HIPERTENSI
Disusun oleh :
Adelin Luthfiana Fajrin (1102015004)
Ahmad Rafi Faiq (1102015012)
Nazhira Nur’ Amaliya (1102015165)
Pembimbing :
dr. Budi Satria, Sp.PD
1. DEFINISI HIPERTENSI
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang menetap secara persisten
di atas normal. Hipertensi merupakan manifestasi gangguan keseimbangan
hemodinamik sistem kardiovaskular, yang mana patofisiologinya adalah
multifaktor. Diagnosis hipertensi ditegakkan bila TDS ≥140 mmHg dan/atau TDD
≥90 mmHg pada pengukuran di klinik atau fasilitas layanan kesehatan.
2. ETIOLOGI HIPERTENSI
Etiologi hipertensi tersering adalah penyakit renovaskular. Jika tidak
ditemukan penyebab sekunder maka hipertensi tersebut tergolong hipertensi
essential.
Tabel 2. Etiologi Hipertensi Sekunder
Penyebab Prevalensi
Penyakit renovaskular 5%-34%
Obstructive sleep apnea 25-50%
Aldosteronism primer 8-20%
HT diinduksi obat atau alcohol 2-4%
Hipertiroid <1%
Pheochromocytoma 0,1%-0,6%
Sindrom cushing <0,1%
Faktor Risiko
Faktor risiko hipertensi terdiri atas faktor yang dapat diubah dan tidak dapat diubah.
Faktor Risiko Yang Tidak Dapat Diubah
Faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi faktor genetik dan penuaan.
Genetik
Usia : Pada populasi lanjut usia studi menunjukkan TD diastolik menetap atau
mulai menurun sedangkan TD sistolik meningkat. Hal ini menunjukkan
kekakuan progresif pada pembuluh darah yang mungkin mengakibatkan
hipertensi. Kekakuan diduga terkait fragmentasi serta penurunan kadar serat
elastin dan peningkatan deposisi kolagen yang lebih kaku, penurunan kadar nitrit
oxide, peradangan, serta disfungsi neurohormonal (peningkatan sensitivitas
terhadap garam, peningkatan aldosterone, peningkatan saraf simpatis).
4. EPIDEMIOLOGI HIPERTENSI
Prevalensi hipertensi terus meningkat tak hanya pada populasi di negara
miskin dan berkembang, tetapi juga di negara maju. Dalam 20 tahun, jumlah
penderita bertambah 400 juta hingga total mencapai 1 triliun pengidap hipertensi
pada tahun 2008. 40% penduduk usia ≥ 25 tahun mengalami hipertensi. Tingginya
kasus hipertensi diduga disebabkan oleh peningkatan usia, obesitas serta pola diet
tinggi garam.
Di Amerika kasus hipertensi juga tinggi. Data NHANES 2012 menunjukkan
80 juta penduduk (32,6%) usia ≥20 tahun menderita hipertensi dengan didominasi
oleh laki-laki pada populasi usia 20-45 tahun. Pada populasi 45-64 tahun jumlah
penderita laki-laki sebanding dengan perempuan. Penderita laki-laki lebih sedikit
dibanding wanita pada populasi usia >64 tahun. Sebagian besar kasus hipertensi
merupakan hipertensi primer, hanya sekitar 5% yang termasuk hipertensi sekunder.
Data Riset Kesehatan Dasar 2013 menunjukkan hipertensi diderita oleh 26,5
% penduduk Indonesia usia ≥18 tahun. Berdasarkan sebaran, wilayah yang tinggi
populasi hipertensi yakni Bangka Belitung (30,9%), Kalimantan Selatan (30,8%),
Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%).
5. PATOFISIOLOGI HIPERTENSI
Terdapat empat faktor yang mendominasi terjadinya hipertensi, antara lain :
1. Volume intravaskular
Hipertensi merupakan manifestasi gangguan keseimbangan hemodinamik sistem
kardiovaskular yang mana patofisiologinya adalah multifaktor. Menurut Kaplan,
hipertensi banyak melibatkan faktor generik, lingkungan dan pusat-pusat regulasi
hemodinamik. Tekanan darah tinggi merupakan hasil interaksi antara curah
jantung/cardiac output (CO) dan tahanan total perifer/ total peripheral resistance
(TPR). Volume intravaskular merupakan determinan utama untuk kestabilan tekana
darah dari waktu ke waktu. Tergantung keadaan TPR apakah dalam posisi
vasodilatasi atau vasokonstriksi. Bila asupan NaCl meningkat, maka ginjal akan
merespons agar ekskresi garam keluar bersama urin juga akan meningkat. Akan
tetapi, jika upaya mengeskresi garam melebihi ambang kemampuan ginjal, maka
ginjal akan meretensi H2O sehingga volume intravaskular meningkat. Pada
gilirannya curah jantung/cardiac output juga akan meningkat. Akibatnya, terjadi
ekspansi volume intravaskular, sehingga tekanan darah akan meningkat. Seiring
dengan perjalanan waktu TPR juga akan meningkat, lalu secara berangsur curah
jantung akan kembali turun menjadi normal kembali akibat adanya autoregulasi.
Bila TPR vasodilatasi tekanan darah akan menurun, sebaliknya bila TPR
vasokonstriksi maka tekanan darah akan meningkat.
6. DIAGNOSIS HIPERTENSI
A. Anamnesis
Anamnesis pada pasien hipertensi meliputi :
1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
2. Indikasi adanya hipertensi sekunder
a. Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
b. Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakaian
obat-obat analgesik dan obat/bahan lain
c. Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi
(feokromositoma)
d. Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme)
3. Faktor-faktor risiko
a. Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga pasien
b. Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya
c. Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarganya
d. Kebiasaan merokok
e. Pola makan
f. Kegemukan, intensitas olahraga
g. Kepribadian
4. Gejala kerusakan organ
5. Pengobatan anti hipertensi sebelumnya
6. Faktor pribadi, keluarga dan lingkungan
B. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pemeriksaan tekanan darah baik di klinik (atau fasilitas kesehatan)
atau di luar klinik (HBPM atau ABPM).
1. Pemeriksaan Tekanan Darah
a. Persiapan Pasien saat Pemeriksaan Tekanan Darah
Pasien dalam keadaan tenang, tidak cemas atau gelisah maupun
kesakitan. Dianjurkan beristirahat 5 menit sebelum pemeriksaan.
Pasien tidak mengkonsumsi kafein maupun merokok, ataupun
melakukan aktivitas olahraga minimal 30 menit sebelum pemeriksaan.
Pasien tidak menggunakan obat-obatan yang mengandung stimulan
adrenergik seperti fenilefrin atau pseudoefedrin (misalnya obat flu,
obat tetes mata)
Pasien sedang tidak menahan buang air kecil maupun buang air besar.
Pasien tidak mengenakan pakaian ketat terutama di bagian lengan
Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang tenang dan nyaman
Pasien dalam keadaan diam, tidak berbicara saat pemeriksaan
b. Posisi dan Prosedur
Posisi pasien dapat duduk, berdiri atau berbaring (sesuai kondisi klinik)
Jika pasien duduk : gunakan meja untuk menopang lengan dan kursi
bersandar untuk meminimalisasi kontraksi otot isometrik.
Posisi fleksi lengan bawah dengan siku setinggi jantung
Kedua kaki menyentuh lantai dan tidak disilangkan
Letakkan spigmomanometer sedemikian rupa sehingga skala sejajar
dengan mata pemeriksa
Gunakan ukuran manset yang sesuai
Pasang manset sekitar 2,5 cm di atas fossa antecubital
Hindari pemasangan manset di atas pakaian
Letakkan bagian bell stetoskop di atas a. brachialis yang terletak tepat
di batas bawah manset. Bagian diafragma stetoskop juga dapat
digunakan untuk mengukur tekanan darah sebagai alternatif bell
stetoskop.
Pompa manset sampai 30 mmHg setelah suara nadi menghilang.
Lepaskan udara dari manset dengan kecepatan sedang.
Ukur tekanan darah 3 kali dengan selang waktu 1-2 menit. Lakukan
pengukuran tambahan bila hasil pengukuran pertama dan kedua
berbeda > 10 mmHg. Catat rerata tekanan darah, minimal dua dari hasil
pengukuran terakhir.
Penapisan dan deteksi hipertensi direkomendasikan untuk semua pasien
berusia >18 tahun.
Pasien berusia >50 tahun, frekuensi penapisan hipertensi ditingkatkan
sehubungan dengan peningkatan angka prevalensi tekanan darah sistolik.
Perbedaan tekanan darah sistolik >50 mmHg antara kedua lengan
sugestif suatu penyakit vaskular dan berhubungan erat dengan tingginya
risiko penyakit serebrokardiovaskular.
Rerata tekanan darah dari HBPM dan ABPM lebih rendah dari nilai
pengukuran tekanan darah di klinik. Konfirmasi diagnosis hipertensi tidak
dapat hanya mengadakan satu kali pemeriksaan, kecuali pada pasien dengan
tekanan darah yang sangat tinggi, misalnya hipertensi derajat 3 atau terdapat
bukti adanya kerusakan organ target akibat hipertensi (HMOD-
hypertension-mediated organ damage) misalnya retinopati hipertensif
dengan eksudat dan perdarahan, hipertrofi ventrikel kiri atau kerusakan
ginjal.
Sebagian besar pasien, pengukuran berulang di klinik bisa menjadi
strategi untuk konfirmasi peningkatan tekanan darah persisten, juga untuk
klasifikasi dan derajat hipertensi. Jumlah kunjungan dan jarak pengukuran
tekanan darah antar kunjungan sangat bervariasi tergantung beratnya
hipertensi. Pada hipertensi derajat 1 tanpa tanda kerusakan organ target,
pengukuran tekanan darah dapat diulang dalam beberapa bulan.
Pada penderita hipertensi, beberapa pemeriksaan untuk menentukan
adanya kerusakan organ target dapat dilakukan secara rutin, sedangkan
pemeriksaan lainnya hanya dilakukan bila ada kecurigaan yang didukung
oleh keluhan dan gejala pasien. Pemeriksaan untuk mengevaluasi adanya
kerusakan organ target meliputi :
1. Jantung
Pemeriksaan fisik
Foto polos dada (untuk melihat adanya pembesaran jantung kondisi
arteri intratoraks dan sirkulasi pulmoner)
Elektrokardiografi (untuk mendeteksi adanya iskemia, gangguan
konduksi, aritmia, serta hipertrofi vantrikel kiri)
Ekokardiografi
2. Pembuluh Darah
Pemeriksaan fisik termasuk perhitungan pulse pressure
Ultrasonografi (USG) karotis
3. Otak
Pemeriksaan neurologis
Diagnosis stroke ditegakkan dengan menggunakan CT Scan atau MRI
(untuk pasien dengan keluhan gangguan neural, kehilangan memori
atau gangguan kognitif)
4. Mata
Funduskopi
5. Pemeriksaan Fungsi Ginjal
Pemeriksaan fungsi ginjal meliputi penentuan adanya
proteinuria/mikro-makroalbuminuria serta rasio albumin/kreatinin
urin
Perkiraan laju filtrasi glomerulus, untuk pasien dalam kondisi stabil
dapat diperkirakan dengan menggunakan modifikasi rumus dari
Cockroft-Gault sesuai dengan anjuran National Kidney Foundation
(NKF) yaitu :
a : Pertimbangan angiotensin receptor daripada ACEi atau ARB sesuai ESC Heart
Failure Guidelines.
b : Diuretik yang dimaksud adalah thiazide. Pertimbangkan loop diuretic sebagai
obat pilihan pada pasien edema.
c : MRA (spironolakton atau eplerenon).
- OBAT-OBATAN UNTUK TATA LAKSANA HIPERTENSI
Lima golongan obat antihipertensi utama yang rutin direkomendasikan adalah
ACEi, ARB, betablocker, CCB dan diuretik.
7.3. TARGET PENGOBATAN HIPERTENSI
Target tekanan darah adalah < 140/90 mmHg, tidak tergantung kepada
jumlah penyakit penyerta dan nilai risiko kardiovaskularnya.
7.4. PENGOBATAN HIPERTENSI DENGAN METODE ALAT
Terapi intervensi menggunakan alat telah diteliti sebagai pilihan terapi
hipertensi, terutama jenis hipertensi yang resisten dengan obat, antara lain:
1. Stimulasi baroreseptor karotis (alat pacu dan stent)
2. Denervasi ginjal
3. Pembuatan fistula arteriovena
- HIPERTENSI TERSELUBUNG
Hipertensi terselubung merupakan kondisi klinis dimana tekanan darah
di klinik adalah normal, tetapi TD meningkat dengan pengukuran
HBPM atau ABPM. Hipertensi terselubung harus diidentifikasi karena
berhubungan dengan risiko penyakit kardiovaskular dan HMOD.
8. KOMPLIKASI HIPERTENSI
Hipertensi merupakan faktor risiko untuk terjadinya segala bentuk
manifestasi klinik dari aterosklerosis. Hipertensi dapat meningkatkan risiko untuk
terjadinya kejadian kardiovaskular dan kerusakan organ target. Mortalitas
meningkat dua kali pada setiap kenaikan tekanan darah sebesar 20/10 mmHg. Pada
keadaan dengan tekanan darah high-normal (130-139/85-88 mmHg), didapatkan
peningkatan kejadian kardiovaskular 2,5 pada wanita dan 1,6 kali pada pria bila
dibanding dengan tekanan darah normal. Sedang risiko untuk penyakit ginjal,
meningkatnya tekanan darah sistolik lebih erat kaitannya dengan insidens penyakit
ginjal tahap terutama pada usia lebih dari 50 tahun.
Berbagai kerusakan organ target tersebut antara lain:
1. Pada jantung: hipertrofi ventrikel kiri, angina atau infark miokard, dan gagal
jantung kongestif
2. Penyakit ginjal kronis dan penyakit ginjal tahap akhir
3. Retinopati
4. Pada otak : Stroke atau transient ischaemic attack
5. Penyakit arteri perifer
9. PENCEGAHAN HIPERTENSI
Rekomendasi Gaya Hidup yang Harus Ditaati Menurut CHEP 2011
Untuk mencegah risiko menjadi hipertensi, dianjurkan untuk menurunkan
asupan garam sampai dibawah 1500 mg/hari. Diet yang sehat ialah bilamana dalam
makanan sehari-hari kaya dengan buah-buahan segar, sayuran, rendah lemak,
makanan yang kaya serat (soluble fibre), protein yang berasal dari tanaman, juga
harus tidak lupa olahraga yang teratur sebagai berikut : frekuensi tujuh kali per
minggu, intensitas moderate, waktu sekitar 30-60 menit, tipe aktivitas kardiorespi
seperti berjalan, joging, bersepeda, berenang yang non kompetitif (olahraga harus
diberikan sebagai tambahan terhadap terapi farmakologis), selain itu tidak
mengkonsumsi alkohol, mempertahankan berat badan pada kisaran BMI 18,5-24,9
kg/𝑚2 , mengusahakan lingkar perut pada kisaran laki-laki ≤ 102 cm (Asia < 90
cm), wanita < 88 cm (Asia < 80 cm), harus tidak merokok kapanpun/dimanapun.
Menurut CHEP 2011, kita berhasil menurunkan natrium 3500 mg ke 1700
mg, kita akan mendapatkan keuntungan berupa :
A. Hipertensi berkurang sekitar 1 juta
B. Pasien yang berkunjung ke dokter untuk mengobati hipertensi bisa berkurang 5
juta
C. Penghematan biaya pelayanan kesehatan 430 sampai 540 juta dolar US per
tahun terkait hipertensi
D. Menyederhanakan jumlah obat anti hipertensi
E. Penurunan penyakit kardiovaskular sampai 13%
Alwi I, Setiati S, dan Sudoyo A.W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI: Jilid
II. 2014. Jakarta: InternaPublishing.
Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 4 ed.
Jakarta: EGC; 1995
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II. VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014
Whelton PK. 2017 ACC/ AHA/ AAPA/ ABC/ ACP/ AGS/ APhA/ ASH/ ASPC/
NMA/ PCNA. Guideline for the prevention, detection, evaluation, and management
of high blood pressure in adults. Hypertension. 2017: 21-22.