perubahan retinal optik

7. Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala

oksipital berat, nyeri abdomen

8. Pernapasan

Gejala : Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea,

dispnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat

merokok

Tanda : Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan,

bunyi napas tambahan, sianosis

9. Keamanan

Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan

Tanda : Episode parestesia unilateral transien, hipotensi postural


10. Pembelajaran / Penyuluhan

Gejala : Factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit

jantung, DM , penyakit ginjal

2. Rencana Keperawatan

Dx Tujuan dan Rencana Tindakan Rasional


KH
1 Setelah 1.   Kaji tingkat nyeri klien 1.   Gunakan
N dilakukan 2.   Atur posisi klien pengkajian nyeri
Y askep 3.   Ajarkan tehnik dengan PQRST
E selama...x...ja relaksasi dan distraksi 2.   Memberi rasa
R m diharapkan 4.   Kolaborasi perberian nyaman pada
I px dapat obat sesuai indikasi klien
merasa lebih 3.   Dapat
nyaman mengurangi rasa
dengan KH: nyeri klien
   TTV dalam 4.   Membantu
batas normal menghilangkan/
   Px merasa mengurangi
lebih nyaman nyeri
   Nyeri kepala
px
berkurang/me
nghilang
2 Setelah 1. Kaji tanda-tanda vital, 1. sebagai data
P dilakukan warna kulit, membrane dasar dalam
askep menentukan
E selama ...x...ja mukosa, dasar kuku tindakan.
R m diharapkan 2. Beri posisi semi fowler 2. dapat
F px dapat 3. Kaji nyeri dan adanya membantu px
U menunjukan palpitasi merasa lebih
S perfusi 5. Berikan O2 tambahan nyaman
I jaringan yang sesuai dengan indikasi 3. nyeri indikasi
adekuat adanya
J dengan KH: penekanan
A    TTV dalam syaraf
R batas normal perifer/kekurnga
I    HB dan n suplai o2
N eritrosit 5. memenuhi
G dalam batas kebutuhan o2 px
A normal dan mencegah
N    CRT < dari 2 sianosis perifer
detik
3 Setelah 1.    Monitor Tanda-tanda 1. Manifestasi
I dilakukan vital seperti adanya kardiopulmonal
N askep takikardi, palpitasi, dari upaya
T selama....x....j takipnue, dispneu, jantung dan
O am pusing, perubahan paru untuk
L diharapkan warna kulit, dan lainya membawa
E terjadi 2.    Bantu aktivitas dalam jumlah oksigen
R peningkantan batas toleransi adekuat ke
A toleransi 3.    Berikan aktivitas jaringan.
N aktivitas px bermain, pengalihan 2. Meningkatkan
S dengan KH: untuk mencegah aktivitas secara
I    TTV dalam kebosanan dan bertahap sampai
batas normal meningkatkan istirahat normal dan
A    Px dapat 4. Pertahankan posisi memperbaiki
K melakukan fowler dan berikan tonus
T aktivitas terapi oksigen otot/stamina
I ringan 5. Monitor tanda-tanda tanpa
F vital dalam keadaan kelemahan.
I istirahat 3. Meningkatkan
T istirahat untuk
A menurunkan
S kebutuhan
oksigen tubuh
4. Menurunkan
regangan
jantung dan
paru
5. Memantau
perkembangan
pasien

4 Setelah 1.   Observasi edema 1.   Dapat


K dilakukan umum tertentu mengindikasika
E askep 2.   Atur posisi klien semi n gagal jantung,
L selama...x...ja fowler kerusakan ginjal
E m diharapkan 3.   Berikan HE tentang atau vaskuler.
B kelebihan balance nutrisi dan 2.   Membantu klien
I volume cairan cairan. merasa lebih
H dapat 4.   kolaborasikan dengan nyaman
A dipantau tim dokter dalam 3.   Menanbah
N dengan KH: pemberian infuse dan pengetahuan
   Edema obat klien tentang
C berkurang diit yang baik
A    Px merasa 4.   Membantu
I lebih nyaman proses therapy
R klien
A
N

Anda mungkin juga menyukai