Anda di halaman 1dari 18

JOURNAL READING

“Comparison of Choledochoduodenostomy and Simple

Choledochotomy with T-Tube Drainage as Surgical Intervention For


Choledocholithiasis”

Disusun oleh :
Aditya Nugraha A. 1102013008 Ira Puspita Nurina 1102015101
Ahmad Rafi Faiq 1102015012 M. Barliansyah P. 1102012165
Andini Zulmaeta 1102013027 M. Horman L. 1102015148
Dandy Abdi C.G. 1102015051 Nanda N. 1102012189
Dinda Rizqy D. 1102015061 Nisa Austriana N. 1102015167
Fitri Ade Dewi 1102015082 Really Mal K. 1102015192
Ika Rohaeti 1102012117 Rizki Maulana S. 1102015203

Pembimbing :
dr. Kamal Anas, Sp. B, FINACS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RS BHAYANGKARA TK.1 RADEN SAID SUKANTO FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
10 AGUSTUS – 3 OKTOBER 2020

SKENARIO

Seorang pasien laki-laki berusia 40 tahun datang ke IGD RS POLRI dengan keluhan
nyeri pinggang kanan 2 bulan sebelum masuk rumahsakit. Nyeri dirasakan hilang
timbul melilit dan menjalar sampai ke pinggang. Pasien juga mengeluh panas
menjalar dari pinggang hingga ke tulang belakang. BAK normal namun kencing
berwarna kuning seperti teh. Pasien sebelumnya mempunyai riwayat sering nyeri
pinggang kanan kurang lebih sekitar 8 tahun yang lalu.

Selanjutnya dokter melakukan choledochoduodenostomy pada pasien tersebut. Salah


satu kerabat pasien menanyakan mengapa dokter melakukan tindakan tersebut, hal ini
dikarenakan kerabat pasien tersebut pernah mengalami kejadian serupa namun
dilakukan choledochotomy sederhana dengan T-tabung drainase. Sebagai dokter yang
berpelangaman dalam hal ini dokter menjawab bahwa choledochoduodenostomy
memiliki hasil yang sama dengan drainase sederhana. Kerabat pasien tersebut
kembali menanyakan Apakah keuntungan dan kerugian dari
choledochoduodenostomy dan choledochotomy sederhana dengan T-tabung drainase
sudah ada bukti yang jelas terkain tingkat efektivitas tindakan tersebut.

1
Foreground Question

Apakah keuntungan dan kerugian dari choledochoduodenostomy dan


choledochotomy sederhana dengan T-tabung drainase ?

PICO

P (Population) : Pasien laki-laki dengan nyeri pinggang

I (Intervention) : choledochoduodenostomy

C (Comparison) : choledochotomy sederhana dengan T-tabung drainase

O (Outcomes) : choledochoduodenostomy memiliki hasil yang sama dengan


drainase sederhana.

Pencarian bukti ilmiah

Source : https://www.researchgate.net/

Key Word:

choledochoduodenostomy AND Simple_Choledochotomy_with_T-Tube_Drainage


AND Choledocholithiasis AND Comparison

Limitasi:

5 tahun, full text, Choledocholithiasis, choledochoduodenostomy, Simple


Choledochotomy, article, english

Dipilih artikel berjudul :

Comparison of Choledochoduodenostomy and Simple Choledochotomy with T-Tube


Drainage as Surgical Intervention For Choledocholithiasis

2
ABSTRAK

Pendahuluan : Walaupun adanya perkembangan pada pengobatan terkini,


choledocholithiasis tetap merupakan masalah yang terkadang tidak bisa diselesaikan dengan
intervensi endoskopik. Penelitian ini bertujuan untuk membahas keuntungan dan kerugian
dari choledochoduodenostomy dan simple choledochotomy dengan drainase T-tube.
Materials/Methods: Empat puluh delapan pasien dengan choledocholithiasis dimasukkan ke
dalam studi dan dibagi menjadi dua grup dengan simple choledochotomy dengan drainase T-
tube dan choledochoduodenostomy. Tes fungsi hati dan ginjal didapatkan pada post-operasi
hari pertama dan ketiga. Lama dirawat
Hasil: Grup choledochoduodenostomy lebih tua secara signifikan. Untuk mencegah
terjadinya misinterpretasi, kami menghitung level dari setiap parameter biokimia dengan
benar. Hanya kreatinin yang ditemukan terkait dengan usia. Level kreatinin yang diperbaiki
secara signifikan lebih tinggi pada kelompok T-tube pada hari pertama dan ketiga pasca
operasi. Level bilirubin total dan langsung juga lebih tinggi pada kelompok T-tube pada hari
pertama dan ketiga pasca operasi. Waktu operasi rata-rata dan total biaya rumah sakit serupa
untuk kedua kelompok. Durasi rawat inap lebih lama setelah choledochotomy dengan
drainase T-tube.
Kesimpulan: Prosedur bedah bisa menjadi terapi alternatif atau penyelamatan untuk
choledocholithiasis setelah prosedur non-bedah gagal. Meskipun banyak ahli bedah ragu
untuk melakukan anastomosis bilioenterika karena kemungkinan terjadinya komplikasi,
banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa choledochoduodenostomy memiliki hasil
yang serupa dengan simple choledochotomy dan drainase. Kedua prosedur bedah dapat
dilakukan dengan aman di pusat-pusat yang berpengalaman secara teknis.

3
PENDAHULUAN

Meskipun choledocholithiasis sebagian besar tidak menunjukkan gejala, ia


dapat berkembang menjadi kondisi fatal seperti obstruksi bilier akut, pankreatitis akut
atau kolangitis. Seperti yang didefinisikan dalam pedoman saat ini, drainase dini pada
obstruksi bilier sangat penting dalam hal mengurangi morbiditas dan mortalitas.
Selama bertahun-tahun, operasi choledochal exploration tetap sebagai pendekatan
standar untuk batu saluran empedu. Baru-baru ini, terlepas dari pengembangan
metode pencitraan berkualitas tinggi, pendekatan bedah invasif minimal dan
penggunaan prosedur endoskopi yang meluas, manajemen bedah masih tetap
diperlukan untuk beberapa kasus. Dalam sebuah survei yang dilakukan di antara ahli
bedah umum di Amerika Serikat, pendekatan yang lebih disukai untuk batu saluran
empedu adalah Endoskopi retrograde kolangiopancreatography (ERCP) (75%) yang
diikuti oleh laparoskopi (21%) dan bedah terbuka (4%).
Pilihan terapi lain adalah Endoscopic ultrasonography (EUS)-guided
choledochoduodenostomy jika gagal dilakukan ERCP. Tingkat keberhasilan
dilaporkan 91% meskipun terdapat komplikasi seperti perdarahan, migrasi stent,
pneumoperitoneum, dan peritonitis bilier. Choledochoduodenostomy memiliki peran
yang pasti dalam pengobatan batu saluran empedu. Meskipun keberhasilan
papilotomi endoskopik terbukti dalam beberapa tahun terakhir dapat menggantikan
drainase biliodigestif bedah, orang harus selalu menyadari bahwa teknik ini sebagai
terapi alternatif atau penyelamatan. Pilihan antara choledochoduo-denostomy,
choledochojejunostomy atau simple choledochotomy dengan drainase T-tube biasanya
diputuskan berdasarkan temuan intraoperatif.
Dalam penelitian ini, kami bertujuan untuk membandingkan keuntungan dan
kerugian dari choledochoduodenostomy dan simple choledochotomy dengan drainase
T-tube untuk pasien yang membutuhkan intervensi bedah setelah kegagalan
intervensi non-bedah. Kami berharap supaya bisa menyimpulkan apakah opsi bedah
ini sama-sama aman atau ada yang lebih baik dibandingkan yang lain.

4
METODE DAN RESPONDEN PENELITIAN

Dilakukan penelitian secara retrospektif pada pasien yang dioperasi untuk


choledocholithiasis di Rumah Sakit Kota Necip Fazil antara Januari 2015 dan
Desember 2016. Penelitian ini mencakup total 48 pasien (21 pria, 27 wanita). Semua
pasien dievaluasi dengan tes darah dan pencitraan radiologis yang sesuai. ERCP
adalah pilihan terapi pertama yang dilakukan untuk semua kasus tetapi, pembedahan
eksplorasi choledochal diindikasikan ketika ERCP gagal atau menjadi kontraindikasi.

Pasien dikelompokkan sebagai choledochotomy sederhana dengan drainase T-


tube (Grup 1) dan choledochoduodenostomy (Grup 2). Pilihan antara
choledochoduodenostomy atau choledochotomy sederhana dengan drainase T-tube
direncanakan sebelum operasi, keputusan akhir ditentukan selama operasi. Kriteria
pemilihan antara dua prosedur ialah ukuran batu, usia pasien dan diameter saluran
empedu. Choledochoduodenostomy dilakukan jika ukuran batu lebih besar dari 1,5
cm atau lebar saluran empedu lebih dari 12 mm, atau dengan adanya kelainan
tambahan seperti divertikulum duodenum raksasa dan angulasi jantung koroner yang
tajam. Choledocotomy sederhana dengan drainase T-tube dipertimbangkan untuk
pasien dengan usia yang lebih muda dan pasien dengan diameter saluran empedu
kurang dari 12 mm. Selain itu, pasien dengan skor ASA tinggi dan kolangitis berat
(grade III, menurut Tokyo Guidelines 13) diobati dengan choledochotomy sederhana
dan drainase T-tube terlepas dari diameter saluran empedu yang umum.

Untuk membandingkan kelebihan atau kekurangan masing-masing teknik,


peneliti mengevaluasi kadar biokimia dasar seperti kreatinin, albumin, amilase,
bilirubin, dan tes fungsi hati lainnya. Peneliti mencatat komplikasi dan lama tinggal
di rumah sakit. Asupan oral pertama diizinkan pada hari keempat pasca operasi untuk
choledochoduodenostomy dan pada hari pertama pasca operasi untuk pasien yang
diobati dengan choledochotomy sederhana dengan drainase T-tube. Mulai dari hari
keenam belas pasca operasi, T-tube ditutup sebentar selama 4-6 jam dan dibiarkan

5
terbuka selama satu jam. Kolangiografi dilakukan pada hari ke 21 pasca operasi.
Kecuali jika tidak ada kecurigaan untuk obstruksi bilier atau tumpahan, tabung
drainase diangkat.

Distribusi normal variabel kontinu diuji dengan uji Shapiro-Wilk. Student t-


test digunakan untuk perbandingan dua kelompok variabel independen dengan
distribusi normal dan uji Mann-Whitney U digunakan untuk perbandingan dua
kelompok variabel independen dengan distribusi non-normal. Analisis korelasi
menunjukkan bahwa hanya kadar kreatinin yang terkait dengan usia di antara semua
parameter biokimia. 'Model General Linear' dibangun untuk mengoreksi hasil
berdasarkan usia. Variabel kategorikal dibandingkan dengan menggunakan uji Chi-
square. Analisis statistik dilakukan dengan SPSS untuk Windows versi 24.0 dan nilai
p di bawah 0,05 diterima sebagai signifikan secara statistik.

HASIL

48 pasien yang terdiri dari 27 wanita dan 21 laki-laki terdaftar pada penelitian ini.
Dua puluh tiga pasien diterapi dengan choledochotomy sederhana dengan drainase T-
Tube, sedangkan 25 pasien diterapi dengan choledochoduodenostomy. Karena
choledochotomy sederhana dan drainase T-tube direkomendasikan terutama untuk
pasien yang lebih muda, usia rata-rata secara signifikan lebih tinggi pada kelompok
choledochoduodenostomy. Karna adanya perbedaan rata-rata usia yang cukup jauh
maka dilakukan analisis korelasi untuk mencegah kesalahan interpreasi. Dua pasien
dengan ductus empedu komunis terbuka ektopik dan satu pasien dengan batu
choledocal berukuran besar masuk dalam kelompok koledokoduodenostomy. Secara
analisis statistic tidak ada perbedaan yang berarti antara kedua kelompok, durasi
operasi juga tidak berbeda antara kedua kelompok intervensi .

6
Tabel 1. Perbandingan dua pendekatan bedah. Baris jenis kelamin dan hasil perawatan
menunjukkan distribusi pasien. Baris lain menunjukkan nilai rata-rata dari setiap
variabel.

Berdasarkan Analisa, hanya kadar kreatinin darah yang ditemukan berhubungan


dengan usia. Hasil ini memaksa kita untuk memperbaiki kadar kreatinin berdasarkan
usia. Kadar kreatinin secara signifikan lebih tinggi pada kelompok T-tube di hari ke-1
dan ke-3 pasca operasi. Begitu juga dengan kadar bilirubin direk dan indirek secara
signifikan lebih tinggi pada pasien yang diterapi dengan choledochotomy sederhana
dan drainase T-tube.

Tabel 2. Perbandingan nilai rata-rata kadar biokimia tertentu.

7
Tidak ada perbedaan untuk pramaeter biokimia lainnya termasuk untuk tes fungsi hati
dan kadar amilase. (Gambar 1). Satu pasien dilakukan operasi kembali karena adanya
kebocoran empedu setelah pelepasan T-tube. Tidak ada kebocoran anastomosis pada
kelompok choledochoduodenostomy. Terdapat tiga kematian pada kelompok dengan
choledochotomy dan T-tube drainase dimana seluruh kematiannya berhubungan
dengan komorbiditas jantung dan paru-paru mereka. Secara keseluruhan lama tinggal
di rumah sakit secara signifikan lebih rendah pada kelompok pasien dengan
choledochoduodenostomy.

Gambar 1. Perbandingan kadar bilirubin total dan langsung antar kelompok menurut
hari pasca operasi.

8
DISKUSI

Penyebab choledocholithiasis telah dibahas dengan sangat rinci oleh penulis.


Banyak penelitian menunjukkan pembentukan batu di saluran empedu disebabkan
oleh infeksi. Studi telah menunjukkan terdapat mikroorganisme dalam batu
berpigmen coklat, sedangkan kolesterol dan batu berpigmen hitam tidak ditemukan
mikroorganisme [4]. Banyak faktor seperti diameter saluran empedu, drainase T-tube,
dan angulasi saluran empedu ekstrahepatik dilaporkan sebagai faktor risiko
koledocholithiasis; analisis tambahan menunjukkan bahwa angulasi pohon bilier
distal adalah satu-satunya faktor risiko independen untuk kekambuhan
choledocholithiasis [4]. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kotan et al. kejadian
choledocholithiasis lebih dari 40% pada pasien yang berumur lebih dari 70 tahun, dan
diameter saluran empedu lebih luas pada populasi lansia. Karena tingginya angka
morbiditas dan mortalitas pada pasien usia lanjut, prosedur perawatan definitif dan
paling tepat harus dipilih dalam intervensi pertama [5]. Dalam penelitian ini, kami
juga mempertimbangkan usia pasien, dan ukuran saluran empedu umum, dan
kelainan tambahan seperti divertikulum duodenum dan angulasi jantung koroner yang
tajam, dan skor ASA dari pasien ketika memilih jenis operasi. Sebagai contoh, pada
pasien dengan skor ASA tinggi dan kolangitis berat, kami memilih koledokotomi dan
drainase T-tube terlepas dari diameter saluran empedu utama.

Batu empedu dapat mencapai ukuran yang signifikan tanpa tanda klinis.
Selama pemeriksaan radiologis pra operasi, batu raksasa mungkin bisa mengarah ke
keganasan. Untuk alasan ini, seseorang harus mengikuti algoritma konvensional
selama diagnosis dan manajemen. Operasi terbuka harus selalu diingat dalam
intervensi endoskopi [6]. Pendekatan terapi pertama kami untuk choledocholitiasis
adalah ERCP dan ketika ERCP gagal atau dikontraindikasikan, kami memilih
eksplorasi koledochal bedah. Pilihan untuk operasi terbuka termasuk choledochotomy
baik dengan penutupan primer atau drainase T-tube, choledochoduodenostomy dan
choledochojejunostomy. Choledochotomy dilakukan dengan tiga cara: transcystic,

9
transcholedochal dan transduodenal. Kolesedotomi transkistik adalah prosedur yang
tidak dapat diandalkan, dan sebagian besar tidak dianjurkan. Sebaliknya,
choledochotomy transcholedochal adalah teknik paling aman dan paling umum
digunakan. Koledochotomi transduodenal tidak disukai karena kemungkinan
morbiditasnya. Kami juga memilih choledochotomy transcholedochal pada semua
pasien dalam penelitian ini.

Choledochoduodenostomy direkomendasikan untuk pengobatan batu


koledochal multipel, impaksi, dan berulang atau batu intrahepatik. Hal ini juga
diindikasikan untuk kasus dengan striktur koledochal distal, stenosis ampula, tumor
ampula jinak, dilatasi saluran empedu umum (lebih dari 20 mm).
Choledochoduodenostomy terutama direkomendasikan pada pasien usia lanjut,
sementara itu juga dapat diindikasikan pada pasien yang lebih muda dengan diatesis
litogenik yang lebih agresif. Choledochoduodenostomy dikontraindikasikan untuk
pasien dengan divertikulum perivaterian atau kolangitis sklerosis dan relatif
kontraindikasi untuk pasien dengan diameter koledochal kurang dari 15 mm [7].
Kami juga lebih memilih choledochoduodenostomy pada pasien yang lebih tua dan
pada pasien dengan diameter besar saluran empedu. Usia rata-rata pasien kami dalam
kelompok choledochoduodenostomy adalah 80,6 tahun dan diameter rata-rata
saluran empedu adalah 14 mm, sedangkan usia rata-rata pasien kami dalam kelompok
sederhana choledochotomy dan drainase tabung T adalah 62,4 tahun dan diameter
rata-rata saluran empedu adalah 12 mm. Meskipun choledochoduodenostomy adalah
metode yang lebih aman daripada choledochotomy sederhana dengan drainase T-
tube, dapat diterima sebagai pilihan terakhir karena kemungkinan komplikasi seperti
kolangitis atau sindrom bah. Fabre et al. telah melaporkan bahwa kejadian kolangitis
di bawah 5% dalam tindak lanjut jangka panjang dari choledochoedodenostomy [3].
Dalam studi eksperimental, kolangitis berkembang hanya dalam kasus dengan
anastomosis yang sempit [8]. Malik et al. mempromosikan choledochoduodenostomy
sebagai metode yang aman dengan hasil jangka pendek dan panjang yang dapat

10
diterima [9]. Tidak ada kematian pada pasien kami dalam kelompok
choledochoduodenostomy.

Komplikasi minor atau signifikan telah dilaporkan pada setengah dari pasien
yang memiliki anastomosis bilier-enterik. Zafar et al. menentukan tingkat albumin
yang rendah dan skor ASA yang tinggi sebagai faktor independen yang menimbulkan
komplikasi. Mereka juga melaporkan bahwa komplikasi ini tidak relevan dari teknik
operasi dan jenis operasi [10]. Luu et al. melaporkan bahwa "sindrom bah" tidak
sebanyak yang diharapkan pada pasien dengan choledochoduodenostomy dan
menganjurkan bahwa choledochoduodenostomy adalah prosedur bedah yang layak
dan aman dalam striktur saluran empedu jinak dan ganas [11]. El Nakeeb et al. juga
melaporkan tidak ada "sindrom bah" dalam follow up jangka panjang dari 389 pasien
dengan choledochoduodenostomy [12]. Kami tidak pernah mengalami sindrom Sump
dalam tindak lanjut jangka panjang dari pasien yang kami masukkan dalam penelitian
kami. Di sisi lain, drainase T-tube harus diperhatikan karena kemungkinan
komplikasi seperti peritonitis baik segera setelah operasi atau setelah pengangkatan
tabung [13]. Selain itu, striktur bilier jinak dapat terjadi setelah pengangkatan T-tube
yang menyebabkan intervensi endoskopi atau bedah tambahan. Kami dioperasikan
kembali pada pasien karena kebocoran empedu setelah pengangkatan tabung-T, tetapi
pada kelompok choledochoduodenostomy tidak ada kasus kebocoran anastomosis.
Kami menemukan 3 kematian pada kelompok drainase T-tube, tetapi ini semua
terkait dengan komorbiditas penyakit paru dan jantung. Sebagai hasil dari analisis
statistik data kami, kadar kreatinin secara signifikan lebih tinggi pada kelompok T-
tabung pada hari pertama dan ketiga pasca operasi. Juga, keduanya mengarahkan dan
kadar bilirubin total secara signifikan lebih tinggi pada kelompok pasien dengan
choledochotomy sederhana dan drainase T-tube. Karena ketiga kematian pada
kelompok drainase tabung-T adalah karena penyakit komorbiditas paru dan jantung,
sulit untuk mengomentari tingkat kreatinin dan bilirubin yang signifikan secara
statistik dalam kelompok ini.

11
Dalam penelitian kami, dua pendekatan bedah yang berbeda memiliki hasil
jangka pendek yang serupa jika pemilihan pasien untuk setiap teknik dilakukan secara
memadai. Drainase T-tube menyebabkan masa rawat inap yang lebih lama dan
kemungkinan komplikasi karena periode rawat inap yang lebih lama. Namun,
bertentangan dengan laporan sebelumnya, choledochoduodenostomy tampaknya
menjadi metode yang lebih aman untuk anastomosis bilioenteric. Kami mendukung
temuan ini karena tidak ada komplikasi signifikan yang tercatat pada pasien kami
dengan choledochoduodenostomy. Di sisi lain, dalam penelitian ini, tidak menutup
kemungkinan bahwa metode yang lain bisa lebih unggul, karena dilihat dari
karakteristik pasien yang berbeda.

KESIMPULAN

Baru-baru ini, karena prosedur bedah dapat dilakukan dengan tingkat komplikasi
yang rendah, kita harus selalu mengingat opsi ini untuk choledocholithiasis setelah
kegagalan intervensi non-bedah. Meskipun choledochoduodenostomy dianggap
sebagai prosedur yang kuno, hal itu merupakan prosedur bedah sederhana dan aman
yang masih layak mendapat tempat dalam hal operasi hepatobilier.

12
PERTANYAAN

APAKAH HASILNYA VALID

1. Apakah ada sampel pasien yang representatif dan didefinisikan secara jelas
pada titik yang sama/ similarpoint dalam perjalanan penyakit /
courseofthedisease?

Ya, terdapat kesamaan karakteristik pada kedua grup di awal penelitian. Pada
penelitian ini semua partisipan merupakan pasien choledocholithiasis yang
akan operasi. Pada karakteristik ukuran batu dan usia pasien tidak ditemukan
perbedaan berarti.

13
2. Apakah follow-up lengkap dan cukup lama/ sufficiently long and complete?

Ya, follow up pasien dalam penelitian ini dilakukan selama 24 bulan. Dari total
48 partisipan terdiri dari 21 laki-laki dan 27 perempuan. Pasien dibagi menjadi
dua kelompok yaitu kelompok 1 dengan simple choledochotomy dan kelompok
2 dengan choledochoduodenostomy. Follow up pada choledochoduodenostomy
dilakukan pada hari ke empat setelah operasi dan follow up simple
choledochotomy pada hari pertama setelah operasi.

3. Apakah digunakan kriteria outcome yang obyektif dan tidak berbias?

14
Ya, tidak terjadi bias karena meski didapatkan perbedaan usia pada simple
choledochotomy dan choledochoduodenostomy dilakukan analisis korelasi untuk
menghindari terjadinya bias.

4. Apakah ada penyesuaian/adjustment terhadap faktor prognostik yang


penting ?

Ya, karena peneliti telah menggunakan populasi penelitian yang karakteristik


dasarnya serupa antar dua kelompok.

15
II. Apakah hasil penelitian ini penting?

5. Bagaimana gambaran outcome menurut waktu?

Pada penelitian telah membuktikan bahwa choledochoduodenostomy


dengan choledochotomy sederhana dan drainase. memiliki hasil yang
serupa dalam waktu penyembuhan

6. Seberapa tepat perkiraan prognosis?

Pada penelitian ini prognosis choledochotomy  sederhana dengan


drainase T-tube lebih baik dari pada choledochoedodenostomy di
karenakan pada choledochoedodenostomy jangka panjang menimpulkan
komplikasi seperti kolangitis atau sindrom bah.

7.
Apakah pasien dalam penelitian ini serupa dengan pasien kita?

Ya. Dilihat dari ukuran batu, usia pasien dan diameter saluran empedu.

16
III. apakah hasil penelitian ini dapat diaplikasikan?

8. Apakah simpulan kita terhadap hasil studi bermanfaat apabila


disampaikan kepada pasien dalam tatalaksana secara keseluruhan?

Ya, tenaga medis tentu berusaha melakukan tindakan untuk memberikan


hasil yang terbaik, penelitian ini juga berguna untuk memberikan wawasan
informative pada pasien dan keluarga terkait tindakan yang dipilih agar
memberikan hasil yang lebih baik.

17

Anda mungkin juga menyukai