Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan definisi, eitologi, prevalensi, epidemiologi dan gejala
klinis pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang, differential diagnose, serta
penatalaksanaan, prognosa, kompilkasi dan edukasi dari cholesistisis
Definisi
Kolesistitis adalah inflamasi yang terjadi pada kandung empedu dan terbagi menjadi akut
dan kronis. Kolesistitis akut biasanya terjadi akibat adanya sumbatan duktus sistikus oleh
batu. Namun terdapat beberapa faktor risiko lain yang dapat meningkatkan insidensi
terjadinya kolesistitis, sedangkan kolesistitis kronik merupakan akibat iritasi mekanik
persisten pada kolesistitis akut maupun subakut pada dinding kandung empedu oleh batu.
Etiologi Cholecystitis dapat dipicu oleh tiga faktor: (1) Inflamasi mekanik yang
disebabkan peningkatan tekanan intraluminal dan distensi yang menyebabkan iskemik
mukosa dan dinding kandung empedu, (2) Inflamasi kimia disebabkan pengeluaran
lysolecithin, (3) inflamasi akibat bakteri Prevalensi Prevalensi kolelitiasis berbeda-beda
di setiap negara. Letak geografi suatu negara dan etnis memiliki peran besar dalam
prevalensi penyakit kolelitiasis (Stinton, 2012). Di Amerika Serikat, pada tahun 2017,
sekitar 20 juta orang (10-20 % populasi orang dewasa) memiliki kolelitiasis. Setiap
tahun, 1-3 % orang akan memiliki kolelitiasis dan sekitar 1-3 % orang akan timbul
keluhan. Setiap tahunnya, diperkirakan 500.000 pasien kolelitiasis akan timbul keluhan
dan komplikasi sehingga memerlukan kolesistektomi (Heuman, 2017).
Epidemiologi
Di negara barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa. Angka prevalensi orang
dewasa lebih tinggi. Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi di negara Amerika Latin
(20% hingga 40%) dan rendah di negara Asia (3% hingga 4%). Kolelitiasis termasuk
penyakit yang jarang pada anak. Menurut Ganesh et al dalam pengamatannya dari tahun
januari 1999 sampai desember 2003 di Kanchi kamakoti Child trust hospital,
mendapatkan dari 13.675 anak yang mendapatkan pemeriksaan USG, 43 (0,3%)
terdeteksi memiliki batu kandung empedu. Semua ukuran batu sekitar kurang dari 5 mm,
dan 56% batu merupakan batu soliter. Empat puluh satu anak (95,3%) dengan gejala
asimptomatik dan hanya 2 anak dengan gejala (Gustawan, 2007).
Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika Serikat. Kasus
tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan pada anak-anak
jarang. Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20
juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsi di Amerika,
batu kandung empedu ditemukan pada 20% wanita dan 8% pria. Pada pemeriksaan
autopsi di Chicago, ditemukan 6,3% yang menderita kolelitiasis. Sekitar 20% dari
penduduk negeri Belanda mengidap penyakit batu empedu, baik yang bergejala maupun
yang tidak. Persentase penduduk yang mengidap penyakit batu empedu pada penduduk
Negro Masai ialah 15-50 %. Pada orang-orang Indian Pima di Amerika Utara, frekuensi
batu empedu adalah 80%. Di Indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan perhatian di klinis,
sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien
dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan
Ikterus ini dipikirkan terjadi akibat obstruksi bilier parsial yang dipicu oleh inflamasi
pada CBD. Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran
empedu ekstra hepatik. Kondisi ini juga dijumpai pada pasien, dimana kondisi ikterus
tidak terlalu berat. Pemeriksaan laboratorium tidak spe-sifik. Umumnya menunjukkan
adanya leukositosis dengan 70%–85% terjadi left shift. Serum transaminase dan fosfatase
alkali dapat meningkat. Apabila keluhan bertambah hebat disertai suhu tinggi dan
menggigil serta leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema dan perforasi kandung
empedu perlu dipertimbangkan.
Pemeriksaan penunjang
1. Ultrasonography (USG)
Ultrasonography (USG), mempunyai sensitifitas 90% dan spesifitas 95% dalam
mendeteksi adanya kandung empedu. Prosedur ini menggunakan gelombang suara (sound
wave) untuk membentuk gambaran (image) suatu organ tubuh. Indikasi adanya
kolesistitis akut pada pemeriksaan USG ditunjukkan dengan adanya batu, penebalan
dinding kandung empedu, cairan perikolesistikus dan Murphy sign positif.
3. Cholescintigraphy
Pemeriksaan ini menggunakan zat radioaktif, biasanya derivate imidoacetic acid,
yang dimasukkan kedalam tubuh secara intravena, zat ini akan diabsorbsi hati dan
diekskresikan kedalam empedu.
Pemeriksaan ini memiliki nilai akurasi 95% untuk pasien dengan kolesistitis akut,
tetapi pemeriksaaan ini mempunyai nilai positif palsu 30-40% pada pasien yang telah
dirawat beberapa minggu karena masalah Kesehatan lain.
5. Oral Cholecystography
Pemeriksaan ini terutama digunakan untuk menentukan keutuhan ductus sistikus
yang diperlikan sebelum melakukan lithotripsy atau metode untuk menghancurka
batu empedu.
• CHOLANGITIS AKUT
Infeksi bakteri yang terjadi pada sumbatan saluran empedu yang paling umum terjadi akibat batu
empedu atau bisa juga terkait dengan keganasan atau penyempitan saluran empedu.
• PANKREATITIS AKUT :
Peradangan di dalam pancreas yang terjadi secara tiba-tiba.
Ditandai dengan rasa nyeri yang muncul diperut bagian tengah,
kanan atau kiri.
• ULKUS PEPTIKUM
Kerusakan oleh asam lambung terhadap epitel yang rentan dimukosa, submucosa, sampai dengan
lapisan muskularis, terjadi pada bagian bawah esofagus, gaster, dan duodenum.
• APPENDICITIS AKUT
Salah satu kasus kegawatdaruratan di bidang abdomen dengan keluhan utama nyeri perut kanan
bawah yang menetap dan semakin bertambah nyeri.
Penatalaksanaan Cholesystisis
Prognosa
Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kandung empedu menjadi tebal,
fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang menjadi kolesistitis rekuren.
Kadang-kadang kolesistitis akut berkembang secara cepat menjadi gangren, empiema dan
perforasi kandung empedu, fisitel, abses hati atau peritonitis umum. Hal ini dapat dicegah
dengan pemberian antibiotik yang adekuat pada awal serangan. Tindakan bedah akut pada pasien
usia tua (>75 th) mempunyai prognosis yang jelek di samping kemungkinan banyak timbul
komplikasi pasca bedah.
Komplikasi
• Kolesistitis gangrenosa;
• Kolesistitis emfisematosa;
• Komplikasi Pascakolesistektomi: cedera hingga perforasi kandung empedu, disfungsi sfingter
Oddi.
Edukasi:
pasien disarankan untuk menghindari makanan yang berbasis lemak karena bisa membuat
penumpukan lemak yang mengakibatkan batu empedu memburuk. Pasien juga harus
mengonsumsi obat secara rutin
referensi:
Harrison “Gastroenterology and Hepatology” Page 446-449
Serban, D., et al. (2021). Safety of Laparoscopic Cholecystectomy for Acute Cholecystitis in the
Elderly: A Multivariate Analysis of Risk Factors for Intra and Postoperative Complications.
Medicina, 57(3), pp. 1–16.
Lesmana LA. Penyakit Batu Empedu. Dalam : Setiati S, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing, 2015. hal 2020-5
http://repository.unhas.ac.id/id/eprint/7566/2/ahmadulila%201-2.pdf
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. 2014 Buku ajar ilmu penyakt dalam jilid 1
ed VI. Jakarta : Interna Publishing. Hal : 2018
Liwang, Ferry, dkk. (editor). (2014). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi ke-4 (Edisi ke-4).
Depok: Media Aesculapius Fak. Kedokteran UI. hal : 675