Anda di halaman 1dari 16

Makalah intraoperatif

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA PASIEN DENGAN

KOLESISTEKTOMI

Kelompok I
Nurul amalia (P07120417
M. Raffi Akbar (P07120417
Reska Asnita (P07120417 033)

DosenPembimbing : Mansuriza, SKM, M. Kes

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES ACEH

PRODI D-IV KEPERAWATAN

2020/2021
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim.

Assalamu’alaikum, wr.wb.

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T karena atas Rahmat dan Hidayah
serta izin-Nya kami dapat menyelesaikan penulisan makalah mengenai “ASUHAN
KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA PASIEN DENGAN
KOLESISTEKTOMI ” Penyusunan makalah ini tidak dapat terselesaikan dengan baik
tanpa adanya kerjasama dalam kelompok kami serta bimbingan dari dosen.

Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam perbaikan
makalah ini. Walaupun demikian, kami berharap penulisan makalah ini bermanfaat bagi
kami khususnya dan para pembaca umumnya, sehingga dapat melengkapi khasanah ilmu
pengetahuan yang senantiasa berkembang dengan cepat.

Wassalamu’alaikum, wr.Wb

Banda Aceh, 6 September 2020

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini penyakit batu empedu (cholelitiasis) yang terbatas pada kantung
empedu biasanya asimtomatis dan menyerang 10 – 20 % populasi umum di dunia.
Diagnosis biasanya ditegakkan dengan ultrasonografi abdomen. Kira-kira 20%
wanita dan 10 % pria usia 55 sampai 65 tahun memiliki batu empedu.
Cholesistektomi diindikasikan pada pasien simtomatis yang terbukti menderita
penyakit batu empedu (cholelitiasis). Indikasi laparoskopi untuk Cholesistektomi
sama dengan indikasi open Cholesistektomi. Karena teknik minimal invasif memiliki
aplikasi diagnosis dan terapi dibanyak pembedahan, bedah laparoskopi meningkat
penggunaannya baik pada pasien rawat inap ataupun rawat jalan.
Teknik laparoskopi atau pembedahan minimal invasif diperkirakan menjadi trend
bedah masa depan. Sekitar 70-80 persen tindakan operasi di negara-negara maju akan
menggunakan teknik ini. Di Indonesia, teknik bedah laparoskopi mulai dikenal di
awal 1990-an ketika tim dari RS Cedar Sinai California AS mengadakan live demo di
RS Husada Jakarta. Selang setahun kemudian, Dr Ibrahim Ahmadsyah dari RS Cipto
Mangunkusumo melakukan operasi laparoskopi pengangkatan batu dan kantung
empedu (Laparoscopic Cholecystectomy) yang pertama. Sejak 1997, Laparoscopic
Cholecystectomy menjadi prosedur baku untuk penyakit-penyakit kantung empedu di
beberapa rumah sakit besar di Jakarta dan beberapa kota besar di Indonesia.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan kolesistektomi

2. Tujuan khusus
Mahasiswa diharapkan:
a. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian kolesistektomi
b. Mahasiswa dapat menyebutkan Tujuan dan indikasi kolesistektomi
c. Mahasiswa dapat menyebutkan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan
d. Mahasiswa dapat mengetahui persiapan dan instrumen bedah untuk tindakan
kolesitektomi
e. Mahasiswa dapat mengetahui posisi pasien untuk tindakan kolesistektomi
f. Mahasiswa dapat mengetahui teknik operasi dan komplikasi kolesistektomi
g. Mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan perioperatif pada pasien
dengan kolesistektomi

C. Manfaat Penulisan
1. Bagi rumah sakit
Memberikan penanganan yang baik dan benar pada klien dengan kolesitektomi
2. Bagi masyarakat
Memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang bagaimana cara mengatasi
masalah kolesitektomi
3. Bagi perawat
Mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien kolesitektomi
BAB II
TEORITIS

2. 1. Kolesistektomi
Kolesistektomi atau pengangkatan kandung empedu merupakan salah satu
prosedur abdominal yang paling umum. Kolesistektomi adalah penatalaksanaan
yang definitif untuk batu empedu simtomatik (Chari & Shah, 2007).
Kolesistektomi terbuka merupakan penatalaksanaan yang aman dan efektif untuk
kolesistitis akut dan kronik. Namun, dua dekade terakhir kolesistektomi
laparoskopi telah mengambil alih peran kolesistektomi terbuka, dengan prosedur
minimal invasive (Brunicardi, 2010).
Kolesistektomi laparoskopi merupakan pengangkatan total dari kandung
empedu tanpa insisi yang besar. Insisi kecil 2-3 cm dilakukan di umbilikus dan
laparoskop dimasukkan. Dokter bedah mengembangkan abdomen dengan cara
memasukkan gas yang tidak berbahaya, seperti karbon dioksida (CO2), agar
tersedia ruang untuk dilakukan operasi. Dua potongan kecil 0,5 – 1 cm dilakukan
dibawah batas iga kanan. Insisi keempat di abdomen bagian atas dekat dengan
tulang dada. Insisi ini dilakukan untuk memasukkan instrument seperti gunting
dan forsep untuk mengangkat dan memotong jaringan. Klip surgikal ditempatkan
pada duktus dan arteri yang menuju kandung empedu untuk mencegah kebocoran
ataupun perdarahan. Kandung empedu kemudian diangkat dari dalam abdomen
melalui salah satu dari insisi tersebut. Bila batu yang dijumpai berukuran besar,
maka insisi dapat diperlebar. Pada beberapa keadaan, dapat juga dilakukan X-ray
yang disebut kolangiogram bila dicurigai terdapat batu di saluran empedu.
Operasi umumnya berlangsung 30 hingga 90 menit, tergantung dari ukuran
kandung empedu, seberapa berat inflamasinya, dan tingkat kesulitan operasi
(Soonawala, 2012).
Kolesistektomi terbuka dilakukan dengan melakukan insisi sekitar 6cm-
8cm pada bagian abdomen kanan atas menembus lemak dan otot hingga ke
kandung empedu. Duktus-duktus lainnya di klem, kemudian kandung empedu
diangkat (Turner&Malagoni, 2009).

2.2 Tujuan dan Indikasi kolesistektomi


 Tujuan
Tujuan dari pengangkatan (pembuangan) kandung empedu adalah mencegah
terbentuknya kembali batu di kandung empedu, sehingga akan mencegah
kekambuhan dan infeksi, mencegah perjalan penyakit menjadi suatu penyakit
menahun.
 Indikasi
a. Penderita dengan simtomatik batu empedu yang telah dibuktikan secara
imaging diagnostic terutama melalui USG abdomen.
b. Penderita kolesterolosis simtomatik yang telah dibuktikan melalui USG
abdomen.
c. Adenomyomatosis kantung empedu simtomatik.

Tabel 2.1. Indikasi Kolesistektomi (Chari & Shah, 2007)

Indikasi Kolesistektomi
Urgensi (dalam 24-72 jam)
• Kolesistitis akut
• Kolesistitis emfisema
• Empiema kandung empedu
• Perforasi kandung empedu
• Riwayat koledokolitiasis
Elektif
• Diskinesia biliaris
• Kolesistitis kronik
• Kolelitiasis simpomatik

2.3 Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan


a. Ultrasonografi (USG): merupakan pemeriksaan yang banyak digunakan untuk
mendeteki batu empedu. USG memiliki sensitivitas 95% dalam mendiagnosis
batu kandung empedu yang berdiameter 1,5mm atau lebih.
b. Computed Tomography (CT) : berguna untuk mendeteksi atau
mengeksklusikan batu empedu, terutama batu yang sudah terkalsifikasi, namun
lebih kurang sensitif dibandingkan dengan USG dan membutuhkan paparan
terhadap radiasi.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Cholangiopancreatography (MRCP) :
lebih berguna untuk menvisualisasi saluran pankreas dan saluran empedu
yang terdilatasi.
d. Endocospic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) : lebih untuk
mendeteksi batu pada saluran empedu (Paumgartner & Greenberger, 2006).

2.4 Persiapan dan instrumen bedah untuk tindakan kolesistektomi


2.5 Posisi pasien untuk tindakan kolesistektomi

2.6 Teknik operasi dan komplikasi kolesistektomi


a. Teknik Operasi
1. Insisi dinding anterior abdomen subcostal kanan, dapat juga insisi paramedian
kanan
2. Eksplorasi untuk melihat adanya kelainan lain
3. Klem fundus kantong dan didorong keatas Hartmann-klem pouch dan ditarik ke
bawah
4. Identifikasi dan isolasi arteri sistika dan duktus sistikus
5. Setelah dibebaskan dari jaringan sekitarnya diikat dengan sutera 00 dan
dipotong
6. Kantong empedu dibebaskan dari hepar secara tajam dengan gunting dengan
merawat perdarahan secara cermat
7. Evaluasi duktus koledokus – tak ada kelainan

b. Komplikasi
Komplikasi jarang terjadi, tapi ada prosedur tidak menjamin tidak adanya
risiko yang mungkin termasuk:
 Batu empedu, yang jatuh ke dalam rongga perut;
 Pendarahan;
 Infeksi
 Kerusakan struktur atau organ lain di dekatnya
 Reaksi terhadap anestesi umum
 Gumpalan darah.
Beberapa faktor, yang dapat meningkatkan risiko komplikasi:
 Usia: 60 dan lebih tua;
 Kehamilan;
 Kegemukan;
 Merokok;
 Malnutrisi;
 Penyakit baru atau kronis;
 Diabetes;
 Masalah jantung atau paru-paru;
 Pembekuan darah;
 Alkohol dan penggunaan narkoba;
 Penggunaan beberapa obat.
Komplikasi operasi
 cedera ductus koledokus
 cidera duodenum atau colon transversum
 fistel biliaris
 abses subdiafragma
 batu residual duktus biliaris
2.7 Asuhan keperawatan
A. Proses Keperawatan
1. Pengakajian
a. Pengkajian fase Pre Operatif
1) Pengkajian Psikologispasienmeliputi perasaan takut / cemas dan
keadaan emosi pasien
2) Pengkajian Fisik pasien pengkajian tanda-tanda vital : tekanan darah,
nadi, pernafasan dan suhu.
3) Sistem integumen pasien apakah pasien pucat, sianosis dan adakah
penyakit kulit di area badan.
4) Sistem Kardiovaskuler pasien apakah ada gangguan pada sisitem
cardio, validasi apakah pasien menderita penyakit jantung ?, kebiasaan
minum obat jantung sebelum operasi., Kebiasaan merokok, minum
alcohol, Oedema, Irama dan frekuensi jantung.
5) Sistem pernafasan pasien apakah pasien bernafas teratur dan batuk
secara tiba-tiba di kamar operasi.
6) Sistem gastrointestinal pasien apakah pasien diare ?
7) Sistem reproduksi pasien apakah pasien wanita mengalami
menstruasi ?
8) Sistem saraf pasien bagaimana kesadaran ?
9) Validasi persiapan fisik pasien. Apakah pasien puasa, lavement,
kapter, perhiasan, Make up, Scheren, pakaian pasien / perlengkapan
operasi dan validasi apakah pasien alaergi terhadap obat ?
b. Pengkajian fase Intra Operatif
Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang
diberi anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada
pasien yang diberi anaesthesi lokal ditambah dengan pengkajian
psikososial. Secara garis besar yang perlu dikaji adalah :
1) Pengkajian mental pasienBila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien
masih sadar atau terjaga maka sebaiknya perawat menjelaskan
prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya dan memberi dukungan
agar pasien tidak cemas atau takut menghadapi prosedur tersebut.
2) Pengkajian fisikpasienTanda-tanda vital (bila terjadi ketidaknormalan
maka perawat harus memberitahukan ketidaknormalan tersebut
kepada ahli bedah).
3) Transfusi dan infuse pasien. Monitor flabot sudah habis apa belum.
4) Pengeluaran urin pasien. Normalnya pasien akan mengeluarkan urin
sebanyak 1 cc/kg BB/jam.
c. Pengkajian fase Post Operatif
1) Status respirasi pasienMeliputi : kebersihan jalan nafas, kedalaman
pernafasaan, kecepatan dan sifat pernafasan dan bunyi nafas.
2) Status sirkulatori pasienMeliputi : nadi, tekanan darah, suhu dan
warna kulit.
3) Status neurologis pasien meliputi tingkat kesadaran.
4) Balutan pasien meliputi : balutan luka
5) Kenyamanan pasien Meliputi : terdapat nyeri, mual dan muntah
6) Keselamatan pasien meliputi : diperlukan penghalang samping tempat
tidur, kabel panggil yang mudah dijangkau dan alat pemantau
dipasang dan dapat berfungsi.
7) Perawatan pasien meliputi : cairan infus, kecepatan, jumlah cairan,
kelancaran cairan.
8) Nyeri pasien meliputi : waktu, tempat, frekuensi, kualitas dan faktor
yang memperberat atau memperingan
a. Pemeriksaan Diagnostik
 Darah lengkap : Leukositis sedang (akut).
 Billirubin & amilase serum : meningkat.
 Enzim hati serum-AST (SGOT) : ALT (SGOT), LDH : agak meningkat,
alkalin fosfat & S-nukleotidase, ditandai pe obstruksi bilier.
 Kadar protombin : menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus
menurunkan absorpsi vit. K.
 Ultrasound : menyatakan kalkuli & distensi empedu/duktus empedu.
 Kolangiopankreatografi retrograd endoskopik : memperlihatkan
percabangan bilier dengan kanulasi duktus koledukus melalui
duodenum.
 Kolangiografi transhepatik perkutaneus : pembedaan gambaran dengan
fluoroskopi antara penyakit kandung empedu & kanker pangkreas.
 CT-Scan : dapat menyatakan kista kandung empedu.
 Scan hati : menunjukkan obstruksi percabangan bilier.
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
a. Cemas b.d krisis situasional Operasi
b. Kurang Pengetahuan b.d keterbatasan informasi tentang penyakit dan proses
operasi
c. Resiko cedera (combustio b.d pemajanan peralatan kesehatan (pemasangan
arde electrocouter)
d. Gangguan pertukaran gas b.d efek samping dari anaesthesi.
e. Kerusakan integritas kulit b.d luka post operasi
f. Nyeri akut b.d proses pembedahan
3. Intervensi keperawatan

NO. NANDA NOC NIC


1. Pre Tujuan : cemas dapat Penurunan kecemasan
Operatif terkontrol. 1.Bina hubungan saling
Cemas b.d Kriteria hasil : percaya dengan klien /
krisis 1.Secara verbal dapat keluarga
situasional mendemonstrasikan 2.Kaji tingkat kecemasan
Operasi teknik menurunkan klien.
cemas. ·  3. Tenangkan klien dan
2.Mencari informasi dengarkan keluhan klien
yang dapat menurunkan dengan atensi
cemas ·  4.Jelaskan semua prosedur
3.Menggunakan teknik tindakan kepada klien
relaksasi untuk setiap akan melakukan
menurunkan cemas tindakan
4.Menerima status ·  5. Dampingi klien dan
kesehatan. ajak berkomunikasi yang
terapeutik
·  6. Berikan kesempatan
pada klien untuk
mengungkapkan
perasaannya.
·  7.Ajarkan teknik relaksasi
·  8. Bantu klien untuk
mengungkapkan hal-hal
yang membuat cemas.
2. Pre Tujuan : bertambah-nya Pendidikan kesehatan :
Operatif pengetahuan pasien proses penyakit
Kurang tentang penyakitnya. 1.Kaji tingkat pengetahuan
Pengetahu Pengetahuan: Proses klien.
an b.d Penyakit 2.Jelaskan proses
keterbatas Kriteria hasil : terjadinya penyakit, tanda
an 1. Pasien mampu men- gejala serta komplikasi
informasi jelaskan penyebab, yang mungkin terjadi
tentang komplikasi dan cara ·  3. Berikan informasi pada
penyakit pencegahannya keluarga tentang
dan proses 2. Klien dan keluarga perkembangan klien.
operasi kooperatif saat ·  4. Berikan informasi pada
dilakukan tindakan klien dan keluarga tentang
tindakan yang akan
dilakukan.

5. Berikan penjelasan
tentang pentingnya
ambulasi dini

6. Jelaskan komplikasi
kronik yang mungkin akan
muncul
3. Intra Tujuan : resiko 1.memasang arde
Operatif combustio dapat electrocoter sesuai
Resiko diminimalisir prosedur.
cedera Ktriteria hasil : 2.memfiksasi arde secara
(combusti tidak terjadi combustio. adekuat
o b.d 3.menggunakan power
pemajana output sesuai kebutuhan
n 4.mengawasi selama
peralatan pemakaian alat
kesehatan
(pemasang
an arde
electrocou
ter)
4. Post Tujuan : kerusakan per- Pengelolaan jalan napas
Operatif tukaran gas tidak terjadi 1. Kaji bunyi paru,
Gangguan Status Pernapasan: frekuensi nafas, kedalaman
pertukara ventilasi dan usaha nafas.
n gas b.d Kriteria hasil : 2. Auskultasi bunyi napas,
efek ·  1.Dispnea tidak ada tandai area penurunan atau
samping 2.PaO2, PaCO2, pH hilangnya ventilasi dan
dari arteri dan SaO2 dalam adanya bunyi tambahan
anaesthesi. batas normal 3.Pantau hasil gas darah
3.Tidak ada gelisah, dan kadar elektrolit
sianosis, dan keletihan ·   4.Pantau status mental
·   Observasi terhadap
sianosis, terutama
membran mukosa mulut
5.Pantau status pernapasan
dan oksigenasi
·   6Jelaskan penggunaan
alat bantu yang diperlukan
(oksigen,
pengisap,spirometer)
7.Ajarkan teknik bernapas
dan relaksasi
·   8.Laporkan perubahan
sehubungan dengan
pengkajian data (misal:
bunyi napas, pola napas,
sputum,efek dari
pengobatan)
·  9.Berikan oksigen atau
sesuai dengan kebutuhan
5. Post Tujuan : kerusakan Perawatan luka
Operatif integritas kulit tidak ·  1.Ganti balutan plester dan
Kerusaka terjadi. debris
n Penyembuhan Luka: ·  2. Catat karakteristik luka
integritas Tahap Pertama bekas operasi
kulit b.d Kriteria hasil : ·  3. Catat katakteristik dari
luka post ·  Kerusakan kulit tidak beberapa
operasi ada ·  4.Bersihkan luka bekas
·  Eritema kulit tidak ada operasi dengan sabun
·  Luka tidak ada pus antibakteri yang cocok
·  Suhu tubuh antara ·  5.Sediakan perawatan luka
36°C-37°C bekas operasi sesuai
kebutuhan
6. Ajarkan pasien dan
anggota keluarga
prosedur perawatan luka
6. Post Tujuan : Nyeri dapat Manajemen Nyeri :
Operatif teratasi. ·  1. Kaji nyeri secara
Nyeri akut Kontrol Resiko komprehensif ( lokasi,
b.d proses Kriteria hasil : karakteristik, durasi,
pembedah ·      Klien melaporkan frekuensi, kualitas dan
an nyeri berkurang dg faktor presipitasi ).
scala 2-3 2.Observasi  reaksi nyeri
·      Ekspresi wajah tenang dari ketidak nyamanan.
·      klien dapat istirahat 3.Gunakan teknik
dan tidur komunikasi terapeutik
·      v/s dbn untuk mengetahui
pengalaman nyeri klien
4.Kontrol faktor
lingkungan yang
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan.
5.Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologis/non
farmakologis).
·  6.Ajarkan teknik non
farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri.
7. Kolaborasi pemberian
analgetik untuk
mengurangi nyeri.
8.Evaluasi tindakan
pengurang nyeri
BAB III

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Kapita Selekta Kedokteran. 2009. Jakarta : Media Aesculapius


Bland K. I, Beenken S.W, and Copeland E.E (from e-book).  2007. Gall Blader and
ExtrahepaticBilliary System. In: Brunicardi F.C., Andersen D.K., Billiar
T.R., Dunn D.L., Hunter J.L., Pollock R.E, ed. Schwartz’s Manual Surgery.
Eight edition. United States of America: McGraw-Hill Books Company. 

Nanda.2015.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda definisi dan Klasifikasi


2015.Yogyakarta : MediAction
http://familiamedika.net/referensi-tindakan-medis/operasi-pengangkatan-kantung-
empedu-kolesistektomi.html

Anda mungkin juga menyukai