Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke
dokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan utama harus disertai dengan
indikator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut.
Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terperinci dan jelas
mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang
berobat. Dalam melakukan anamnesis, harus diusahakan mendapatkan data-data, yaitu waktu
dan lamanya keluhan berlangsung; sifat dan beratnya serangan, misalnya mendadak,
perlahan-lahan, terus menerus, hilang timbul, cenderung bertambah atau berkurang, dan
sebagainya;
lokalisasi
dan
penyebarannya,
menetap,
menjalar,
berpindah-pindah;
hubungannya dengan waktu, misalnya pagi lebih sakit daripada siang dan sore, atau
sebaliknya, atau terus menerus tidak mengenal waktu; hubungannya dengan aktivitas,
misalnya bertambah berat jika melakukan aktivitas atau bertambah ringan bila beristirahat;
keluhan-keluhan yang menyertai serangan, misalnya keluhan yang mendahului serangan, atau
keluhan yang bersamaan dengan serangan; apakah keluhan baru pertama kali atau sudah
berulang kali; faktor risiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang memperberat
atau meringankan serangan; apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang menderita
keluhan yang sama; riwayat perjalanan ke daerah endemis untuk penyakit tertentu;
perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala sisa; upaya yang
telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang telah diminum oleh pasien;
juga tindakan medik lain yang berhubungan dengan penyakit yang sedang diderita.
Riwayat penyakit dahulu bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan
adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang.
Tanyakan pula apakah pasien pernah menderita kecelakaan, menderita penyakit berat dan
menjalani operasi tertentu, memiliki riwayat alergi pada obat-obatan dan makanan tertentu,
dan lain-lain.
Riwayat penyakit keluarga penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter,
familial atau penyakit infeksi.
Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan. Perlu
ditanyakan pula apakah pasien mengalami kesulitan dalam sehari-hari seperti masalah
keuangan, pekerjaan, dan sebagainya. Kebiasaan pasien juga harus ditanyakan, seperti
merokok, memakai sandal saat bepergian, minum alcohol, dan sebagainya. Selain itu juga
pada pasien yang sering bepergian, perlu ditanyakan apakah baru saja pergi dari tempat
endemik penyakit infeksi menular. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah lingkungan
tempat tinggal pasien, termasuk keadaan rumahnya, sanitasi, sumber air minum, tempat
pembuangan sampah, ventilasi, dan sebagainya.
Gejala Klinis
Keluhan mulai timbul saat batu bermigrasi dan menyumbat duktus sistikus atau
duktus koleidokus.3 gejala klinis dapat berupa kolik bilier, mual, muntah dan lain-lain. Kolik
bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri visceral ini akibat
obstruksi transien duktus sistikus oleh batu, sehingga menyebabkan peningkatan intralumen
dan distensi kandung empedu.4 Kolik biasanya timbul malam atau dini hari, setelah makan
berat atau makan berlemak malam hari. Nyeri meningkat tajam dalam 15 menit dan menetap
selama 3-5 jam. Timbul di kuadran kanan atas atau epigastrium, dapat menjalar ke punggung
kanan, atau bahu kanan, dan dapat menyerupai angina pectoris. Episode kolik sering disertai
mual dan muntah.3
Pada Koledokolitiasis, gejala sangat bervariasi dan sulit diramalkan yaitu mulai dari
tanpa gejala sampai dengan timbulna icterus obstruktif yang nyata. Gejalan koledokolitiasis
mirip seperti kolelitiasis seperti kolik bilier, muntah dan mual, namun pada koledokolitiasis
disertai icterus, BAK kuning pekat dan BAB berwarna dempul.3,5
Pemeriksaan
Pemeriksaan terdapat pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan
fisik akan dilakukan langusng oleh dokter dan pemeriksaan penunjang dapat dilakukan
langsung jika terdapat sarana ataupun dilakukan di tempat lain.
Pada pemeriksaan fisik, dilakukan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika
diperlukan. Biasanya pada pemeriksaan fisik, kelainan yang ditemukan berhubungan dengan
komplikasi, seperti kolesisitits akut dengan peritonitis loka atau umum, hidrop kandung
empedu, empyema kandung empedu, atau pankreatitis. 3 Pada pankreatitis akut karena
kolelithiasis maka akan ditemukan nyeri tekan perut bagian atas karena rangsangan
peritoneum, tanda peritonitis local maupun umum seperti distensi abdomen, teraba seperti
adanya masa pada bagian pancreas yang membengkak dan adanya infiltrate radang, suhu
tinggi, icterus, asites pankreasitik, efusi pleura.
Pemeriksaan penunjang dapat berupa pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
radiologi. Pada pemeriksaan laboratorium pada kolelitiasis, bila tanpa komplikasi biasanya
3
normal, tetapi pada koledokolitiasis terjadi peningkatan enzim hati yang menunjukan
kolestasis (amma GT dan alkali fosfatase), peningkatan enzim pancreas (amilase dan lipase)
apabila batu menyumbat duktus koledokus dan duktus pankreatikus, serta terdapat
peningkatan bilirubin serum.3
Pemeriksaan radiologi pada kolelitiasis meliputi foto polos abdomen, ultrasonografi
(USG), kolesistografi dan skintigrafi hepatobilier. Pada foto polos abdomen biasanya tidak
khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu berkadar kalsium tinggi sehingga
bersifat radioopak. Pemeriksaan radiologi menggunakan ultrasonografi mempunyai derajat
spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan
pelebaran saluran empedu intrahepatic maupun ekstrahepatik. Dengan USG juga dapat dilihat
dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh
peradangan maupun sebab lain. Batu duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi karena
terhalang oleh udara di dalam usus. Kolsistografi dengan kontras pada penderita tertentu
cukup baik karena relative murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen
sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kontraindikasi pada penderita ileus
paralitik, muntah, kadar bilirubin >2mg/dL, obstruksi pylorus, dan hepatitis karena pada
keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih
bermakna untuk menilai fungsi kandung empedu.3 Skintigrafi hepatobilier dapat bermanfaat
untuk memastikan adanya kolesistitis akut namun tidak berguna untuk deteksi batu kandung
empedu.3
Pada koledokolitiasis, pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan adalah USG
abdomen ERCP (Endoscopic retrograde cholangio-pancreotography), dan MRCP (Magnetic
resonance cholangio-pancreotography). ERCP merupakan pemeriksaan terbaik untuk
mendeteksi batu saluran empedu. Pada ERCP, kanul dimasukkan ke dalam duktus koledokus
dan duktus pankreatikus kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut.
Indikasi ERCP adalah icterus obstruktif. Sedangkan MRCP merupakan teknik pencitraan
menggunakan gama magnet tanpa zat kontras, instrument, dan radiasi ion. Pada MRCP,
saluran empedu akan terlihat terang karena intensitas sinyal yang tinggi, sedangkan batu
saluran empedu akan terlihat dengan intensitas sinyal rendah yang dikelilingi empedu yang
intensitasnya tinggi. Maka, metode MRCP ini sangat cocok untuk mendeteksi batu saluran
empedu.1,3
Pada pankreatitis akut, akan ditemukan kenaikan enzim lipase serum (2-3x batas atas
normal), kenaikan amilase serum >3x batas atas normal, leukositosis, SGOT dan SGPT
meningkat signifikan (SGPT 150IU/L atau 3x batas atas normal) pada pankreatitis akut bilier,
hiperglikemi karena sekresi insulin berkurang, glucagon meningkat.6,7
Pankreatitis akut et causa kolelitiasis
Pankreatitis akut merupakan reaksi peradangan akut pancreas. Aktivasi dini enzim
dalam sel asinar pancreas merupakan inisiasi terjadinya autodigesti pancreas. Progresi
penyakit akut melalui 3 fase inflamasi local pancreas, respon inflamasi umum, dan disfungsi
multiorgan. Perjalanan penyakit pankreatitis akut sangat bervariasi dari yang ringan sampai
yang berat. Salah satu penyebab pankreatitis akut adalah obstruksi duktus pancreas oleh batu
empedu atau koledokolitiasis yang dapat berasal dari kolelitiasis yang bermigrasi.
Untuk identifikasi, terdapat kriteria untuk menilai klinis. Terdapat tiga kriteria, yaitu
kriteria Ranson, kriteria Glasgow dan APACHE II. Para klinisi lebih banyak menggunakan
kriteria Ranson. Kriteria Ranson dan Glasgow memerlukan waktu 48 jam untuk menentukan
skor, maka terbentuk skor baru yaitu APACHE II yang hanya memerlukan waktu 24 jam
namun menghitungnya membutuhkan bantuan computer.8
Tabel 1. Kriteria Ranson6
No.
1.
Waktu
Saat masuk rumah sakit
Kriteria
Usia > 70tahun
Leukosit > 18.000/mL
Gula darah > 220 mg%
LDH serum > 400 IU/L
AST >120 IU/L
2
Setelah 48 jam perawatan Penurunan hematocrit >10%
Hipokalsemia <8 mg/dL
Defisit basa >5mEq/L
BUN meningkat > 2mg/dL
Sekuestrasi cairan > 6L
PO2 arteri < 60mmHg
*Pankreatitis akut berat bila terdapat 3 kriteria atau lebih
Tabel 2. Kriteria Modifikasi Glasgow6
No.
1
2
pertama
Usia
Leukosit
> 55 tahun
>15.000/uL
5
3
4
5
6
7
8
9
Urea plasma
>16mmol/L
Glukosa
>10mmol/L
pO2
< 8 kPa (60 mmHg)
Albumin
< 32g/L
Kalsium
<2mmol/L
LDH
>600 unit/L
SGOT/SGPT
>200 IU/L
*Pankreatitis akut berat bila terdapat 3 skor atau lebih
saluran cerna. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang
di dalam spinchter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu
empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus dan akan dikeluarkan
bersama dengan tinja. Jika terdapat pada saluran yang sempit dan sulit, diperlukan beberapa
prosedur endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi seperti pemecah batu dengan litotripsi
mekanik, litotripsi lase, electro-hydraulic shock wave lothitrispy, atau ESWL. Bila usaha
pemecahan batu dengan cara di atas gagal, maka dapat dilakukan pemasangan stent bilier
perendoskopik di sepanjang batu yang terjepit. Stent bilier data dipasang di dalam saluran
empedu sepanjang batu yang besar atau terjepit yang sulit dihancurkan dengan tujuan
drainase empedu.3,4
Terapi medikamentosa juga dapat dilakukan untuk menghancurkan batu kolesterol
seperti pemberian asam kenodioksikolat dan asam ursodeoksikolat. Tetapi terapi ini
berlangsung selama 3 bulan hingga 2 tahun dan harus dilanjutkan selama 3 bulan setelah batu
larut.3
Komplikasi
Komplikasi pankreatitis akut ini sangat bergantung pada perjalanan gambaran klinik.
Yang paling sering terjadi ialah syok dan kegagalan fungsi ginjal. Hal ini terjadi karena
pengeluaran enzim proteolitik yang bersifat vasoaktif dan menyebabkan perubahan
kardiovaskuler disertai perubahan sirkulasi ginjal, juga disebabkan oleh adanya sekuestrasi
cairan dalam rongga retroperitoneum dan intraperitoneum terutama pada pankreatitis
hemoragika dan nekrotikans. Selain itu, dapat juga terjadi kolangitis atau radang pada duktus
koledokus.6,7
Prognosis
Petanda pankreatitis akut yang berat yang paling utama adalah gagal organ dan
adanya pankreatitis nekrosis. CT scan dapat mengidentifikasi pankreatitis nekrotik terutama
bila dilakukan pada hari ke-2 atau ke-3. Mortalitas pankreatitis nekrotik yang disertai gagal
organ umumnya diatas 36%. Prognosis secara umum ditentukan oleh skor Ranson, skor
Glassgow dan skor APACHE II.6,7
Pencegahan
Pankreatitis akut yang disebabkan oleh batu empedu ini tidak sepenuhnya dapat
dicegah. Tapi pembentukan batu empedu dapat dicegah dengan mengatur berat badan yang
ideal dengan diet seimbang dan olah raga teratur.6
Kesimpulan
Pankreatitis karena kolelitiasis memiliki gejala yang mirip dengan nyeri abdomen
lain. Dalam menegakkaan diagnosis, dokter harus berhati-hati karena pankreatitis harus
dilihat dari pemeriksaan laboratorium. Selain itu, mencari tahu penyebab dari pankreatitis
sangat penting untuk menetapkan penatalaksanaan. Prognosis secara umum ditentukan oleh
skor Ranson, skor Glasgow dan skor APACHE II.
Daftar Pustaka
1. Lesmana LA.Penyakit batu empedu. Dalam:Sudoyono AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi V. Jakarta:
InternaPublishing;2010.h.721-6.
2. Bickley LS. Anamnesis. Bates guide to physical examination and history taking.
International edition. 10th ed. Lippincott Williams & Wilkins. Wolters Kluwer Health;
2009.p.30-5.
3. Nurman A. Batu empedu. Dalam: Sulaiman HA, Akbar NA, Lesmana LA, Noer
HMS. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jakarta: Jayaabadi;2007.h.161-78.
4. Greenberger NJ, Paumgartner G. Disease of the gallbladder and bile ducts. Dalam:
Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL. Harrisonss
Principle of Internal Medicine 16th Edition. New York:McGrawHill;2005.h.1880-91.
5. Erpecum KJ, Bergman JJGHM, Gouma DJ, Terpstra OT. Gallstone disease. Dalam:
Lanschot JJB, Gouma DJ, Jansen PLM, Jones EA, Pinedo HM, Schouten WR.
Integrated medical and surgical gastroenterology. The Netherlands;Bohn Stafleu Van
Loghum Houten;2004.h.146-66
6. Fauzi A. Pankreatitis akut. Dalam: Rani A, Simadibrata M, Syam AF. Buku Ajar
Gastroenterology. Jakarta: Interna Publishing;2011.h.533-50.
7. Nurman A. Pankreatitis akut. Dalam: Sudoyo AW, Setioyahadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen IPD FKUI;2006.h.488-93.
8. Aspinnal RJ, Taylor-Robinson SD. Mosbys color atlas and text of gastroenterology
and liver disease. Edinburgh: Mosby;2002.h.289-302.
9.
10